Adab apa sajakah yang harus kalian lakukan ketika bertemu guru brainly?
Dalam Islam kita mengenal empat imam madzhab besar yang terkenal sampai kepada seluruh umat di zaman yang silam dan zaman sekarang. Mereka itu adalah Abu Hanifah Annuman atau yang sering dikenal dengan nama Hanafi, Malik Bin Anas atau yang sering dikenal dengan nama Maliki, Muhammad Idris Asy-syafii atau yang sering dikenal dengan nama Imam Syafii, dan Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal yang sering dikenal dengan nama Hambali. Karena pengorbanan dan bakti mereka yang besar terhadap agama islam yang maha suci, khususnya dalam bidang ilmu fikih mereka telah sampai ke peringkat atau kedudukan yang baik dan tinggi dalam islam. Peninggalan mereka merupakan amalan ilmu fikih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan bagi agama islam dan kaum muslimin umumnya. Pandangan-pandangan dari ke empat madzhab lebih dikenal kaitannya dalam studi ilmu fiqih, yang mana mereka mempunyai perbedaan pendapat dalam menganalisa tentang kedudukan dan penerapan hukum Islam. Dalam makalah/paper ini akan dibahas lebih spesifik tentang salah satu imam madzhab besar yaitu Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafii rahimahullahu atau Imam Syafii. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah/paper ini adalah tentang landasan hukum yang digunakan Imam Syafii dalam menentukan hukum islam serta perkembangan hukum islam atau madzhab Syafii tersebut. Imam Syafii merupakan pencetus atau pelopor tentang ilmu ushul fiqh. Beliau merupakan orang pertama yang menyusun sebuah buku ushul fiqh yang dikenal dengan ar-Risalah yang dibuat sebagai disiplin ilmu atau pedoman untuk para peminat hukum islam. Tujuannya agar tidak ada terjadinya kesalahan dalam pengertian syariat yang ada dalam Al-Quran dan Hadist serta agar penganut agama islam yang bukan berasal dari bangsa arab dapat memahami isi dari Al-Quran dan Hadist maka dibutuhkannya kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang kemudian dinamakan ushul fiqh tersebut. Biografi Imam Syafii Nama lengkap dari Imam Asy-Syafii adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafii bin as-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay bin Ghalib, abu Abdillah al-Qurasyi Asy-Syafii al-Maliki, keluarga dekat rasulullah dan putra pamannya. Di samping mempelajari ilmu pengetahuan beliau mempunyai kesempatan pula mempelajari memanah, sehingga beliau dapat memanah sepuluh batang panah tanpa melakukan satu kesalahan. Beliau pernah berkata : cita-citaku dua perkara : panah dan ilmu, aku berdaya mengenakan target sepuluh dari sepuluh. Mendengar percakapan itu orang yang bersamanya berkata : Demi Allah bahwa ilmumu lebih baik dari memanah. Pada usia 20 tahun Imam Syafii pergi ke Madinah dan belajar kepada Imam Malik. Dia membaca sendiri kitab al-Muwatta di hadapan Imam Malik bin Anas dengan hafalan sehingga Imam Malik pun kagum terhadap bacaan dan kemauannya. Kemudian tahun 195 H, beliau pergi ke Baghdad dan belajar kepada Muhammad bin al-Hasan al-Syaibaniy (murid Abu Hanifah) selama 2 tahun. Setelah itu beliau kembali ke Mekkah dan kembali lagi ke Baghdad dan menetap disana selama beberapa bulan. Kemudian pada tahun itu juga ia pergi ke Mesir dan menetap disana sampai wafat pada tanggan 29 Rajab tahun 204 H. Oleh sebab itu, pada diri Imam Syafii terhimpun pengetahuan fiqh ashab al-Hadis dari Imam Malik dan fiqh ashab al-ray dari Abu Hanifah. Periode Fiqih Imam Syafii Di dalam buku karangan Dr. Muhammad Ibrahim al-Fayyumi tahun 2009 yang berjudul Imam Syafii Pelopor Fiqih dan Sastra, dijelaskan periode fiqih Imam Syafii yang dibagi menjadi 3 sesuai dengan kota-kota tempat ia berkiprah dalam menentukan hukum islam. a. Periode Pertama Di Makkah Imam Syafii juga mendalami dalil-dalil al-Quran dan menghimpun berbagai hadits. Upaya tersebut membuatnya tahu sejauh mana kedudukan hadits di sisi al-Quran. Kitab ar-Risalah adalah buah karya Imam Syafii selama periode makkah yang sengaja ia susun atas permintaan Abdurrahman al-Mahdi. b. Periode Kedua c. Periode Ketiga Sejarah Awal Mula Madzhab Syafii Pemikiran madzhab ini di awali oleh Muhammad bin Idris asy-Syafii atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafii, yang hidup pada zaman pertengahan antara ahlul hadist (cenderung berpegang pada teks hadist) dan ahlul rayi (cenderung berpegang pada akal fikiran atau ijtihad). Imam Syafii belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh ahlul hadist, dan Imam Muhammad Bin Hasan AsySyaibani sebagai tokoh ahlul rayi yang juga murid Imam Abu Hanifah. Saat berumur 20 tahun Imam Syafii pergi ke Madinah dan belajar fiqih dari Imam Malik dan menyertainya hingga Imam Malik wafat pada tahun179 H. Kemudian Imam Syafii pergi ke Yaman. Di sana ia bertemu dengan Umar bin Abu Salamah yang merupakan murid dari Imam al-Auzai dan belajar darinya fiqih syaikhnya. Imam Syafii juga belajar fiqih pada Yahya bin Husain yang merupakan murid dari al-Laits bin Sad, yang merupakan seorang ulama besar dalam ilmu fiqih di Mesir. Pada tahun 184 H, Imam Syafii didatangkan ke Baghdad karena dituduh menentang Daulah Abbasiyah, namun ia terbebas dari tuduhan. Kedatangannya ini menjadi sebab pertemuannya dengan ulama fiqih Irak yaitu Muhammad bin Hasan asy-Syaibani yang merupakan murid dari Abu Hanifah, dan menyertainya (mulazamah dengannya, membaca kitab-kitabnya, meriwayatkan darinya, dan belajar masalah-masalah fiqih darinya). Kemudian Imam Syafii pindah ke Makkah dan membawa kitab-kitab fiqih ulama Irak, dan tinggal di Makkah untuk mengajar, berfatwa, dan bertemu dengan banyak ulama di musim haji selama sembilan tahun. Demikianlah, ia menghimpun pada dirinya fiqih Hijaz dan fiqih Irak, dan mengkaji perkembangan terakhir fiqih dan mempelajarinya secara teliti dan tekun. Imam Syafii bisa mengkaji dengan mudah madzhab-madzhab yang telah dikenal di zamannya, dengan kritis, analisis, dan komparatif. Imam Syafii menolak istihsan dari Imam Abu Hanifah atau mashalih mursalah dari Imam Malik. Tetapi, Imam Syafii menerima penggunaan qiyas secara lebih luas dari Imam Malik. Dari sinilah tampak kepribadian imam Syafii dengan fiqih baru yang menggabungkan fiqih ulama Irak dengan fiqih ulama Hijaz, dan mulai memisahkan diri dengan mendirikan madzhab baru yang khas. Setelah itu beliau pergi ke Baghdad untuk kedua kalinya pada tahun 195 H, dan bermukim disana selama dua tahun, kemudian kembali ke Makkah. Lalu ia kembali lagi ke Baghdad pada tahun 198 H dn bermukim disana selama beberapa bulan. Kemudian beliau kembali ke Mesir pada akhir tahun 199 H. Ia menetap disana, mengajar, berfatwa, mengarang, dan mengajar murid-muridnya hingga wafat pada tahun 204 H. Meskipun berada dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafii sebagai ulama fiqih, ushul fiqih, dan hadist pada zamannya membuat madzhabnya memperoleh banyak pengikut. Dasar-Dasar Pemikiran Imam Syafii tentang Penggunaan Dalil Pembicaraan menyangkut dalil-dalil syara, dalam beberapa kitab ushul fiqh selalu berkisar di seputar dalil-dalil syara yang disepakati dan dalil-dalil syara yang diperselisihkan. Beberapa istilah populer dari dalil syara atau sumber hukum itu antara lain adalah adillah al-ahkam al-mutafaq alaiha (dalil-dalil hukum yang disepakati), mashadiru al-ahkam al-mutafaq alaiha (sumber-sumber hukum yang disepakati), adillah al-ahkam al-mukhtalaf alaiha (dalil-dalil hukum yang diperselisihkan), mashadiru al-ahkam al-mukhtalaf alaiha (sumber-sumber hukum yang diperselisihkan). Sedangkan dalil/sumber hukum yang disepakati oleh mayoritas (jumhur) ulama ahl al-sunah ada empat, yaitu al-Quran, Sunah, Ijma dan Qiyas. Sementara selebihnya seperti istihsan, istishab, istishlah dan sebagainya, merupakan dalil/sumber yang diperselisihkan oleh para ulama. Cara-Cara Ijtihad Imam Syafii Seperti Imam Madzhab lainnya, Imam Syafii menentukan thuruq al-istinbath al-ahkam tersendiri. Adapun langkah-langkah ijtihadnya yang dijelaskan dalam buku karangan Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqiey pada tahun 1997 yang berjudul Pengantar Hukum Islam adalah sebagai berikut : 1) Dhahir-dhahir Al-Quran selama belum ada dalil yang menegaskan, bahwa yang dimaksud bukan dhahirnya. Qaul Qadim dan Qaul Jadid Di dalam buku DR. Jaih Mubarok pada tahun 2000 yang berjudul Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Ahmad Amin menjelaskan bahwa ulama membagi pendapat as-Syafii menjadi dua : qaul qadim dan qaul jadid. Qaul qadim adalah pendapat as-Syafii yang dikemukakan dan di tulis di Irak. Sedangkan qaul jadid adalah pendapat imam as-Syafii yang dikemukakan dan di tulis di Mesir. Muhammad Syaban Ismail mengatakan bahwa pada tahun 195 H, Imam Syafii tinggal di Irak pada zaman pemerintahan al-Amin. Di Irak, ia belajar kepada ulama Irak dan banyak mengambil pendapat ulama Irak yang termasuk ahlu rayi. Di antara ulama Irak yang banyak mengambil pendapat Imam Syafii dan berhasil dipengaruhinya adalah Ahmad bin Hanbal, al-Karabisi, al-Zafarani, dan Abu Tsaur. Setelah tinggal di Irak, as-Syafii melakukan perjalanan ke Mesir kemudian tinggal di sana. Di Mesir, ia bertemu dengan (dan berguru kepada) ulama Mesir yang pada umumnya sahabat Imam Malik. Imam Malik adalah penurus fiqih ulama Madinah yang dikenal sebagai ahli hadits. Karena perjalanan intelektualnya itu, imam as-Syafii mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut qaul jadid. Dengan demikian, qaul qadim adalah pendapat imam as-syafii yang bercorak rayu. Sedangkan qaul jadid adalah pendapatnya yang bercorak hadits. Sebab terbentuknya qaul qadim dan qaul jadid adalah karena imam Syafii mendengar (dan menemukan) hadits dan fiqih yang diriwayatkan ulama mesir yang tergolong ahlu hadits. Para ahli berkesimpulan bahwa munculnya qaul jadid merupakan dampak dari perkembangan baru yang dialami oleh imam Syafii dari penemuan hadits, pandangan, dan kondisi sosial baru yang tidak ia temui selama ia tinggal di Irak dan di Hijaz. Dan diantara pendapat qaul jadid ini dimuat di Kitab Al-Umm. Contohnya, dalam masalah tertib wudhu. Qaul qadim mengatakan orang yang wudhunya tidak tertib karena lupa adalah sah. Sedangkan qaul jadid mengatakan bahwa orang yang wudhunya tidak tertib, meskipun karena lupa adalah tidak sah. Contoh lain dalam masalah tayamum. Qaul qadim mengatakan bahwa seseorang diperbolehkan tayamum dengan pasir. Sedangkan qaul jadid mengatakan bahwa seseorang tidak diperbolehkan tayamum dengan pasir. Karya-Karya dari Imam Syafii Imam Syafii memiliki karya tulis yang banyak sekali, di antaranya yang paling terkenal adalah: Kitab Al-Umm Kitab Al-Risalah Al-Jadidah Kitab Al-Musnad Kitab As-Sunanar-Radd ala AlBaraahimiyah Kitab Mihnatusy Imam Asy-Syafii. Ahkamul Al-Quran KESIMPULAN Imam Syafii adalah salah satu dari 4 imam madzhab yang telah menciptakan mahakarya di dunia Islam. Beliau adalah imam yang memiliki karakteristik akhlak yang mulia dan memiliki kecerdasan luar biasa. Beliau merupakan orang yang menentukan ushul fiqh sebagai disiplin dasar hukum islam yang sering digunakan sampai sekarang. Beliau dikenal sebagai seorang pemikir hukum islam yang menggabungkan Al-Quran dan sunnah dengan pendapat para sahabat nabi yang telah disepakati. Selain itu, beliau juga menggunakan Ijma dan Qiyas untuk menentukan dasar-dasar hukum islam yang telah ada. Beliau menerjemahkan/menafsirkan dalil-dalil Al-Quran dan Nabi SAW yang telah ada menggunakan keempat dasar hukum tersebut yang kemudian didapatkan artian/terjemahan yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat banyak. Ilmu hukum islam tersebut terkenal dengan nama Mazhab Syafii serta ar-Risalah yang sering digunakan oleh para muslim di Indonesia. Hal ini dikarenakan Mazhab Syafii lebih tertumpu kepada elastisitas dan keakuratan dalil dan logika yang menjadi acuannya sehingga dapat berkembang sampai kini. Abbas, Sirajuddin. 1972. Sejarah Madzhab Syafii cetakan II. |