Bagaimana cara Sunan Kudus menghormati terhadap pemeluk agama Hindu

Pengaturan Arus Mudik Lebaran 2022 Diklaim Sukses, Evaluasinya?

Oleh Nadya Isnaeni pada 02 Jul 2016, 07:05 WIB

Diperbarui 02 Jul 2016, 07:05 WIB

Perbesar

Saat itu Sunan Kudus mengumumkan kepada seluruh warga Kudus untuk tidak menyembelih dan memakan daging sapi.

Liputan6.com, Jakarta - Suatu hari, pria bernama lengkap Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan itu mengikat sapi di halaman Masjid Menara. Hal itu pun memancing perhatian umat Hindu di Kudus. Apa yang akan disampaikan Sunan Kudus? Sepotong fragmen itu dikutip dari buku Kudus dan Islam: Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Industri Wisata Ziarah karya Sri Indrahti.

"Setelah orang-orang Hindu datang ke halaman masjid, Sunan Kudus mengucapkan salam bahagia dan selamat datang lalu kemudian berceramah, berdakwah, dan saling berdialog," tulis Sri dalam bukunya yang didapat dari laman Undip.ac.id dan dikutip Liputan6.com, Jumat 1 Juli 2016.

Saat itu, Sunan Kudus mengumumkan kepada seluruh warga Kudus untuk tidak menyembelih dan memakan daging sapi. Tujuannya, menurut Sri, adalah untuk menghormati para pemeluk agama Hindu. "Dengan  metode  seperti  itu, akhirnya sebagian besar pemeluk agama Hindu menjadi simpati kepada Sunan Kudus dan  bersedia masuk Islam," kata dia."Pelarangan ini adalah simbol penghormatan bagi pemeluk agama Hindu yang pada saat itu masih mayoritas. Padahal sapi tidak diharamkan bagi pemeluk agama Islam. Sampai sekarang, masyarakat Kudus masih memegang teguh tradisi tidak menyembelih sapi, termasuk pada hari raya kurban. Sebagai gantinya, masyarakat Kudus lebih memilih untuk menyembelih kerbau atau kambing," sambung Sri.

Ada satu versi cerita lagi tentang sapi dan masyarakat Kudus ini. Sri bercerita, pada dahulu kala Sunan Kudus pernah merasa sangat kehausan. Lalu seorang pendeta Hindu memberikannya susu sapi.

"Sebagai ungkapan terima kasih dari Sunan Kudus, maka masyarakat Kudus dilarang menyembelih sapi," tulis Sri.

Hingga kini anjuran kanjeng sunan itu masih menjejak di Kota Kretek. Salah satu semangat yang dicerap dari ajaran itu adalah sikap saling menghormati antar-sesama penganut agama.

Sunan Kudus mengajarkan cara penyebaran agama Islam melalui toleransi. Menara Kudus adalah salah satu buktinya. Gaya arsitektur bangunan menara tersebut memiliki corak agama Islam dan Hindu. Tidak hanya itu, Sunan Kudus juga meminta agar masyarakat Kudus tidak menyembelih sapi pada perayaan Idul Adha. Sebagai penggantinya, warga bisa menyembelih kerbau. Tujuannya untuk menghormati masyarakat Kudus yang memeluk agama Hindu. Tidak hanya Menara Kudus dan bentuk toleransinya, Sunan Kudus juga meninggalkan karya berupa cerita keagamaan Islam serta Tembang Macapat, yakni Gending, Maskumambang dan Mijil. Sunan Kudus mendapat gelar Wali Al-'Ilmi, berarti orang yang memiliki ilmu luas, yang diberikan oleh Wali Songo.

Dengan demikian, Sunan Kudu mendapat pengakuan sebagai tokoh toleran, kreatif dan seniman dikarenakan dalam dakwahnya, Sunan Kudus menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan menggunakan kesenian sebagai media dakwahnya.

Jakarta -

Sunan Kudus adalah salah satu wali songo di tanah Jawa yang tetap menghormati budaya setempat. Penghormatannya terhadap budaya dicirikan dengan masjid peninggalannya di Kudus.

Sunan Kudus memiliki nama asli Ja'far Sodiq. Ia wali keturunan Arab dari ayahnya Raden Utsman Haji dan Ibunya Nyai Anom Manyuran. Diketahui ibunya merupakan putri Sunan Ampel.

Melansir dari buku Sunan Kudus Sang Panglima Perang, ayahnya merupakan senopati Kerajaan Demak yang gugur dalam pertempuran melawan serangan Kerajaan Majapahit. Sunan Kudus lalu menggantikan posisi ayahnya.

Jabatannya itulah yang memperkuat perluasan penyebaran agama Islam.

Dikutip dari jurnal Indo-Islamika UIN Jakarta, Sunan Kudus menerapkan metode dakwah bil-hal atau perbuatan nyata dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Tengah. Pada waktu itu masyarakat menganut agama Hindu-Budha.

Secara keseluruhan, Sunan Kudus menggunakan empat pendekatan dalam menyebarkan agama Islam.

Pertama, Sunan Kudus melakukan pendekatan secara perlahan yakni membiarkan adat istiadat yang ada di masyarakat dan mulai mengubahnya sedikit-demi sedikit. Dia juga mengedepankan jalan damai dan menghindari perpecahan selama berdakwah.

Kedua, Sunan Kudus menghormati masyarakat Hindu untuk menarik perhatian mereka. Salah satunya dengan memberikan larangan untuk tidak menyembelih sapi. Pada waktu itu sapi merupakan hewan yang disucikan oleh masyarakat setempat.

Larangan ini berawal dari cerita saat Sunan Kudus mendatangkan sapi dari India. Datangnya sapi itu membuat warga penasaran dan berbondong-bondong mendatangi Sunan Kudus. Mereka mengira sapi itu akan disembelih di hadapan mereka.

Namun, ternyata itu merupakan salah satu strategi menarik masyarakat untuk memeluk Islam. Saat masyarakat sudah berkumpul, Sunan Kudus menceritakan bahwa dulu ia hampir mati karena kehausan.

Lalu datanglah sapi menyusuinya. Setelah itu ia mengatakan kepada masyarakat supaya tidak menyakiti sapi apalagi sampai menyembelihnya. Hal itu membuat masyarakat semakin tertarik padanya.

Klik halaman selanjutnya

Nama Sunan Kudus di ambil dari kata “Kudus” yang memiliki makna sifat Kudus. Sunan Kudus mengajar para santri tentang ilmu rohaniah namu masih bagian luarnya saja, tidak mengajarkan secara mendalam, karena melihat tingkatan keimanan masyarakat belum begitu kuat. Sunan Kudus juga mengajarkan bagian ilmu tauhid dan bagian lainnya yang juga disampaikan oleh Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga memiliki makna bahwa Sunan yang berarti susunan kalimat syahadat sedangkan Kalijaga berarti akalnya agar tidak lupa dan imannya harus dijaga.

Sebelum Islam masuk, masyarakat Jawa terlebih dahulu terpengaruh dengan ajaran Hindu Budha. Ajaran Hindu memproritaskan keindahan dunia, melestarikan adat dan kebudayaan alam semesta, sedangkan ajaran Budha memiliki makna yang membahas tentang tindak tanduk tingkah laku budi manusia yang harus luhur.

Dalam ajaran Hindu, sapi dianggap sebagai hewan suci. Sapi dalam ajaran agama Hindu bermakna diresapi menuju perbuatan kecil yang suci. Setiap manusia yang menjalani kehidupan di dunia ini harus bisa hidup bersosialisasi dalam masyarakat pada umumnya. Sebelum menjalani tingkah perilaku di tempat duniawi, setiap perbuatan jika ditemukan sebuah benturan kehidupan duniawi harus diyakini dan dimaknai serta diresapi dalam menuju akal pikiran yang sehat.

Sunan Kudus dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Kudus menggunakan ajaran Islam syari'at, karena penyebarannya sangat cepat dan mudah diterima oleh masyarakat. Adanya kepercayaan bahwa media sapi yang dianggap sebagai hewan suci oleh agama Hindu, membuat Sunan Kudus mempunyai keyakinan dan prinsip untuk menghargai sebuah keyakinan tersebut.

Sebelum menyebarkan ajaran agama Islam Sunan Kudus menghimbau agar masyarakat tidak menyembelih hewan sapi sebagai bentuk toleransi kepada agama Hindu. Menyembelih sapi boleh diyakini untuk titis regenerasi yang memiliki keyakinan agar tidak menyembelih hewan ternak untuk kelanjutannya. Tetapi diperbolehkan dalam menyembelih sapi itu bagi titis regenerasi yang memiliki keyakinan kepada Allah SWT.

Menurut Peter Berger dalam teorinya membahas perbedaan budaya yang secara kontras pada suatu lingkungan masyarakat, misalnya perbedaan dalam sikap keagamaan penduduk. Peter Berger juga mengamati ritual dan simbol, dimana ritual dan simbol akan menciptakan komunitas yang memiliki solidaritas sosial secara spontan dan tidak terstruktur. Maka dari itu, dalam menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Kudus, Sunan Kudus menekankan nilai toleransi atau dikenal sebagai “tepo sliro” yaitu ajaran toleransi beragama. Sebagaimana agama Islam mengajarkan sebuah toleransi antar umat beragama dan antar etnis. Karena sebuah toleransi sangat penting agar untuk menghindari sebuah konflik antar agama dan konflik antar etnis dan ras.

Sebuah kesadaran akan pluralisme dapat berkembang di kalangan masyarakat untuk hidup rukun dan hidup saling berdampingan bersama meskipun berbeda etnis dan berbeda agama. Sikap toleransi dapat menimbulkan dasar semangat dalam menjalankan kehidupan sosial yang sesuai dengan ajaran Sunan Kudus, yaitu hidup yang toleran terhadap umat beragama lain. Ajaran toleransi yang berawal dari himbauan tidak menyembelih sapi oleh Sunan Kudus, dikarenakan adanya kultur Hindu yang mendominasi pada masa Islamisasi.

Pluralisme juga sebagai sunnatullah yang harus dijaga dan dipelihara. Contohnya seperti masyarakat Kudus dengan sosok Sunan Kudus menjadi salah satu simbol pluralisme yang tidak dapat dipisahkan sebab tatanan obyek menjadi fakta sosial. Jadi terbentuknya Islam yang mengerti arti toleran dan ramah mampu mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang paham dan sadar akan pentingnya kerukunan serta terbebas dari konflik yang berlatarbelakang agama.

Ditulis oleh:

Lembayung Radianty Ammanda

Mahasiswa Semester 2 Program Studi Sosiologi Agama

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề