Apa yang harus kita lakukan agar kita terhindar dari bakteri yang merugikan saat mengkonsumsi air

Apa yang harus kita lakukan agar kita terhindar dari bakteri yang merugikan saat mengkonsumsi air

Apa yang harus kita lakukan agar kita terhindar dari bakteri yang merugikan saat mengkonsumsi air
Lihat Foto

shutterstock

Ilustrasi bernafas

KOMPAS.com - Di tengah serangan wabah Covid-19 yang bisa menyebabkan gangguan pernapasan, kewajiban untuk menjaga kesehatan organ-organ di sistem ini jadi semakin terasa.

Apalagi saat ini belum tersedia obat maupun vaksin untuk mengatasi penyakit tersebut.

Dengan melakukan berbagai cara menjaga organ pernapasan, maka kita sudah berperan dalam pencegahan penyebaran virus corona yang semakin merajalela.

Ingat, organ pernapasan bukan hanya paru-paru. Mulut, hidung, hingga tenggorokan juga termasuk ke dalamnya. Sehingga, pencegahannya pun perlu dilakukan secara keseluruhan.

Cara menjaga organ pernapasan

Jangan langsung memikirkan cara rumit untuk menjaga organ pernapasan tetap sehat. Sebab ternyata, berbagai langkah berikut ini bisa kita lakukan untuk mendapatkannya

1. Rutin berolahraga

Rutin berolahraga adalah cara menjaga organ pernapasan yang sangat efektif. Sebab dengan aktif bergerak, sirkulasi di tubuh akan berjalan dengan lancar. Dengan begitu, organ pernapasan terutama paru-paru akan selalu terjaga kesehatannya.

Baca juga: Kenali, Olahraga yang Cocok untuk Jaga Imunitas di Masa Pandemi

2. Mengonsumsi makanan bergizi

Mengonsumsi makanan bergizi juga sangat berpengaruh pada kesehatan organ pernapasan. Orang yang kekurangan nutrisi, terbukti lebih rentan mengalami berbagai gangguan pernapasan.

Beberapa vitamin dan mineral yang penting untuk menjaga organ pernapasan antara lain adalah:

  • Vitamin A
  • Vitamin C
  • Vitamin E
  • Zinc
  • Kalium
  • Selenium
  • Magnesium
3. Minum banyak air putih

Banyak minum air putih adalah salah satu cara menjaga organ pernapasan paling sederhana.

Dengan banyak minum air, mukus atau lendir yang setiap harinya menumpuk di saluran pernapasan akan mudah larut sehingga tidak menyumbat maupun menimbulkan gejala gangguan pernapasan.

Editor: Wisnubrata

Halodoc, Jakarta – Meski sebagian besar jenis bakteri Escherichia coli alias E. coli tidak berbahaya, tapi sebaiknya infeksi bakteri ini dihindari. Pasalnya, ada beberapa jenis bakteri E. coli yang bisa membahayakan dan merugikan kesehatan, salah satunya E. coli O157:H7. Bakteri ini bisa menyebabkan keracunan makanan dan infeksi yang serius.

E. coli adalah jenis bakteri yang umum ditemukan di dalam usus manusia. Bakteri ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, mulai dari konsumsi makanan yang terkontaminasi, minum air yang mengandung bakteri E. coli, hingga kontak langsung dengan orang yang sudah terinfeksi. Kontak dengan binatang, misalnya peliharaan, juga bisa meningkatkan risiko seseorang terinfeksi bakteri E. coli.

Gejala dari penyakit ini biasanya baru mulai terasa setelah tiga atau empat hari bakteri menyerang. Meski demikian, ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan tubuh menunjukkan gejala segera setelah tubuh terpapar bakteri. Ada beberapa gejala umum yang sering muncul sebagai tanda infeksi E. coli, mulai dari nyeri pada perut, diare, menurunnya nafsu makan, mual dan muntah, demam, hingga mudah merasa lelah.

Umumnya, infeksi bakteri ini bisa diatasi dengan perawatan dan pengobatan sendiri di rumah. Pengidapnya biasanya akan pulih dalam hitungan hari atau dalam satu minggu. Namun, jika gejala yang ditunjukkan dirasa semakin parah dan tak kunjung sembuh setelah beberapa hari, sebaiknya segera temui dokter untuk mendapatkan pertolongan medis.

Infeksi bakteri E. coli yang menyebabkan diare lebih dari lima hari, demam, muntah-muntah lebih dari 12 jam, hingga dehidrasi, harus segera mendapat pertolongan medis. Hal itu untuk membantu menghindari komplikasi yang lebih buruk dari infeksi bakteri ini.

Komplikasi Infeksi Bakteri E. Coli

Infeksi bakteri E. coli ternyata juga bisa menyebabkan terjadinya komplikasi. Meski jarang, infeksi bakteri ini berpotensi menimbulkan komplikasi yang dinamakan sindrom uremik hemolitik (HUS). Sindrom ini bisa memicu terjadinya gagal ginjal dan bisa membahayakan nyawa jika tidak segera ditangani.

Tak hanya itu, komplikasi karena infeksi bakteri ini ternyata lebih rentan dialami anak-anak. Infeksi bakteri E. coli pada anak-anak memicu komplikasi karena ketidakmampuan tubuh dalam bertahan. Selain itu, kekurangan cairan dan darah yang keluar melalui muntah dan diare juga menjadi penyebab komplikasi karena bakteri E. coli lebih mudah menyerang anak.

Cara Menghindari Infeksi E. Coli

Agar terhindar dari infeksi dan komplikasinya, maka perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi bakteri ini. Ada cara yang bisa dilakukan untuk menghindari infeksi bakteri E. Coli, di antaranya:

1. Mencuci Tangan

Salah satu cara terbaik untuk mencegah penularan bakteri E. coli adalah dengan rutin mencuci tangan. Terutama, setelah keluar menggunakan kamar mandi, menyentuh binatang atau bekerja di lingkungan yang banyak binatang, dan sebelum memasak, menyajikan, ataupun mengonsumsi makanan.

2. Menjaga Kebersihan Makanan

Seperti diketahui, bakteri E. coli sering ditemukan di usus, dan sangat mudah masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dikonsumsi. Maka dari itu, memperhatikan kebersihan makanan yang dikonsumsi merupakan cara terbaik untuk menghindari serangan bakteri ini.

Selain mencuci tangan sebelum memasak dan sebelum makan, pastikan juga untuk selalu mencuci sayur, buah, dan bahan makanan lain hingga bersih. Sebaiknya perhatikan juga kebersihan peralatan masak dan peralatan makan yang digunakan.

3. Masak dengan Benar

Bakteri E. coli lebih rentan terkandung dalam makanan yang tidak dimasak dengan benar, misalnya daging sapi. Karena itu, pastikan untuk memasak jenis makanan ini dengan suhu yang tepat untuk menghilangkan bakteri E. coli.

Selain itu, menyimpan bahan makanan dengan benar juga bisa membantu menghindari bakteri E. coli menyerang. Masukkan makanan sisa ke dalam lemari pendingin alias kulkas agar tidak terjangkit bakteri.

4. Jangan Sembarangan Minum Air

Bakteri E. coli bisa berada di mana saja, termasuk dalam air. Maka dari itu, hindari sembarangan minum air agar terhindar dari infeksi bakteri. Selain itu, tidak mengonsumsi susu mentah atau yang tidak dipasteurisasi.

Punya masalah kesehatan dan butuh saran dokter segera? Pakai aplikasi Halodoc saja! Lebih mudah menghubungi dokter melalui Video/Voice Call dan Chat. Dapatkan tips menjaga kesehatan dan rekomendasi beli obat dari dokter terpercaya. Yuk, download Halodoc sekarang di App Store dan Google Play!

Baca juga:

RATA-RATA orang Indonesia mengonsumsi air minum dalam kemasan. Tetapi apakah air minum kemasan benar-benar berkualitas?

Apa yang harus kita lakukan agar kita terhindar dari bakteri yang merugikan saat mengkonsumsi air

BANYAK orang beranggapan kalau air minum dalam kemasan menjadi sebuah jaminan kualitas kesehatan. Pasalnya iming-iming Standar Nasional Indonesia dan BPOM yang tercantum di dalam kemasannya membuat orang tak meragukan kualitas dan kesehatannya. Padahal sebenarnya, tak semua air minum dalam kemasan memenuhi standar tersebut. Ada banyak air minum dalam kemasan abal-abal dan dijual dengan harga murah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI no 97/Menkes/SK/VII/2002, yang dimaksud dengan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat dan langsung diminum. “Kualitas air minum dalam kemasan itu harus memenuhi syarat mikrobiologi, klinis, dan syarat fisik,” kata Ika Setyani, ahli gizi dari MRCCC Siloam Semanggi seperti dilansir CNNIndonesia.com. “Syarat fisik bisa dilihat dari penampilannya, sedangkan syarat mikrobiologi terkait adanya bakteri merugikan seperti E.coli. Kalau syarat kimia terkait zat yang ada dalam air.”

Ika menambahkan jika ketiga syarat tersebut tak dipenuhi, maka air minum dalam kemasan tak bisa dikatakan memenuhi kualitas. Bahayanya, konsumsi air minum kemasan yang tak sehat ini mengandung berbagai bakteri berbahaya yang bisa menyebabkan sakit perut sampai diare.

Lalu bagaimana caranya untuk mengenali ciri-ciri air minum berkualitas?

PERTAMA, syarat fisik. Secara fisik air minum yang sehat haruslah bening (tidak berwarna) dan tidak berbau. Mengutip Buckle KA, dalam buku Ilmu Pangan (1987), air yang bisa diminum haruslah tidak mengandung bahan tersuspensi atau keruh. Selain itu, air minum kemasan yang berkualitas juga harus memiliki suhu di bawah suhu udara di luarnya (dalam suhu ruang).

KEDUA, syarat mikrobiologi.Syarat mikrobiologi ini disebut juga sebagai syarat bakteriologis. Karena digunakan sebagai untuk minum, air minum dalam kemasan harus bebas dari segala macam bakteri yang mencemarinya. “Terutama, harus bebas dari bakteri patogen (penyebab penyakit),” kata Ika. Untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan patogen dalam air minum kemasan tersebut, maka air minum harus diuji di laboratorium.

KETIGA, syarat kimia. Air minum yang sehat juga harus memenuhi syarat kimia yang dibutuhkan. Artinya, air harus mengandung zat-zat tertentu yang dibutuhkan, misalnya zat besi, mangan, dan klorida. Zat tersebut juga harus ada dalam jumlah tertentu. Kekurangan atau kelebihan zat tertentu dalam air akan menyebabkan ketidakseimbangan. Parahnya ini juga akan mengganggu kondisi fisiologis seseorang.

Apa Rasa Air Putih?

AIR minum atau biasa disebut air putih, rasanya apa? Kebanyakan kita akan bilang, tak ada rasanya sama sekali. Tapi kalau tak ada rasanya, kok kita tahu yang sedang kita minum itu air putih?

Sebuah penelitian terbaru telah menyingkapkan jawabannya. Jadi, lidah kita sendiri punya cara tersendiri dalam mendeteksi air putih. Lidah mengetahui bahwa yang kita minum adalah air bukan dengan mencicip air itu sendiri, melainkan dengan mendeteksi acid, atau yang bisa kita sebut asam.

Mamalia, seperti kita manusia, membutuhkan air untuk bertahan hidup. Jadi, mamalia perlu memastikan apakah yang mereka minum itu air atau bukan. Indera pengecap kita sudah berevolusi untuk mendeteksi substansi yang kita perlukan, seperti gula dan garam. “Jadi, mendeteksi air juga perlu indera,” kata Yuki Oka, yang belajar mengenai otak di Institut Teknologi California di Pasadena, seperti dikutip sciencenewsforstudents.org, baru-baru ini.

Oka dan timnya menemukan area di otak yang disebut hypothalamus yang bisa mengontrol rasa haus. Tapi otak sendiri tak bisa mengecap, bukan? Ia harus menerima sinyal dari mulut, yang mempunyai indera pengecap yaitu lidah. “Harus ada sensor yang mengecap air, sehingga kita bisa memilih cairan yang benar,” tutur Oka. Kalau tidak, bisa saja kita meminum cairan lain. Kalau itu racun, waduh, alamat melayang nyawa kita.

Untuk melacak pengecap air ini, Oka dan timnya meneteskan cairan berbeda-beda pada lidah tikus: manis, asam, dan rasa gurih. Mereka juga meneteskan air murni.

Pada saat yang sama, mereka merekam sinyal elektronik dari sel saraf yang tersambung ke indera pengecap. Seperti diduga, tikus menunjukkan respons yang kuat atas rasa-rasa tersebut, termasuk air murni.

Penjelasan ilmiahnya begini: jadi mulut kita itu kan mengandung liur, yang terdiri dari campuran enzim dan molekul lain, termasuk ion bicarbonate, yaitu molekul kecil dengan muatan negatif. Bicarbonate membuat liur dan mulut jadi agak basic, yaitu punya pH lebih tinggi dari air murni.

Ketika air murni masuk ke mulut, ia akan menyapu liur. Maka sebuah enzim di mulut pun kemudian masuk menggantikan ion-ion tadi. Enzim ini terdiri dari karbondioksida dan air untuk membuat bicarbonate. Efek sampingnya, ia juga memproduksi proton.

Nah, bicarbonate itu basic, sedang proton itu asam. Di sinilah, indera pengecap kita mendeteksi asam, seperti halnya mendeteksi rasa asam pada lemon. Tapi bukan berarti air itu rasanya asam lho ya.