BILA membaca ulang teori-teori pembangunan, klasik ataupun modern, kita kerap disuguhi narasi ilmiah bahwa pembangunan selalu berasosiasi dengan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur merupakan pre-requisite [prasyarat] bagi pembangunan ekonomi, yang tecermin pada tiga indikator utama: pertumbuhan, lapangan kerja, dan pendapatan.
Tak pelak, semua sumber daya publik dikerahkan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, yang diharapkan berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. Dapat di maklumi bila publik menaruh harapan tinggi, rangkaian kerja pembangunan akan berujung pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Ideologi politik pembangunan
Pembangunan sejatinya mengandung makna ideologis-politis sangat kental, yang berkaitan erat dengan ikhtiar kolektif untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara akan suatu penghidupan yang lebih baik. Pemenuhan hak-hak dasar ini dimaksudkan agar setiap warga negara dapat hidup secara bermartabat. Dengan pemaknaan ini, kerja pembangunan sesungguhnya adalah kerja ideologis. Pelaksanaan pembangunan pun harus didasarkan pada suatu ideological passion, yang merujuk pada nilai-nilai luhur yang diyakini dalam politik kenegaraan.
Bagi bangsa Indonesia, pesan ideologi politik pembangunan tersurat dengan terang benderang di dalam UUD 1945 dan falsafah ne gara Pancasila. Para founding fathers merumuskan kalimat profetik dalam preambul konstitusi yang harus jadi rujukan ideologi-politik dalam kerja-kerja pembangunan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Pembangunan harus berorientasi pada upaya untuk mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menjadi cita-cita kolektif bangsa.
Secara konseptual, pembangunan dapat dirumuskan sebagai upaya sistematis dan terencana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Para ahli pembangunan menyarankan pembangunan harus berpusat pada manusia, dengan menerapkan strategi yang disebut people-centered development strategies. Karena itu, keseluruhan upaya pembangunan ekonomi maupun nonekonomi harus ditujukan untuk mengoptimalkan segenap potensi manusia.
Merujuk pandangan ini, pembangunan sesungguhnya bersifat multidimensi yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Dalam konteks ini, pembangunan infrastruktur tidak bisa dan tidak boleh mengabaikan aspek lingkungan hidup dan sosial-budaya, untuk menjamin keberlanjutan proses pembangunan di masa mendatang. Maka, pembangunan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan ekonomi harus dibarengi pembangunan sosial.
Pembangunan sosial berpangkal pada suatu paradigma yang menempatkan manusia sebagai episentrum. Pembangunan sosial didasari suatu komitmen bahwa manusia dan masyarakat harus menjadi subjek sekaligus penerima manfaat seluruh program pembangunan. Pembangunan sosial bertumpu pada beroperasinya institusi-institusi sosial, antara lain keluarga, perkumpulan masyarakat, kelembagaan desa/kecamatan, jejaring sosial, dan agen pengawasan, yang berperan langsung dan berpartisipasi dalam pengelolaan program-program pembangunan. Karena itu, pembangunan sosial harus dipahami dalam konteks pembangunan manusia dan pemberdayaan [institusi] masyarakat sebagai modal berharga pembangunan.
Modal manusia berperan sentral dalam pembangunan yang tecermin pada penduduk berkualitas, yang sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas. Modal manusia mencakup empat elemen pokok, yaitu: [i] capacity, mencerminkan kemampuan dan kecakapan penduduk yang diraih melalui proses pendidikan dan pelatihan berdasarkan investasi berjangka panjang; [ii] development, tingkat pendidikan angkatan kerja dengan jenis-jenis keterampilan dan kemahiran, yang dikembangkan secara berkelanjutan sehingga tetap relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Lalu, [iii] deployment, tingkat keterampilan dan kemahiran yang terakumulasi berdasarkan pengalaman pendidikan dan pelatihan, yang dapat diterapkan di lapangan kerja untuk memacu produktivitas bangsa; dan [iv] know-how, penduduk yang memiliki kemahiran dan keterampilan teknikal dengan spesialisasi tertentu dalam cakupan yang luas dan mendalam [Global Human Capital Report 2017]. Sumbangan penting pembangunan sosial terletak pada penyediaan modal manusia yang bermutu sebagai pilar utama pembangunan ekonomi.
Mampukan manusia
Kita saksikan bersama academic discourse mengenai pembangunan telah mengalami perubahan fundamental, bergeser melampaui konsep dan pemikiran konvensional. Pembangunan yang selalu diasosiasikan pembangunan infrastruktur untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi sudah lama dikoreksi para ahli ekonomi pembangunan sendiri. Amartya Sen dalam Development as Freedom [1999] memaknai pembangunan sebagai kebebasan yang terefleksi pada empat hal pokok: [1] Kemampuan dan kesempatan yang setara bagi setiap warga negara untuk memperoleh akses ke sumber daya ekonomi, [2] Mendapatkan peluang yang sama untuk bisa mengelola aset-aset produktif bagi penguatan individu dan masyarakat, [3] Memiliki kebebasan politik untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan publik, dan [4] Mendapat fasilitas untuk menyuarakan kritik publik dalam konteks perbaikan tata kelola pemerintahan dan pembangunan.
Namun, analisis Sen tetap berpusat pada manusia dengan menegaskan bahwa makna esensial pembangunan ialah human capabilities suatu proses memampukan manusia agar dapat menjalani kehidupan secara bermartabat. Sen menawarkan analisis pembangunan dalam konteks rekayasa sosial budaya, bukan dalam perspektif pertumbuhan ekonomi belaka, yang tecermin pada pendapatan nasional per kapita. Dalam pemahaman Sen, isu-isu pembangunan di bidang sosial budaya sudah semestinya masuk agenda pembangunan dan menjadi arus utama dalam perencanaan pembangunan nasional.
Banyak kajian ilmiah dan bukti empiris menunjukkan investasi untuk pembangunan sosial bukan saja merupakan medium paling efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melainkan juga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Jadi, ada pertautan erat antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dengan merujuk paradigma baru: social development is basically economic development. Karena itu, pembangunan sosial memang semestinya tidak dipisahkan dari pembangunan ekonomi.