Apa yang diharamkan oleh orang junub?

Syariat Islam sejak awal mengatur berbagai aktivitas yang boleh dan yang tak boleh dilakukan bagi pemeluknya. Hal ini tak lain bertujuan agar umat Islam dapat menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat [sa’adah ad-daraini].


Salah satu aturan yang telah ditetapkan oleh syara’ adalah mengenai hal-hal yang tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang menanggung hadats besar, yakni hadats yang mesti disucikan dengan cara mandi wajib. Orang disebut berhadats besar ketika telah terjadi haid, nifas, melahirkan, keluar sperma, atau junub [hubungan seksual].


Dalam kitab Fath al-Qarib al-Mujib, secara ringkas dijelaskan bahwa ada lima hal yang haram dilakukan bagi orang yang berhadats besar:


Pertama, shalat. Baik itu shalat fardhu ataupun shalat sunnah. Bahkan ibadah-ibadah yang semakna dengan shalat juga diharamkan, seperti sujud syukur, sujud tilawah, dan khutbah Jumat. Sehingga, tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadats besar melaksanakan shalat dan ibadah yang semakna sebelum ia melakukan mandi besar. 


Kedua, membaca Al-Qur’an. Baik dibaca dengan suara keras ataupun suara pelan. Keharaman ini bersifat mutlak, baik membaca satu surat, satu ayat, atau hanya sebatas satu huruf hijaiyah saja dengan meniatkan [qashdu] apa yang ia baca sebagai bagian dari huruf atau ayat Al-Qur’an. Namun, bagi mereka diperbolehkan membaca lafadz yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan tujuan berdzikir, misalkan membaca kata Bismillahirrahmanirrahim saat sebelum makan, membaca Alhamdulillahi rabbil ‘alamin setelah selesai makan dan lafadz-lafadz yang sejenis. Meski kalimat tersebut menjadi bagian dari ayat Al-Qur’an, boleh dibaca orang berhadats besar selama ia tak berniat membaca [qira’ah] bagian dari Al-Qur’an.
 


Ketiga, memegang dan membawa Al-Qur’an. Termasuk yang terlarang bagi orang berhadats besar adalah memegang sampul Al-Qur’an yang masih melekat dengan mushaf. Sedangkan mengenai sampul Al-Qur’an yang sudah terlepas [munfasil] dari mushaf, para ulama berbeda pendapat. Menurut Ibnu Hajar al-Haitami, orang berhadats besar boleh memegang sampul yang sudah terpisah tersebut. Sedangkan menurut Imam ar-Ramli, tetap haram menyentuhnya selama sampul tersebut tidak digunakan untuk benda lain, misal sampul tersebut difungsikan untuk sampul buku atau semacamnya [Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 46].


Keempat, tawaf. Baik itu tawaf fardhu, seperti tawaf ifadlah dan tawaf wada’, atau tawaf sunnah, seperti tawaf qudum. Maka haram bagi orang berhadats besar melaksanakan ibadah tawaf sebelum melaksanakan mandi besar untuk menghilangkan hadats besar yang ada pada dirinya.


Kelima, berdiam diri di Masjid. Masjid merupakan tempat yang mulia. Karena itu tidak sopan bagi orang yang sedang memiliki hadats besar berdiam di sana. Keharaman berdiam diri di masjid bagi orang berhadats besar ini bersifat umum, bahkan meskipun durasi berdiam diri di masjid hanya sebatas waktu minimal thuma’ninah. 


Sedangkan hukum lewat di masjid [al-‘ubur] bagi mereka adalah boleh, sebab melewati masjid tidak dihukumi berdiam diri di masjid. Misalnya orang junub masuk di dalam masjid lewat pintu utara, lalu langsung keluar lewat pintu selatan tanpa duduk dan berdiam diri di masjid, maka hal demikian diperbolehkan. Berbeda ketika orang itu berputar-putar atau bolak-balik di dalam masjid [taraddud], misalnya orang yang junub masuk ke masjid melewati pintu utara, lalu ia setelah masuk, keluar dari masjid kembali melewati pintu utara, maka hal demikian termasuk perbuatan yang terlarang, sebab tergolong berdiam diri di masjid [al-lubtsu]. 


Tempat yang diharamkan untuk ditempati bagi orang yang berhadats besar hanyalah masjid. Tidak termasuk mushala, pesantren, madrasah, dan tempat lainnya. Sehingga menurut fiqih mereka boleh berdiam diri di tempat tersebut. Meskipun secara tinjauan adab hal demikian dianggap kurang sopan. 


Demikian penjelasan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan saat sedang hadats besar, semoga bermanfaat dan kita dapat mengamalkan dengan baik dan benar. Wallahu a’lam.


Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember

Oase.id –  Sebelum melaksanakan ibadah apapun, seorang Muslim diwajibkan untuk bersih dan suci seperti, memiliki wudhu, bersih dari junub, dan tidak haid bagi perempuan. Sebagaimana yang kita tahu, seseorang tidak diperbolehkan untuk salat apabila tubuhnya tidak bersih atau suci.

Selain salat, ada beberapa ibadah lain yang tidak boleh dilakukan seorang Muslim ketika dalam kondisi tidak memiliki wudhu atau junub. Berikut, perkar-perkara yang diharamkan saat seseorang tidak memiliki wudhu, junub.

Larangan yang tidak memiliki wudhu

Seseorang yang tidak berwudhu diharamkan untuk melakukan empat hal berikut ini:

1. Salat

Segala perkara ibadah yang disebut salat tidak boleh dilakukan jika tidak memiliki wudhu, termasuk sujud tilawah dan salat jenazah. Rasulullah SAW bersabda;

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats sehingga ia berwudhu.” [Muttafaq ‘alaih].

2. Thawaf

Thawaf merupakan perkara yang sama dengan salat, maka saat thawaf seseorang diharuskan memiliki wudhu dan suci. Nabi SAW bersabda, “Thawaf di Baitullah itu sama dengan shalat hanya saja Allah membolehkan dalam thawaf berbicara” [HR At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ad-Dar quthni]

3. Menyentuh Al-Quran

Diharamkan bagi seseorang yang tidak berwudhu untuk menyentuh dan membaca Al-Quran. Allah SWT berfirman,

لَّا يَمَسُّهٗۤ اِلَّا الۡمُطَهَّرُوۡنَؕ

“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” [Al-Waqi’ah:79]

4. Membawa Al-Quran

Seorang Muslim tidak diperboleh membawa atau menyentuh Al-quran tanpa wudhu. Namun, jika barang atau tafsir/terjemahan yang kalimatnya lebih banyak dari isi Al-Qur’an. Lalu jika seseorang itu ragu akan wudhunya maka rasulullah menyarankan dalam haditsnya, dari Abu Hurairah RA berkata, telah bersabda Rasulullah SAW,“Apabila seseorang dari kalian merasa sesuatu di dalam perutnya, yaitu ragu-ragu apakah keluar darinya sesuatu atau tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid [untuk berwudhu] hingga ia dengar suara atau ia merasakan angin [bau].” [HR Muslim]

Larangan bagi orang berjunub

Seorang muslim yang berjunub diharamkan atas enam perkara, empatnya diantara sama dengan perkara yang tidak boleh dilakukan saat tidak memiliki wudhu;

5. Membaca Al-Quran

Saat berjunub seseorang tidak boleh melaksanakan salat, thawaf, menyentuh dan membawa Al-quran, perkara selanjutnya membaca Al-Quran. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda,

لاَ تَقْرَأِ الحَائِضُ وَلاَ الجُنُبُ شَيْئًا مِنَ القُرْآن

“Wanita haid, dan junub tidak boleh membaca sedikitpun dari Al-Qur’an.” [HR. At-Tirmidzi]

6. Duduk di dalam masjid

Jika sedang berjunub diharamkan untuk berdiam diri atau duduk di dalam masjid, seperti menghadiri majelis, berkumpul, dan lainnya. Allah SWT berfirman,

وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا

“[jangan pula hampiri masjid] sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” [Q.S. An-Nisa: 43].

Dan Rasulullah ﷺ pun bersabda;

لا أجل المسجد لحائض، ولا لجنب

“Tidak ada masjid bagi wanita haid dan orang junub.” [HR. Abu Daud]

[ACF]

Apa yang tidak boleh dilakukan saat junub?

Orang junub diharamkan 6 hal, yaitu: [1] shalat, [2] thawaf, [3-4] memegang mushaf dan membawanya, [5] berdiam diri di masjid, dan [6] membaca Al-Qur'an.

Apakah boleh tidur dalam keadaan junub?

Apakah boleh bagi mereka untuk tidur dalam keadaan junub? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah boleh dan disunahkan agar wudu sebelum tidur dan yang lebih afdal adalah mandi janabah.

Apakah boleh makan dalam keadaan junub?

Darul Ifta Mesir dalam sebuah penjelasannya menekankan, menyantap makanan dalam keadaan junub dibolehkan dan tidak ada masalah di dalam perkara ini. Selain itu, juga tidak ada ketentuan syariat yang melarang menyantap makanan dalam keadaan junub.

Apakah sah shalat dalam keadaan junub?

Riwayat di atas berlaku jika kondisi yang terjadi adalah ketika kita sedang junub kita tidak mandi melainkan kita bertayamum dengan alasan ketakutan tidak terjaganya jiwa [seperti takut kedinginan lalu sakit atau meninggal] kemudian melaksanakan shalat, maka shalatnya sah.

Bài mới nhất

Chủ Đề