Bagaimana cara kamu beriman kepada hari akhir itu

Tata Cara Meyakini Hari Akhir (Kiamat)

Bagaimana cara kamu beriman kepada hari akhir itu
ilustrasi akhir dari dunia

Cara iman akan adanya hari kiamat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah Swt akan memusnahkan semua makhluk-Nya, terkecuali makhluk yang hidup di dalam suarga dan neraka. Kemuadian Allah akan menghidupkannya kembali mereka yang telah dimusnahkan untuk mempertanggungjawabkan segala apa yang telah diperbuatnya sewaktu hidup di dunia, mereka dihisab secara adil dalam peradilan-Nya.

Untuk orang yang meninggal dalam keadaan meyakini islam sebagai agamanya, tetapi ia banyak berbuat salah (fasik) maka ia akan dimasukkan dalam kobaran api neraka, namun tidaklah selamanya ia berada dalam neraka. pada waktunya nanti setelah masa siksaannya dalam neraka habis, ia akan diangkat dari neraka lalu dimasukkan dalam surga.

Dan orang yang beriman serta beramal sholeh sewaktu hidupnya, maka ia akan dimasukkan dalam surga untuk selamanya, begitu juga orang yang tidak beriman kepada Allah Swt ia akan dimasukkan ke dalam kobaran api neraka untuk selamanya, na’udzu billahi min dzalik.

Surga, neraka dan penghuninya akan kekal tidak pernah rusak dan musnah, siapa yang ingkar atau ragu terhadap semua ketentuan di atas maka ia termasuk orang-orang yang tertutup hatinya dari kebenaran yang sejati (kufur).

Macam-macam neraka dan penghuninya:

  1. Neraka Jahannam untuk orang islam yang suka maksiat
  2. Neraka Ladha untuk orang yang dimurkai Allah Swt
  3. Neraka Huthamah untuk orang yang berani menyerupakan Allah Swt sebagaimana makhluk yaitu punya anak dan istri
  4. Neraka Sa’ir untuk orang yang menyembah hewan
  5. Neraka Saqar untuk orang yang menyembah Api
  6. Neraka Jahim untuk para penyembah berhala
  7. Neraka Hawiyah untuk orang-orang munafiq.

Suara.com - Iman kepada hari akhir merupakan rukun iman yang kelima yang wajib diyakini oleh umat Islam. Hari akhir atau disebut juga sebagai hari kiamat merupakan hari berakhirnya seluruh kehidupan di dunia.  Menurut KBBI, hari kiamat adalah hari kebangkitan sesudah mati (orang yang telah meninggal dihidupkan kembali untuk diadili perbuatannya). Hari kiamat disebut juga sebagai akhir zaman. 

Dilansir dari NU online, iman kepada hari akhir berarti meyakini adanya hari kemudian atau akhirat. Hari akhir merupakan masa yang mana semua makhluk menjadi rusak dan binasa, kemudian semua manusia dibangkitkan dari kuburnya. Kemudian, semua amal manusia dihitung dan ditimbang (dihisab).  Selanjutnya, manusia diberi ganjaran sesuai dengan amal dan perbuatannya di dunia. Balasan tersebut berupa surga dan neraka.

Bagaimana Kondisi Dunia saat Hari Akhir?

Allah SWT menggambarkan kondisi hari kiamat dalam Alquran. Antara lain surat Al-Hajj ayat 6 dan 7 yang artinya sebagai berikut 

Baca Juga: Hikmah Iman kepada Malaikat dan Nama-nama Malaikat

Yang sedemikian itu, supaya engkau mengerti bahwa Tuhan Allah itu Tuhan yang benar dan Tuhan itu menghidupkan segala yang telah mati. Lagi Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya kiamat itu pasti datang, tiada ragu lagi. Tuhan Allah benar-benar akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kubur.” (Al-Hajj: 6 –7)

Kemudian, surat Az-Zumar ayat 68 yang artinya:

 “Sungguh pada hari Qiyamat akan ditiup sangkakala (trompet) lantas matilah sekalian apa yang ada di langit dan yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian akan ditiup padanya sekali lagi, kemudian mereka sekalian akan bangkit memandang (menunggu keputusan).” (Az-Zumar: 68)

Begitu penting untuk meyakini adanya hari akhir. Rasulullah SAW juga mengimbau umatnya untuk melaksanakan rukun iman kelima itu. Nabi juga menjabarkan sikap yang mencerminkan Iman kepada hari akhir. Seperti yang tertuang dalam hadis berikut ini. 

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya”.

Baca Juga: Rukun Iman dan Rukun Islam yang Wajib Diketahui Umat Muslim

Hikmah Iman Kepada Hari Akhir

Oleh: Syamsul Yakin
Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Penulis Buku “Milir”

Terkait dengan beriman kepada hari akhir, dimana setiap makhluk akan mati, Allah SWT menegaskan, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” (QS. Ali Imran/3: 185). Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, ayat ini berarti segala perbuatan, baik maupun buruk, akan mendapatkan ganjaran nanti sesudah mati.

Tidak hanya manusia yang mati, tapi juga malaikat dan jin. Allah SWT berfirman, “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah” (QS. al-Zumar/39: 68). Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, malaikat termasuk makhluk yang akan mengalami kematian.

Orang yang senantiasa berbuat baik, seperti menjalankan shalat, membayar zakat, berpuasa, dan pergi haji berarti dia beriman kepada adanya hari akhir. Alasannya, serangkaian ibadah tersebut pahalanya baru didapat di akhirat nanti. Jadi ada kaitan antara ibadah seseorang dengan keyakinan terhadap hari akhir.

Sebelum kehidupan surga dan neraka, orang beriman yang kepada hari akhir meyakini adanya hari berbangkit. Allah SWT memberi inforamasi, “Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur” (QS. al-Baqarah/2: 56). Ayat ini menarik perhatian, dibangkitkannya manusia sesudah mati agar manusia bersyukur.

Bagi Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, penggalan, “Supaya kamu bersyukur” maksudnya karena manusia kembali dihidupkan oleh Allah SWT. Etape selanjutnya, tergantung perbuatan manusia itu sendiri. Allah SWT berfirman, “Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan” (QS. Yasin/36: 12).

Sesudah dibangkitkan, manusia akan dikumpulkan oleh SWT, sebagaimana firman-Nya, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji” (QS. Ali Imran/3: 9). Inilah doa yang dipanjatkan oleh orang yang dalam ilmunya.

Lebih jelas lagi, Allah SWT berfirman, “(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari ditampakkan kesalahan-kesalahan” (QS. al-Taghabun/64: 9). Tempat berkumpul inilah yang kemudian disebut dengan Padang Mahsyar. Seluruh manusia pertama hingga terakhir dikumpulkan di sana.

Tentang kapan manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar, Allah SWT berfirman, “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di Padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa” (QS. Ibrahim/14: 48).

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan Padang Mahsyar itu adalah sebuah tanah yang putih bersih. Nabi SAW bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia dikumpulkan di atas tanah yang rata seperti roti putih yang bundar dan pipih” (HR. Bukhari dan Muslim). Makna, “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain”, yaitu hari kiamat.

Tujuan manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar adalah untuk dihisab. Allah SWT berfirman, “Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan” (QS. al-Anbiya/21: 47). Artinya Allah SWT akan menghitung segala sesuatu dengan tepat dan akurat. Dalam bahasa Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, dengan tepat dan sempurna.

Allah SWT juga berfirman, “Bacalah kitabmu. Saat ini cukuplah dirimu sendiri yang menghisab dirimu” (QS al-Israa/17:14). Menurut Syaikh Nawawi Banten, inilah bentuk keadilan Tuhan di akhirat. Yakni, manusia sendiri yang menghitung amal perbuatannya. Alasannya, “Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya” (QS. Ali Imran/3:182).

Selanjutkan dikatakan oleh Abu al-Laits bahwa orang-orang beriman kekal di surga. Tentang hal ini, Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya” (QS. al-Baqarah/2: 82). Artinya, tulis Syaikh Nawawi Banten, mereka tidak pernah mati dan keluar dari surga.

Sementara, orang-orang kafir kekal di neraka. Allah SWT menyatakan, “Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal” (QS. al-Taubah/9: 68).

Tentang orang fasik, Abu al-Laits, menulis bahwa mereka tidak kekal di neraka sesudah dihisab. Menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Qathrul Ghaits, orang fasik adalah orang beriman yang memberontak terhadap perintah Allah SWT, melakukan dosa besar, senantiasa melakukan dosa kecil, dan maksiat yang dilakukannya mengalahkan ketaatannya.

Dalam al-Qur’an orang fasik digambarkan secara definitif, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. al-Hasyr/59: 19). Lupa yang dimaksud di sini, menurut pengarang Tafsir Jalalain, tidak mau taat kepada Allah SWT. (sam/mf)