Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?

Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?

Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK/R.A. KARAMULLAH

Masjid Baiturrahman di Banda Aceh.

KOMPAS.com - Islam, yang masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke-7, membawa pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Pengaruh yang dibawa pun dapat terlihat hingga saat ini, salah satu pada bangunan tempat ibadah umat Muslim atau masjid.

Sebelum Islam berkembang di Indonesia, budaya Hindu-Buddha lebih dulu masuk dan berakulturasi dengan budaya lokal.

Oleh karena itu, banyak masjid di Indonesia yang dibangun dengan pengaruh dari akulturasi budaya Hindu-Buddha, Islam, dan budaya lokal.

Secara umum, gaya arsitektur bangunan masjid di Indonesia mengenal dua macam gaya, yakni masjid berkubah dan masjid yang puncaknya bermustaka.

Baca juga: Sejarah Singkat Masjid di Dunia

Masjid berkubah

Secara historis, masjid dengan atap berbentuk kubah pertama kali digunakan di Qubbat A-Sakhrah atau Kubah Batu di kompleks Masjid Al-Aqsha di Jerusalem.

Sejak itu, kubah menjadi simbol arsitektur umat Islam. Namun, seiring perkembangan teknologi dan persebaran Islam yang semakin luas, bentuk kubah pada masjid juga terus berkembang.

Sementara itu, keberadaan kubah dalam masjid di Indonesia baru muncul pada sekitar abad ke-19.

Masjid di Indonesia pertama yang mengadopsi struktur kubah adalah Masjid Sultan di Riau, yang dibangun pada masa kekuasaan Raja Abdul Rahman (1833-1843).

Sedangkan di Jawa, atap masjid berbentuk kubah baru muncul menjelang akhir abad ke-19, tepatnya di Tuban pada 1894.

Selain itu, ada juga Masjid Baiturrahman di Aceh, yang direnovasi pada 1879 dengan dilengkapi tujuh buah kubah.

Masjid Baiturrahman sendiri awalnya dibangun pada 1612 oleh Sultan Iskandar Muda, tetapi sempat dibakar habis oleh Belanda.

Baca juga: Masjid Raya Baiturrahman Aceh: Sejarah, Fungsi, dan Arsitekturnya

Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?

Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?
Lihat Foto

DOK. Dinas Pariwisata Kabupaten Demak

Masjid Agung Demak, Kampung Kauman, Bintoro, Demak, Jawa Tengah DOK. Dinas Pariwisata Kabupaten Demak

Masjid bermustaka

Gaya arsitektur masjid yang puncaknya bermustaka dipengaruhi oleh arsitektur dari daerah China Selatan.

Masjid dengan atap bermustaka awalnya dibangun oleh Muslim China yang berada di Yunan, Singkiang, dan Uighur.

Mereka membangun masjid bermustaka dengan bentuk atap bersusun. Gaya arsitektur ini kemudian memengaruhi bangunan masjid di Indonesia.

Biasanya, masjid yang memiliki atap susun memiliki denah berbentuk bujur sangkar, yang ditambah dengan serambi masjid di depan atau di samping.

Selain itu, masjid dengan gaya arsitektur ini biasanya memiliki fondasi yang kuat dan agak tinggi, serta memiliki kolam di samping atau depan bangunannya.

Salah satu contoh masjid beratap susun yang puncaknya bermustaka adalah Masjid Agung Cirebon, yang dibangun pada abad ke-16.

Ada juga masjid Katangka di Sulawesi Selatan yang dibangun pada abad ke-17, Masjid Agung Demak, Masjid Agung Banten, dan masih banyak lainnya.

Referensi:

  • Notosusanto, Nugroho. Poesponegoro, Marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?
Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?

Sejarah Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak merupakan masjid kuno yang dibangun oleh Raden Patah dari Kerajaan Demak dibantu para Walisongo pada abad ke-15 Masehi. Masjid ini masuk dalam salah satu jajaran masjid tertua di Indonesia. Lokasi Masjid Agung Demak terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Berada tepat di alun-alun dan pusat keramaian Demak, Masjid Agung Demak tak sulit untuk ditemukan.

Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Masjid Agung Demak dahulunya adalah tempat berkumpulnya Walisongo yang menyebarkan agama Islam di tanah jawa inilah yang mendasari Demak mendapat sebutan kota wali. Raden Patah bersama dengan Walisongo membangun masjid ini dengan memberi gambar serupa bulus yang merupakan candra sengkala memet yang bermakna Sirno Ilang kerthaning bumi. Secara filosofis bulus menggambarkan tahun pembangunan Masjid Agung Demak yaitu 1401 Saka. Bulus yang terdiri tas kepala memiliki makna 1, empat kaki bulus bermakna 4, badan bulus yang bulat bermakna 0, dan ekor bulus bermakna 1. Hewan bulus memang menjadi simbol Masjid Agung Demak, dibuktikan dengan adanya berbagai ornamen bergambar bulus di dinding masjid.

Dari sisi arsitektur, Masjid Agung Demak adalah simbol arsitektur tradisional Indonesia yang khas serta sarat makna. Tetap sederhana namun terkesan megah, anggun, indah, dan sangat berkarismatik. Atap masjid berbentuk linmas yang bersusun tiga merupakan gambaran akidah Islam yakni Iman, Islam, dan Ihsan. Empat tiang utama di dalam masjid yang disebut Saka Tatal/Saka Guru dibuat langsung oleh Walisongo. Masing-masing di sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, sebelah barat daya oleh Sunan Gunung Jati, sebelah tenggara oleh Sunan Apel, dan sebelah Timur Laut oleh Sunan Kalijaga.

Pintu Masjid Agung Demak yang dikenal dengan nama Pintu Bledheg dianggap mampu menahan petir. Pintu yang dibuat oleh Ki Ageng Selo juga merupakan prasasti Candra Sengkala yang berbunyi Nogo Mulat Sarira Wani, maknanya tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi.nBagian teras Masjid Agung Demak ditopang oleh delapan buah tiang yang disebut Saka Majapahit.

Koordinat: 5°33′13″N 95°19′1.9″E / 5.55361°N 95.317194°E / 5.55361; 95.317194

Masjid Raya Baiturrahman (Pegon:مسجد راي بايتوررحمن) adalah sebuah Masjid yang terletak di pusat kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Indonesia. Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini adalah landmark Banda Aceh sejak era Kesultanan Aceh dan selamat dari bencana tsunami pada 26 Desember 2004 silam.

Apa perbedaan masjid Demak dan masjid Baiturrahman Aceh Jika dilihat dari bentuk atapnya?
Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahman

Informasi umumLetakBanda Aceh, Aceh, IndonesiaAfiliasi agamaIslamDeskripsi arsitekturArsitekGerrit BruinsJenis arsitekturMasjidGaya arsitekturKebangkitan MughalPeletakan batu pertama1879Rampung1881SpesifikasiKapasitas30.000Luas bangunan1.500 m2 (16.000 sq ft)Kubah7[1]Menara8

 

Lukisan Masjid Raya Kesultanan Aceh yang asli, Masjid ini merupakan yang paling megah pada abad ke-18 di Banda Aceh

 

Kerajaan Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada saat Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat masih bertahta sebagai Sultan Aceh yang terakhir

Masjid Raya yang asli dibangun pada tahun 1612 di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Ada juga yang mengatakan bahwa Masjid Raya Baiturrahman yang asli dibangun lebih awal pada tahun 1292 oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah. Masjid Kerajaan yang asli menampilkan atap jerami berlapis-lapis yang merupakan fitur khas arsitektur Aceh.[2]

Ketika Kolonial Hindia Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada 10 April 1873, masyarakat Aceh menggunakan Masjid Raya yang asli sebagai benteng pertempuran, dan menyerang pasukan Royal Belanda dari dalam masjid. Pasukan Royal Belanda pun membalas dengan menembakkan suar ke atap jerami masjid, yang menyebabkan masjid terbakar. Jendral Van Swieten pun menjanjikan pemimpin lokal bahwa dia akan membangun kembali Masjid Raya dan menciptakan tempat yang hangat untuk permintaan maaf. Pada 9 Oktober 1879,[3] Belanda membangun kembali Masjid Baiturrahman sebagai pemberian dan untuk mengurangi kemarahan rakyat Aceh. Konstruksi dimulai pada tahun 1879, ketika batu pertama diletakkan oleh Tengku Qadhi Malikul Adil, yang kemudian menjadi imam pertama di Masjid Raya baru ini, dan diselesaikan pada 27 Desember 1881 ketika masa pemerintahan Sultan terakhir Aceh, Muhammad Daud Syah. Banyak orang Aceh yang awalnya menolak untuk beribadah di Masjid Raya Baiturrahman yang baru ini karena dibangun oleh orang Belanda, yang awalnya merupakan musuh mereka. Namun sekarang Masjid ini telah menjadi kebanggaan Masyarakat Aceh.[4]

Pada awalnya, Masjid Raya Baiturrahman hanya memiliki satu kubah dan satu menara. Kubah-kubah dan Menara-menara ekstra baru ditambahkan pada tahun 1935, 1958, dan 1982. Hari ini Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 kubah dan 8 menara, termasuk yang tertinggi di Banda Aceh.[5]

Masjid Raya Baiturrahman selamat dari peristiwa Gempa dan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang hanya mendapatkan sedikit kerusakan seperti beberapa dinding yang retak. Salah satu menara 35 meter juga mengalami sedikit keretakan dan menjadi sedikit miring akibat gempa tersebut. Disaat kejadian bencana alam tersebut, Masjid ini digunakan sebagai tempat penampungan sementara untuk orang-orang yang terlantar dan baru dibuka kembali untuk ibadah setelah 2 minggu.[5]

Masjid Raya Baiturrahman awalnya dirancang oleh arsitek Belanda yang bernama Gerrit Bruins.[6][7] Desainnya kemudian diadaptasi oleh L.P. Luijks, yang juga mengawasi pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor Lie A Sie.[6] Desain yang dipilih adalah gaya kebangkitan Mughal, yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara. Kubah hitam uniknya dibangun dari sirap kayu keras yang digabung menjadi ubin.

Interiornya dihiasi dengan dinding dan pilar be-relief, tangga marmer dan lantai dari Tiongkok, jendela kaca patri dari Belgia, pintu kayu berdekorasi, dan lampu hias gantung perunggu. Batu-batu bangunannya berasal dari Belanda. Pada saat penyelesaiannya, desain yang baru pada masanya ini sangat kontras dibandingkan dengan masjid-masjid khas Aceh disaat itu, yang mengakibatkan banyak orang Aceh menolak untuk shalat di Masjid Raya Baiturrahman ini, ditambah lagi karena masjid ini dibangun oleh "orang kafir" Belanda. Namun sekarang, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi masjid kebanggaan masyarakat Aceh.[8]

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Aceh terus meningkat setiap tahunnya, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang tersebar diseluruh penjuru Aceh. Salah satu objek wisata sejarah yang sangat diminati oleh para wisatawan adalah Masjid Raya Baiturrahman, para wisatawan biasanya menghabiskan waktu dengan cara mempelajari sejarah Masjid Raya Baiturrahman, menikmati keindahan arsitekturnya serta mengabadikan foto saat berada di kawasan masjid.

Replika Masjid Raya Baiturrahman terletak di sebuah taman miniatur terbesar di dunia bernama Taman Minimundus di Klagenfurt, Karintia, Austria. Bangunan pada replika tersebut terlihat sangat mirip dengan aslinya. Miniatur ini menggunakan skala 1:25.

  1. ^ (Indonesia) "Masjid Baiturahman ( Masjid Raya ) Banda Aceh" (php). Diakses tanggal 3 Agustus 2012. 
  2. ^ Gunawan Tjahjono (1998). Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 81–82. ISBN 981-3018-30-5. 
  3. ^ Indrajaya, Dimas Wahyu. "Sejarah Hari Ini (9 Oktober 1879) - Belanda Bangun Kembali Masjid Raya Baiturrahman Aceh". Good News From Indonesia. Diakses tanggal 10 Oktober 2020.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  4. ^ Luijken, Henk. "Banda Aceh". travelmarker.nl. Diakses tanggal 10 Oktober 2020.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  5. ^ a b http://lestariheritage.net/aceh/webpages/sites01.htmlAceh Heritage Diarsipkan 2012-03-21 di Wayback Machine.
  6. ^ a b http://www.travellinkinfo.com/2019/08/kisah-masjid-raya-baiturrahman.html Pesona Religi Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh
  7. ^ Van der Klaauw, C.J., ed. (24 December 1940). Geslachtslijst Bruins. hlm. 6. 
  8. ^ Kesalahan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama dutch

  • Mesjid Besar Baiturrahman
  • Tabloid Gema Baiturrahman
  • Situs Resmi Kementrian Pariwisata

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Masjid_Raya_Baiturrahman&oldid=21673733"