Apa yang terjadi di Semarang

Pertempuran Lima Hari di Semarang merupakan salah satu pertempuran yang terjadi untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada Oktober 1945, untuk mengenang pengorbanan rakyat dalam Pertempuran Lima Hari, sebuah tugu dibangun di tengah alun-alun Semarang. Gubenur Jawa Tengah kedua, Wongsonegoro meletakkan batu pertama pembangunan tugu yang diberi nama Tugu Muda pada 28 Oktober 1945. Namun, tugu tersebut tidak lama berdiri. Tugu ini dibongkar oleh tentara Belanda yang tergabung dalam NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie) dan RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees).
Pembangunan ulang Tugu Muda muncul pada tahun 1950. Atas inisiatif dari anggota eks. Angkatan Muda seperti Martadi, Suroso, A. Djaja, Suwarno, Tjipto, Salim, dan Lenan Kolonel Sudiarto, dibentuk suatu panitia yang bertugas mempersiapkan pembangunan Tugu Muda yang baru. Namun, dalam perjalanannya panitia ini berubah dan kemudian diketuai oleh Walikota Semarang ketiga RM. Hadisoebeno Sosrowerdoyo. Tugu yang baru ini dibangun di simpang lima yang berada di depan kantor Divisi Diponegoro. Tugu mulai dibangun pada Mei 1952. Peletakkan batu pertamanya dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah ketiga, R. Boedijono.
Tugu Muda baru ini pada awalnya akan dibangun dengan biaya sebesar Rp 30.000,00. Adanya kenaikan harga bahan dan lain-lain membuat biaya pembangunan naik menjadi Rp. 300.000,00. Biaya pembangunan Tugu Muda baru ini diperoleh dari sumbangan masyarakat di Semarang. Tugu Muda yang baru diresmikan tepat saat Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1953. Tugu Muda diresmikan oleh oleh Presiden Soekarno tepat pukul 09.25.

Struktur Cagar Budaya Tugu Muda terletak di dekat Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu dan Museum Mandala Bhakti. Tugu ini terletak di tengah pertemuan antara Jalan Imam Bonjol, Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran, dan Jalan Mgr. Sugiyapranata. Tugu Muda jika dilihat sekilas bentuknya mirip dengan sebuah lilin. Bagian kepala tugu berbentuk seperti api yang sedang menyala.
Bentuk api ini menggambarkan semangat juang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang tidak akan pernah padam. Bagian tengah tugu berbentuk seperti bambu runcing yang mempunyai arti senjata yang dipakai oleh para pejuang dalam usaha untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Bambu runcing ini berbentuk tegak ke atas dan berjumlah lima buah. Bambu runcing yang berjumlah lima buah ini menggambarkan Pertempuran Lima Hari yang terjadi di Semarang pada tanggal 15 hingga 19 Oktober 1945.
Di bawah bagian bambu runcing terdapat lima buah batu yang mempunyai pahatan lambang sila-sila dalam Pancasila, yaitu bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, dan padi dan kapas. Di bagian bawah pahatan bambu Pancasila ini terdapat lima penyangga yang mempunyai berbagai macam hiasan pahatan yang berupa:
1. Patung Hongerodeem (Busung Lapar)
Patung ini dipahat oleh seniman Edhi Sunarso. Pahatan menggambarkan hidup rakyat Indonesia di masa pendudukan Belanda dan Jepang yang tertindas dan menderita. Di masa penjajahan tersebut, banyak rakyat Indonesia yang kelaparan. Hal tersebut membuat Hongerodeem atau Busung Lapar banyak menyerang rakyat Indonesia.
2. Patung Pertempuran
Patung ini dipahat oleh Joeski yang berasal dari Aceh. Pahatan patung ini mempunyai arti semangat pertempuran dan keberanian Angkatan Muda Semarang saat Pertempuran Lima Hari.
3. Patung Penyerangan
Patung ini dipahat oleh Bakri yang juga berasal dari Aceh. Pahatan patung ini menggambarkan perlawanan rakyat Indonesia terhadap pihak-pihak penindas yang mencoba menggagalkan usaha rakyat Indonesia untuk bebas dari penjajahan.
4. Patung Korban
Patung ini dipahat oleh Nasir Bondan dari Banten. Pahatan patung ini menggambarkan rakyat yang menjadi korban dalam Pertempuran Lima Hari.
5. Patung Kemenangan
Patung ini dipahat oleh Djony Trisno dari Salatiga. Pahatan patung ini menggambarkan tentang hasil jerih payah usaha dan pengorbanan yang terjadi di Semarang.
6. Ukiran-ukiran lain yang dibuat oleh Roestamadji.