Apa yang terjadi pada cambridge dan facebook

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah dokumen yang diungkap ke publik menunjukkan Facebook mulai sadar bahwa Cambridge Analytica kemungkinan telah mengumpulkan data profil pengguna tiga bulan sebelum sebuah surat kabar mengungkapkan perusahaan riset politik itu menggunakan informasi tersebut untuk menargetkan para pemilih dalam pemilu AS 2016.

Komunikasi internal yang terjadi ketika itu, mengacu pada keprihatinan atas Cambridge Analytica. karyawan Facebook mendiskusikan Cambridge Analytica dan pihak ketiga lainnya yang telah diperingatkan karena menggunakan data dengan cara yang bisa melanggar kebijakan privasi.

Para karyawan Facebook juga telah menghubungi perusahaan yang bersangkutan untuk menyelidiki penggunaan data Facebook. Hal ini sudah disadari sejak September 2015, seperti dikutip dari CNBC International, Sabtu (24/8/2019)

Asal tahu saja, Pada April 2018, CEO Facebook Mark Zuckerberg bersaksi di depan Senat bahwa perusahaan mengetahui potensi masalah ini pada 2015. "Cambridge Analytica telah membeli data yang dibagikan pengguna dari pengembang aplikasi di Facebook," dan meminta Facebook telah meminta perusahaan itu menghapus dan berhenti menggunakan data dari Facebook.

Pilihan Redaksi

  • Usai Balas China, Trump 'Hukum' Perancis Dengan Pajak Anggur
  • Fakta Ibu Kota Baru di Kalimantan, Aman Dari Gempa?
  • Boikot iPhone & HongMeng, Juru Selamat Huawei dari Sanksi AS?

Pada bulan Juli 2019, Otoritas Bursa AS (SEC) mengajukan keberatan pada pernyataan Facebook yang dianggap menyesatkan dengan mengklaim bahwa penyalahgunaan data merupakan risiko ketika mereka telah mengetahui adanya penyalahgunaan.

Dalam keberatan tersebut, SEC mengatakan bahwa karyawan dalam grup periklanan politik Facebook ingin menyelidiki potensi pengambilan data oleh Cambridge Analytica pada September 2015, tiga bulan sebelum laporan The Guardian tentang penggunaan data Facebook oleh Cambridge Analytica.

Facebook mengatakan dalam sebuah posting blog pada hari Jumat bahwa dokumen tersebut "memiliki potensi untuk membingungkan dua peristiwa berbeda seputar pengetahuan kita tentang Cambridge Analytica."

Apa yang terjadi pada cambridge dan facebook
Foto:Christopher Wylie, pembocor kasus Cambridge Analityca (CNBC International)

Facebook mengatakan dalam posnya bahwa pada saat itu, "seorang karyawan Facebook berbagi desas-desus yang tidak berdasar dari pesaing Cambridge Analytica, yang mengklaim bahwa perusahaan analisis data mengikis data publik."

Skandal Cambridge Analityca merupakan salah satu kasus penyalahgunaan data terbesar di dunia. Ada 87 juta data pengguna Facebook yang disalahgunakan. Data tersebut untuk kepentingan kampanye pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada tahun 2016.

lembaga ini melalui facebook. Pengguna yang mengisi data dalam kuis psikologis tersebut langsung diproses oleh Cambridge Analityca.

Skandal pencurian dana ini diungkapkan oleh Christopher Wylie.

"Kami menggunakan Facebook untuk mengumpulkan profil jutaan orang. Dan membangun model yang dapat mengeksploitasi apa yang kami ketahui tentang mereka dan menargetkan kebencian dalam hati mereka. Itu adalah dasar dari mengapa perusahaan ini dibangun," ujarnya kepada Observer yang dikutip AFP.

Cambridge Analytica diketahui dibiayai hingga US$15 juta (Rp 206,3 miliar) oleh miliuner AS Robert Mercer yang juga seorang donor besar untuk Partai Republik, partai penyokong Trump.

Observer melaporkan perusahaan itu dipimpin oleh Steve Bannon, seorang penasihat Trump sebelum dipecat tahun lalu, pada masa kampanye itu.

Artikel Selanjutnya

Tersandung Kasus, Facebook Tak Lagi Jadi Tempat Kerja Idaman

(roy/roy)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah dokumen yang diungkap ke publik menunjukkan Facebook mulai sadar bahwa Cambridge Analytica kemungkinan telah mengumpulkan data profil pengguna tiga bulan sebelum sebuah surat kabar mengungkapkan perusahaan riset politik itu menggunakan informasi tersebut untuk menargetkan para pemilih dalam pemilu AS 2016.

Komunikasi internal yang terjadi ketika itu, mengacu pada keprihatinan atas Cambridge Analytica. karyawan Facebook mendiskusikan Cambridge Analytica dan pihak ketiga lainnya yang telah diperingatkan karena menggunakan data dengan cara yang bisa melanggar kebijakan privasi.

Para karyawan Facebook juga telah menghubungi perusahaan yang bersangkutan untuk menyelidiki penggunaan data Facebook. Hal ini sudah disadari sejak September 2015, seperti dikutip dari CNBC International, Sabtu (24/8/2019)

Asal tahu saja, Pada April 2018, CEO Facebook Mark Zuckerberg bersaksi di depan Senat bahwa perusahaan mengetahui potensi masalah ini pada 2015. "Cambridge Analytica telah membeli data yang dibagikan pengguna dari pengembang aplikasi di Facebook," dan meminta Facebook telah meminta perusahaan itu menghapus dan berhenti menggunakan data dari Facebook.

Pilihan Redaksi

  • Usai Balas China, Trump 'Hukum' Perancis Dengan Pajak Anggur
  • Fakta Ibu Kota Baru di Kalimantan, Aman Dari Gempa?
  • Boikot iPhone & HongMeng, Juru Selamat Huawei dari Sanksi AS?

Pada bulan Juli 2019, Otoritas Bursa AS (SEC) mengajukan keberatan pada pernyataan Facebook yang dianggap menyesatkan dengan mengklaim bahwa penyalahgunaan data merupakan risiko ketika mereka telah mengetahui adanya penyalahgunaan.

Dalam keberatan tersebut, SEC mengatakan bahwa karyawan dalam grup periklanan politik Facebook ingin menyelidiki potensi pengambilan data oleh Cambridge Analytica pada September 2015, tiga bulan sebelum laporan The Guardian tentang penggunaan data Facebook oleh Cambridge Analytica.

Facebook mengatakan dalam sebuah posting blog pada hari Jumat bahwa dokumen tersebut "memiliki potensi untuk membingungkan dua peristiwa berbeda seputar pengetahuan kita tentang Cambridge Analytica."

Foto:Christopher Wylie, pembocor kasus Cambridge Analityca (CNBC International)

Facebook mengatakan dalam posnya bahwa pada saat itu, "seorang karyawan Facebook berbagi desas-desus yang tidak berdasar dari pesaing Cambridge Analytica, yang mengklaim bahwa perusahaan analisis data mengikis data publik."

Skandal Cambridge Analityca merupakan salah satu kasus penyalahgunaan data terbesar di dunia. Ada 87 juta data pengguna Facebook yang disalahgunakan. Data tersebut untuk kepentingan kampanye pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada tahun 2016.

lembaga ini melalui facebook. Pengguna yang mengisi data dalam kuis psikologis tersebut langsung diproses oleh Cambridge Analityca.

Skandal pencurian dana ini diungkapkan oleh Christopher Wylie.

"Kami menggunakan Facebook untuk mengumpulkan profil jutaan orang. Dan membangun model yang dapat mengeksploitasi apa yang kami ketahui tentang mereka dan menargetkan kebencian dalam hati mereka. Itu adalah dasar dari mengapa perusahaan ini dibangun," ujarnya kepada Observer yang dikutip AFP.

Cambridge Analytica diketahui dibiayai hingga US$15 juta (Rp 206,3 miliar) oleh miliuner AS Robert Mercer yang juga seorang donor besar untuk Partai Republik, partai penyokong Trump.

Observer melaporkan perusahaan itu dipimpin oleh Steve Bannon, seorang penasihat Trump sebelum dipecat tahun lalu, pada masa kampanye itu.

Artikel Selanjutnya

Tersandung Kasus, Facebook Tak Lagi Jadi Tempat Kerja Idaman

(roy/roy)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jaksa wilayah Washington DC, Amerika Serikat (AS), mengajukan gugatan kepada pendiri Facebook, Mark Zuckerberg. Mark disebut gagal dalam melindungi data konsumennya.

Ini terkait kasus Cambridge Analytica, sebuah konsultan politik AS. Dalam sebuah pernyataan, Jaksa Agung Karl Racine mengatakan telah mendapat beberapa bukti kuat terkait pelanggaran yang dilakukan Mark.

Pilihan Redaksi

  • Mengenal Rothschild, Keluarga Yahudi Tajir Terseret Elon Musk
  • Joe Biden Dilarang Masuk Rusia, Tapi Donald Trump Boleh
  • Putin Minggir Dulu, Xi Jinping "Ngamuk" ke Amerika

"Pelanggaran keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini mengungkap puluhan juta informasi pribadi orang Amerika, dan kebijakan Mr. Zuckerberg memungkinkan upaya bertahun-tahun untuk menyesatkan pengguna tentang sejauh mana perilaku salah Facebook," ujarnya dalam keterangan pers dikutip ABC News, Selasa (24/5/2022).

Upaya Racine sebenarnya sudah lama. Ia sendiri mengajukan gugatan terhadap Facebook pada Desember 2018. Namun, pada bulan Maret, seorang hakim memutuskan upaya Racine untuk menambahkan Zuckerberg.

"Gugatan ini tidak hanya dibenarkan, tetapi perlu. Ini mengirimkan pesan bahwa para pemimpin perusahaan, termasuk CEO, akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka," tambah Racine.

Skandal Cambridge Analityca merupakan salah satu kasus penyalahgunaan data terbesar di dunia. Ada 87 juta data pengguna Facebook yang disalahgunakan.

Data tersebut dipakai untuk kepentingan kampanye pemilu presiden Donald Trump pada tahun 2016. Trump sendiri menang pemilu dan menjadi presiden ke-45 AS.

Lembaga ini beroperasi melalui Facebook. Pengguna yang mengisi data dalam kuis psikologis langsung diproses oleh Cambridge Analityca.

Skandal pencurian data ini kemudian diungkapkan oleh Christopher Wylie. Ia adalah konsultan data asal Kanada yang pernah bekerja di sana.

"Kami menggunakan Facebook untuk mengumpulkan profil jutaan orang. Dan membangun model yang dapat mengeksploitasi apa yang kami ketahui tentang mereka dan menargetkan kebencian dalam hati mereka. Itu adalah dasar dari mengapa perusahaan ini dibangun," ujarnya kepada Observer yang dikutip AFP.

Cambridge Analytica diketahui dibiayai hingga US$15 juta oleh miliuner AS Robert Mercer yang juga seorang donor besar untuk Partai Republik, partai penyokong Trump. Observer melaporkan perusahaan itu dipimpin oleh Steve Bannon, seorang penasihat Trump sebelum dipecat.

[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)

Cambridge analytica apa itu?

Cambridge Analytica merupakan lembaga konsultan yang disewa penasihat politik Donald Trump, Steve Bannon untuk memenangkan Pemilu AS, 2016. Namun, pencurian data oleh Cambridge Analytica dilakukan lewat aplikasi kuis kepribadian yang dibuat seorang peneliti Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan, sejak 2013.

Siapa yang buat facebook?

Pada tahun 2004, Mark Zuckerberg, Eduardo Saverin, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes, semua mahasiswa Harvard, mendirikan Facebook. Popularitas Facebook tumbuh dengan cepat, dan pada akhir tahun 2004, telah melampaui satu juta pengguna aktif.