Bagaimana sistem kepartaian di Indonesia?

Sistem kepartaian Indonesia menganut sistem multipartai. Aturan ini tersirat dalam pasal 6A(2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Frasa gabungan partai politik mengisyaratkan paling tidak ada dua partai atau lebih yang bergabung untuk mengusung seorang calon pasangan presiden dan wakil presiden dan bersaing dengan calon lain yang diusulkan partai-partai lain. Ini artinya sistem kepartaian di Indonesia harus diikuti oleh minimal 3 partai politik atau lebih. Jadi, jawabannya adalah multipartai.

Miriam Budiardjo di dalam bukunya “Dasar-dasar Ilmu Politik” mengemukakan bahwa sistem klasifikasi kepartaian yang lebih banyak digunakan dalam ranah demokrasi yakni: Sistem Partai Tunggal, Sistem Dwi Partai, Sistem Multi Partai, dan Sistem Partai Tunggal. 

Berarti bahwa merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun partai yang mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai lainnya. Pola partai tunggal terdapat dibeberapa negara Afrika (Ghana dimasa Nkrumah, Guinea, Mali, Pantai Gading), Eropa Timur dan RRC. Suasana kepartaian dinamakan non-kompetitif oleh karena itu partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu.

Sistem partai tunggal mengandung kelemahan-kelemahan dalam parkteknya antara lain:

a. Sistem partai tunggal tidak pernah akan menjamin adanya perlindungan terhadap HAM, mengingat didalam sistem ini selalu berbarengan dengan sistem kediktatoran dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada pada satu tangan sehingga pelaksanaan kekuasaannya itu berlaku sewenang- wenang.

b. Kecenderungan lain adalah sistem partai tunggal ini terkadang membawa bencana bagi kelangsungan demokrasi baik bagi rakyat, bangsa, maupun negara. Hal ini bisa dilihat dinegara-negara komunis. Demikian pula halnya sistem partai tunggal yang berdasarkan pada azas fasisme seperti Italia Musolini dan faham Naziisme seperti Jerman Hitler.

c. Tidak tercapainya perwujudan masyarakat yang sejahtera. Hal ini bisa dilihat pada pemerintahan Khmer Merah Kheu Sampan di Kamboja atau Pemerintahan Mao Tse Tung di Cina dimana rakyat banyak yang sengsara.

d. Tidak adanya sistem kontrol sosial.

e. Sistem partai tunggal tidak mengakui doktrin-doktrin politik demokrasi yang berlaku dinegara-negara liberal ataupun negara demokrasi lainnya.

f. Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya konstitusi yang bersifat filsafat negara demokratik, struktur organisasi negara, perubahan terhadap konstitusi negara dan hak azasi manusia.

g. Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya kebebasanpers.

h. Rakyat tidak mempunyai pilihan lain dalam mengemukakan pendapat dan hak- haknya.

2. Sistem dwi partai atau dua partai 

Merupakan adanya dua partai dalam sebuah negara atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Partai-partai ini terbagi kedalam partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilu) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilu). Sistem dwi partai biasa disebut dengan istilah “a convenient system for contented people” dan memang kenyataannya sistem dwi partai dapat berjalan dengan baik apabila terpenuhi tiga syarat; komposisi masyarakat adalah homogen, konsesus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok adalah kuat, dan adanya kontinuitas sejarah. 

Negara-negara yang menganut sistem dwi partai ini adalah Inggris dengan partai Buruh dan partai konservatifnya, Amerika dengan partai Republik dan partai Demokrat, Jepang, dan Kanada. Sistem dwi partai umumnya diperkuat dengan digunakannya sistem pemilihan distrik (single-member constituency) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem dwi partai ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan partai-partai kecil.

Kelebihan sistem dwi partai ini antara lain:

a. Dalam sistem distrik suara pemilu yang dihasilkan selalu suara mayoritas.

b. Terwujudnya stabilitas pemerintahan yang dapat berjalan sesuai dengan kurun waktu yang telahditetapkan.

c. Pergantian pemerintahan dalam sistem ini dengan pemilu sistem distrik cenderung berjalan normal.

d. Program-program pemerintah dapat berjalan denganbaik.

e. Adanya keterikatan pada konstitusi negara.

Adalah adanya partai-partai politik yang lebih dari dua partai dalam sebuah negara. Sistem ini banyak dianut oleh negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Belanda, Perancis, Swedia, dsb. Sistem ini lebih menitikberatkan peranan partai pada lembaga legislatif sehingga peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan oleh karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain.

Beberapa kelemahan sistem multi partai ini antara lain:

a. Pemerintahan selalu dalam keadaan tidak stabil,

b. Program-program pemerintah kurang berjalan denganefektif,

c. Ideologi partai politik tidak lagi melandasi konstitusi negara atau falsafat hidup suatu bangsa, Sistem ini cenderung lamban dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi makro maupun mikro,

d. Sistem ini mengurangi fungsi nasionalisme dalam suatu negara,

e. Sistem ini belum pernah melahirkan negara yang super power. Sedangkan kelebihan dari sistem multi partai adalah:

• Setiap individu diberikan kesempatan menjadi pimpinan sebuah partai politik,

• Kontrol sosial lebih banyak terjadi dilakukan oleh partai-partai politik,

• Sistem ini memberikan alternatif banyak pilihan pada warga negara.

• Pilihan pada warga negara.

Adnan Buyung Nasution, Arus Pemikiran Konstitusionalisme; Hukum dan Peradilan, Cetakan Pertama, Jakarta, Kata Hasta Pustaka, 2007.

_____________________, Arus Pemikiran Konstitusionalisme; Tata Negara, Cetakan Pertama Edisi I, Jakarta, Kata Hasta Pustaka, 2007.

Agus Efendi, Studi Komparatif Pengaturan Sistem Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Di Indonesia, Jurnal FIAT JUSTISIA Fakultas Hukum Universitas Lampung, Vol. 2, April-Juni 2016.

Agus Sutisna, Politik Penyederhanaan Sistem Kepartaian Di Indonesia Pasca Reformasi 1998, Jurnal SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal Vol. 2, No. 2, Tahun 2015.

A. Pambudi, Supersemar Palsu; Kesaksian Tiga Jenderal, Cetakan Kedua, Tanggeran, Agromedia Pustaka, 2006.

Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia; Pemahaman Secara Teoritik dan Empirik, Edisi Kedua Cetakan Keempat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015.

Jimly Asshiddiqie, Kerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Cetakan Ketiga, Jakarta, Konstitusi Press, 2006.

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan Keempat Edisi Revisi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, Rajawali Pers, 2009.

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi; Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta, Rajawali Pers, 2010.

Sri Soemantri M., Hukum Tata Negara Indonesia; Pemikiran dan Pandangan, Cetakan Pertama, Jakarta, Remaja Rosdakarya, 2014.

Syamsuddin Haris, Kekuasaaan Transisional; Problem Penyelenggaraan Pemilu 1999, dalam Transisi Demokrasi; Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pemilu 1999, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta.

Zainal Arifin Hoesein, Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, Cetakan Pertama, Malang, Setara Press, 2016.

Partai politik pertama-tama lahir di Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakanfaktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka lahirnya partai politik adalah sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah. Di negara yang menganut paham demokratis, rakyat berhak berpartisipasi untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil rakyat dan menjadi pemimpin mereka yang nantinya akan menentukan kebijakan umum.

Definisi Partai Politik


UU No 2 Tahun 2008 - Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan Partai Politik

Tujuan partai politik adalah untuk meraih dan mempertahankan tahta kekuasaan untuk mewujudkan rencana program yang telah disusun oleh mereka sesuai ideologi yang dianut.

Fungsi Partai Politik

  • Mobilisasi dan Integrasi
  • Alat pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih
  • Alat elaborasi pilihan-pilihan kebijakan
  • Alat perekrutan pemilih

Pengertian Sistem Kepartaian
Menurut Ramlan Subekti(1992) - Sistem Kepartaian adalah opola perilaku dan interaksi diantara partai politik dalam suatu sistem politik. Austin Ranney(1990)- Sistem Kepartaian adalah pemahaman terhadap karakteristik umum konflik partai dalam lingkungan dimana mereka berkiprah yang dapat digolongkan menurut beberapa kriteria. Riswanda Imawan (2004)- Sistem Kepartaian adalah pola interaksi partai politik dalam satu sistem politik yang menentukan format dan mekanisme kerja satu sistem pemerintahan. Hague and Harrop(2004) - Sistem Kepartaian merupakan interaksi antara partai politik yang perolehan suaranya signifikan.

Sistem Kepartaian Indonesia menganut sistem multi partai. Aturan ini tersirat dalam pasal 6A(2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Frasa gabungan partai politik mengisyaratkan paling tidak ada dua partai atatu lebih yang bergabung untuk mengusung seorang calon pasangan presiden dan wakio presiden dan bersaing dengan calon lain yang diusulkan partai-partai lain. Ini artinya sistem kepartaian di Indonesia harus diikuti oleh minimal 3 partai politik atau lebih.

Sejak era kemerdekaan, sebetulnya Indonesia telah memenuhi amanat pasal tersebut. Melalui Keputusan Wakil Presiden No X/1949, pemilihan umum pertama tahun 1955 diikuti oleh 29 partai politik dan juga peserta independen. Pada masa pemerintahan orde baru, Presiden Soeharto memandang terlalu banyaknya partai politik menyebabkan stabilitas poltik terganggu, maka Presiden Soeharto pada waktu itu memiliki agenda untuk menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Pemilu tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan pada tahun 1974 peserta pemilu tinggal tiga partai politik saja. Presiden Soeharto merestrukturisasi partai politik menjadi tiga partai(Golkar, PPP, PDI) yang merupakan hasil penggabungan beberapa partai. Walaupun jika dilihat secara jumlah, Indonesia masih menganut sistem multi partai, namun banyak ahli politik menyatakan pendapat sistem kepartaian saat itu merupakan sistem kepartaian tunggal. Ini dikarenakan meskipun jumlah partai politik masa orde baru memenuhi syarat sistem kepartaian multi partai namun dari segi kemampuan kompetisi ketiga partai tersebet tidak seimbang.

Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.

Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.

tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.



Baca: Kelebihan dan Kekurangan Sistem Kepartaian Indonesia
dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia


Page 2