Bagaimana selanjutnya peneliti harus memposisikan diri selama proses penelitian

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Apa yang dimaksud dengan instrumen penelitian?” tanya Pak Dosen Metode Penelitian Kualitatif,suatu ketika, kepada kami mahasiswanya.

“Kuesioner, Pak.Fungsinya sebagai alat ukur baku,” jawab seorang mahasiswa lantang.

“Ya, benar.Tapi itu instrumen penelitan kuantitatif yang menganut prinsip reliabilitas dan replikabilitas.Bagaimana dengan penelitian kualitatif? Apa instrumen utamanya?” Pak Dosen tidak puas dengan jawaban tadi.

“Penelitinya, Pak.Instrumen manusia,” seorang mahasiswa lain memberi jawaban.

“Ya, tepat sekali.Peneliti sendiri sebagai intrumen manusia.Kamu tahu alasannya mengapa peneliti yang menjadi instrumen?” Pak Dosen melanjutkan tanya.

“Karena penelitian kualitatif mengutamakan prinsip validitas atau kredibilitas data,” jawab saya, teringat akan materi kuliah minggu-minggu pertama.(Lihat materi diskusi sesi #007.)

“Ya, lalu apa kaitan antara kredibilitas data dan peneliti sebagai instrumen manusia?” kejar Pak Dosen, membuat saya kelimpungan dan akhirnya menggelengkan kepala.

“Begini,” kata Pak Dosen pada akhirnya.Lalu meluncurlah penjelasan berikut dari bibir tuanya.

Manusia Mengatasi Ketakpastian

Dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan instrumen lain kecuali peneliti sendiri selaku instrumen manusia. Alasannya, menurut Lincoln dan Guba (1985), karena sifatnya yang luwes, penelitian kualitatif itu dicirikan oleh “ketakpastian”.Tak pasti cakupan subyek tinelitinya; tak pasti jenis dan cakupan data yang harus dikumpul; tak pasti sumber datanya; dan ragam ketakpastian lainnya.

Siapa atau apa yang dapat mengatasi situasi ketakpastian tersebut?Jelas, hanya instrumen manusia yang memiliki kapasitas untuk itu.Kapasitasyang dimaksud di sini, menurut Lincoln dan Guba, meliputi tujuh kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang peneliti kualitatif. Rinciannya sebagai berikut.

Kemampuan menanggapi keadaan

Manusia sebagai instrumen dapat merasakan dan menanggapi semua pertanda personal maupun lingkungan.Dengan demikian ia dapat berinteraksi dengan suatu keadaan guna merasakan dan mengungkap dimensi-dimensinya.

Kemampuan penyesuaian diri

Manusia, kendati tidak sempurna selaku manusia, pada dasarnya memiliki kemampuan beradaptasi yang tanpa batas.Manusia yang berguna-ganda pada dasarnya mampumengumpulkan informasi tentang beragam faktor di ragam aras secara bersamaan.Seperti “bom pintar”, instrumen manusia dapat menelusur dan menemukan suatu target tanpa harus deprogram terlebih dahulu.

Kemampuan menangkap realitas secara menyeluruh

Dunia dari sesuatu peristiwa/gejala serta konteks sekitarnya adalah “keseluruhan darisuatu nukilan” (all of a piece), dan hanya instrumen manusia yang mampu menangkap dunia tersebut dalam suatu bingkai pandangan.

Kemampuan perluasan basis pengetahuan

Instrumen manusia memiliki kompetensi untuk berfungsi dalam domein baik “pengetahuan terungkap” (proposisional knowledge) maupun “pengetahuan tak terungkap” (tacit knowledge).Perluasan kesadaran akan situasi melampaui batas-batas pengetahuan terungkap hingga masuk ke alam rasa, simpati bisu, dan keinginan bawah sadar akan memberikan kedalaman dan kekayaan bagi pemahaman peneliti atas ajang sosial tineliti.

Kemampuan pengolahan data secara segera

Hanya dan hanya instrumen manusiayang mampu mengolah data segera setelah data tersedia, merumuskan hipotesa di tempat, dan menggunakan hipotesa itu untuk menangkap realitas yang sedang berlangsung setempat.

Kemampuan klarifikasi dan peringkasan data

Instrumen manusia memiliki kemampuan khas untuk meringkaskan data di tempat dan kemudian mengembalikannya kepada responden atau informan untuk keperluan klarifikasi, koreksi, dan penjelasan tambahan.

Kemampuan mendalami respon yang menyimpang atau tidak lazim

Instrumen manusia mampu mendalami jenis respon yang menyimpang atau tidak lazim untuk mencapai aras pemahaman yang lebih tinggi atas realitas sosial.Pada penggunaan instrumen biasa, misalnya kuesioner pada survei, jenis respon menyimpangjelas tidak memperoleh tempat karena ia tidak bisa dikode ataupun diagregasikan.

Jadi, siapapun yang berminat melakukan penelitian kualitatif, sebaiknya memeriksa diri apakah sudah memiliki tujuh kemampuan dasar itu?Jika sudah memiliki, maka sebesar apa kadarnya?

Kuncinya Keterpercayaan Peneliti

Namun, perlu diingat, seluruh butir kemampuan yang hebat tersebuttidak akan ada maknanya apabilainstrumen manusia itu tidak terpercaya. Keterpercayaan (trustworthiness) peneliti sebagai instrument manusiawi, itulah kunci untuk mendapatkan kredibilitas data kualitatif.

Dalam kaitan itu, Lincoln dan Guba (1985) menegaskan bahwa, pertama, keterpercayaan instrumen manusia dapat dinilai dengan cara yang sama seperti halnya instrumen non-manusia seperti kuesioner.Kedua, instrumen manusia dapat juga disempurnakan seperti halnya instrumen non-manusia.

Sudah barang tentu tidak dapatdiharapkan seorang peneliti akan mampu berfungsi sebagai instrumen manusia secara memadai tanpa dasar pelatihan dan pengalaman yang luas.

Performa peneliti kualitatif sebagai instrumen manusia dapat ditingkatkan secara terus-menerus melalui proses belajar dan menarik manfaat dari pengalaman. Karena itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk percaya bahwamanusia tidak akan mampu mencapai aras keterpercayaan yang sama, atau bahkan lebih tinggi, dibanding dengan instrumen baku penelitian kuantitatif, misalnya kuesioner.

Pada dasarnya, semakin banyak dan luas pengalaman seorang peneliti kualitatif, semakin tinggi pula aras keterpercayaannya.Peneliti kualitatif adalah instrumen yang hidup dan berkembang.

Jadi tak perlu khawatir.Hari ini kadar keterpercayaan kita sebagai instrumen manusia mungkin 10 dalam skala 0-100.Melalui pelatihan diri dan pengalaman meneliti di lapangan, 365 hari lagi mungkin naik menjadi 50.Tambah 365 hari lagi, naik menjadi 75, dan seterusnya.

Kata Pak Dosen saya dulu, “Kamu pasti bisa menjadikan hidupmu besok lebih baik dari hari ini, kecuali kamu berencana menyudahinya.” Ya, besok, lusa, dan seterusnya, masih banyak hal menarik yang perlu kita diskusikan.(*)

Tolong baca artikel sebelumnya:

penelitian-kualitatif-024-empat-tipe-triangulasi-dalam-pengumpulan-data

penelitian-kualitatif-023-tiga-metode-utama-pengumpulan-data-kualitatif

penelitian-kualitatif-022-dwi-tunggal-yin-yang-data-kualitatif-dan-kuantitatif

penelitian-kualitatif-021-apa-itu-data-kualitatif

penelitian-kualitatif-020-triangulasi-metode-pengumpulan-data-mutlak-dalam-studi-kasus

penelitian-kualitatif-019-begini-cara-memilih-unit-kasus

penelitian-kualitatif-018-empat-tahapan-dalam-studi-kasus

penelitian-kualitatif-017-mengapa-memilih-studi-kasus

penelitian-kualitatif-016-apa-itu-studi-kasus

penelitian-kualitatif-015-cara-memilih-subyek-tineliti

penelitian-kualitatif-014-begini-cara-menetapkan-satuan-penelitian

penelitian-kualitatif-013-begini-cara-memilih-strateginya

penelitian-kualitatif-012-lima-strategi-paling-populer

penelitian-kualitatif-011-strategi-tukang-batu

penelitian-kualitatif-010-dimana-tempat-teori-dan-tinjauan-literatur

penelitian-kualitatif-009-begini-format-rancangannya

penelitian-kualitatif-008-rancangannya-selesai-belakangan

penelitian-kualitatif-007-ini-lima-sifat-khas-rancangannya

penelitian-kualitatif-006-di-aras-mikro-menantang-teori-makro

penelitian-kualitatif-005-orientasinya-menunjukkan-kepalsuan-teori-besar

penelitian-kualitatif-004-subyektivitas-sebagai-pumpunan

penelitian-kualitatif-003-beginilah-sifat-sifatnya

penelitian-kualitatif-002-inilah-asumsi-asumsi-dasarnya

penelitian-kualitatif-001-apa-batasannya

Anjuran bacaan

Y.S. Lincoln & E.G. Guba, 1985, Naturalistic Inquiry, Beverly Hills, London, New Delhi: Sage Publications

Kompedusiana.com

Learning by Sharing