Apa yang dimaksud dengan khulu

Khulu’- Istilah tebus-menebus dalam hubungan pernikahan tentu merupakan satu topik yang sangat jarang didengar oleh telinga masyarakat. Istilah yang paling umum untuk mendefinisikan terpisahnya hubungan suami istri adalah talak [cerai]. Dan di dalam talak ternyata ada istilah “Talak Tebus” yang merupakan istilah lain dari Khulu’. Simak selengkapnya:

Pengertian dan Hukum Khulu’

Khulu’ secara bahasa adalah melepaskan. Sedangkan dalam istilah Fiqih, Khulu’ adalah menceraikan istri dengan ditebus oleh pihak istri karena Khulu’ sering disebut dengan talak tebus.

Penjelasan talak lengkap bisa Anda baca di sini: Macam-Macam Talak Lengkap

Hukum Khulu’ sendiri sama dengan talak, yaitu makruh [lebih baik tidak dilakukan karena termasuk salah satu perbuatan yang dibenci Allah].

Sebab-Sebab Diperbolehkannya Khulu’

Tentu Khulu’ bukanlah aktivitas yang asal-asalan untuk dijatuhkan. Setidaknya ada dua alasan mengapa penjatuhan Khulu’ dibenarkan dan boleh dilakukan dalam Islam:

1. Khawatir jika suami istri tidak dapat menjalin rumah tangga dengan baik

Pertama, ketika dalam keluarga ada rasa kekhawatiran, rasa cemas dan rasa putus asa dalam masalah meneruskan hubungan keluarga yang ma’ruf [baik], maka penjatuhan Khulu’ dibenarkan. [Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 229]

2. Ketika istri sangat benci kepada suaminya

Kedua, apabila istri sangat membenci kepada suaminya karena alasan-alasan tertentu sehingga dikhawatirkan akan membuat istri tidak dapat menaati suaminya.

Rukun-Rukun Khulu’

Rukun Khulu’ itu ada 4, yaitu:

  1. Suami yang dijatuhi Khulu’ harus sudah baligh, berakal dan atas kemauannya;
  2. Istri yang dalam kekuasaan suami yang belum diceraikan dengan talak yang boleh dirujuk;
  3. Ucapan yang menunjukkan Khulu’;
  4. Adanya tebusan atau sesuatu yang boleh dijadikan mahar.

Contoh Ucapan dalam Khulu’

Khulu’ dapat menggunakan kata Khulu’ dan dapat juga menggunakan kata talak. Seperti halnya talak, ucapan [sighat] Khulu’ ada yang tegas dan ada yang sindiran. Ucapan Khulu’ yang tegas tidak memerlukan niat, sedangkan ucapan yang sindiran diperlukan niat.

Kata-kata Khulu’ dapat diucapkan oleh suami. Kemudian istri menjawab atau menerimanya dan boleh juga dimintai oleh istri kemudian suami mengabulkannya.

Besarnya Tebusan dalam Khulu’

Menurut jumhur ulama, tidak ada keputusan khusus mengenai jumlah tebusan yang harus diberikan istri kepada suami yang mengkhulu’nya. Mereka beralasan dengan Surat Al-Baqarah ayat 229.

Dalam ayat tersebut tidak disebutkan besarnya tebusan yang diberikan istri kepada suami yang mengkhulu’nya. Oleh karena itu tebusan boleh sedikit atau banyak tergantung persetujuan kedua belah pihak.

Sebagaimana ulama berpendapat bahwa besarnya tebusan itu tidak boleh melebihi maskawin yang diberikan oleh suami. Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Daruqutni mengenai peristiwa istri Tsabit bin Qais. 

Dalam hadis tersebut menjelaskan tanya-jawab antara Nabi dan istri Tsabit,

Nabi Saw. bertanya, “Apakah engkau mau mengembalikan kebun yang diberikan kepadamu?” Ia [istri Tsabit] menjawab, “Ya [bahkan] dengan tambahan [sekalipun].” Nabi Saw. bersabda, “Tambahannya itu tidak perlu, [cukup] kebunnya saja.” Kemudian ia menjawab, “Iya Rasulullah.” [HR. Daruqutni]

Khulu’ Termasuk Talak Ba’in

Ulama sepakat bahwa suami istri yang bercerai dengan Khulu’ tidak boleh rujuk lagi. Khulu’ termasuk ba’in dan bilangannya terbatas dengan tiga Khulu’, Khulu’ satu dan dua termasuk talak ba’in sughra, sedangkan Khulu’ tiga termasuk talak ba’in kubra.

Pendapat lain mengatalkan bahwa Khulu’ termasuk fasakh. Tidak diperbolehkan seorang suami menemui istrinya yang dikhulu’ itu bukan karena ba’in, tetapi karena pernikahan itu sudah fasakh, maka Khulu’ tidak terbatas bilangannya. Suami yang mengkhulu’ istrinya sampai tiga kali masih dapat menikah lagi walaupun si istri belum menikah dengan orang lain.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai pengertian, hukum, sebab, rukun, dan ucapan dari Khulu'. Semoga bermanfaat. Wallahu A'lam

Apa itu khulu’? dan bagaimana cara yang benar? Kalau suaminya tidak ingin menceraikan istrinya apa mungkin jatuh talak? Bagaimana dengan masyarakat Amerika, dimana seorang wanita tidak menyukai suaminya [pada sebagian kondisi karena dia taat beragama] [wanita] itu mengira dia mempunyai kebebasan dapat menceraikan suaminya?

Alhamdulillah.

Khulu’ adalah berpisahnya istri dengan pengganti. Sehingga seorang suami mengembil pengganti dan memisahkan istrinya. Baik pengganti ini adalah mahar yang diberikan kepadanya lebih banyak atau lebih sedikit. Asalnya adalah firman Allah Ta’ala:

[ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلا أَنْ يَخَافَا أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ] البقرة / 229 .

“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya [suami isteri] tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.” QS. AL-Baqarah: 229.

Dalil akan hal itu adalah dari sunah bahwa istri Tsabit bin Qois bin Syimas radhiallahu anhu mendatangi Nabi sallallahu alaihi wa sallam seraya mengatakan, “Wahai Rasulullah, Tsabit bin Qois saya tidak mencela akhlak dan agamanya. Akan tetapi saya tidak menyukai kekufuran dalam Islam. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, “Apakah anda mau mengembalikan kebunnya? Dimana [suaminya] memberi mahar kepadanya kebun. Dia berkata,”Ya.  Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Terimahlah kebun dan pisahkan dia.” HR. Bukhori, 5273.

Maka para ulama mengambil dari kisah ini bahwa wanita kalau tidak mampu tetap bersama suaminya, maka walinya meminta kepada [suaminya] khulu’. Bahkan memerintahkan akan hal itu. Gambarannya adalah seorang suami mengambil pangganti atau apa yang disepakati kedua belah fihak kemudian suami mengatakan kepada istrinya ‘Saya pisah anda atau saya khulu’ anda dan semisal kata itu.

Talak [cerai] adalah hak suami, tidak akan jatuh talak kecuali dia [suami] yang menjatuhkannya berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi  wa sallam:

إنما الطلاق لمن أخذ بالساق يعني الزوج ]  رواه ابن ماجه [ 2081 ] وحسنه الألباني في إرواء العليل [ 2041 ]

“Sesungguhnya talak bagi orang yang mengambil lutut maksudnya adalah suami.” HR. Ibnu Majah, 2081. Dinyatakan hasan oleh Albani di ‘Irwa’ Golil, 2041.

Oleh karena itu para ulama mengatakan, siapa yang dipaksa menceraikan istrinya secara dholim dan dia menceraikan karena terpaksa, maka talaknya tidak jatuh. Silahkan melihat ‘Al-mugni, [10/352].

Sementara apa yang anda sebutkan bahwa wanita di tempat anda terkadang menceraikan dirinya sendiri lewat undang-undang setempat. Kalau hal itu disebabkan sesuatu yang boleh dia meminta talak seperti kalau dia tidak menyukai suami dan tidak mampu bertahan bersamanya atau dia tidak menyukai agamanya karena kefasikan dan lantang melanggar sesuatu yang haram dan semisal itu, maka tidak mengapa dia meminta talak, akan tetapi dalam kondisi seperti ini adalah mengkhulu’nya. Sehingga dia mengembalikan mahar yang telah diberikan kepadanya.

Kalau permintaan cerai [talak] tanpa ada sebab, maka hal itu tidak diperbolehkan, dan putusan pengadilan dalam kondisi seperti ini, tidak diakui dalam agama sehingga wanita itu tetap menjadi istri bagi lelaki tersebut. Disini terjadi masalah, yaitu wanita ini dianggap telah bercerai dihadapan pengadilan, terkadang dia menikah setelah selesai masa iddahnya. Padahal hakekatnya dia tetap istri belum terceraikan.

Syekh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah berkata terkait permasalahan seperti ini, “Kita sekarang di depan masalah. Tetapnya dia dalam perlindungannya, menghalanginya untuk menikah dengan lelaki lain. Secara dohir sesuai putusan pengadilan dia telah diceraikan dari suaminya. Kalau dia selesai iddahnya diperbolehkan menikah. Saya berpendapat agar keluar dari permasalahan ini, agar ada orang baik yang ikut serta menyelesaikan masalah ini agar bisa berdamai antara suami dan istri. Kalau tidak bisa, maka [istri] memberikan ganti ke [suami] agar terjadi khulu’ secara benar sesuai agama.

Liqo’ Bab Maftuh bersama Syekh Muhammad bin Utsaimin, no. 54 [3/174] percetakan Darul Basyiroh di Mesir.

Dalam kondisi tertentu, hukum khulu bisa jadi wajib lho, Moms!

Dalam Islam terdapat istilah Khulu’ yang banyak juga diketahui sebagai proses gugat cerai dari istri kepada suami. Meski perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah SWT, namun tetap diperbolehkan.

Meski begitu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar tidak sembarangan orang melakukan perceraian dengan mudah, dan mencoreng kesakralan sebuah pernikahan.

Tujuan disyariatkannya pernikahan dalam Islam adalah untuk mencapai sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam kehidupan berumah tangga. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

[Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja'ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn]

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya

dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS Ar-Rum: 21]

Namun kenyataannya, permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga banyak yang berakhir dengan perceraian dengan segala alasan.

Baca Juga: Pernikahan Bermasalah, Perlukah Ikut Konseling Pernikahan?

Pengertian Khulu’ dalam Islam

Foto ilustrasi khulu’ [Sumber: Mathabah.org]

Dalam bahasa Arab, Al-Khulu [الخُلْعُ] berarti melepas. Secara istilah adalah saat istri meminta suaminya untuk melepasnya dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

[Hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunna]

Artinya: “Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” [QS Al-Baqarah: 187]

Untuk pengertian syari’at, para ulama mengartikan bahwa Khulu’ adalah terjadinya perpisahan [perceraian] suami-istri dengan keridhaan dari keduanya dan dengan pembayaran dari istri pada suami.

Melansir NU Online jumhur ulama mengatakan terdapat lima rukun Khulu‘, yakni:

  • Pihak yang memasrahkan khulu’, yaitu suami
  • Pihak yang menerima khulu’, yaitu istri
  • Iwadh atau tebusan
  • Perkara yang ditebus, yaitu kesenangan dari perkawinan
  • Shigat atau redaksi khulu’.

Baca Juga: Pernikahan Syighar, Pernikahan yang Menjadikan Perempuan sebagai Pengganti Mahar

Sama seperti akad, Khulu’ juga mengharuskan adanya serah terima di antara pihak-pihak yang terlibat dalam akad nikah.

Besaran iwadh tidak dipermasalahkan, baik senilai, lebih kecil, atau lebih besar dari mahar. Selain itu, iwadh bisa juga berupa barang atau uang, tunai atau hutang.

Yang penting adalah apapun yang bisa dijadikan mahar, maka boleh dijadikan tebusan Khulu’.

Dalam studi UIN SMH Banten Institutional Repository Khulu’ yang dilakukan di Pengadilan Agama memungkinkan adanya catatan mengenai sebab terjadinya perceraian dan mengantisipasi kekurangan yang merugikan salah satu pihak.

Akibat hukum yang timbul karena Khulu’ ialah suami tidak memiliki hak untuk ruju’, karena talak yang jatuh adalah talak bain sughra kecuali suami mengembalikan iwadh dan dengan akad baru, dan disaksikan orang lain.

Baca Juga: Merencanakan Pernikahan Tanpa Stress

Hukum Khulu’ dalam Islam

Foto ilustrasi khulu’ [Sumber: Tipyaanacademy.com]

Khulu’ termasuk dalam syari’at Islam berdasarkan firman Allah SWT:

وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

[Wa lā yaḥillu lakum an ta`khużụ mimmā ātaitumụhunna syai`an illā ay yakhāfā allā yuqīmā ḥudụdallāh, fa in khiftum allā yuqīmā ḥudụdallāhi fa lā junāḥa 'alaihimā fīmaftadat bih, tilka ḥudụdullāhi fa lā ta'tadụhā, wa may yata'adda ḥudụdallāhi fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn]

Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Jika kamu khawatir bahwa keduanya [suami-isteri] tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” [QS Al-Baqarah: 229]

Bukan hanya dalam Alquran, hal ini juga diperkuat dengan salah satu hadis dari Ibnu Abbas RA, yakni:

جَاءَتْ امرَأَةُ ثَابِت بْنِ قَيْس بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّه مَاأَنقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِيْنٍ وَلاَ خُلُقِ إِلاَّ أَنِّي أَخَافُ الْكُفْرَ فَقَالَ رَسُواللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَرُدِّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيقََتَهُ فَقَالَتْ نَعَمْ فَرَدَّتْ عَلَيْهِ وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا

Artinya: “Istri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Rasulullah SAW dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur.”

Maka Rasulullah SAW bersabda: ‘Maukah kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?’ Ia menjawab, ‘Ya’, maka ia mengembalikan kepadanya dan Rasulullah SAW memerintahkannya, dan Tsabit pun menceraikannya.” [HR Bukhari]

Menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah Khulu’ terdapat beberapa hukum, yakni:

Baca Juga: Rahasia Pernikahan Sukses: Saling Menghormati

1. Mubah [Diperbolehkan]

Ketentuannya, istri tidak ingin lagi tinggal bersama suami karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya, dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah SWT dalam ketaatan kepadanya.

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ

[Fa in khiftum allā yuqīmā ḥudụdallāhi fa lā junāḥa 'alaihimā fīmaftadat bih]

Artinya: “Jika kamu khawatir bahwa keduanya [suami-isteri] tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.” [QS Al-Baqarah: 229]

Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dengan mengatakan bahwasa Khulu’ ialah saat suami menceraikan istrinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami.

Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT.

Ini bisa karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya.

Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Khulu’ bagi istri jika dirinya membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya.

2. Haram [Dilarang]

Hal ini dapat terjadi karena dua keadaan, yakni dari sisi suami dan juga istri. Dari sisi suami, jika dirinya menyusahkan isteri dan sengaja memutus hubungan komunikasi.

Atau sengaja tidak memberikan hak-haknya agar istri membayar tebusan, maka Khulu’ dilarang dan tebusannya dikembalikan kepada istrinya.

Sedangkan status istrinya tetap seperti asalnya jika Khulu’ tidak dilakukan dengan lafazh talak. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

[Wa lā ta'ḍulụhunna litaż-habụ biba'ḍi mā ātaitumụhunna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah]

Artinya: “Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.” [QS An-Nisa: 19]

Selanjutnya dilihat dari sisi istri jika meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan, serta tidak ada alasan syar’i maka ini dilarang. Rasulullah SAW bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِي غَيْرِ مَا بَاْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

Artinya: “Semua perempuan yang minta cerai [gugat cerai] kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga.” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad]

Baca Juga: 11 Pernikahan yang Aneh tapi Nyata

3. Mustahabbah [Sunnah]

Apabila suami berlaku mufarrith [meremehkan] hak-hak Allah SWT, maka sang isteri disunnahkan melakukan Khulu’. Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal.

4. Wajib

Ini bisa jadi wajib karena beberapa alasan, misalnya tidak pernah salat padahal telah diingatkan. Ini juga berlaku saat suamu memiliki keyakinan dan perbuatan yang menjurus pada pemurtadan.

Itulah penjelasan mengenai Khulu’ dalam Islam. Semoga terhindar dari hal tersebut dan rumah tangga yang dibangun mendapat keberkahan dari Allah SWT.

  • //almanhaj.or.id/2382-al-khulu-gugatan-cerai-dalam-islam.html
  • //islam.nu.or.id/nikah-keluarga/talak-khulu-dalam-kajian-fiqih-munakahat-bagian-2-k482I
  • //repository.uinbanten.ac.id/194/
  • //worldquran.com/

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề