Bagaimana cara meningkatkan rasa solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat

Negara indonesia merupakan negara yang memiliki begitu banyak bentuk keanekaragaman mulai dari suku bangsa, ras, etnis, agama, dan lain-lain. Keanekaragaman tersebut menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat multikultural. Masyarakat ialah suatu himpunan kelompok manusia yang saling berinteraksi satu dengan yang lain baik menurut sistem adat istiadat yang bersifat turun-menurun dan saling terikat. 

Sedangakan multikultural dapat diartikan sebagai beranekaragaman budaya. Jadi masyarakat multikultural merupakan kelompok masyarakat yang terbentuk oleh karena banyaknya struktur kebudayaan yang beranekaragam.

Dalam mewujudkan persatuan maka sangat perlu menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi ditengah-tengah masyarakat multikultural. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI] solidaritas memiliki arti sifat atau perasaan solider, sifat satu rasa senasib dan sebagainya, perasaan setia kawan. Rasa solidaritas terhadap sesama sebagai mana sila ketiga Pancasila yaitu "Persatuan Indonesia" maka solidaritas dapat dijadikan sebagai modal sosial bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan persatuan. Sebagaimana manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain disekitarnya maka penting untuk membangun rasa solidaritas yang tinggi baik bagi kehidupan manusia dan kelompok masyarakat.

Dalam rangka menumbuhkan rasa solidaritas tentunya tidak mudah sehingga timbul juga tantangan yang nantinya akan memperhambat membangun rasa solidaritas. Salah satu hal yang menjadi pemicu kurangnya rasa solidaritas seperti: kurangnya komunikasi, silaturahmi antar sesama sehingga membuat masyarakat sulit mengerti satu sama lain, rasa individualisme yang tinggi menyebabkan orang lebih mementingkan dirinya sendiri dibanding dengan orang lain, dari dua faktor pemicu tersebut akan menyebabkan beberapa konflik antar kelompok sehingga tidak terbentuknya rasa solidaritas didalam kelompok masyarakat.

Rasa solidaritas berasal dari kesadaran diri sendiri, kesadaran untuk saling menolong antar sesama, perduli antar sesama, menghormati antar sesama, dan lain sebagainya. Ketika sudah adanya kesadaran diri maka upaya dalam menumbuhkan rasa solidaritas juga lebih mudah dilakukan, upaya untuk membentuk solidaritas tersebut, antara lain:  membangun rasa empati bagi sesama, saling menolong, saling menghormati, dan menjalin silaturahmi guna memperat persatuan dalam masyarakat, dengan begitu rasa solidaritas akan tumbuh dengan sendirinya dan akan berkembang seiring berjalannya waktu.


Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Video Pilihan

Oleh: Wilfridus Demetrius S. [Dosen Fakultas Filsafat – Lembaga Pengembangan Humaniora Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Aktif sebagai pengajar, penulis, dan peneliti ilmu-ilmu humaniora.]

AYOBANDUNG.COM — Pandemi membuat kita merefleksikan banyak hal: degradasi mental, keterpurukan ekonomi, kerusakan ekologi, moralitas, dinamika politik, konspirasi kapitalis, tubuh yang rapuh diserang virus, tawaran antivirus, dan bahkan geliat untuk terus mendefinisikan secara baru hubungan antar personal. Semua bentuk refleksi itu bermuara pada satu pertanyaan: solidaritas seperti apa yang perlu dibangun bersama pascapandemi?

Survei Litbang Kompas [14/06/2020] menyebut solidaritas telah menjadi identitas bangsa sehingga perlu terus dipelihara. Hasil survei menunjukkan hampir 60 persen memberikan bantuan pada warga terdampak secara ekonomi. Cara memberikan sumbangan pun beragam. Sebanyak 35 persen memberikan bahan pokok langsung kepada keluarga yang terdampak. Sementara 12 persen lainnya memberikan donasi secara tidak langsung melalui media cetak/elektronik, serta situs penggalangan dana. Bantuan juga diberikan kepada petugas medis, bahkan ada warga memanfaatkan waktu mereka dengan menjadi sukarelawan.

Tindakan solidaritas lain yang luar biasa datang dari warga Kelurahan Cipageran, Kota Cimahi. Gerakan ‘sasaji’ [Sarebu Satu Jiwa – Salametkeun Sakabeh Jiwa] menjadi bukti bahwa masih ada harapan dan tindakan nyata untuk membangun solidaritas berdasarkan kebersamaan dan gotong-royong. Upaya itu selalu tumbuh dari bawah [warga].

Kita sepakat bahwa solidaritas diciptakan ‘dari bawah’, dibentuk dan diprakarsai oleh kelompok dan aktor biasa [baca: warga]. Para aktor ini mengeksplorasi kesadaran baru untuk merangsang dan memperkuat solidaritas. Jika dilihat dari perspektif kebangsaan, solidaritas menjadi bukti bela negara yang mewujud dalam tindakan menolong tetangga atau saudara terdekat. Keseluruhan nilai, termasuk yang terkandung dalam Pancasila, dipahami sebagai ‘kata kerja’ yang menggerakkan orang untuk mewujudkan ritual sosial yang mensejahterakan [common good].

Ruang publik [polis dalam istilah Yunani] hendaknya dilihat sebagai hasil kegiatan untuk menggalang solidaritas warga yang disebut ‘bertindak’ [Budi Hardiman, 2010]. Kata ‘bertindak’ dalam konteks ini dilihat sebagai kegiatan warga untuk warga dalam ruang publik yang memberi peluang bagi komunikasi dan kemajemukan identitas.

Komitmen

Fenomena-fenomena yang dipertontonkan bangsa ini, bahkan jauh sebelum pandemi, menempatkan kita dalam krisis ‘mengalami’ solidaritas. Individu-individu yang mengalami kerancuan identitas tercerabut dari komunitas budaya lokal. Hukum survival of the fittest-nya Darwin menjadi aturan rutin yang menyingkirkan sikap saling pengertian, empati, keterbukaan, dan penghormatan terhadap perbedaan.

Namun, kita juga bisa bersepakat bahwa pandemi ini kemudian menjadi momen yang menyatukan masyarakat, membangun sebuah kesadaran baru [kenormalan baru], cara bertindak yang bermakna, dan bukan sebaliknya mencerai-beraikan. Kesaling tergantungan membangun solidaritas kolektif, kerjasama, kepercayaan, dan saling membutuhkan melalui interaksi, hendaknya menjadi sebuah tindakan repetisi sosial yang hidup. Solidaritas seperti inilah yang disebut sebagai solidaritas dalam kedekatan [Putnam, 2017].

Solidaritas hanya mungkin terjadi melalui integrasi moral ke dalam komunitas dan komitmen bersama untuk mewujudkannya. Sebagai negara yang memiliki indeks modal sosial tinggi, Indonesia harus memandang korelasi berjejaring sebagai sumber utama solidaritas dalam masyarakat. Keberagaman yang diyakini sebagai given [yang terberikan] hendaknya mendorong kita untuk menerima perbedaan sebagai bagian dari “kita” [Rorty, 1989].

Praktik solidaritas mestinya menghasilkan bentuk-bentuk identifikasi yang menilai keberagaman bukan lagi sebagai persaingan dan dominasi tetapi sebagai hasil hati nurani yang memandang dan memperlakukan sesama sebagai subjek, bukan sebagai objek fungsional. Menerima orang lain sebagai “kita” menjadi langkah awal untuk menciptakan rasa solidaritas yang lebih luas. Bangsa sebagai sebuah sistem tidak dapat berfungsi tanpa kesetiaan massal dan komitmen untuk memperluas lingkaran empati setiap warganya.

Mampertahankan Kebertubuhan

Selama seabad terakhir teknologi telah menjauhkan kita dari tubuh kita sendiri. Kita telah kehilangan kemampuan untuk memperhatikan apa yang kita cium dan cicipi. Sebaliknya, kita dihisap masuk ke dalam ponsel dan komputer cerdas. Kita lebih tertarik dengan apa yang terjadi di dunia maya dari pada apa yang terjadi di jalanan. Interaksi yang dimediasi oleh kontak indrawi teralihkan oleh setiap perangkat telepon pintar. 

Harari [2018] menyebut, jika media sosial sekarang bertujuan untuk menghasut revolusi global, ia harus melakukan pekerjaan yang jauh lebih baik dalam menjembatani kesenjangan antara daring dan luring. Media sosial cenderung melihat manusia sebagai hewan audiovisual–sepasang mata dan telinga yang terhubung ke sepuluh jari, layar, dan kartu kredit. Dari tengah pergeseran seperti ini, bagaimana kita mempertahankan kebertubuhan, individualitas, keanekaragaman, dan rasa solidaritas kita?

Meski pengalaman berteknologi menggiring kita untuk meyakini bahwa daring [dalam jaringan, online] datang dengan mengorbankan luring [luar jaringan, offline], kita toh tetap percaya bahwa komunitas fisik memiliki kedalaman yang tidak bisa ditandingi oleh komunitas virtual. Setidaknya sampai saat ini.

Manusia memiliki tubuh. Langkah penting untuk menghargai manusia adalah menghargai bahwa manusia memiliki tubuh. Semakin canggih teknologi digital, semakin besar kebutuhan untuk merasakan sentuhan indrawi melalui perjumpaan dan koneksi sosial. Kita, baik secara individu maupun kolektif, bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kita dilayani, dan bukannya diperbudak, oleh teknologi.

Kegelisahan atas teknologi ini cukup beralasan karena posisinya yang bias dalam komitmen etis mencapai solidaritas manusia. Jika kita tidak berhati-hati menyikapi teknologi yang berkelindan lekat dengan kapitalisme, menurut Harari, kita akan berakhir sebagai manusia yang turun level [downgraded human] yang menyalahgunakan komputer yang naik level [upgraded computer] untuk mengacaukan diri sendiri dan dunia.

Pembebasan Sosial

Perubahan cepat sosial-ekonomi, yang telah melemahkan atau menghancurkan komunitas-komunitas mapan, bisa juga dilihat sebagai peluang untuk memperluas makna solidaritas. Solidaritas jenis baru diprediksi akan muncul dalam bentuk gerakan sosial baru, khususnya yang terkait ekologi, feminisme, dan keadilan global.

Tantangan utama kita saat ini adalah mengembangkan budaya dengan karakter yang berbeda dari berbagai tatanan sosial yang sudah ada. Dibutuhkan sebuah inisiatif pembebasan sosial yang memungkinkan setiap warga negara memperoleh kembali esensi kediriannya, sebagai pelaku [aktor], dalam setiap interaksi sosial. Jangan lagi energi sosial bangsa ini terkuras oleh konflik yang terjadi sebelum pandemi, selama pandemi, dan mungkin saja pasca pandemi.

Kołtan [2016] mengingatkan, krisis saat ini sedang mengarahkan kita pada imitated solidarity [solidaritas yang ditiru]. Pasca pandemi, kita diajak untuk menjadi saksi bagi cara-cara baru untuk mengekspresikan solidaritas. Gerakan-gerakan yang berpotensi memperkuat kerja sama dan mobilisasi antara individu dan kelompok harus diolah dengan baik.

Sekaranglah saatnya kita membangun solidaritas baru! [/DAN – Divisi Publikasi]

Sumber: Ayo Bandung, Sabtu, 17 Oktober 2020 16:59 WIB //ayobandung.com/read/2020/10/17/142434/membangun-solidaritas-baru-pascapandemi

Bagaimana cara meningkatkan rasa solidaritas dalam kehidupan masyarakat?

Upaya Meningkatkan Rasa Solidaritas Sosial Pada Anak-anak.
Mengajarkan anak untuk bergaul dengan semua kalangan masyarakat, tanpa membeda-bedakan..
Memberi contoh untuk saling menolong bila ada orang yang membutuhkan pertolongan..
Mengajak anak untuk ikut serta dalam kerja bakti yg diadakan di lingkungan masyarakat..

Apa saja yang termasuk sikap solidaritas dalam masyarakat?

Contoh sikap solidaritas, yaitu saling membantu, peduli satu sama lain, kerja sama, serta berpartisipasi dalam membangun wilayah secara bersama-sama.

Bagaimana jika tidak ada rasa solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat?

Peran penting solidaritas dapat diukur keberhasilannya jika solidaritas dapat menciptakan kesatuan dan kesamaan perjuangan dalam masyarakat. Hal-hal yang terjadi jika tidak ada solidaritas disekitar kita adalah timbulnya stereotype, prasangka, dan primordialisme.

Apa salah satu bentuk upaya meningkatkan solidaritas?

Jawaban: Salah satu bentuk upaya meningkatkan solidaritas sosial adalah membiasakan kerja sama atau gotong royong. prinsip utama dalam kehidupan bermasyarakat adalah mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan golongan.

Bài mới nhất

Chủ Đề