Apa fungsi penambahan karbohidrat dalam proses pembuatan bekasam?

Berikut sedikit ulasan yang saya ketahui tentang salah satu produk perikanan tradisional berdasarkan materi praktikum di mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan, Departemen THP, FPIK, IPB.

Teknik fermentasi merupakan salah satu teknologi pengolahan ikan tradisional yang umumnya terdapat di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Teknologi fermentasi banyak menjadi pilihan cara pengolahan karena  mudah dilakukan, teknologi yang digunakan sederhana, membutuhkan biaya yang relatif sedikit, dapat memberi nilai tambah pada produk dan meningkatkan aroma serta cita rasa yang khas sehingga menarik bagi konsumen. Contoh produk fermentasi ialah bekasam yang dibuat dengan penambahan garam dan sumber karbohidrat, seperti nasi atau kerak nasi. Produk ini memiliki kesamaan dengan bekasem [Jawa Tengah] dan Bekasang [Sulawesi Selatan].

Bekasam merupakan produk fermentasi ikan yang ditambahkan garam dan sumber karbohidrat, seperti nasi atau kerak nasi, untuk merangsang pertumbuhan bakteri penghasil komponen-komponen yang menimbulkan rasa asam dan berperan dalam memperpanjang daya simpan produk itu sendiri. Pembuatan bekasam umumnya menggunakan ikan air tawar, contohnya ikan mas [Cyprinus carpio]. Jenis ikan ini banyak disukai masyarakat karena rasanya enak, harganya terjangkau dan memiliki tingkat produksi yang tinggi. Produksi ikan mas pada tahun 2010 sebanyak 374.112 ton. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bekasam yaitu garam, nasi atau kerak nasi, dan daun pisang kering yang berwarna kecokelatan. Pembuatan bekasam meliputi penyiangan, penirisan, penambahan garam dan sumber karbohidrat, pembungkusan, pemeraman, pengeluaran nasi, penjemuran dan pemasakan. Ikan mas disiangi [dikeluarkan isi perut dan insang], dicuci dan ditiriskan lalu diberi nasi atau kerak nasi pada bagian dalam perut dan kepala. Selanjutnya, ikan dilumuri garam dan dibungkus daun pisang kering kemudian diperam selama 3 hari. Setelah pemeraman, daun pisang dibuka dan nasi dikeluarkan lalu bagian tubuh ikan dicuci, ditiriskan dan dijemur selama 2 jam. Produk bekasam dapat disimpan kembali atau dimasak sebelum dikonsumsi.

Pembuatan bekasam secara prinsip ada tiga tahap, yaitu proses penggaraman, penambahan karbohidrat dan dilanjutkan proses fermentasi. Bekasam termasuk dalam produk fermentasi yang menggunakan kadar garam tinggi. Penambahan garam bertujuan mencegah terjadinya pembentukan amoniak dari senyawa nitrogen dan berperan dalam menyeleksi mikroba sehingga pembusukan dapat diminimalisir dan daya simpan produk lebih panjang. Seleksi mikroba berperan dalam menghambat bakteri pembusuk, namun mendukung pertumbuhan dan aktivitas bakteri fermentasi yang umumnya bersifat halofilik [suka garam] atau halotoleran [tahan garam]. Penambahan karbohidrat pada pembuatan bekasam bertujuan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat yang berperan menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana, yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam. Sumber karbohidrat yang umum digunakan adalah nasi, kerak nasi, beras sangrai dan tape ketan.

Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Polisakarida lebih dahulu dipecah menjadi gula sederhana sebelum dimanfaatkan dalam fermentasi. Proses fermentasi glukosa terdiri dari dua tahap yaitu pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dilanjutkan tahap  perubahan asam piruvat menjadi produk akhir yang spesifik, misalnya asam laktat, etanol, asam asetat, asam formiat, dan sebagainya. Degradasi protein secara anaerobik dilakukan oleh enzim proteolitik. Protein yang terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida akan terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk dan dapat digunakan sebagai sumber energi dan karbon oleh mikroorganisme anaerob. Mikroorganisme yang umumnya berperan dalam produk fermentasi bekasam, diantaranya Pediococcus cereviceae, Pediococcus halophilus, Pediococcus pentosaceus, Lactococcus garvieae, Lactobacillus plantarum, Streptococcus bovis, Staphylococcus epidermidis, Weisella cibaria, Micrococcus sp. dan Bacillus sp.

REFERENSI:

Astawan M. 1997. Mengenal makanan tradisional produk olahan ikan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan VIII[3]: 58-62

Giri A, Osako K, Ohsima T. 2009. Extractive components and taste aspects of fermented fish pastes and bean pastes prepared using different koji molds as starters. Fish. Sci. 75[1]: 481-489

Kopermsub P, Yunchalard S. 2007. Safety control indices for plaa-som, a Thai fermented fish product. African Journal of Microbiology Research I[2]: 18-25

­­­______.2010. Identification of  lactic acid bacteria associated with the production of plaa-som, a traditional fermented fish product of Thailand. International Journal of Food Microbiology 138[1]: 200-204

Sumardi RS. 2008. Keragaman mikroorganisme selama proses fermentasi bekasam ikan mas [Cyprinus carpio] [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Tragistina VN. 2011. Virus tertangani, produksi ikan mas bakal tembus 380.000 ton. //industri.kontan.co.id [20 April 2012]

Bekasam merupakan salah satu produk fermentasi ikan tradisional yang banyak dikenal oleh masyarakat Sumatera Selatan. Ikan yang dapat diolah menjadi bekasam adalah ikan air tawar seperti lele, ikan gabus, ikan nila, ikan mas, ikan wader, dan mujair [Hidayati dkk., 2012]. Bekasam dibuat sebagai salah satu upaya masyarakat terdahulu untuk mengawetkan ikan pada saat musim panen. Banyaknya jumlah ikan dan belum tersedianya fasilitas untuk mengawetkan makanan pada suhu rendah, membuat masyarakat mencoba berbagai cara pengolahan ikan agar ikan tidak terancam busuk. Fermentasi pada bekasam dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan fermentasi alami/spontan. Proses fermentasi tidak hanya dilakukan dengan menambahkan garam pada bahan, melainkan dilakukan pula penambahan nasi sebagai sumber karbohidrat untuk pertumbuhan mikroorganisme. Karbohidrat akan diurai menjadi gula sederhana oleh mikroorganisme, kemudian akan diubah menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2. Hasil fermentasi inilah yang akan memberikan rasa dan aroma khas bekasam. Sebelum dikonsumsi, bekasam dimasak terlebih dahulu dan kemudian disantap sebagai lauk untuk menyantap nasi [Lestari dkk., 2018].

Sumber: antaranews.com

Mengenai proses pembuatannya, belum ada standar proses dalam pembuatan bekasam, sehingga tidak dipungkiri jika berbagai wilayah memiliki tahapan prosesnya masing-masing. Umumnya, pembuatan bekasam secara tradisional diawali dengan pembersihan ikan dari sisik dan isi perut, kemudian dilakukan pencucian ikan dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan darah apabila masih ada yang menempel. Kemudian ditempatkan dalam toples dan dicampur dengan garam serta nasi. Selanjutnya toples ditutup dan disesuaikan agar rongga udara antara tutup dengan ikan yang akan difermentasi hanya tersisa sedikit rongga saja. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat yang diharapkan memfermentasi ikan dapat tumbuh pada kondisi sedikit oksigen. Selanjutnya toples dibiarkan selama 7 hari pada suhu ruang untuk memberikan kesempatan terjadinya fermentasi secara alami/spontan. Beberapa wilayah ada yang menambahkan garam dan nasi secara terpisah. Di awali dengan menambahkan garam pada ikan yang sudah dibersihkan kemudian didiamkan dalam toples semalaman dan selanjutnya dilakukan penambahan nasi dan dibiarkan tertutup dalam toples selama 7 hari. Kini, pembuatan bekasam dapat juga dilakukan secara moderen dengan cara menambahkan kultur murni yang dapat memproduksi asam laktat seperti L. acidophilus. Penambahan kultur murni dilakukan dengan cara melarutkannya dalam air dan es batu sehingga siap untuk dijadikan sebagai larutan rendaman ikan. Proses selanjutnya sama persis dengan proses pada pembuatan bekasam secara tradisional, yaitu ikan yang sudah direndam pada larutan kultur murni kemudian ditiriskan dan ditempatkan dalam wadah dengan ditambahkan garam dan nasi serta dibiarkan selama 7 hari. Kelebihan adanya tahap penambahan kultur murni adalah memastikan bahwa proses fermentasi pada ikan dapat terjadi dan bakteri atau mikroorganisme yang tumbuh selama fermentasi lebih spesifik. Banyak sedikitnya kultur murni yang ditambahkan pada ikan dapat mempengaruhi kandungan lovastatin pada bekasam. Lovastatin merupakan zat gizi pada bekasam yang bermanfaat sebagai penurun kolesterol. Hal ini disebabkan selain bakteri asam laktat, dimungkinkan adanya pertumbuhan mikroorganisme lain yang dapat menghasilkan metabolit sekunder lovastatin selama fermentasi [Lestari dkk., 2018]. Mikroorganisme pada fermentasi bekasam yang dapat menghasilkan lovastatin antara lain adalah Aspergillus terreus dan Monascus purpureus [Nauli dan Udin, 2006; Tedjautama dan Zubaidah, 2014].

Sumber :

Hidayati, L., Chisbiyah, L. A., dan Kiranawati, T.M. 2012. Evaluasi Mutu Organoleptik Bekasam Ikan Wader. Jurnal Teknologi Industri Boga dan Busana 3[1]: 44-51

Lestari, S., Rinto, Huriyah, S.B. 2018. Peningkatan Sifat Fungsional Bekasam Menggunakan Starter Lactobacillus acidophilus. JPHPI 21[1]: 179-187

Nauli T, Udin LZ. 2006. Model fermentasi lovastatin. Jurnal Akta Kimia Indonesia. 1[2]: 99-104

Tedjautama E. dan Zubaidah E. 2014. Peningkatan produksi pigmen merah angkak tinggi lovastatin menggunakan ko-kultur Monascus purpureus dan Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2[4]: 78-88.

Gambar : //bimg.antaranews.com/cache/bogor/730×487/2018/03/Bekasam-Ikan-Nila-.jpg

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề