Apa yang menyebabkan munculnya islam wetu telu…

Apa yang menyebabkan munculnya islam wetu telu…

Islam Wetu Telu adalah sistem kepercayaan sinkretik hasil saling silang ajaran Islam, Hindu, dan unsur animisme dan antropomorfimisme (Boda). Komunitas Islam Wetu telu adalah segolongan minoritas dari etnis Sasak penganut sistem kepercayaan sinkretik hasil saling silang ajaran Islam, Hindu dan unsur animisme dan antropomorfimisme (Boda). Adanya sikritisme semacam itu tercermin pula pada sejumlah lontar yang ditemukan di Lombok, banyak diantara lontar tersebut yang dimulai dari lafal “Bismillah” tapi selanjutnya  memberikan ajaran yang jelas-jelas berdasarkan filsafat Hindu dan Budha. Oleh karena itu Vogellaesaeng mengatakan bahwa Islam Wetu Telu adalah agama Majapahit (Hindu dan Budha) yang sudah dipernis dengan ajaran Islam. 

Pada awal penyebaran agama Islam di Lombok, para penyebar Islam tidak pernah menyinggung adat, malah sebaliknya menggunakan adat sebagai alat penyebar Islam selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Al-Quran ditulis dengan memakai tinta Cina, begitu pula dengan kitab-kitab agama dari bahasa Arab disusun dalam bahasa Jawa Kuno dalam bentuk tembang seperti :

1.      Shalat Mayit

2.      Shalat Hari Lebaran

3.      Shalat Jum’at

Pada awal penyebaran Islam, para penyebar tidak mewajibkan secara langsung kepada masyarakat di Gumi Sasak untuk Shalat Wajib tetapi yang Shalat cukup hanya Kyai dan Pemangku. Hal inilah yang terjadi sampai sekarang sebagai sebuah bentuk ajaran Islam Wetu Telu.

A.    ISLAM WETU TELU

1.      Sebab Munculnya Islam Wetu Telu

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas secara rinci dapat dijelaskan bahwa sebab-sebab  munculnya Islam Wetu Telu sebagai berikut :

a.       Kedatangan Islam pada saat kuatnya kepercayaan tradisional seperti animisme, dinamisme, antropomorfisme (Boda).

b.      Dominasi ajaran Hindu Majapahit yang telah mendalam.

c.       Para mubalig yang menyampaikan Ajaran Islam meninggalkan tempat tersebut untuk menyebarkan agama Islam ke tempat/daerah lain seperti Sumbawa, Dompu dan Bima.

d.      Para murid yang melanjutkan pengajaran agama Islam memiliki keilmuan tentang Islam yang belum tuntas dari gurunya.

e.       Keengganan dan ketidakmampuan menafsirkembangkan ajaran Islam.

f.       Metode Dakwah yang tidak merusak adat istiadat setempat. Sikap toleran para mubalig terhadap kepercayaan lokal tradisional menimbulkan persepsi tersendiri di kalangkan masyarakat Sasak bahwa ajaran Islam sejatinya tidak berbeda dengan kepercayaan leluhurnya.

g.      Kebijakan politik keagamaan para penguasa Hindu-Bali di Lombok yang secara umum menghambat proses pembinaan keagamaan umat Islam.

h.      Penyebaran Agama Hindu secara aktif dilangsungkan menyusul semakin pudarnya keislaman pada masyarakat Sasak. Demikian (Nirartha), seorang pendeta berkasta Brahmana yang aktif berusaha menyebarkan Hindu berdasarkan mandat dari raja Bali. Dalam praktiknya, ia mencoba meramu antar unsur dalam ajaran Islam, Hindu dan kepercayaan tradisional (boda) masyarakat.

2.      Arti dan Makna Wetu Telu

Beberapa arti dan makna Wetu Telu dapat dijabarkan sebagai beerikut

a.       Wetu berarti hukum dan telu berarti tiga. Adapun hukum yang ketiga itu yang dimaksudkan ialah

1)      Adat

2)      Agama

3)      Pemerintah

b.      Semua makhluk hidup muncul (metu) melalui tiga jenis sistem yaitu

1)      Mentiuq (berkembang  biak dari benih) seperti tumbuhan

2)      Menteluq (bertelur) seperti unggas

3)      Menganak (melahirkan) seperti manusia

c.       Pengakuan terhadap tuhan, adam dan hawa

d.      Keharusan semua makluk hidup melalui tiga tahapan rangkaian siklus yaitu :

1)      Menganak (dilahirkan)

2)      Urip (hidup)

3)      Mate (meninggal dunia)

e.       Kepercayaan masyarakat terhadap Al-Quran, Hadist, dan Ijma para ulama.

f.       Kenyataan hidup yang tidak pernah terlepas dari

1)      Hari

2)      Bulan

3)      Tahun

3.      Komunitas dan Ritual Wetu Telu

Sampai saat ini, komunitas Waktu Telu terletak di kawsan Tanjung dan beberapa desa di kecamatan Bayan seperti Loloan, Anyar, Akar-akar, dan Mumbul Sari. Sedangkan dusun-dusunnya memusat di Senaru, Barung Birak, Jeruk Manis, Dasan Tutul, Nangka Rempek, Semongka dan Lendang Jeliti. Bahkan sisa-sisa kepercayaan kepada suatu benda masih tersisa sampai sekarang.

Pada prinsipnya bentuk ritual Wetu Telu dapat disederhanakan ke dalam dua bentuk perwujudan yaitu.

a.      Penghormatan Terhadap Roh

Keyakinan komunitas Islam Wetu Telu adalah percaya kepada makhluk halus yang bersemayam pada benda mati atau benda tertentu atau memiliki kekuatan tetapi tunduk di hadapkan kekuatan Tuhan. Menyangkut Roh leluhur, mereka percaya bahwa Adam dan Hawa merupakan asal usul nenek moyang kita.

Untuk penghormatan terhadap leluhur yang terdahulu mereka memperlakukannya secara berlebihan. Mereka beranggapan bahwa  kuburannya sebagai makam keramat sedangkan dari kelompok-kelompok yang terakhir mereka kuburkan di pemakaman biasa.

b.      Penyelenggaraan Upacara Tertentu

Banyak bentuk ritual yang dihayati dan dijalankan oleh komunitas Islam Wetu Telu, antara lain.

1)      Perayaan Hari Besar Islam

Perayaan Hari Besar Islam bukan hanya dilakukan oleh masyarakat Islam dari kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah, akan tetapi Perayaan Hari Besar Islam dilaksanakan secara rutin oleh masyarakat Islam Wetu Telu. Perayaan-perayaan tersebut dilakukan untuk mengenang kembali dan mengambil nilai-nilai yang positif.

Adapun bentuk-bentuk uopacara Islam Wetu Telu seperti :

a)      Roah Wulan dilaksanakan pada bulan Sya’ban

b)      Selamatan Qunut dilaksanakan pada bulan Ramadhan

c)      Maleman Likuran dilaksanakan pada bulan Ramadhan

d)     Malaman Fitrah dilaksanakan pada bulan Ramadhan

e)      Lebaran Topat dilaksanakan pada bulan Syawal

f)       Qulhu Sataq dilaksanakan pada bulan Syawal

g)      Selamatan Bubur Putiq dilaksanakan pada bulan Syafar

h)      Selamatan Bubur Abang dilaksanakan pada bulan Syafar

i)        Ngangkat Syare’at Maulud dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal

j)        Teq Berat Isra’ Mikraj dilaksanakan pada bulan Rajab.

2)       Upacara Peralihan Individu

Upacara Peralihan Individual dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur dan berharap akan menemukan perjalanan hidup yang lebih baik. Perjalanan hidup yang dimaksudkan adalah perjalanan ketika masih hidup di dunia maupun kehidupan di hari kemudian.

Upacara yang terkait dengan seseorang atau individu yang dilaksanakan pada waktu masih hidup disebut gawe urip sedangkan upacara ritual yang dilaksanakan setelah orang tersebut meninggal dunia disebut gawe pati.

a)      Gawe Urip

v  Buang au (upacara kelahiran)

v  Ngurisang (potong rambut)

v  Molang malik

v  Ngitanang (sunatan)

v  Merosok (meratakan gigi)

v  Merariq

v  Saur sesangi (memenuhi sumpah)

v  Rowah bale

b)     Gawe Pati

v  Selamatan nyusur tanaq (pemakaman)

v  Nelung (ritual hari ketiga)

v  Mituq (ritual hari ketujuh)

v  Nyiwaq (ritual hari kesembilan)

v  Matang puluh (ritual hari keempat puluh)

v  Nyatus (ritual hari keseratus)

v  Nyiu (ritual hari keseribu)

v  Naonin (ritual pada hari kematian)selamatan mengasuh

3)      Upacara Siklus Tanam

Banyak ritual yang dilakukan pada waktu melangsungkan proses menanam suatu jenis tumbuhan yang disebut adat bonga padi. Upacara ini dilakukan sebagai rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan berharap agar segala sesuatu jerih payah pada waktu menanam dapat lebih bermanfaat. Prosesi atau ritual ini merupakan salah satu bentuk aplikasi masyarakat Islam Wektu Telu dalam Pengelolaan sumber daya alam.

Bentuk-bentuk upacara adat seperti itu disebut adat bunga padi. Adat tersebut dilakukan pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan musim tanam atau kalender yang telah ditentukan dalam sistem penanggalan. Adapun bentuk-bentuk adat bonga padi antara lain :

a)      Ngaji makam Turun Bibit

b)      Ngaji Makam Tunas Setamba

c)      Ngaji Makam Ngaturang Ulak Kaya

d)     Nyelametang Pare

e)      Ngaji Ngrangkep

f)       Rowah Sambi

g)      Rowah Gelang

h)      Selametang Kuta(lawang Desa)

i)        Selamatan Obor (Subak)

Untuk pelaksanaan setiap upacara tersebut khususnya untuk adat bonga padi dilakukan dengan memakai kalender Islam (Tahun Hijriah) tetapi juga mempergunakan pola dan sistem penghitungan kalender Islam Wetu Telu. Kalender tersebut mengenal  Siklus 8 tahunan, 12 bulanan, dan 7 hari dalam seminggu, dengan nama tahun-tahun alif, dan seterusnya.