Apakah yang dimaksud dengan rumah sebagai home sweet home?

Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Hari telah terang, malam yang gelap telah berlalu. Inilah hari baru yang disediakan Tuhan buat kita dan seluruh ciptaan-Nya. Semoga kasih-Nya yang baru telah menanti kita.

Petikan firman Tuhan yang hendak kita jadikan pijakan renungan pagi ini dari Roma 16:3,5, “Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus…Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.”

Saudaraku, rumah itu suka bikin kangen. Sejauh manapun kita pergi, seindah apapun tempat yang kita kunjungi, ada saatnya kita musti pulang. Itu berarti yang dimaksud pulang ke rumah. Sesederhana apapun rumah yang kita huni, ke sanalah hati kita berlabuh setelah pergi ke mana saja.

Rumah bukan sekedar bangunan fisik. Keberadaannya secara kasat memang selalu bersifat fisikal. Ada atap genteng, tembok, lantai, daun jendela, pintu dan tetek bengek benda fisik lain yang melekat sebagai bagian yang melengkapi sosok rumah. Rumah tidak sebatas itu. Di rumahlah tempat asuhan cinta kasih manusia ditemukan. Kata cinta diperkenalkan. Wujud kasih diresapi. Kehangatan persaudaraan dijumpai. Di sanalah keluarga mendapat sari pati terbaik kasih sayang.

Karena itu, di kalangan orang Inggris dibedakan antara rumah secara fisik dan hal suasana yang menyenangkan yang hadir dalam rumah. Secara fisik rumah disebut “house”, sedangkan yang menyangkut suasana rumah disebut “home”. Rumah yang penuh kasih dan sarat dengan sayang disebut “home sweet home”.

Saudaraku, secara fisik maupun suasananya, rumah itu memberi kita kehidupan yang lebih manusiawi. Keadaban manusia bisa tercermin lewat rumah. Rumah yang kecil tapi asri dan dilengkapi tegur sapa hangat penghuninya. Itu cukup menjadi penanda siapa penghuninya. Sedangkan di rumah yang kerap sumpah serapah kerap terdengar. Pukulan sering melayang. Jeritan kesakitan terus terjadi. Jelas, bukan keadaban yang kita temui dalam rumah itu, melainkan kebiadaban.

Saudaraku, di saat kekristenan masih tahap pertumbuhannya masih tunas. Rumah tidak semata buat dihuni. Rumah juga menjadi tempat dan nyaman bagi persekutuan orang beriman beribadah. Di rumah paduan suasana kekeluargaan dengan peagungan kepada Allah menyatu. Rumah menjadi tempat kasih persaudaraan lantaran kesamaan gen bersua dengan kasih persaudaraan karena iman. Tentu paduan sangat indah. Di sanalah tunas kekristenan makin memekar.

Salah satu rumah yang mewadahi persaudaraan karena darah berpadu kuat dengan persaudaraan karena iman, adalah rumah Priskila dan Akwila. Rumahnya menjadi rumah bersama. Iman dan kekeluargaan terikat erat. Akwila dan Priskila adalah pasangan suami istri. Mereka korban antisemitisme paling awal. Mereka diusir keluar dari negeri Roma sebab keyahudiannya. Antisemitisme adalah rasa benci yang muncul kepada orang asing, khususnya terhadap orang Semit. Sedangkan orang Yahudi termasuk rumpun semit. Hitler merupakan tokoh antisemit di era modern.

Saudaraku, rasul Paulus menyampaikan salam. Salam merupakan ungkapan harapan terbaik dan ungkapan rasa dekatnya kepada pasangan suami istri itu. Sekaligus salam rasul Paulus kepada Jemaat yang menghidupi imannya dengan menempatkan rumah sebagai tempat khas. Ya, khas. Di rumah Jemaat bersekutu dengan Allah yang penuh kasih sayang, dan di sana juga suka duka persaudaraan dan kekeluargaan dibagi.

Saudaraku, rumah tetap rumah buat manusia dan keluarga bertunas kasih sayang. Dulu maupun kini. Memang dalam konteks masyarakat kita, kini ada larangan rumah yang dijadikan tempat permanen Allah dipuja dan persekutuan dibangun. Labelnya disebut persekutuan liar. Tidak lagi dilihat sebagai tempat di sanalah insan beriman untuk mengasihi Allah, dan kasih kepada sesama dapat ditemui dalam suasana kekeluargaan. Meski demikian, tetap ada yang masih bisa kita lakukan. Yakni kita ambil spiritnya. Semangat atau rohnya yang dapat kita jelmakan adalah, mari rumah kita menjadi tempat doa dan spiritualitas tetap bertunas. Kemodernan mulai menempatkan rumah tempat transit semata. Cuma untuk tidur dan istirahat setelah menjalani hari yang penat. Kita sebaiknya tidak melangkah ke sana. Kita tetapkan pendirian agar rumah sebagai “home sweet home” tetap terpelihara. Di rumah kita ingin mencecap manisnya persaudaraan hidup dengan rukun. Sekaligus di rumah pula manisnya cinta Tuhan dirayakan dalam hidup keseharian. Semoga demikian.

Apakah yang dimaksud dengan rumah sebagai home sweet home?
Home Sweet Home

Bacaan 1: 1Mak 4:36-37. 52-59
Injil: Luk 19:45 – 48

RUMAH adalah tempat yang paling nyaman bagi seseorang. “Home” merupakan tempat tinggal sehingga memiliki hubungan emosional. Berbeda dengan “House” yang lebih bermakna bangunan fisik.

“Home Sweet Home” merupakan sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa nyamannya tinggal di rumah bak surga.

Bentuk rumah kadang tidak begitu penting, baik besar maupun kecil, mewah atau sederhana semuanya tidak mengurangi makna kenyamanan surga tadi.

Saat pulang ke rumah mendapati situasi rumah acak-acakan, tentu akan mempengaruhi suasana hati saat itu. Maka rumah perlu dijaga kebersihannya, ditata dengan baik sehingga tercipta “rumahku surgaku”.

Rumah menjadi tempat perjumpaan dengan orang-orang yang dicintai, yaitu keluarga.

Tuhan Yesus sangat pantas marah karena rumah Bapa-Nya diacak-acak oleh persekongkolan jahat antara imam-imam dan para pedagang pasar kaget di Bait Allah.

Sekali setahun seluruh umat Yahudi diseluruh dunia datang ke Bait Allah untuk merayakan Paskah Yahudi. Sehingga halaman Bait Allah menjadi pasar kaget, tempat orang jualan hewan kurban serta penukaran mata uang asing.

Padahal, Bait Allah adalah tempat perjumpaan Yesus dengan Bapa-Nya.

Allah tidak tinggal di tempat yang kotor (penuh dosa) namun di tempat suci.

“Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”

Yesus perlu mentahirkannya kembali, agar menjadi suci lagi.

Pada jaman Yudas Makabe, Bait Allah juga pernah dicemarkan oleh bangsa-bangsa asing. Maka ia dan saudara-saudaranya berniat mentahirkannya kembali:

“Musuh kita sudah hancur. Baiklah kita pergi mentahirkan Bait Allah dan mentahbiskannya kembali._”

Bait Allah begitu penting bagi bangsa Yahudi, disitulah mereka berjumpa dengan Allah. Mereka beribadah kepada-Nya di Bait Allah di Yerusalem.

Pesan hari ini

Tubuhmu adalah Bait Allah, jangan dikotori dengan hal-hal yang tak perlu. Jaga tubuhmu, karena Roh Kudus tinggal di situ.

“Rumah adalah tempat untuk menemukan kebahagiaan. Jika kamu tidak menemukannya di rumah, maka kamu tidak akan menemukannya di mana pun. Tetaplah pakai maskermu dan jaga jarakmu.”

Oleh: Sukatno, S.Pd, M.Pd, Guru SMAN I Girimarto

Apakah yang dimaksud dengan rumah sebagai home sweet home?
Home sweet home merupakan ungkapan yang memiliki  kedekatan  arti dengan  baitii jannatii  atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan “rumahku surgaku”. Kita sering mendengar ungkapan “rumahku surgaku” yang artinya tidak ada tempat yang paling nyaman selain rumahku. Dalam ungkapan  tersebut bisa difahami bahwa bentuk fisik rumah tidaklah begitu penting. Rumah besar–kecil, mewah–sederhana, berdinding kayu atau tembok, berpekarangan atau saling berhimpitan dengan dinding tetangga, semuanya tidak mengurangi makna surga atau istana yang identik dengan kesan indah nyaman, dan penuh kebahagiaan.

Rumah yang bernuansa surga adalah harapan bagi setiap manusia yang berusaha memilki  jiwa-jiwa mulia laksana malaikat bukan setan yang terlaknat. Dari kumpulan jiwa-jiwa mulia yang selalu dekat dengan Tuhannya akhirnya terbentuklah rumah tangga yang penuh berkah. Namun, sebaliknya rumah tangga yang jauh dari keberkahan-Nya laksana neraka yang dikenal dengan “broken home”.

Peran Rumah 

Rumah bukan saja sekedar bangunan untuk tempat berteduh, namun rumah sebagai tempat  penghidupan keluarga untuk tumbuh dan berkembang dalam artian yang lebih luas. Kalau diibaratkan rumah itu sebagai makhluk, dia mampu untuk memberdayakan dan juga sebaliknya dia juga mampu menyengsarakan penghuninya. Peran rumah setidak-tidaknya ada lima yang disingkat dengan 5 M yaitu: mengukir sejarah hidup, melambangkan perjuangan hidup, membentuk budaya, membangun komunitas belajar, dan meningkatkan ibadah. Berikut ini penjabaran singkat mengenai peran rumah bagi penghuninya.

Mengukir sejarah hidup. Rumah adalah tempat kita berkumpul bersama keluarga, bersama orang-orang yang kita cintai dan yang mencintai kita. Rumah seringkali merupakan tempat kita atau anak-anak kita lahir, tumbuh besar dan dewasa. Rumah tak ubahnya album memori atau catatan harian yang menyimpan banyak kenangan atas berbagai peristiwa yang terjadi di dalamnya. Apalagi jika rumah tersebut adalah rumah yang diwarisi secara turun temurun. tentunya kesan mendalam lebih terasa. Mungkin tidak ada yang menduga sebelumnya bahwa salah satu penghuni rumah tersebut tumbuh menjadi orang besar dan berguna, atau lebih jauh lagi karena amal ibadah dari para penghuni menghantarkannya masuk surga.

Melambangkan perjuangan hidup. Rumah dengan segala bentuk dan isinya juga merupakan simbol perjuangan baik fisik maupun non fisik. Sebagai contoh perjuangan fisik, berkat kerja keras untuk menjemput rejeki dari Allah SWT, pemiliknya mampu membangun pondasi rumah, melengkapi bagian pagar, mengisinya dengan benda-benda pelengkap kebutuhan kita seperti lemari, kursi, dan lainnya. Sedangkan perjuangan non fisik mencakup pembentukan mental spiritual yang mencakup keimanan, sehingga kebaikan akhlak terhadap Tuhannya dan sesama manusia terbentuk. Dari perjuangan yang bersifat non fisik, akhirnya menjadikan penghuninya termasuk pribadi terpuji di mata Allah SWT.

Membentuk budaya. Rumah kita memiliki ukuran, bentuk, dan gaya tertentu. Rumah dan penataannya selain dipengaruhi oleh ekonomi dipengaruhi juga oleh budaya yang dikembangkan oleh penghuninya, misalnya apakah mereka terbiasa budaya Islami apa tidak, bersih dan teratur apa tidak, apakah penghuninya bersifat materialistis apa tidak, semuanya bisa terlihat. Budaya yang sudah terbentuk dalam rumah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dari hari ke hari. Kebiasaan-kebiasaan akan terbentuk selaras dari sisi ide, impian, dan cita-cita bersama dari para penghuninya terutama dari orangtuanya.

Membangun komunitas belajar. Komunitas belajar yang efektif bisa berawal dari rumah, jika rumah dipimpin oleh kepala rumah tangga yang sadar pentingnya belajar. Rumah yang layak untuk belajar adalah rumah yang menyediakan berbagai sarana pembelajaran misalnya buku-buku yang bermanfaat dan ruangan yang memadai untuk sarana belajar. Keberhasilan pembelajaran di rumah banyak ditentukan oleh gurunya dalam hal ini kedua orangtuanya. Bimbingan secara intensif di dalam rumah menjadikan para putra benar-benar telah siap mendapat pembelajaran formal di sekolah.

Meningkatkan ibadah. Tidak diciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepada Allah SWT, itulah salah satu misi diciptakan alam raya ini. Apapun profesi manusia baik penguasa maupun rakyat biasa, mereka berkewajiban beribadah kepada-Nya. Terwujudnya kesadaran untuk beribadah di rumah merupakan tanggung jawab awal dari kepala rumah tangga. Demikian juga bila para penghuni rumah jauh dari nilai-nilai ibadah, pertanggungjawaban ada pada orangtuanya. Mestinya sebagai orangtua memiliki misi untuk selalu berlomba meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT.

Modal Utama Orangtua

Terciptanya home sweet home sangat ditentukan oleh peran kepala rumah tangga. Suasana “surga” di dalam rumah dibutuhkan modal, sebagai kepala rumah tangga paling bertanggung jawab atas keberadaan modal tersebut. Lalu modal apa yang harus dimiliki untuk menciptakan “rumahku surgaku”?

Banyaknya harta benda bukan merupakan modal utama untuk meraih kebahagiaan rumah tangga, modal non materi lebih utama ketimbang materi. Modal utama yang harus dimiliki kepala rumah tangga antara lain adalah hope, organizing skill, learning willingness, inventing ability , spiritualistic quotien , training ability, and creativity  yang disingkat dengan (HOLISTIC). Hope yang diartikan sebagai pengharapan yang disertai doa dan usaha. Dalam hal ini dianalogikan bahwa pengharapan apa yang kita tanam akan ada hasil yang akan kita petik, atau dalam falsafah Jawa sapa nandur bakale ngunduh.

Organizing skill yaitu keterampilan dalam mengatur dan mengendalikan seluruh penghuni rumah. Jadi seluruh penghuni rumah baik anak maupun istri tidak berjalan sendiri-sendiri tanpa kendali.  Learning willingness yaitu kemauan mengajak, membelajarkan seluruh penghuni rumah untuk terus-menerus belajar, dalam hal ini belajar dalam artian yang lebih luas, belajar untuk saling memahami, belajar menjadi lebih baik, dan sebagainya.

Inventing and evaluating ability yaitu kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru dan intropeksi diri yang bermanfaat bagi bekal dalam menjalani hidup yang lebih baik. Spiritualistic quotient  yaitu kecerdasan ruhani yang berhubungan dengan keimanan terhadap keberadaan Sang Pencipta, sehingga semua penghuni rumah baik anak maupun istri diajak senantiasa sadar untuk hidup bermakna melalui ibadah dan rasa syukur kepada  Allah SWT. Training ability  yaitu kemampuan untuk melatih diri sendiri dan orang lain mampu berubah ke arah yang lebih positif. Yang terakhir, creativity  yaitu kemampuan berkreasi atau memiliki kaya daya cipta atau ide dalam menjalani kehidupan dan pemecahan masalah.

Perlu difahami bahwa kita semua mempunyai hak yang sama untuk hidup bahagia di dalam rumah tangga. Dengan memiliki sifat-sifat mulia, kebahagiaan akan bisa diraih. Kesadaran atas kewajiban terhadap orang lain maupun Tuhan yakni Allah SWT merupakan modal utama untuk menikmati  “rumahku surgaku”.

*Telah dimuat di RESPON edisi 253 / XXV 20 Juni – 20 Juli 2011.