Apa saja yang perlu di manajemen di sekolah?

Sistem manajemen sekolah adalah suatu aplikasi sistem terpadu yang dapat diakses oleh semua anggota sekolah seperti guru, wali kelas, pegawai sekolah, tata usaha, siswa serta orang tua siswa dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan operasional, manajemen sekolah dan juga kegiatan belajar mengajar.

2. Mengapa harus menggunakan sistem manajemen sekolah atau sistem informasi akademik?

Sistem informasi sekolah atau SIM Sekolah sangat penting untuk diimpelementasi karena dapat mempermudah kegiatan administrasi sekolah seperti mengelola data ekskul, jurusan, siswa, penerimaan siswa baru. Pengelolaan bantuan operasional sekolah (dana bos) serta berbagai kegiatan operasional lainnya

4.Manfaat sistem informasi sekolah untuk siswa dan orang tua siswa diantaranya :

5. Apa saja fitur-fitur yang terdapat pada sistem informasi manajemen sekolah / Sim sekolah?

Untuk mempermudah kegiatan operasional dan belajar mengajar, tentu Sim sekolah harus memiliki beberapa fitur seperti 

Apa saja yang perlu di manajemen di sekolah?
Apa saja yang perlu di manajemen di sekolah?
Sistem manajemen sekolah pijar sekolah

6. sistem manajemen sekolah dalam konsep manajemen abad 21

manajemen sekolah harus berkembang mengikut perkembangan zaman terutama konsep manajemen abad 21 yang memilki beberapa ciri ciri yaitu 

maka dari itu untuk mengimplementasi  konsep manajemen abad 21, sekolah perlu menerapkan sistem manajemen sekolah agar dapat berkompetisi secara global, berbasis teknologi informasi, mempermudah kordinasi antara karyawan, guru dan sekolah serta mengubah budaya yang tadinya tradisional menjadi lebih terbuka dan modern

7. Kunci sukses implementasi sistem manajemen sekolah online

1. Mempersiapkan perencanaan dengan matang

2. Memilih vendor pengembang sistem manajemen sekolah yang tepat

3. Memiliki roadmap pengembangan dan maintenance sistem yang jelas

4. Melakukan pengetesan / uji coba sim sekolah terlebih dahulu

5. Melatih sumber daya manusia yakni guru, karyawan bahkan siswa agar dapat menggunakan sistem manajemen sekolah ini

6. Memilki tingkat keamanan yang mencukupi agar terhindar dari permasalahan cyber security

7. Menjalani maintenance secara berkala

8. Hambatan dan solusi dalam implementasi Sistem Manajemen Sekolah / Sim sekolah

1. Kurangnya fasilitas yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem manajemen sekolah.

Hal ini cukup krusial karena dengan tidak adanya fasilitas seperti komputer, laptop ataupun device lainnya untuk menjalankan operasional dan kegiatan belajar mengajar tentu admin, guru dan siswa tidak dapat mengakses sistem tersebut maka manfaat dari sistem tersebut menjadi tidak efektif, untuk mengatasi hal ini kepala sekolah harus memperhatikan kebutuhan dan mengalokasikan budget untuk membeli fasilitas ini, pastikan semua anggota sekolah memiliki akses ke fasilitas ini walaupun device tersebut merupakan milik pribadi.

2. Kurangnya biaya dalam mengimplementasi Sistem Manajemen Sekolah

Permasalahan umum dalam implementasi sistem informasi sekolah ini tentu adalah biaya, karena kebanyakan sistem terbilang cukup mahal selain itu perlu ada infrastruktur yang memadai di sekolah seperti server dan jaringan, namun permasalahan tersebut dapat diatasi dengan SIM sekolah berbasis Cloud Pijar Sekolah, dengan Pijar Sekolah, sekolah tidak perlu bergantung pada tim IT sekolah serta mengeluarkan biaya pembelian dan pengelolaan infrastruktur server, dengan biaya bulanan yang fleksibel, tentu pijar dapat menjadi solusi implementasi SIM sekolah yang cocok untuk sekolah.

3. Kurangnya keterampilan dan pengetahuan tentang cara mengoperasikan SIM sekolah

Hal ini akan terjadi jika semua anggota sekolah tidak dilibatkan dalam implementasi Sim Sekolah, modul modul pada sim sekolah terbilang cukup banyak dan lengkap maka dari itu perlu adanya pelatihan kepada karyawan, guru dan siswa agar mereka dapat menggunakan SIM Sekolah ini dengan baik,

Selain pelatihan perlu ada karyawan yang menjadi admin penanggung jawab atas segala pertanyaan dan kegiatan pada SIM Sekolah yang memiliki pengetahuan cukup dalam atas sistem ini, sehingga jika ada siswa, guru maupun karyawan yang tidak mengerti ataupun lupa, dapat menanyakan langsung pada admin, tentu hal ini sangat membantu agar kendala dapat terselesaikan dengan cepat dan tidak mengganggu kegiatan operasional ataupun Kegiatan Belajar Mengajar.   

 Petunjuk penggunaan juga perlu dibuat dan ditempatkan pada tempat yang dapat diakses dengan mudah sehingga jika saat admin / support center sedang tidak dapat dihubungi, siswa, guru ataupun karyawan dapat langsung melihat tutorial secara mandiri. 

4. Permasalahan akses Internet saat mengakses Sistem Manajemen Sekolah

Akses Internet merupakan salah satu hambatan dalam implementasi SIM sekolah, hal ini dikarenakan permasalahan biaya dan juga kualitas internet, permasalahan ini sering terjadi pada daerah yang tidak terjangkau banyak operator internet, namun untuk permasalahan harga dan kualitas internet dapat tersolusikan menggunakan paket Kuota Belajar dari Telkomsel, paket Kuota dengan harga yang sangat murah dan jaringan yang dapat mencapai Kawasan 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) tentu dapat mengatasi akses internet, selain itu Pijar Sekolah dapat di akses dengan menggunakan paket kuota murah ini.  

Kegiatan Manajemen Di Sekolah Dasar – AsikBelajar.Com.  Semakin besar sebuah sekolah dasar juga semakin banyak pula komponen orang yang dilibatkan atau fasilitas yang digunakan. Agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien, tentunya semua orang yang yang dilibatkan dan fasilitas perlu didayagunakan sedemikian rupa bagi keberhasilan pendidikan di sekolah dasar. Proses pendayaguaan semua komponen sekolah dasar itulah yang disebut dengan kegiatan manajemen sekolah dasar.Lebih lanjut apabila diidentifikasi terus akan didapatkan sekian banyak, ratusan atau bahkan menjadi ribuan permasalahan di sekolah dasar. DeRoche (985), sebelum menyusun bukunya yang berjudul How School Administrator Solve the Problem melakukan survey kepada dua ribu kepala sekolah. Dalam survey itu meminta setiap kepala sekolah menuliskan pada kartu pos masalah-masalah yang dihadapi disekolahnya masing-masing. Berdasarkan kartu pos yang dikirim kepala sekolah kepadanya,  DeRoche berhasil mengidentifikasi dua ribu kegiatan manajemen sekolah. Namun para pakar administrasi pendidikan telah mencoba mengklasifikasi komponen-komponen tersebut menjadi beberapa gugusan substansi pendidikan.

Mereka mengelompokkanya menjadi enam gugusan substansi, yaitu gugusan-gugusan substansi (1) kurikulum atau pembelajaran; (2) kesiswaan; (3) kepegawaian; (4) sarana dan prasarana; (5) keuangan; dan (6) lingkungan masyarakat.

Demikianlah sehingga paling tidak enam manajemen di sekolah dasar, yaitu manajemen kurikulum dan pembelajaran, manajemen kesiswaan yang sering juga disebut dengan manajemen peserta didik, manajemen kepegawaian, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan, dan manajemen hubungan masyarakat.
1.    Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran a.    Penyusunan/Reviu KTSP dan silabus b.    Penyusunan kalender pendidikan c.    Penyusunan program tahunan d.    Penyusunan rencana pembelajaran (RPP) e.    Pembagian tugas mengajar dan tugas lain f.    Penyusunan jadwal pelajaran g.    Penyusunan jadwal kegiatan perbaikan h.    Penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler i.    Penyusunan progran jadwal kegiatan bimbingan dan penyuluhan j.    Pengaturan pembukaan tahun ajaran baru k.    Pelaksanaan kegiatan pembelajaran l.    Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan penyuluhan m.    Supervisi pelaksanaan pembelajaran n.    Supervisi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Kurikulum tingkat satuan pendidikan, sebagai jantung pembelajaran, pengembangannya tidak hanya didasarkan kepada kehendak kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, melainkan juga harus memperhatikan tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan di provinsi, dan tujuan pendidikan lokal (kabupaten/kota). Tujuan-tujuan tersebut  yang merupakan arah untuk dijabarkan menjadi kompetensi dasar dan kompetensi lulusan peserta didik. Selanjutnya, kedirian peserta didik sebagai manusia yang berkarakter, berharkat dan bermartabat harus menjadi bahan pertimbangan pula. Di samping itu, esensi dan profesionalisme guru sebagai pendidik, harus menjadi pemahaman yang komperhensif dan tepat dalam pengembangan kurikulum. Landasan pengembangan kurikulum tersebut adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Di samping itu, ada Peraturan Menteri Pendidikan nasional No. 22 Tahun  2006 Tentang Standar isi; dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2007  Tentang Standar Kompetensi Kelulusan yang harus dijadikan pondasi dalam mengembangkan KTSP. Berdasarkan kepada empat landasan tersebut ditambah Panduan Penyusunan KTSP dari BSNP, serta pemahaman terhadap kedirian peserta didik dan esensi dan tugas profesional guru sebagai pendidik, maka disusun dan dikembangkanlah menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk: a. belajar untuk bermain dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. belajar untuk memahami dan menghayatai; c. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; d. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan e. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).

2.    Manajemen Peserta Didik Manajemen peserta didik termasuk salah satu  substansi manajemen  pendidikan. Peserta didik ini juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid, subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebutan-sebutan yang berbeda pada buku ini mempunyai maksud yang sama. Apapun istilahnya, yang jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu. Manajemen peserta didik menduduki posisi strategis, karena sentral layanan pendidikan, baik dalam latar institusi persekolahan maupun yang berada di luar latar institusi persekolahan, tertuju kepada peserta didik. Semua kegiatan pendidikan, baik yang berkenaan dengan manajemen  akademik, layanan pendukung akademik, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana prasarana dan hubungan sekolah dengan masyarakat, senantiasa diupayakan agar peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang andal. Kata manajemen peserta didik merupakan penggabungan dari kata manajemen, peserta didik dan berbasis sekolah. Manajemen sendiri diartikan bermacam-macam sesuai dengan sudut tinjau para ahlinya. Sedangkan secara stimologis, kata manajemen merupakan terjemahan dari management (bahasa Inggris). Kata management sendiri berasal dari kata manage atau magiare yang berarti melatih kuda dalam melangkahkan kakinya. Dalam pengertian manajemen, terkandung dua kegiatan ialah kegiatan pikir (mind) dan kegiatan tindak-laku (action) (Sahertian, 1982). Sedangkan Terry (1953) mendefinisasikan manajemen sebagai pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usaha orang lain (Management is the accomplishing of the predertemined objective throug the effort of other people). Sementara itu, Siagian (1978) mendefinisikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan. Di lain pihak, The Liang Gie (1978) memberikan batasan manajemen sebagai segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang atau mengarahkan segala fasilitas dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Dari semua pendapat itu, jelaslah bahwa manajemen adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih yang didasarkan atas aturan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dua orang atau lebih yang bekerjasama tersebut, karena adanya aturan-aturan tertentu, ada yang bertindak selaku manajernya ada yang bertidak sebagai yang dimanajerinya. Orang yang mengelola tersebut ketika mengerjakan pekerjaannya tidak dengan menggunakan tangan sendiri melainkan tangan orang lain; sementara orang-orang yang dimanaj dalam bekerja dengan menggunakan tangan sendiri. Dalam bekerja tersebut, baik yang menjadi manajernya maupun yang dimanaj, dapat mendayagunakan prasarana dan sarana yang tersedia. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Peserta Didik? Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik  atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah. Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah. Yang diatur secara langsung adalah segi-segi yang berkenaan dengan  peserta didik secara tidak langsung. Pengaturan terhadap segi-segi lain selain peserta didik dimaksudkan untuk memberikan layanan yang sebaik mungkin kepada peserta didik. Sementara itu, manajemen peserta didik adalah manajemen peserta didik yang memberikan tekanan pada empat pilar manajemen berbasis sekolah, ialah: mutu, kemandirian, partisipasi masyarakat dan transparansi.  Jadi, seluruh aktivitas manajemen peserta didik, haruslah diaksentuasikan pada penonjolan empat pilar manajemen berbasis sekolah tersebut. Tujuan umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Tujuan khusus manajemen peserta didik, yaitu (1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik; (2) menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik; (3) menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik; (4) dengan terpenuhinya 1, 2, dan 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-cita mereka. Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut. a.    Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, bertujuan   agar   dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya. b.    Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik yang bertujuan agar  mereka dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta didik sebagai makhluk sosial. c.    Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, yang bertujuan   agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan. d.    Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik yang bertujuan   agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan kesejahteraan sebayanya. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa manajemen peserta didik adalah suatu pengaturan terhadap peserta didik di sekolah, sejak peserta didik masuk sampai dengan peserta didik lulus. Ruang lingkup manajemen peserta didik, sebenarnya meliputi pengaturan aktivitas-aktivitas peserta didik sejak yang bersangkutan masuk ke sekolah hingga yang bersangkutan lulus, baik yang berkenaan dengan peserta didik secara langsung, maupun yang berkenaan dengan peserta didik secara tidak langsung: kepada tenaga kependidikan, sumber-sumber pendidikan, prasarana dan sarananya. Secara rinci, ruang lingkup peserta didik adalah sebagai berikut. a.    Perencanaan peserta didik, termasuk di dalamnya adalah: school census, school size, class size dan efektive class. b.    Koordinasi kegiatan peserta didik, yang meliputi: komunikasi ,  integrasi   dan singkronisasi. c.    Penerimaan peserta didik, meliputi penentuan: kebijaksanaan, sistem, kriteria, prosedur, dan pemecahan problema-problema penerimaan peserta didik. d.    Orientasi peserta didik baru, meliputi pengaturan: hari-hari pertama peserta didik di sekolah, pekan orientasi peserta didik, pendekatan yang dipergunakan dalam orientasi peserta didik, dan teknik-teknik orientasi peserta didik. e.    Mengatur kehadiran, ketidak-hadiran peserta didik di sekolah. Termasuk di dalamnya adalah: peserta didik yang membolos, terlambat datang dan meninggalkan sekolah sebelum waktunya. f.    Mengatur kenaikan tingkat peserta didik. g.    Mengatur kode etik, pengadilan dan peningkatan disiplin peserta didik. Dalam versi lain, manajemen peserta didik meliputi: a.    perencanaan daya tampung b.    perencanaan penerimaan peserta didik baru c.    penerimaan peserta didik baru d.    pengelompokan peserta didik  berdasarkan pola tertentu e.    pembinaan disiplin belajar peserta didik f.    pencatatan kehadiran peserta didik g.    pengaturan perpindahan peserta didik h.    pengaturan kelulusan peserta didik i.    pemantauan peserta didik

j.    penilaian peserta didik

3.    Manajemen Kepegawaian Dalam lembaga apapun keberadaan pegawai menempati kedudukan yang paling vital. Memang diakui bahwa biaya itu penting, demikian pula sarana, prasarana dan teknologi. Namun ketersediaan sumber  daya itu menjadi sia-sia apabila ditangani oleh pegawai yang tidak kompeten dan kurang komitmen. Upaya-upaya untuk merencanakan kebutuhan pegawai (SDM), mengadakan, menyeleksi, menempatkan dan memberi penugasan secara tepat telah menjadi perhatian penting pada setiap organisasi yang kompetitif. Demikian pula kebijakan kompensasi (penggajian dan kesejahteraan) dan penilaian kinerja yang dilakukan dengan adil dan tepat dapat melahirkan motivasi berprestasi pada para pegawai. Fungsi-fungsi manajemen kepegawaian seperti itu masih belum cukup, apabila tidak disertai dengan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan pegawai yang dilakukan secara sistematik. Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan pegawai terbatas pada urusan-urusan manajemen operatif, seperti mengelola data pegawai (record keeping), penilaian kinerja yang bersifat mekanistik (mechanical job evaluation), kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis (automatic merit increase). Perhatian terhadap SDM pada masa kini mencakup aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan pegawai (fisik, emosional dan sosial), yang akan berpengaruh secara signifikan terhadap cara-cara mereka bekerja, dan dengan sendirinya berpengaruh terhadap produktivitas mereka. Manajemen Sumber Saya Manusia (MSDM) adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pengakuan pada pentingnya tenaga kerja pada organisasi sebagai sumber daya manusia yang vital, yang memberikan sumbangan terhadap tujuan organisasi, dan memanfaatkan fungsi dan kegiatan yang menjamin bahwa sumber daya manusia dimanfaatkan secara efektif dan adil demi kemaslahatan individu, organisasi, dan masyarakat. Pegawai pada masa kini memfasilitasi aktualisasi dan pengembangan kompetensi   para pegawai melalui program-program pengembangan dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematik. Pengembangan dan pemberdayaan pegawai merupakan bagian dari MSDM yang memiliki fungsi untuk memperbaiki kompetensi, adaptabilitas dan komitmen para pegawai. Dengan cara demikian organisasi memiliki kekuatan  bukan saja sekedar bertahan (survival), melainkan tumbuh (growth), produktif (productive), dan kompetitif (competitive). Dan dalam proses demikian, dukungan pegawai yang kuat melahirkan organisasi yang memiliki adaptabilitas dan kapasitas memperbaharui dirinya (adaptability and self-renewal capacity).

Ada lima aspek kajian manajemen kepegawaian, yaitu (1) perencanaan kebutuhan, (2) rekrutmen dan seleksi, (3) pembinaan dan pengembangan, (4) mutasi dan promosi, dan (5) kesejahteraan. Namun demikian, dipertimbangkan akan lebih bermanfaat apabila para peserta diklat memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai manajemen sumber daya manusia (MSDM). Manajemen SDM merupakan proses sistematik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan organisasi, memperlakukan pegawai secara adil dan bermartabat, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan pegawai memberikan sumbangan optimal terhadap organisasi. Manajemen SDM mencakup kegiatan sebagai berikut. (1) Perencanaan SDM, (2) analisis pekerjaan, (3) pengadaan pegawai, (4) seleksi pegawai, (5) orientasi, penempatan dan penugasan, (6) konpensasi, (7) penilaian kinerja, (8)  pengembangan karir, (9) pelatihan dan pengembangan pegawai, (10) penciptaan mutu kehidupan kerja, (11) perundingan kepegawaian, (12) riset pegawai, dan (13) pensiun dan pemberhentian pegawai.

4.    Manajemen Sarana dan Prasarana Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai disertai pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama dalam menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah, untuk itu perlu dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dewasa ini masih sering ditemukan banyak sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki oleh  sekolah yang diterima sebagai bantuan, baik dari pemerintah maupun masyarakat yang tidak optimal penggunaannya dan bahkan tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan fungsinya. Hal itu disebabkan antara lain oleh kurangnya kepedulian terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki serta tidak adanya pengelolaan yang memadai. Seiring dengan perubahan pola pemerintahan setelah diberlakukannya otonomi daerah, maka pola pendekatan manajemen sekolah saat ini berbeda pula dengan sebelumnya, yakni lebih bernuansa otonomi. Untuk mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, perawatan dan pengendalian sarana dan prasarana pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, diperlukan penyesuaian manajemen sarana dan prasarana. Sekolah dituntut memiliki kemandirian untuk mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut kebutuhan dan kemampuan sendiri serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundangan-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Hal itu terutama ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah. Untuk mewujudkan dan mengatur hal tersebut, maka pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. a.    Rincian manajemen sarana  prasarana di sekolah dasar meliputi berikut ini. 1)    Analisis kebutuhan sarana dan prasarana sekolah 2)    Perencanaan dan pengadaan sarana dan prasarana sekolah 3)    Pendistribusian sarana dan prasarana sekolah 4)    Penataan sarana dan prasarana sekolah 5)    Pemanfaat sarana dan prasarana sekolah secara efektif dan efisien 6)    Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah 7)    Inventarisasi sarana dan prasarana sekolah 8)    Penghapusan sarana dan prasarana sekolah 9)    Pemantauan kinerja penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah 10)    Penilaian kinerja penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah b.    Manajemen sarana prasarana dapat juga difokuskan pada: 1)    merencanakan kebutuhan fasilitas (bangunan, peralatan, perabot, lahan, infrastruktur) sekolah sesuai dengan rencana pengembangan sekolah; 2)    mengelola pengadaan fasilitas sesuai dengan peraturan yang berlaku; 3)    mengelola pemeliharaan fasilitas, baik perawatan preventif maupun perawatan terhadap kerusakan fasilitas sekolah; 4)    mengelola kegiatan inventaris sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan sistem pembukuan yang berlaku. Perencanaan merupakan suatu proses  kegiatan menggambarkan sebelumnya hal-hal yang akan dikerjakan kemudian dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini perencanaan yang dimaksud adalah merinci rancangan pembelian,  pengadaan, rehabilitasi, distribusi atau pembuatan peralatan dan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian perencanaan sarana dan prasarana persekolahan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses perkiraan secara matang rancangan pembelian, pengadaan, rehabilitasi, distribusi atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pada dasarnya tujuan diadakannya perencanaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan adalah: (1) Untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kegagalan yang tidak diinginkan, (2) Untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi dalam pelaksanaannya. Salah rencana dan penentuan kebutuhan merupakan kekeliruan dalam menetapkan kebutuhan sarana dan prasarana yang kurang/tidak memandang kebutuhan ke depan, dan kurang cermat dalam menganalisis kebutuhan sesuai dengan dana yang tersedia dan tingkat kepentingan. Pengadaan adalah  kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan semua jenis sarana dan prasarana pendidikan persekolahan  yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks persekolahan, pengadaan merupakan segala kegiatan yang dilakukan dengan cara menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengadaan sarana dan prasarana merupakan fungsi operasional pertama dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Fungsi ini pada hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu maupun tempat, dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan untuk melaksanakan pengurusan dan pengaturan agar semua sarana dan prasarana selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdayaguna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan pendidikan. Pemeliharaan merupakan kegiatan penjagaan atau pencegahan dari kerusakan suatu barang, sehingga barang tersebut kondisinya baik dan siap digunakan. Pemeliharaan mencakup segala daya upaya yang terus menerus untuk mengusahakan agar peralatan tersebut tetap dalam keadaan baik. Pemeliharaan dimulai dari pemakaian barang, yaitu dengan cara hati-hati dalam menggunakannya. Pemeliharaan yang bersifat khusus harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai keahlian sesuai dengan jenis barang yang dimaksud. Tujuan pemeliharaan adalah: (1) untuk mengoptimalkan usia pakai peralatan. Hal ini sangat penting terutama jika dilihat dari aspek biaya, karena untuk membeli suatu peralatan akan jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan merawat bagian dari peralatan tersebut; (2) untuk menjamin kesiapan operasional peralatan untuk mendukung kelancaran pekerjaan sehingga diperoleh hasil yang optimal; (3) untuk menjamin ketersediaan peralatan yang diperlukan melalui pencekkan secara rutin dan teratur; dan (4) untuk menjamin keselamatan orang atau siswa yang menggunakan alat tersebut. Manfaat pemeliharaan adalah: 1)    jika peralatan terpelihara baik, umurnya akan awet yang berarti tidak perlu mengadakan penggantian dalam waktu yang singkat. 2)    pemeliharaan yang baik mengakibatkan jarang terjadi kerusakan yang berarti biaya perbaikan dapat ditekan seminim mungkin. 3)    dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka akan lebih terkontrol sehingga menghindar kehilangan. 4)    dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka enak dilihat dan dipandang. 5)    pemeliharaan yang baik memberikan hasil pekerjaan yang baik. Inventarisasi berasal dari kata “inventaris” ( dalam bahasa Latin: inventarium) yang berarti daftar barang-barang, bahan dan sebagainya. Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan  adalah pencatatan atau pendaftaran barang-barang milik sekolah ke dalam suatu daftar inventaris barang secara tertib dan teratur menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku. Barang inventaris sekolah adalah semua barang milik negara (yang dikuasai sekolah) baik yang diadakan/dibeli melalui dana dari pemerintah, DPP maupun diperoleh sebagai pertukaran, hadiah atau hibah serta hasil usaha pembuatan sendiri di sekolah guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar. Tiap sekolah wajib menyelenggarakan inventarisasi barang milik negara yang dikuasai/diurus oleh sekolah masing-masing secara teratur, tertib dan lengkap. Kepala sekolah melakukan dan bertanggung jawab atas terlaksananya inventarisasi fisik dan pengisian daftar inventaris barang milik negara yang ada di sekolahnya. Secara umum, inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah. Secara khusus, inventarisasi dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut. 1)    Untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah. 2)    Untuk menghemat keuangan sekolah baik dalam pengadaan maupun untuk pemeliharaan dan penghapusan sarana dan prasarana sekolah. 3)    Sebagai bahan atau pedoman untuk menghitung kekayaan suatu sekolah dalam bentuk materil yang dapat dinilai dengan uang. 4)    Untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah. Daftar inventarisasi barang yang disusun dalam suatu organisasi yang lengkap, teratur dan berkelanjutan dapat memberikan manfaat, yakni sebagai berikut. 1)    Menyediakan data dan informasi dalam rangka menentukan kebutuhan dan menyusun rencana kebutuhan barang. 2)    Memberikan data dan informasi untuk dijadikan bahan/pedoman dalam pengarahan pengadaan barang. 3)    Memberikan data dan informasi untuk dijadikan bahan/pedoman dalam penyaluran barang. 4)    Memberikan data dan informasi dalam menentukan keadaan barang ( tua, rusak, lebih) sebagai dasar untuk menetapkan penghapusannya. 5)    Memberikan data dan informasi dalam rangka memudahkan pengawasan dan pengendalian barang. Sedangkan penghapusan sarana dan prasarana merupakan kegiatan pembebasan sarana dan prasarana dari pertanggungjawaban yang berlaku dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara lebih operasional penghapusan sarana dan prasarana adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk mengeluarkan/menghilangkan sarana dan prasarana dari daftar inventaris, karena sarana dan prasarana tersebut sudah dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan, terutama untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Penghapusan sarana dan prasarana dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Penghapusan sebagai salah satu fungsi manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan harus mempertimbangkan alasan-alasan normatif tertentu dalam pelaksanaannya. Oleh karena muara berbagai pertimbangan tersebut tidak lain adalah demi efektivitas dan efisiensi kegiatan persekolahan. Penghapusan sarana dan prasarana pada dasarnya  bertujuan untuk: 1)    mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi kerugian/pemborosan biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang kondisinya semakin buruk, berlebihan atau rusak dan  sudah tidak dapat digunakan lagi. 2)    meringankan beban kerja pelaksanaan inventaris. 3)    membebaskan ruangan dari penumpukan barang-barang yang tidak dipergunakan lagi. 4)    membebaskan barang dari tanggung jawab pengurusan kerja. Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan untuk dapat menyingkirkan atau menghapus sarana dan prasarana. Beberapa alasan tersebut yang dapat dipertimbangkan untuk menghapus sesuatu sarana dan prasarana harus memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat di bawah ini. 1)    Dalam keadaan sudah tua atau rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki atau dipergunakan lagi. 2)    Perbaikan akan menelan biaya yang besar sehingga merupakan pemborosan. 3)    Secara teknis dan ekonomis kegunaannya tidak seimbang dengan besarnya biaya pemeliharaan. 4)    Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini. 5)    Penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang (misalnya barang kimia). 6)    Barang yang berlebih jika disimpan  lebih lama akan bertambah rusak dan tak terpakai lagi.

7)    Dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat bencana alam.

5.    Manajemen Keuangan Manajemen keuangan merupakan salah satu gugusan substansi administrasi pendidikan. Manajemen keuangan adalah salah satu bidang garapan administrasi pendidikan yang secara khusus menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan yang dimiliki dan digunakan di sekolah dasar. a.    Pengertian manajemen keuangan Menurut para pakar administrasi pendidikan, manajemen keuangan pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pemerolehan dan pendayagunaan uang secara tertib, efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pendidikan. Berdasarkan pengertian yang sangat sederhana tersebut ada dua hal yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan manajemen keuangan di sekolah dasar. 1) Manajemen keuangan itu merupakan keseluruhan proses upaya memperoleh dan mendayagunakan semua dana. Dengan demikian, paling tidak ada dua kegiatan besar dalam manajemen keuangan di sekolah dasar. Pertama, mencari sebanyak mungkin sumber-sumber keuangan dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapalembaga pendidikanan dana dari sumber-sumber keuangan tersebut. Kedua, menggunakan semua dana yang tersedia atau diperoleh semata-mata untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. 2) Penggunaan semua dana sekolah dasar  harus efektif, dan efisien. Selain itu penggunaan semua dana sekolah dasar  harus tertib, dan mudah dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang terkait. b.    Tujuan manajemen keuangan di sekolah dasar adalah untuk mengatur sedemikian rupa sehingga semua upaya pemerolehan dana dari berbagai sumber dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Apabila dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka semua upaya pemerolehan dana dapat berhasil. Sumber dana yang dimaksud di sini antara lain berasal dari Pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional, atau Kantor Dinas Pendidikan Nasional propinsi, kabupaten, kota), yayasan, atau pihak-pihak lainnya. Selain itu, tujuan pelaksanaan manajemen keuangan di sekolah dasar adalah untuk mengatur semua pemanfaatan dana yang tersedia atau diperoleh dari semua sumber. Dengan pengaturan yang sebaik-baiknya diharapkan semua dana yang ada dan tersedia dapat dimanfaatkan lembaga pendidikanan secara efektif, efisien, tertib, dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c.    Prinsip dasar manajemen keuangan Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang teguh dalam manajemen keuangan di sekolah dasar, yaitu sebagai berikut. 1)    Sumber dana pendidikan di sekolah dasar tidak sedikit, tidak hanya dari Pemerintah atau yayasan yang menaunginya. sekolah dasar bisa secara kreatif mencari sumber-sumber dana pendidikan dalam rangka eksistensinya sebagai sekolah dasar prasekolah. Namun dalam upaya memperoleh dana pendidikan dari berbagai sumber dana, hendaknya dana yang tidak mengikat lembaga atau sekolah dasar. 2)    Dana pendidikan yang tersedia atau ada harus dimanfaat sekolah dasar secara efektif dan efisien. Efektif berarti semua dana yang ada digunakan semata-mata untuk pendidikan sekolah dasar. Sedangkan efisien berarti dana yang tersedia, berapapun banyaknya, harus didayagunakan sehemat mungkin. Agar memenuhi prinsip tersebut, maka dianjurkan agar setiap pendayagunaan dana selalu didahului dengan kegiatan perencanaan anggaran. 3)    Semua manajemen keuangan di sekolah dasar hendaknya didasarkan pada peraturan perundang-undangan keuangan yang berlaku, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. 4)    Pelaksanaan manajemen keuangan di sekolah dasar merupakan tanggung jawab kepala sekolah dasar. Namun pelaksanaannya dapat melibatkan sekolah dasar guru-gurunya. Penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja sekolah dasar (RAPBT) misalnya, merupakan tanggung jawab kepala sekolah dasar. Namun kepala sekolah dasar dapat mengajar guru-guru dan pesuruhnya dalam rapat penyusunan anggaran untuk menyusun anggaran pendapatan dan sekolah dasarnya itu. Sebagaimana telah ditegaskan bahwa beberapa kegiatan manajemen keuangan di sekolah dasar, yaitu: a.    penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) b.    pengadaan dan pengalokasian anggaran berdasarkan RAPBS c.    pelaksanaan anggaran sekolah d.    pembukuan keuangan sekolah e.    pertanggungjawaban keuangan sekolah f.    pemantauan keuangan sekolah

g.    penilaian kinerja manajemen keuangan sekolah

6.    Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan tersedianya sarana prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempumyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauh mana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya memberikan pengaruh yang besar bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orang tua mereka dalam memberikan dukungan. Penelitian lain yang memperkuat apa yang dikemukakan di atas dinyatakan oleh Levine & Hagigust, 1988) yang menyatakan bahwa lingkungan keluarga, cara perlakuan orang tua murid terhadap anaknya sebagai salah satu cara/bentuk partisipasi mereka dalam pendidikan dapat meningkatkan intelektual anak. Partisipasi orang tua ini sangat tergantung pada ciri dan kreativitas sekolah dalam menggunakan pendekatan kepada mereka. Artinya masyarakat akan berpartisipasi secara optimal terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada apa dan bagaimana sekolah melakukan pendekatan dalam rangka memberdayakan mereka sebagai mitra penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh  Brownell bahwa pengetahuan masyarakat tentang program merupakan awal dari munculnya perhatian dan dukungan. Oleh sebab itu orang tua/masyarakat yang tidak mendapatkan penjelasan dan informasi dari sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat membantu sekolah (lebih-lebih di daerah perdesaan) akan cenderung tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, bagaimana mereka harus melakukan untuk membantu sekolah. Hal tersebut sebagai akibat ketidak pengertian mereka. Di negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan oleh masyarakat, sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat keyakinan yang tinggi akan kemampuan sekolah dalam pembentukan anak-anak mereka dalam membangun masa depan yang baik tersebut membuat mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal mulai dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah. Nampak mereka selain merasa sebagai pemilik sekolah juga sebagai penanggung jawab atas keberhasilan sekolah. Kondisi ini dapat terjadi karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bersangkutan. Pentingnya keterlibatan orang tua/masyarakat akan keberhasilan pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan (0.80) antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar. Penelitian lain di Indonesia juga telah membuktikan hal yang sama. Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan belajar murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di daerah perdesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah. Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempumyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan  dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauhmana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya memberikan pengaruh yang besar bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orang tua mereka dalam memberikan dukungan. Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan belajar murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di daerah perdesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah. Definisi hubungan sekolah dengan masyarakat yang lengkap diungkapkan oleh Bernays seperti dikutip oleh Suriansyah (2000), yang menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah: a.    information given to the public (memberikan informasi secara jelas dan lengkap kepada masyarakat) b.    persuasion directed at the public, to modify attitude and action (melakukan persuasi kepada masyarakat dalam rangka merubah sikap dan tindakan yang perlu mereka lakukan terhadap sekolah) c.    effort to integrated attitudes and action of institution with its public and of public with the institution (suatu upaya untuk menyatukan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh sekolah dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat secara timbal balik, yaitu dari sekolah ke masyarakat dan dari masyarakat ke sekolah. Secara lebih lengkap Elsbree dan Mc Nally seperti dikutip oleh Suriansyah (2001) menyatakan bahwa kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk: a.    to improve the quality of children’s learning and growing. b.    to rise community goals and improve the quality of community living c.    to develop understanding, enthusiasm and support for community program of public educations Sedangkan kegiatan-kegiatan manajemen hubungan sekolah dan masyarakat adalah sebagai berikut. a.    Analisis kebutuhan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah b.    Penyusunan program hubungan sekolah dengan masyarakat c.    Pembagian tugas melaksanakan program hubungan sekolah dengan masya-rakat d.    Menciptakan hubungan sekolah dengan orang tua siswa e.    Mendorong orang tua menyediakan lingkungan belajar yang efektif f.    Mengadakan komunikasi dengan tokoh masyarakat g.    Mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta h.    Mengadakan kerjasama dengan organisasi sosial keagamaan i.    Pemantauan hubungan sekolah dengan masyarakat

j.    Penilaian kinerja hubungan sekolah dengan masyarakat