Apa yang dimaksud shalat dengan hati yang ikhlas

Pernahkah kita merenung bahwa ketika kita melaksanakan shalat fardhu maka sesungguhnya kita telah menjadi manusia yang hidup dalam hidup yang sebenarnya. Namun ketika kita meninggalkan shalat fardhu maka sesungguhnya kita telah menjadi manusia yang mati dalam hidup yang sebenarnya. Ungkapan ini bukan sekadar permainan kata-kata, akan tetapi pernahkah kita bertanya, mengapa kita diperintahkan untuk mendirikan shalat? Jawabannya adalah karena kita diciptakan oleh Allah tidak lain hanyalah untuk menjadi hamba yang selalu menyembah Allah.

Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah Aku. (QS Adz Dzaariyaat: 56).

Sehingga ketika kita tidak mau menyembah Allah dalam bentuk perintah mendirikan shalat maka sesungguhnya kita bukan termasuk dalam golongan manusia, karena shalat yang kita dirikan adalah untuk menyembah Yang Maha Hidup, Yang Menciptakan kita. Dengan demikian jika kita tidak shalat maka kita termasuk manusia yang mati dalam hidup yang sebenarnya, karena berpaling dari Yang Maha Hidup. Mengapa amal ibadah yang lain akan tertolak ketika kita meninggalkan shalat? Ternyata shalat merupakan penghulunya ibadah. Sebaik apapun amal ibadah kita, jika kita tidak mendirikan shalat maka akan ditolaklah seluruh amal ibadah kita yang lainnya. Meskipun ibadah haji kita telah dilakukan berkali-kali, zakat kita tidak pernah kurang ditambah shodaqoh setiap hari, puasa Ramadhan tidak pernah bolong, ditambah lagi puasa sunnah, namun kalau kita tidak melaksanakan shalat fardhu maka sia-sialah seluruh amal baik kita. Sebagaimana peringatan dari Rasulullah Muhammad SAW:

Amal seorang hamba yang pertama kali dihisab di yaumil qiyamah adalah shalat apabila amal shalatnya diterima, maka diterimalah seluruh amal ibadah yang lainnya, dan apabila ditolak amal shalatnya, maka ditolaklah seluruh amal ibadah yang lainnya.

Jika kita berfikir lebih jauh lagi dengan membaca bagaimana proses perintah shalat diturunkan kepada Rasulullah, maka kita akan menemukan sebuah perbedaan yang sangat penting yaitu dari seluruh perintah yang diturunkan oleh Allah seperti zakat, puasa, haji dan lainnya semuanya diturunkan melalui malaikat Jibril as, kecuali shalat. Di mana shalat merupakan perintah yang Allah berkehendak Rasulullah SAW menghadap secara langsung bertemu dengan Allah SWT, melalui peristiwa Isra Mi’raj. Di sinilah terbukti keistimewaan shalat bahwa perintah tersebut di breakdown secara langsung kepada Rasulullah Muhammad SAW. Berarti shalat sungguh-sungguh sangat penting, sampai-sampai Allah tidak menurunkannya melalui malaikat Jibril as. Di Sidratul Muntaha Allah SWT memerintahkan secara langsung kepada Rasulullah SAW untuk mendirikan shalat. Masihkah kita menganggap shalat adalah persoalan sepele. Ingatlah bahwa jika kita menyepelekan shalat, maka Allah SWT akan menyepelekan kita, karena pintu kehidupan kita adalah shalat. Kita bangun tidur mengawali hidup kita dengan shalat dan kita tidur mengakhiri aktivitas hidup kita dengan shalat.

Dari paparan di atas kemudian kita bertanya kembali, berapa lamakah kita melaksanakan shalat fardhu? Apakah waktu yang sebentar itu merupakan kunci dari semua amal? Lalu apakah yang dimaksud dengan mendirikan shalat?

Marilah kita bedah pertanyaan tersebut satu persatu. Pertama, waktu yang kita pergunakan untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari apabila kita jumlah tidak lebih dari 1 jam. Kedua, waktu 1 jam yang kita pergunakan untuk shalat fardhu merupakan dasar dari semua amal, sedangkan amal shalih yang merupakan buah dari shalat fardhu itulah yang menjadi kunci dari seluruh amal. Artinya jika shalat kita benar, maka insya Allah seluruh amal perbuatan akan dipandu oleh shalat sehingga kita bisa menghindari perbuatan yang keji dan munkar, sebagaimana tujuan shalat adalah dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat bisa mencegah perbuatan keji dan munkar. Dengan demikian amal perbuatan ba’da shalat itulah yang menjadi tolak ukur apakah shalatnya memiliki atsar yang kuat atau memberi efek positif dalam membimbing aktivitas kita sehari-hari.

Di sinilah kita merenung bahwa shalat yang kita lakukan bukanlah sekadar menggugurkan kewajiban tetapi sekaligus menjadi pemandu perjalanan hidup kita. Mengapa seluruh amal perbuatan kita bersumber dari shalat? Mari kita bedah secara sederhana.

Pertama, sebelum shalat, kita diperintahkan berwudhu karena wajibnya wudhu adalah untuk shalat. Sebagaimana firman Allah SWT,

“Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri (bersuci).

Ada dua muatan dalam ayat ini yaitu bertaubat dan bersuci, bertaubat dari segala dosa (secara batin) serta bersuci dari hadats dan najis (secara lahiriyah). Berwudhu memiliki tujuan agar keadaan lahir dan batin kita selalu suci dan bersih. Secara lahiriah kita berusaha untuk selalu menjaga kesucian dan kebersihan seluruh anggota tubuh kita, menggunakan pikiran, mata , telinga, mulut, lidah, kedua tangan, hati, perut, kemaluan dan kedua kaki kita untuk melakukan segala hal yang benar yang diperintahkan Allah SWT. Selalu berpikir positif untuk menghindari berpikir negative, Melihat yang dihalalkan dan menghindari untuk melihat yang haram, mendengar yang bermanfaat dunia akhirat untuk mencegah dari mendengar yang sia-sia, berkata yang benar untuk menghindari dari berkata kotor, mengumpat, menggunjing, mengadu domba dan sia-sia, menggunakan lidah dengan hati-hati untuk menghindari bahaya lidah, menggunakan kedua tangan kita dengan amal shalih untuk menghindari amal shalih, selalu membersihkan hati berdzikir untuk menghindari dari penyakit-penyakit hati seperti iri, dengki, dendam, riya, ujub, takabur dan sejenisnya, mengisi perut kita dengan makanan serta minuman yang halalan thoyyiban mutaqobbalan untuk mencegah diri makan dan minum dari harta haram, melangkahkan kedua kaki kita menuju tempat-tempat mulia yang akan menggugurkan dosa-dosa dan meninggikan derajat kita di sisi Allah SWT untuk mencegah kaki kita melangkah ke tempat-tempat maksiat.

Subhanallah, dari uraian sederhana tentang wudhu kita bisa mengambil hikmah bahwa barang siapa yang wudhunya benar dan benar-benar wudhu karena Allah untuk mensucikan diri lahir dan batin, insya Allah dia akan menjadi orang yang selalu berpikir positif (dengan membasuh kepala), senantiasa melihat kebesaran Allah SWT dengan mata lahirnya dan mata hatinya (dengan membasuh muka), berkata benar, tidak lalai untuk berdzikir (dengan berkumur-kumur), senang mendengarkan segala sesuatu untuk menambah iman dan ilmu serta memperbaiki akhlaknya (dengan membasuh telinga), melakukan amal shalih, ringan dalam bersedekah, suka menolong (dengan membasuh kedua tangannya), hatinya selalu khunudzon kepada Allah dan semua makhluk-Nya, sesama manusia, alam, lingkungan, hewan serta tumbuhan (dengan melafadzkan doa setelah wudhu), melalui mulut dia memasukkan ke dalam  perutnya dengan makan dan minuman yang halalan thoyyiban sehingga jika dia  sehat, maka sehatnya untuk taat, menyegerakan dalam melangkahkan kakinya untuk memenuhi panggilan Allah ( dengan membasuh kedua kaki).

Betapa indahnya pribadi-pribadi yang sungguh-sungguh dalam menyempurnakan wudhu. Jangan pernah meremehkan wudhu atau wudhu dengan seenaknya atau berwudhu dengan tidak sungguh-sungguh karena kelak di yaumil akhir Rasulullah SAW akan mengenali kita sebagai umatnya adalah dengan melihat cahaya yang terpancar dari bekas wudhu kita. Oleh karena itu bersungguh-sungguhlah dalam berwudhu.

Kedua, ba’da wudhu kita bersiap-siap melakukan shalat yang diawali dengan berniat ikhlas karena Allah SWT, semua konsentrasi pikiran dan hati hanya ditujukan untuk Allah. Pribadi yang mengamalkan niat shalat dalam seluruh aktivitas sehari-hari adalah pribadi yang khusyu’ setiap amal perbuatannya dari bangun tidur sampai tidur kembali tentulah semua diniatkan secara ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Memang tampak sederhana, hanya persoalan niat, biasa saja tetapi jika kita hayati dengan seksama maka dampaknya akan luar biasa yaitu jika seluruh amal perbuatan kita jika tidak diniatkan karena Allah maka sia-sialah amal kita.

Ketika takbir, kita mengagungkan Asma Allah, Allah Maha Besar sedangkan kita maha kecil. Pribadi yang mengamalkan shalat adalah mereka mengakui dengan ikhlas bahwa Allah Maha Besar, kita tidak ada apa-apanya, sangat bergantung kepada Allah dan semua yang menempel pada diri kita berupa harta, pangkat, jabatan, ketampanan, kecantikan, kekuasaan, nama besar dan semua atributnya adalah semata-mata pemberian dan titipan dari Allah. Oleh karena itu pribadi yang khusyu adalah mereka yang selalu tawadhu di hadapan manusia dan tadhoru di hadapan Allah. Pribadi yang menegakkan takbir adalah mereka yang tidak sombong karena kekayaannya, pangkatnya, jabatannya, kesempurnaan fisiknya, kekuatan tubuhnya dan sebagainya. Sungguh sangat lucu ketika ada seseorang yang tekun melaksanakan shalat tetapi sombong, bisa di mungkinkan bahwa shalat belum memberi dampak positif pada perilakunya ba’da shalat atau tidak berpengaruh terhadap perbuatannya atau tidak berbekas dalam amal kebaikannya.

Dalam iftitah kita membuka komunikasi dengan Allah serta berjanji bahwa sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sudahkah kita benar-benar secara total menyerahkan semua hidup dan mati kita hanya untuk Allah? Pertanyaan yang cukup berat untuk dijawab. Namun bagi pribadi yang ikhlas, mereka akan konsisten dengan janjinya. Sehingga seluruh aktivitas hidupnya sampai saat ajalnya tiba ditujukan hanya untuk Allah SWT dan berusaha untuk menjaga konsistensi dari janjinya untuk tidak terpedaya oleh dunia. Segala perbuatannya tidak berharap balasan dari manusia, hanya Allah lah tempat dia berharap dan bergantung. Pribadi yang fokus menjalani hidupnya yaitu segala amal perbuatannya diupayakan untuk mendapat ridha Allah dan bermuara kepada kebahagiaan di akhirat. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini hanya sedikit dan sebentar, tidak kekal seperti di akhirat. Kebahagiaan dan kesedihan yang kita alami di dunia hanya sedikit dan sebentar. Sedangkan kebahagiaan dan kesedihan di akhirat akan kekal selamanya. Oleh karena itu dengan mengamalkan iftitah insya Allah kita bisa menjadi pribadi-pribadi yang ikhlas dalam bekerja, berkeluarga, bermasyarakat, bertetangga serta berbangsa dan bernegara.

Setelah iftitah, kita membaca surah al Fatihah. Di dalam surah ini kita membuka komunikasi face to face dengan Allah. Inilah saat paling istimewa, tidak boleh sembarangan, tidak boleh seenaknya sendiri, kita berhadapan dengan Yang Menguasai Alam Semesta, Yang Maha Besar, Maha Segala-galanya. Bersikaplah tadhorru, rendahkan hati, bersungguh-sungguhlah dalam memuji dan memohon kepada Allah. Insya Allah, Dia akan bersungguh-sungguh dalam menolong kita. Segala pujian ketika membaca Al Fatihah, jika kita bersungguh-sungguh dalam mengamalkannya, maka pertolongan Allah akan sangat dekat. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Semua permasalahan yang sedang kita hadapi akan sangat mudah bagi Allah untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu berharaplah, bergantunglah dan mohonlah hanya kepada Allah.

Ketika ruku’, I’tidal dan sujud kita mengagungkan Asma Allah. Barulah pada saat duduk di antara dua sujud kita memohon ampunan-Nya, rahmat-Nya, dicukupi oleh-Nya, ditinggikan derajatnya oleh-Nya, diberi rizki-Nya, diberi petunjuk-Nya, disehatkan jasmani dan ruhani oleh Allah dan dimaafkan segala kesalahannya. Lengkap sudah doa yang kita panjatkan. Kiranya kita mencukupkan dengan doa yang kita panjatkan.

Dilanjutkan dengan tahiyat, kita bermunajat seperti ketika Rasulullah menghadap Allah dalam peristiwa mi’raj, kita memperbaharu Islam kita dengan bertasydid, bershalawat dan kita bersiap-siap pamit kepada Allah dengan salam.

Seluruh gerakan shalat mulai dari berdiri, ruku’ dan sujud merupakan simbol dari perjalanan hidup kita di dunia, pada suatu saat kita mampu berdiri tegak, di saat lain kita tertunduk dalam ruku’ dan pada saat yang lain lagi kita tersungkur dalam sujud. Itulah dinamika hidup manusia yang selalu berputar melintasi keadaan hidup antara baik-buruk, bahagia-sengsara, sukses-gagal dll.

Maha Suci Allah yang telah memerintahkan kita untuk mendirikan shalat, penuh dengan makna dan hikmah yang besar bagi siapa yang mampu mendirikan dan mengistiqamahkan shalat. Marilah kita berusaha terus untuk meng-eksplore perintah mendirikan shalat. Semoga Allah memberi pengetahuan dan hikmah kepada kita untuk menjadi hamba Allah yang sukses dunia akhirat. Amin (Duta Grafika/bd)