Bagaimana kedudukan peraturan perundang-undangan di indonesia

Pelaksanaan fungsi negara hukum sebagai salah satu dasar pelaksanaan kehidupan bernegara adalah dengan dibentuknya Peraturan Perundang-Undangan sebagai salah satu intsrumen hukum tertulis yang menjalankan kekuasaan pemerintah maupun lembaga negara. Komisi Pemilihan Umum adalah salah satu lembaga negara yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk membentuk sendiri produk hukum peraturan perundang-undangan yakni berupa Peraturan Komisi Pemilihan Umum.Peraturan Komisi Pemilihan Umum merupakan Peraturan Perundang-Undangan yang sifatnya setara dengan peraturan pelaksana undang-undang.Jika melihat dalam struktur hierarkinya, maka Peraturan Komisi Pemilihan Umum tidak termasuk dalam struktur hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana dengan kententuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.Dalam hal pengujian secara materiil terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum, maka pengujian tersebut diajukan ke Mahkamah Agung karena Peraturan Komisi Pemilihan Umum merupakan peraturan perundang-undangan yang secara hierarki berada di bawah Undang- Undang.Melihat kedudukannya yang justru berada diluar hierarki peraturan perundang-undangan, maka otomatis kedudukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum dalam sistem perundang-undangan di Indonesia menjadi sangat abstrak sebab materi muatan yang dimiliki oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum tidak sepenuhnya berlaku bagi semua pihak dan kekuatan hukum Peraturan Komisi Pemilihan Umum hanya berlaku dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah maupun Pemilihan Umum sehingga kekuatan mengikatnya tidak dapat berlaku sepenuhnya secara umum. Meskipun tidak semuanya Peraturan Komisi Pemilihan Umum merupakan murni peraturan perundang-undangan, namun Peraturan Komisi Pemilihan Umum memiliki kekuatan mengikat secara umum serta diakui keberadaannya.Dalam hal menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan, maka Komisi Pemilihan Umum menyusun Peraturan Komisi Pemilihan Umum sebagai peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.Dengan adanya mekanisme tersebut, potensi kemandirian Komisi Pemilihan Umum dapat berkurang meskipun ketentuan yang bersifat mengikat telah di dinyatakan batal demi hukum. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, muncul isu hukum yakni Bagaimana kedudukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum dalam Sistem Perundang-undangan di Indonesia dan Apakah pembentukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum membutuhkan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Tujuan penulisan skripsi ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum skripsi ini adalah melengkapi dan memenuhi tugas pokok akademis untuk meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember dan untuk menambah ilmu pengetahuan serta mengembangkan pemikiran bagi masyarakat secara luas. Tujuan khusus penulisan skripsi ini adalahMengkaji Kedudukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum menurut Sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia dan mengetahui kemandirian Komisi Pemilihan Umum dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi adalah penelitian yuridis normatif [legal approach]. Penulis menggunakan pendekatan Pendekatan Perundang-Undangan [statute approach] serta Pendekatan Konseptual [conseptual approach]. Hasil dari penelitian skripsi ini adalah pertama yakni mengenai Kedukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Peraturan Komisi Pemilihan Umum merupakan salah satu produk hukum yang dikeluarkan oleh lembaga negara independen. Secara fungsi, maka peraturan komisi pemilihan umum merupakan peraturan pelaksana undang-undang yang dibentuk berdasarkan kewenangan yaitu kewenangan atribusi. Meskipun tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, namun Peraturan Komisi Pemilihan Umum tetap diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat serta jika dimaknakan dalam hierarki perundang-undangan, maka Peraturan Komisi Pemilihan Umum berada di bawah Peraturan Presiden. Kedua mengenai kemandirian Komisi Pemilihan Umum dalam pembentukan Peraturan Komisi Pemilihan umum. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 telah memberikan ketentuan dalam pembentukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum dimana terdapat ketentuan untuk melaksanakan konsultasi bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang bersifat mengikat sebelum ketentuan mengikat tersebut dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Meskipun dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun tidak menghilangkan rapat konsultasi tersebut karena hanya membatalkan ketentuan mengikatnya saja. Hal ini mengancam kemandirian Komisi Pemilihan Umum dalam menyelenggarakan pesta demokrasi karena dikhawatirkan rawan digunakan oleh kelompok tertentu. Kesimpulan dari skripsi ini adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum dapat dikatakan sebagai suatu produk hukum peraturan perundang-undangan dan memiliki kekuatan hukum mengikat karena termasuk dalam salah satu ketentuan yang terdapat dalam pasal [8] Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum berada di bawah Peraturan Presiden dalam tata hierarki peraturan perundang-undangan. Sebab Komisi Pemilihan Umum termasuk dalam ruang lingkup kekuasaan eksekutif yakni Presiden. Dalam hierarki, kedudukan Peraturan Komisi Pemilihan termasuk dalam hieraki fungsional yang menjalankan ketentuan undang-undang serta memiliki materi muatan peraturan perundang-undangan yang sah dan mengikat. Berkaitan dengan mekanisme pembentukan PeraturanKomisi Pemilihan Umum, meskipun ketentuan mengikatnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun mekanisme tersebut tetap dilaksanakan, karena setiap organ lembaga negara tetap harus mendapatkan rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat. Saran yang dapat disampaikan dalam skripsi ini adalah perlu adanya penegasan dan pengaturan ulang terhadap sistem hierarki perundang-undangan utamanya peraturan diluar hierararki yang dikeluarkan oleh lembaga negara. Selanjutnya mengenai mekanisme konsultasi dalam pembentukan Peraturan Komisi Pemilihan seharusnya ada kualifikasi tersendiri terhadap lembaga negara independen karena tidak semuanya lembaga negara melaksanakan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembentukan produk hukum.

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol 4 No 2 [2021]: Unizar Law Review /
  4. Articles

Peraturan Perundang-undangan adalah keputusan tertulis negara atau pemerintah yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku yang bersifat dan mengikat secara umum. Termasuk di dalamnya adalah Peraturan Menteri atas dasar perintah dari undang-undang, meskipun Peraturan Menteri tidak termasuk di dalam hierarki peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalis kedudukan Permen dalam hierarki peraturan perundang-undangan.  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan [statute Approcah] dan pendekatan konsep [Conceptual Approach] serta analasis deskriptif analitik. Hasil penelitian ditemukan bahwa kedudukan Peraturan Menteri tidak termasuk dalam hierarkhi Peraturan Perundang-Undagan, akan tetapi menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan.

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol 33 No 2 [2021]: Mimbar Hukum /
  4. Articles

Keywords: Delegation, Ministerial Regulation, Legislation, Law 12/2011

Abstract

Law No. 12 of 2011 stipulates a ministerial regulation as part of the legislation. This position in practice raises debates both juridically and theoretically, as well as in relation to the system of government adopted by Indonesia. This paper will examine and critically analyse the position of the ministerial regulation in the juridical and theoretical statutory law, as well as its relation to the presidential system. This study aims to find the ideal position of ministerial regulation as part of the legislation in Indonesia. The results of the study found that juridicallytheoretically, the ministerial regulation that is part of the legislation is the one that gets delegates from higher laws and regulations, not those formed based on authority. Whereas in the context of the presidential system, if the minister receives direct delegation from the Acts, it means that the minister acts as an assistant to the President, not as a minister in the sense of a separate independent institution.

Abstrak

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 mendudukkan Peraturan Menteri sebagai bagian dari Peraturan Perundang-Undangan. Kedudukan ini pada praktiknya menimbulkan perdebatan baik secara yuridis maupun teoretis, serta dalam hubungannya dengan sistem pemerintahan yang dianut Indonesia. Tulisan ini akan mengkaji dan menganalisis secara kritis mengenai kedudukan Peraturan Menteri dalam hukum perundang-undangan secara yuridis dan teoretis, serta kaitannya dengan tatanan sistem pemerintahan yang dianut yaitu sistem presidensial. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kedudukan Peraturan Menteri yang ideal sebagai bagian dari Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Hasil penelitian menemukan bahwa secara teoretis-yuridis, Peraturan Menteri yang menjadi bagian dari Peraturan Perundang-Undangan adalah yang mendapatkan delegasi dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi bukan yang dibentuk berdasarkan kewenangan. Sedangkan dalam konteks sistem presidensiil, dalam hal menteri memperoleh pendelegasian langsung dari undang-undang, mengartikan bahwa menteri bertindak sebagai pembantu Presiden bukan sebagai menteri dalam arti suatu lembaga tersendiri yang independen.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề