Apakah makna nama Gajah Mada?

KOMPAS.com - Gajah Mada adalah sosok mahapatih paling berpengaruh dalam perjalanan panjang Kerajaan Majapahit menuju puncak kejayaaannya.

Ia dikenal sebagai sosok patih perkasa yang setia kepada pemangku takhta Majapahit untuk terus menjaga keutuhan dan melebarkan pengaruh kerajaan.

Salah satu peranan Patih Gajah Mada pada masa kejayaan Majapahit adalah menyatukan wilayah nusantara seperti yang diucapkannya dalam Sumpah Palapa.

Jasa-jasanya pun masih diagungkan oleh masyarakat Indonesia di masa sekarang.

Bangsa Indonesia telah menganggap Patih Gajah Mada sebagai pahlawan, simbol patriotisme dan persatuan nasional.

Kisah hidup, perjalanan karier, dan perjuangannya didapatkan dari beberapa sumber, terutama dari Kitab Pararaton, Kitab Negarakertagama, dan prasasti yang berasal dari akhir abad ke-13.

Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya

Asal-usul Gajah Mada

Gajah Mada lahir pada 1299 di sebuah desa terpencil di tepi Sungai Brantas. Selain itu, tidak banyak keterangan tentang asal-usul Gajah Mada yang diketahui.

Bahkan sosok ayah dan ibunya pun belum diketahui secara pasti hingga kini.

Beberapa catatan menyebutkan, Gajah Mada memulai karir dengan membaktikan diri sebagai seorang prajurit Kerajaan Majapahit.

Karena ketangkasan dan kecerdasannya, ia lantas diangkat menjadi bekel (panglima) Bhayangkara, pengawal elit yang bertugas melindungi raja dan keluarga Kerajaan Majapahit.

Saat menjadi bekel inilah, Gajah Mada berhasil menyelamatkan Prabu Jayanegara dan keluarganya saat terjadi pemberontakan oleh Rakrian Kuti, salah satu pejabat di Majapahit.

Gajah Mada membantu Jayanegara melarikan diri dari Trowulan ke Badander dan membawanya kembali ke ibu kota lalu menumpas pemberontakan.

Sebagai balas jasa, Jayanegara mengangkat Gajah Mada menjadi patih.

Saat Jayanegara mangkat, Mahapatih Arya Tadah mengundurkan diri dan Gajah Mada diusulkan untuk menggantikan.

Namun, dirinya menolak dengan alasan ingin melakukan sesuatu lebih dulu untuk Majapahit. Sebab, saat itu memang sedang terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Keta dan Sadeng.

Barulah pada 1334 Gajah Mada resmi dilantik menjadi mahapatih oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi.

Baca juga: Asal-usul Berdirinya Kerajaan Majapahit

Cita-cita Gajah Mada

Saat dilantik menjadi mahapatih, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa.

Isi Sumpah Palapa, yaitu:

"Lamun huwus kalah nusantara, ingsun amukti palapa. Lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Baki, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa"

(Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa (kesenangan). Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pyulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa).

Ketika sumpah tersebut diucapkan, banyak yang meremehkan dan menertawakan cita-cita Gajah Mada untuk menyatukan nusantara.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit

Perjuangan Gajah Mada

Meski sempat berkecil hati lantaran diremehkan dan ditertawakan, Gajah Mada bertekad membuktikan sumpahnya dengan keberanian dan kerja keras.

Selama 21 tahun, yakni antara tahun 1336-1357, dirinya melaksanakan misi untuk menyatukan nusantara hingga akhirnya lebih dari 30 wilayah berhasil dikuasai.

Wilayah-wilayah tersebut adalah Bedahulu (Bali), Lombok, Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudera Pasai, Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludug, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalong, Tanjungkutai, dan Malinau.

Seluruh wilayah yang luas tersebut diayomi dengan semboyan "Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa, dan Mitreka Satata", yang artinya, meskipun berbeda-beda, tetapi tetap satu, sebab tidak ada dharma (kewajiban) yang berbeda.

Masa keemasan Majapahit berlangsung ketika Prabu Hayam Wuruk memerintah dan didampingi Gajah Mada.

Wilayah Majapahit pun semakin luas, yakni hingga mencapai Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Batayan, Luwuk, Makassar, Buton, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Baca juga: Peninggalan Sejarah Kerajaan Majapahit

Akhir hidup

Perang Bubat antara Kerajaan Majapahit dan Sunda Pajajaran pada 1357 mengakhiri kejayaan Gajah Mada.

Perang tersebut bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menjadikan putri Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi, sebagai permaisuri.

Namun, saat pernikahan hendak dilangsungkan, Gajah Mada menginginkan Sunda takluk dan menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan.

Akibat penolakan Sunda, terjadilah perang di Bubat, yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda.

Seluruh rombongan Sunda gugur dalam pertempuran dan langkah diplomasi Hayam Wuruk pun gagal.

Oleh karena itu, Gajah Mada dicabut dari jabatannya sebagai mahapatih.

Pada 1359, Gajah mada kembali diangkat sebagai patih dan diberi wilayah Madakaripura di Tongas, Probolinggo.

Gajah Mada meninggal pada 1364 karena sakit. Dengan meninggalnya Gajah Mada, berakhir pula kebesaran Kerajaan Majapahit.

Referensi:

  • Asmayani, Nurul. (2011). Gajah Mada, Pemersatu Nusantara. Jakarta: Cerdas Interaktif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.