Adyaya pertama dalam Bhagawadgita disebut

BHAGAVADGITA
Adhyaya I: Arjuna Visada Yoga [Gundahnya Sang Arjuna]

Om Swastyastu
Bermulalah di sini Gita suci yang dituturkan dari Yang Maha Suci Krshna.

Dhṛtarāṣṭra uvāca: I.1. dharma-kṣetre kuru-kṣetre samavetā yuyutsavaḥ māmakāḥ pāṇḍavāś caiva kim akurvata sañjaya _______ Dhritarashtra said: I.1. O Sanjaya, after my sons and the sons of Pandu assembled in the place of pilgrimage at Kurukshetra, desiring to fight, what did they do? _________ Berkatalah Dhristarashtra :

I.1. Di dataran nan suci ini [dharmakshetra], tanah kebenaran, tanahnya para Kuru, berkumpullah putra-putraku beserta laskar-laskar mereka, dan juga putra-putra Sang Pandu [Ayahanda Pandawa] bersiap-siap untuk suatu yudha. Apa saja yang sedang mereka lakukan beritakanlah kepadaku, wahai Sanjaya.

Ulasan:
Kurukshetra disebut juga dharmakshetra, terletak di Hastinapura, [sekarang: di utara kota New Delhi yang modern dewasa ini]. Tempat ini di masa yang silam dianggap suci karena sering dipergunakan oleh para resi, ksatrya untuk bertapa, bahkan kabarnya juga oleh para dewa-dewa.

Salah satu kata pertama yang disebut di sloka pembukaan Bhagavadgita di atas ini adalah kata dharma, inilah inti sebenarnya yang harus diresapkan oleh kita semua. Karena inilah salah satu pesan sesungguhnya Bhagavadgiita. “Bangunlah jiwa dan ragamu dengan dan untuk dharma.”

Kata dharma berasal dari kata “Dhru” yang berarti “pegang.” Dharma adalah kekuatan yang memegang hidup ini, dharma tidak terdapat dalam ucapan-ucapan manis. tetapi adalah kesaktian di dalam jiwa kita yang merupakan inti dari kehidupan kita. Dan Kshetra berarti padang, ladang atau medan. Seyogyanyalah kita bertanya pada pribadi kita masing-masing, “apa sajakah yang selama ini yang telah kutanam dan kupetik dalam hidupku ini, dharma ataukah adharma?.

Bagi yang menanam dharma maka hidupnya akan menghasilkan karunia Ilahi, dan yang telah melakukan adharma maka kita dapat bercermin kepada para Kaurawa. “Bersiap-siap untuk suatu yudha,” Kaurawa menginginkan perang, sedangkan para Pandawa sebenarnya menginginkan perdamaian. Sang Krshna yang Maha Bijaksana berusaha agar perdamaian terwujud, tetapi para Kaurawa selalu menolaknya. maka untuk mempertahankan diri dan menegakkan dharma/kebenaran terpaksalah para Pandawa berperang walaupun dengan laskar yang sedikit. Tetapi yang sedikit ini akhirnya akan menang karena mereka berjalan tegak di jalan kebenaran. Dalam ucapan Dhritarashtra yang mengatakan di atas “tanahnya para Kuru” dan juga ‘”putra-putraku,” tersirat adanya rasa egois atau ahamkara [angkara] yang besar. Inilah sebenarnya sumber dari segala tragedi dalam hidup ini.

Demikian ulasan Adhyaya I.1 yang dapat saya ketengahkan
Semoga bermanfaat, Matur Suksma

Om Santih Santih Santih Om ♡ Jro Mangku Danu

Rabu, 27/04/2016, 00.01

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-4]

naiskarmyam puruso snute,

Tanpa kerja orang tidak akan mencapai kebebasan

 pun juga ia tidak akan mencapai kesempurnaan

karena menghindari kegiatan kerja

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-5]

jatu tisthati akarmakrit,

sarwah prakritijair gunaih.

Walaupun untuk sesaat jua tidak

seorang pun tidak berbuat,

karena setiap manusia dibuat tidak berdaya

oleh hukum alam yang memaksamya bertindak.

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-17]

Ia yang senang memenuhi keinginannya sendiri

dan puas akan dirinya sebagai manusia

dan memuaskan dirinya sendiri saja,

sesungguhnya tidak ada kekaryaannya.

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-18]

Nai wa tasya kretene rtho

tidak juga untuk mencapai tujuan kerja

apapun pekerjaan yang tidak dikerjakan disini,

setiap maksud tidak lagi tergantung pada setiap makhluk.

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-19]

Oleh karena itu laksanakan segala kerja

Sebagai kewajiban tanpa terikat [pada akibatnya],

Sebab kerja yang bebas dari keterikatan bila melakukan

pekerjaan itu orang itu akan mencapai [tujuan] yang tertinggi.

Di dalam Bhagawadgita dijelaskan bahwa Tuhan pun tidak pernah berhenti untuk tidak bekerja meskipun sesungguhnya tidak ada pekerjaan yang harus dikerjakan-Nya. Tuhan tak pernah terikat karena beliau mencintai. Bahwa cinta kasih yang sejati akan membuat kita tak terikat. Dimana saja ada keterikatan, keinginan terhadap duniawi maka harus diketahui bahwa itu hanya daya tarik fisik.

 Beliaulah yang menciptakan alam ini beserta isinya termasuk hukum alam, yang memaksa semua makhluk untuk bekerja begitu juga Tuhan karena Tuhan sendiri ada pada setiap ciptaan-Nya. Bila Tuhan tidak bekerja maka hukum alam  tidak berjalan dan dunia ini akan hancur karenanya.Hal ini dijelaskan dalam Bhagawadgita, yaitu:

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-22]

Na me patha sti kartawyam

Tidak ada pekerjaan yang harus kukerjakan

diketiga dunia ini dimana aku tidak terikat,

o Arjuna, tetapi aku tetap harus kerjakan.

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-24]

Dunia ini akan hancur jika aku tidak bekerja,

Aku jadi pencipta kekacauan ini dan

memusnahkan manusia ini semua.

Bhagawadgita mengajarkan karma yoga. Bahwa kita harus bekerja dalam atau melalui yoga. Sehingga konsentrasi dalam perbuatan tak akan menimbulkan tingkat kesadaran rendah yang berupa ego. Kesadaran bahwa kita telah melakukan ini atau itu tak akan pernah ada kalau kita bekerja dalam yoga. Gita mengajarkan bahwa segala kegiatan kerja hendaknya dilakukan demikian. Orang yang telah mencapai pencapaian dengan Tuhan melalui yoga akan melakukan kegiatan kerjanya dengan tenggelam dalam konsentrasi yang dalam, dan tak akan mencari keuntungan dari apa yang dilakukannya.

Hasil dari setiap perbuatan adalah campuran dari baik dan buruk. Tak ada pekerjaan baik tanpa sentuhan keburukan didalamnya. Seperti asap yang mengelilingi api, beberapa keburukan pasti ada dalam setiap pekerjaan. Maka kita harus menyeimbanginya dengan memberikan sejumlah kebaikan yang lebih besar dari jumlah kejahatannya. Kita membaca Bhagawadgita dengan bantuan cahaya lilin, namun cahaya yang sama menyebabkan banyak sersangga yang mati karenanya. Demikianlah kelihatannya setiap kebaikan selalu disertai kejahatan. Karena itu mereka bekerja tanpa kesadaran akan ego tak akan dipengaruhi oleh kejahatan, karena perbuatannya semata-mata untuk kebaikan dunia. Bekerja tanpa pamrih, tanpa keterikatan , membawa kebahagiaan dan pembebasan.

Untuk bisa bebas dari belenggu kerja maupun bebas dari kebendaan duniawi, maka ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab suci yang merupakan wahyu dari Tuhan, sudah semestinya dipelajari, dihayati dan dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-31]

murcyante te pi karmabhih

Mereka yang selalu mengikuti ajaranku ini

dengan penuh keyakinan dan

bebas dari kebendaan duniawi ini

juga bebas dari belenggu kerja.

Manusia bekerja sesuai dengan kodratnya. Eksistensinya diperoleh karena dia bekerja. Manusia yang sempurna adalah manusia yang bekerja. Bekeja memuliakan manusia dan menjadikan ia luhur. Doktrin kerja yang dituangkan dalam Bhagawadgita adalah kerja yang dihubungkan dengan disiplin  yaitu jalan ilmu pengetahuan bagi cendikiawan dan jalan kerja bagi karyawan.

Bhagawadgita mengajarkan manusia untuk bekerja, sebab kerja adalah sama dengan tindakan hukum. Dalam bahasa sansekerta, kata kerja berasal dari urat kata kri yang artinya berbuat, bertindak dan melaksanakan. Kerja ini tidak bisa dihindari, itu sudah menjadi hukum alam. Hukum alam ini tak bisa dihindari. Bila manusia dan semua makhluk menghindarinya maka dunia akan hancur.

Disebutkan dalam Bhagawadgita [III-7]

Sesungguhnya orang yang dapat mengendalikan

Panca indranya dengan pikiran, oh Arjuna,

Dengan panca indranya bekerja tanpa keterikatan,

Ia adalah sangat dihormati

Dari sloka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa panca indra dan pikiran sangat mempengaruhi dalam usaha menghilangkan keterikatan sewaktu bekerja. Sebab manusia tidak akan pernah bisa lepas dari yang nanya panca indra dan pikiran. Tetapi keduanya bisa dikendalikan hingga benar-benar digunakan untuk hal yang baik dan dapat menciptakan ketidakterikatan. Tidak ada pikiran yang tidak dapat dikendalikan dan juga tidak ada ketegangan untuk tidak memusatkan pikiran yang tidak tenang. Maka hendaknya pikiran itu dikendalakan,bila seseorang yang dapat melakukannya, ia akan di hormati baik selama hidupnya maupun setelah meninggal.

 Kebahagiaan yang kita inginkan adalah kebahagiaan lewat kerja, berkarya dan bertindak melaksanakan hidup sehari-hari. Menurut Bhagawadgita, rumusan kerja paling sedikit ada tiga macam. Alternatifnya ada di tangan kita sendiri yang menentukan kerja apa dan yang bagaimana yaitu:

Pertama adalah bekerja tanpa mengharapkan hasil, ini yang dimaksud bekerja seperti biasa. Jadi ketika kita melakukan kerja itu semata-mata sebagai wujud pemenuhan kewajiban. Tidak mengharapkan pahala dari yang telah dikerjakan.

Kedua adalah bekerja yang salah antara lain berbohong. Berbohong adalah kerja walaupun tidak dengan tangan dan kaki, melainkan dengan niat, keinginan dan pikiran. Dalam hal ini berbohong untuk niat yang tidak baik.

Ketiga adalah yang disebut tak bekerja. Maksudnya adalah bekerja tapi tidak terikat oleh kerja tersebut sehingga bebas dari hukum karma.

Demikianlah klarifikasi kerja dalam tiga jenis : bekerja tanpa mengharapkan pahala [karma], kerja yang salah [vikarma] dan kerja yang tak kerja [akarma].

Dalam Bhagawadgita, Sri Krsna berkata, “Wahai Arjuna, Tuhan menghuni setiap hati manusia. Engkau bisa memanggilnya kebenaran mutlak, engkau bisa memanggilnya kasih sayang dan engkau bisa menyebutnya kebahagiaan, tetapi semua itu ada dalam hatimu. Apabila engkau bisa memuja sesaat sesudah bekerja dengan bermeditasi, menyelam di dalamnya, engkau akan berhasil menemukan harta karun yang tertimbun di dalamnya, karena tidak ada yang tidak bisa dicapai oleh manusia. Janganlah menilai dirimu menurut buah pikiran yang muncul dalam otakmu, sebab otak memang untuk berpikir dan semua buah pikiran, baik atau buruk, tetap akan muncul. Kita harus mengalihkan perhatian kita dari hasil-hasil pikiran kepada sumbernya yang merupakan sumber dari pikiran itu. Sumber itu adalah jiwa [diri, self] dan ini murni, tidak dicemari oleh ide-ide yang simpang siur”. Dari bunyi ketiga sloka diatas dapat diambil intisarinya bahwa apa yang disebut kegiatan yang benar itu umumnya tidak jelas.

Pemikiran zaman sekarang, resep-resep tradisional dan suara hati nurani, bercampur aduk dan membingungkan kita. Ditengah-tengah semuanya ini, orang-orang bijak mencari jalan keluar dengan mengacu pada kebenaran-kebenaran abadi yang dipadu dengan pandangan batin penalaran tertinggi. Selain itu, bila kita bekerja dengan semangat ketakterikatan, mental kita tidak akan terganggu. Kita menahan diri  dari kegiatan kerja yang timbul dari keinginan dan melaksanakan kewajiban kita dengan jiwa yang senantiasa dihubungkan dengan yang ilahi. Dengan demikian tanpa kegiatan tetap memelihara ketenangan batin kita dan terbebas dari keterikatan, sehingga kita dapat melakukan akarma . Akarma artinya absennya keterikatan yang diakibatkan oleh kegiatan kerja yang dilakukan tanpa keterikatan.

Hal kerja dapat dijadikan landasan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Hal ini sesuai dengan ajaran catur marga, khususnya karma marga. Sesungguhnya yang menjadi landasan filosofis melakukan kerja untuk mencapai kebebasan adalah ketekunan, keikhlasan dan tidak terikat dengan hasil pekerjaan.Sebenarnya bila setiap orang menyadari bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan hasil sesuai hukum karma, maka dengan berbuat baik dan melakukan kerja yang dilandasi keikhlasan seseorang seseorang akan memperoleh kebebasan. Seseorang dapat melepaskan diri dari keterikatan kerja hanyalah melalui keyakinan dan usaha sadar bahwa kerja yang dilakukan itu semata-mata adalah perwujudan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun pengabdian kepada kemanusiaan. Tanpa kesadaran ini seseorang tidak dapat melepaskan diri dari ikatan kerja. Tugas apapun hendaknya semua itu dipersembahkan kepada-Nya.

Sebagai manusia yang mempunyai banyak kebutuhan maka sudah selayaknya bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Sebab bekerja lebih baik daripada tidak bekerja. Hendaknya kerja yang dilakukan sesuai seperti yang telah ditentukan dan dilaksanakan tanpa pamrih, tanpa kepentingan pribadi dan dilakukan untuk kesejahteraan manusia dan memelihara ketertiban sosial. Kebiasaan kerja yang baik akan memberi keuntungan bagi yang melakukannya dan orang lain. Apapun juga kebiasaan baik itu dilakukan, yang itu juga orang lain akan mengikutinya. Apa yang akan dibawakan untuk dilakukan, dunia akan mengikutinya.

Setiap manusia memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Dalam hal ini manusia yang bijaksana hendaknya jangan membingugkan yang bodoh yang terikat oleh kerja. Orang bijaksana hendaknya dapat mengindahkan semua kerja dan bekerjasama atas dasar itu. Orang yang bodoh biasanya tertipu akan sifat kerja , terikat pada rasa keterikatan pada hasil kerja itu.

Manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial sudah pasti memiliki bermacam-macam kewajiban dan tanggungjawab. Terkadang manusia mengerjakan kewajiban orang lain sebelum mengerjakan kewajiban sendiri. Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tiada sempurna dari pada kewajiban orang lain yang dilakukan dengan baik. Sekalipun harus mati dalam tugas sendiri daripada melaksanakan tugas orang lain yang berbahaya.

Manusia selalu bekerja dengan berbagai motif. Karena tak mungkin ada kegiatan kerja tanpa motif. Ada seseorang yang menginginkan nama baik maka ia pun bekerja untuk mencapai nama baik. Itu adalah contoh motif dalam melakukan kegiatan kerja. Bekerjalah untuk kepentingan kerja itu sendiri. Hanya beberapa saja di dalam suatu negara yang benar-benar merupakan warga negara teladan, yang bekerja untuk kepentingan kerja itu sendiri, tanpa mempedulikan nama, reputasi maupun supaya masuk surga. Mereka bekerja hanya karena kemauan baiknya saja. Dan ada juga yang melakukan kebaikan dan menolong umat manusia karena dorongan yang lebih tinggi, yaitu karena mereka percaya akan kebaikan dan mencintai kebaikan. Seolah-olah seperti dalil, dimana keinginan akan nama baik dan reputasi jarang terwujud dalam waktu dekat, semuanya datang pada kita ketika kita sudah tua dan hampir menyelesaikan kehidupan itu. Jika seorang bekerja tanpa pamrih, ia akan mendapatkan sesuatu yang tertinggi. Tanpa pamrih sebenarnya lebih berpahala, hanya orang-orang tak sabar melakukannya. Juga lebih berharga dari suduk pandang kesehatan. Cinta kasih, kebenaran dan tanpa pamrihbukan semata mata gambaran moral dari kata-kata. Semua itu membentuk tujuan tertinggi kita, karena didalamnya terdapat maneifestasi dari kekuatan.

Janganlah terikat, biarkan semuanya berlalu, biarkan semuanya terpusat pada kerja dan bekerjalah terus namun jangan biarkan gelombang kecil itu menaklukan pikiranmu. Bekerjalah seolah-olah anda adalah seorang asing yang berda di tempat itu. Bekerjalah dengan tiada putusnya namun jangan ikatkan dirimu pada pekerjaan itu.

Keterikatan itu sangat menakutkan. Berbuatlah seperti seorang majikan bukan seperti seorang budak. Bekerjalah terus-menerus tetapi jangan merasa diperbudak oleh kerja itu.

Adiputra, I Gede Rudia, I Nengah Sudipta dan Ni Kompiang Sri Erawati. Dasar-dasar agama hindu. 2004. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha Departemen Agama RI.

Ma, G.Pudja. Bhagawadgita [pancama weda]. 2003. Jakarta: Pustaka Mitra Jaya.

Subagiasta, I Ketut. Sraddha dan bhakti. 2008. Surabaya: Paramita.

Titib, I Made. Teologi dan symbol-simbol dalam agama Hindu. 2003. Surabaya: Paramita.

Tim Penyusun. Buku bacaan agama Hindu untuk SMTA kelas III. Jakarta: 1993.

Vivekananda, Svami. Vedanta puncak kebenaran veda masa kini. 2007. Surabaya: Paramita.

Jakarta, 25 Desember 2013

A. Pengertian Weda Weda merupakan kitab suci agama Hindu. Weda terbagi atas dua kelompok besar / samhita, yakni kitab Sruti dan Smerti. Kitab Weda Struti terbagi atas tiga kelompok yang terdiri atas kitab Mantra, Brahmana dan Upanisad. Masing-masing kelompok ini dibagi lagi atas sub-kelompok kitab. Kitab sub-kelompok Catur Samhita Weda yang paling dikenal oleh umat Hindu yakni Rg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda terdapat di dalam kelompok kitab Mantra Sruti. Kitab Weda Sruti Brahmana terbagi lagi dalam sub kelompok kitab Aitareya, Kausitaki, Tandya, Taittirya, Satapatha, Gopatha, dll. Kitab Weda Sruti Upanisad terdiri dari atas sub kelompok kitab Prashna, Mandukya, Chandogya, Kathawali, Isawasya, Pasupata dan lain-lain. Kitab Weda Smerti terbagi atas tiga sub kelompok juga, yakni kitab Wedangga, Upaweda dan Agama. Kitab Smerti Wedangga terdiri dari enam buah kitab, yakni kitab Siksha, Vyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisha, dan Kalpa. Kitab Smerti Upaweda terdiri atas

Yoga memiliki delapan komponen yang dikenal dengan istilah astangga yoga. Delapan komponen itu adalah: yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. Di dalam yogasutra adhyaya II sloka 29, menyebutkan: “ Yama niyamasana asanas pranayama pratyahara dharana dhyana samadhys stavanggani” Yang artinya:  yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi, inilah semua delapan bagian ajaran yoga . Delapan tahap ajaran yoga ini, merupakan tangga untuk mengendalikan diri dan sekaligus merupakan aspek etika dalam ajaran yoga. Di bawah ini diuraikan masing-masing bagian astangga yoga tersebut, yaitu: 1.       Yama Yama adalah pengendalian diri tahap pertama atau awal dan menampakkan pengendalian diri. Pada tahap ini latihan diawali dengan tingkah laku yang penuh cinta kasih [ahimsa/ tidak menyakiti]. Tujuan dari tahap ini adalah melatih menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta kasih seseorang sebelum lanjut pada tahap – tahap berikut

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề