Bagaimana suatu pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu

Pendahuluan

A.J. Bahm dalam  Axiology: The Science of Values mengatakan, ilmu pengetahuan terkait dengan masalah. Masalah adalah bagian dari ilmu pengetahuan. Jika tidak ada masalah, maka tidak akan muncul ilmu pengetahuan. Pengetahuan ilmiah adalah hasil dari pemecahan masalah ilmiah. Jika tidak ada masalah, maka tidak ada pemecahan masalah, dus dengan demikian tidak ada pengetahuan ilmiah. Untuk menjadi ilmiah, maka seseorang harus memiliki kemauan untuk mencoba memecahkan masalah. Menurut Bahm, ilmu pengetahuan setidaknya melibatkan enam  komponen penting: 1) masalah (problems);  2) sikap (attitude);  3) metode (method);  4) aktivitas (activity);  5) kesimpulan (conclusion); 6) pengaruh (effects).   1. Masalah (Problems) Masalah mana yang dianggap mengandung sifat ilmiah? Menurut Bahm, suatu masalah bisa dianggap ilmiah, sedikitnya memiliki tiga ciri: 1) terkait dengan komunikasi; 2) sikap ilmiah dan 3) metode ilmiah. Tidak ada masalah yang disebut ilmiah kecuali masalah tersebut bisa dikomunikasikan kepada orang lain. Jika belum atau tidak dapat dikomunikasikan kepada orang lain atau masyarakat maka belum dianggap ilmiah. Tidak ada masalah yang pantas disebut ilmiah kecuali masalah tersebut bisa dihadapkan  pada sikap ilmiah. Demikian pula tidak ada masalah yang pantas disebut ilmiah kecuali harus terkait dengan metode ilmiah.   2. Sikap (attitude) Sikap ilmiah (scientific attitude) menurut Bahm setidaknya harus memiliki enam ciri pokok, yaitu: 1) keingintahuan (curiosity); 2) spikulasi (speculativeness); 3) kemauan untuk berlaku objektif (willingness to be objective); 4) terbuka (open-maindedness); 5) kemauan untuk menangguhkan penilaian (willingness to suspend judgment) dan 6) bersifat sementara (tentativity). 1). Keingintahuan (curiosity). Keingintahuan harus dimiliki oleh seorang ilmuwan, seperti keinginan untuk menyelidiki, investigasi, eksplorasi, dan eksperimentasi. 2). Spikulasi (spiculativeness). Hal ini penting dalam rangka menguji hipotesis. Spikulasi juga merupakan ciri penting dalam sikap ilmiah. 3). Kesadaran untuk berlaku objektif (willingness to be objective). Sikap ini  penting, sebab objektivitas merupakan  ciri ilmiah. Sikap demikian harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Menurut Bahm sikap objektif harus memenuhi syarat-sayarat sebagai berikut:
  1. Memiliki sifat rasa ingin tahu terhadap apa yang diselidiki untuk memperoleh pemahaman sebaik mungkin;
  2. Melangkah dengan berdasarkan pada pengalaman dan alasan, artinya, pengalaman dan alasan saling mendukung, karena alasan yang logis dituntut oleh pengalaman;
  3. Dapat menerima data sebagaimana adanya (tidak ditambah dan dikurangi). Hal ini terkait dengan sikap objkektif seorang ilmuwan;
  4. Bisa menerima perubahan (fleksibel, terbuka), artinya jika objeknya berubah, maka seorang ilmuwan mau menerima perubahan tersebut;
  5. Berani menanggung resiko kekeliruan. Oleh sebab itu trial and error merupakan karakteristik dari seorang ilmuwan;
  6. Tidak mengenal putus asa, artinya gigih dalam mencari objek atau masalah, hingga mencapai pemahaman secara maksimal.
4). Terbuka (open mindedness), artinya selalu bersedia menerima kritik dan saran ilmuwan lain secara lapang dada. 5). Menangguhkan keputusan/penilaian (willingness to suspend judgment), artinya bersedia menangguhkan keputusan sampai semua bukti penting terkumpul. 6). Bersifat sementara, artinya harus menerima bahwa kesimpulan ilmiah bersifat sementara. 3. Metode (Method) Menurut Bahm, bahwa esensi dari sebuah pengetahuan adalah metode. Setiap pengetahuan memiliki metodenya sendiri sesuai dengan permasalahannya. Meski diantara para ilmuwan terjadi perbedaan tentang metode ilmiah, tetapi mereka sepakat bahwa masalah tanpa observasi tidak akan menjadi ilmiah, sebaliknya observasi tanpa masalah juga tidak akan menjadi ilmiah. Menurutnya, bahwa ilmu pengetahuan adalah aktivitas menyelesaikan masalah dan melihat metode ilmiah sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik yang esensial bagi penyelesaian masalah. Ada lima langkah esensial dan ideal --menurut Bahm-- dalam menerapkan metode ilmiah yang harus dipahami oleh seorang peneliti (ilmuwan), yaitu 1) memahami masalah; 2) menguji masalah; 3) menyiapkan solusi; 4) menguji hipotesis  dan 5) memecahkan masalah.   4. Aktivitas (Activity) Aktivitas dimaksud adalah penelitian ilmiah, yang memiliki dua aspek: individual dan sosial. Aktivitas penelitian ilmiah meliputi:  1) observasi; 2) membuat hiopotesis, 3) menguji observasi dan hipotesis dengan cermat dan terkontrol.   5. Kesimpulan (Conclusion) Kesimpulan merupakan penilaian akhir dari suatu sikap, metode dan aktivitas.  Kesimpulan ilmiah tidak pasti, tetapi bersifat sementara dan tidak dogmatis. Bahkan  jika kesimpulan dianggap dogmatis, maka akan mengurangi sifat dasar dari ilmu pengetahuan tersebut. Pada dasarnya ilmu pengetahuan itu bersifat tidak stabil, setiap generasi berhak untuk menginterpretasikan kembali tradisi ilmu pengetahuan itu.   6. Pengaruh (Effects)             Ilmu pengetahuan memiliki dua pengaruh, yaitu: 1) pengaruh terhadap teknologi dan industri; 2) pengaruh pada peradaban manusia. Industrialisasi yang berkembang dengan pesat merupakan produk dari ilmu pengetahuan yang mempunyai dampak besar terhadap perkembangan ilmu, sehingga nampak seperti yang terjadi dalam perubahan sifat ilmu itu sendiri. Proses industrialisasi tidak akan dapat diputarulang yang akhirnya ilmu pengetahuan itu sendiri mengalami proses terindustrialisasi. Ilmu pengetahuan yang terindustrialisasi ini menjadi bagian utama dari penggerak ilmu pengetahuan dan  menjadi sebuah sumber bidang penelitian yang memiliki prestise tinggi. Ilmu pengetahuan (dengan produk teknologinya), juga memiliki dampak negatif, misalnya dipergunakannya senjata nuklir sebagai alat pemusnah massal di Hiroshima pada perang Dunia II (termasuk pengeboman Iraq oleh Amerika dan Sekutunya sekarang ini). Berbagai reaksi timbul dari dampak negatif ini. Maka lahirlah perkumpulan-perkumpulan ilmuwan yang peduli terhadap masalah dampak negatif teknologi, seperti Federasi ilmuwan Atom, Badan Penelitian Teknologi US, Masyarakat Internasional untuk Penelitian Teknologi, Kongres Internasional. Menurut Bahm, bahwa seseorang yang memiliki perhatian pada permasalahan ilmiah bisa disebut sebagai ilmuwan, kerena sikap ilmiah merupakan bagian dari seorang ilmuwan. Seseorang yang berhasil mengungkap permasalahan dengan menggunakan metode  tertentu --meski tidak paham banyak mengenai  sifat ilmu—  bisa disebut sebagai ilmuwan. Demikian pula seseorang yang mengamati kesimpulan dari seorang ilmuwan dan memiliki concern dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan juga bisa dikatakan telah memiliki aspek ilmiah dalam dirinya. Komponen Ilmu Pengetahuan Menurut A.J. Bahm:

Masalah Sikap Metode Aktivitas Kesimpulan Pengaruh
       (1)        (2)        (3)       (4)        (5)      (6)
  1. Komunikasi
  2. Sikap ilmiah:
  3. Metode ilmiah
1.keingintahuan2. spikulatif 3. objektif   4.terbuka  5.menangguh   kan penilaian  6.bersifat  sementara  
  1. memahami masalah
  2. menguji masalah
  3. menyiapkan solusi
  4. menguji hipotesis
  5. memecahkan masalah.
 
  1. Observasi
  2. Membuat hiopotesis
  3. menguji observasi dan hipotesis
 
Bersifat sementara dan tidak pasti 1.pengaruh terhadap teknologi dan industri2.pengaruh terhadap peradaban manusia

Menurut Peter R. Senn (dalam Jujun, 1991:111), bahwa ilmu pengetahuan memiliki empat komponen utama, yaitu: 1) perumusan masalah; 2) pengamatan dan deskripsi; 3) penjelasan; 4) ramalan dan kontrol. Seperti juga Bahm,  Senn berpendapat, bahwa penelitian keilmuan dimulai dengan masalah, misalnya dengan mempertanyakan sesuatu yang terkait dengan fenomena yang ada: Bagaimana kita harus mendidik anak-anak kita? Apakah yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya perang dunia III? Apakah penyebab pelacuran? dst. Cara yang biasa dilakukan dalam menemukan masalah menurut Senn adalah melalui persepsi. Salah satu syarat utama dalam konteks hubungan antara ilmuwan dengan masalah adalah soal perhatian terhadap masalah tersebut. Kemudian Senn (lihat hal. 112-115) mesyaratkan empat ciri ideal dari masalah dalam ilmu, yaitu: 1) penting dan menarik: 2) dapat dijawab dengan jelas dan kongkret: 3) jawaban dapat diuji oleh orang lain; 4) dapat dirumuskan secara tepat. Sementara menurut Jujun (1990: 142), ilmu pengetahuan memiliki tiga fungsi, yaitu: menjelaskan, meramalkan dan mengontrol. Mengutip Ernest Nagel, Jujun berpendapat, bahwa terdapat empat jenis penjelasan, yaitu: probabilistik, fungsional, teleologis dan genetik.  

MAGISTER ILMU HUKUM PASCASARJANA UNIVERSITAS LANGLANGBUANA MAKALAH “Tidak Semua Pengetahuan Manusia Dapat Dikategorikan Sebagai Ilmu” Mata Kuliah : FILSAFAT ILMU Dosen : Prof. Dr. Davidescu Cristiana Victoria M., MA. Oleh : Alamsyah L210210020

“Tidak Semua Pengetahuan Manusia Dapat Dikategorikan Sebagai Ilmu”

“Untuk mengetahui apakah suatu pengetahuan manusia dapat dikategorikan sebagai Ilmu sebelumnya akan saya ulas sedikit tentang ilmu hingga pada akhirnya saya dapat memberikan suatu pendapat terkait bagaimana suatu pengetahuan manusia dapat dikategorikan sebagai Ilmu yang akan saya bahas pada bagian “C” dalam makalah ini.”

Pendahuluan

Ilmu atau “sains” adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natural atau sosial, yang berlaku umum dan sistimatis. Kebenaran yang diungkapkan secara mendalam dengan tidak terlalu menghiraukan kegunaannya, menghasilkan pengetahuan yang disebut ilmu. Pengetahuan di dalam ilmu  berusaha mengungkapkan keseluruhan aspek di dalam obyeknya, sehingga tidak hanya memperhatikan kegunaannya saja.

Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa: “ilmu pengetahuan sebenarnya  tidak lain adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan  dari sejumlah orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangunan yang teratur”.

Ilmu selalu mulai dari sesuatu yang kongkrit atau sesuatu yang dapat diamati dan bersifat individual atau khusus. Dengan bantuan kemampuan berfikir yang dapat melampaui batas waktu dan ruang, ilmu dapat sampai pada sesuatu yang abstrak dan bersifat umum.

Karakteristik Ilmu

Ilmu lahir karena manusia dibekali Tuhan suatu sifat ingin tahu. Menurut Naramon dalam Nazir (2003), ilmu mencakup lapangan yang  sangat  luas, menjangkau semua aspek tentang progress manusia secara menyeluruh. Didalamnya termasuk pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistimatis melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus, yang telah menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum.

Ilmu menemukan materi-materi alamiah serta memberikan suatu rasionalisasi sebagai hukum alam. Ilmu membentuk kebiasaan serta meningkatkan keterampilan observasi, percobaan (eksperimentasi), klasifikasi, analisis  serta  membuat generalisasi. Dengan adanya keingintahuan manusia terus menerus, ilmu akan terus berkembang dan membantu kemampuan persepsi serta kemampuan berfikir secara logis yang disebut penalaran.

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu membahas dan membicarakan segala macam pengetahuan yang dapat dimiliki manusia, baik pengetahuan lahir maupun pengetahuan bathin, termasuk masalah-masalah yang tresedental dan metafisik.

Pengertian Ilmu menurut Nazir (2003). ” Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistimatis, pengetahuan dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah yang umum. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dan arti serta menyeluruh dan sistimatis”.

Menurut Naroman dalam Nazir (2003), “ Ilmu mencakup lapangan  yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang progress manusia secara menyeluruh.  Di dalamnya termasuk pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistimatis melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus, yang telah menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum”.

Selanjutnya menurut Harsoyo (1977), ilmu adalah:

  1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistimatiskan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan
  2. Suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia.

Berdasarkan kehidupan manusia, kita dapat merasakan berbagai kemajuan  yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu. Contoh: Anda masih ingat orang bisa mendarat ke bulan, sebelumnya hal tersebut dianggap mustahil, tetapi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata orang sampai juga ke bulan. Demikian juga contoh lain yaitu orang mempunyai anak hasil bayi tabung.

Secara umum karakteristik ilmu adalah:

Bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.

Ilmu dapat dipergunakan untuk penelitian dan penemuan hal-hal baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja. Setiap orang dapat menggunakan atau memanfaatkan hasil penemuan orang lain.

Contohnya:

  • Penggunaan metode yang digunakan dalam pembelajaran tidak hanya ceramah, tetapi ada metode lain misalnya diskusi yang bisa digunakan di kelas dalam rangka mengaktifkan siswa.

Kebenarannya tidak mutlak

Kebenaran suatu ilmu tidak selamanya mutlak, hal ini terjadi karena yang menyelidiki/menemukannya adalah manusia. Kekeliruan/ kesalahan yang mungkin terjadi bukan karena metode, melainkan terletak pada manusia yang kurang tepat dalam penggunaan metode tersebut.

Contohnya:

  • Pendekatan dalam pembelajaran            muncul berbagai, nama, misalnya pembelajaran partisipatif, kontekstual learning, kooperatif learning

Bersifat Objektif

Prosedur kerja atau cara penggunaan metode dalam menemukan/meneliti sesuatu harus didasarkan pada metode yang bersifat ilmiah, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.

Contohnya :

  • Berbagai model pembelajaran muncul dengan diawali penggunaannnya dalam pembelajaran, kemudian diteliti efektivitas dari masing-masing model  tersebut, kemudian disosialisasikan

Harsoyo (1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu itu ada empat, yaitu: bersifat rasional, empiris, umum dan akumulatif.

Bersifat Rasional

Hasil dari proses berfikir merupakan akibat dari penggunaan akal (rasio) yang bersifat objektif.

Contohnya:

  • Penggunaan pembelajaran partisipatif dapat menumbuhkan kreativitas pada siswa, karena pada pelaksanaannya setiap siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat/gagasan, atau dalam mengambil keputusan
  • Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan kerjasama diantara peserta belajar, karena dalam pelaksanaannya peserta belajar dibagi dalam kelompok kecil untuk memecahkan suatu permasalahan

Bersifat Empiris

Ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh pancaindera, ilmu sifatnya tidak abstrak. Berdasarkan pengalaman hidup dan penelitian dapat menghasilkan ilmu.

Contohnya:

  • Penggunaan pembelajaran partisipatif didasarkan pada pengamatan bahwa keaktifan dan kreatvitas peserta didik sangat memuaskan, karena setiap siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek
  • Penggunaan pembelajaran kooperatif dianggap efektif dalam menciptakan peserta didik untuk belajar bekerja sama ketika harus memecahkan suatu masalah, sehingga pada diri anak tumbuh rasa kebersamaan
  • Bersifat Umum

Hasil dari ilmu dapat dipergunakan oleh semua manusia tanpa kecuali. Ilmu tidak hanya dapat dipergunakan untuk wilayah tertentu, tetapi ilmu dapat dimanfaatkan secara makro tanpa dibatasi oleh ruang.

Contohnya:

  • Penggunaan model pembelajaran partisipatif ataupun pembelajaran kooperatif tidak hanya digunakan oleh seorang guru dalam mata pelajaran tertentu, tetapi dapat juga digunakan oleh guru lainnya dalam mata pelajaran yang berbeda
  • Penggunaan media dengan memanfaatkan potensi lokal dalam pembelajaran dapat digunakan pada tempat-tempat tertentu sesuai dengan potensi lokal yang dimilikinya
  • Bersifat Akumulatif

Hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian berikutnya. Ilmu sifatnya tidak statis, setelah diperoleh ilmu tentang sesuatu, maka akan muncul ilmu-ilmu baru lainnya.

Contohnya:

  • Setelah muncul model pembelajaran partisipatif dan model pembelajaran kooperatif, muncul lagi model pembelajaran lainnya , misalnya model kontekstual learning

Sifat ilmiah di dalam ilmu dapat diwujudkan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  • Ilmu harus mempunyai objek, karena kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai adalah kesesuaian antara yang diketahui dengan objeknya. Kesesuaian itu mungkin tidak seluruh aspek objeknya, tetapi sekurang-kurangnya harus sesuai dengan salah satu atau beberapa aspek dari objeknya.

Berdasarkan hal tersebut harus dibedakan antara objek material dan objek formal yang diungkapkan ilmu. Objek material adalah kenyataan yang diselidiki atau dibahas, misalnya manusia adalah objek material yang dipersoalkan oleh berbagai disiplin ilmu, sedangkan yang dimaksud dengan objek formal adalah aspek khusus atau tertentu dari objek material yang diungkapkan oleh suatu disiplin ilmu.

Contohnya:

  • tentang kegiatan manusia mendidik,
  • tentang kehidupan perekonomian manusia
  • tentang kebudayaan manusia.
  • Ilmu harus mempunyai metode, karena untuk mencapai suatu kebenaran yang objektif dalam mengungkapkan objeknya, ilmu tidak dapat bekerja secara sembarangan, sehingga diperlukan cara tertentu yang tepat. Cara tersebut harus memberi jaminan bagi tercapainya persesuaian antara yang diketahui atau yang diungkapkan dengan kenyataan yang terdapat pada objeknya. Metode keilmuan harus mengungkapkan bukti-bukti atau tanda kebenaran dari pengalaman manusia.
  • Ilmu harus sistematik. Dalam mendeskripsikan pengalaman-pengalaman atau kebenaran-kebenaran tentang objeknya harus dipadukan secara harmonis sebagai suatu keseluruhan yang teratur. Ilmu harus merupakan satu kesatuan yang sistematik atau bersistem.
  • Ilmu bersifat universal atau berlaku umum. Kebenaran yang dideskripsikan ilmu, bukanlah mengenai sesuatu hal yang bersifat khusus atau yang individual. Kebenaran ilmiah berhubungan dengan satu jenis. Dalam kegiatan penelitian, kebenaran ilmu harus berlaku bagi suatu populasi tertentu dan tidak sekedar berlaku secara terbatas pada unsur-unsurnya yang disebut sampel.

Tidak Semua Pengetahuan Dapat Disebut Sebagai Ilmu

Filsafat salah satu cabang ilmu yang paling pertama sebelum cabang ilmu lain muncul. Hal ini menunjukan bahwasanya ilmu filsafat memiliki kajian dan perenungan yang dalam. Sehingga mampu melahirkan banyak cabang ilmu.

Eksistensi ilmu pengetahuan tidak lepas dari sejarah perkembangannya yang merupakan sebuah proses panjang tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada setiap fase perkembangan ilmu pengetahuan muncul sesuatu yang baru dan memilki karakteristik di setiap masanya. Karakteristik tersebut adalah hasil dari sebuah pergumulan budaya yang terjadi dalam dinamika sosial. Tentu hal itu tidak bisa lepas dari berbagai pengaruh sosial, budaya, dan politik yang berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan dapat diperiodesasikan sesuai dengan dinamika yang ada yaitu periode Yunani kuno, periode Islam, periode renaisans dan modern, dan periode kontemporer.

Namun tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu. Dari penjelasan yang saya sampaikan diatas menurut pendapat saya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu.

Kumulatif berarti suatu pengetahuan terus bertambah seiring dengan perkembangan keilmuan dan munculnya teori analisis terbaru.

Logis berarti suatu pengetahuan harus sesuai dengan akal sehat dan logika.

Universal berarti suatu pengetahuan bersifat umum dan berlaku untuk siapa saja dan di mana saja.

Objektif berarti suatu pengetahuan tidak berpihak pada aspek tertentu dan didukung dengan fakta atau data empiris.

Sistematik berarti pengetahuan disusun secara sistematis, saling berkaitan, dan merupakan satu kesatuan.

Metodik berarti suatu pengetahuan diperoleh berdasarkan metode dan cara tertentu.

Kesimpulan

Perkembangan ilmu sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi spirit dan motivasi bagi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Hal penting yang perlu dicatat dalam hal ini adalah bahwa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan pengembangan moralitas spiritual, karena sebagaimana kita tahu bahwa Ilmu pengetahuan hakekatnya adalah bebas nilai, tergantung bagaimana manusia mempergunakannya. Ilmu pengetahuan bisa berdampak positif, tetapi ia juga dapat memiliki dampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya adalah dapat semakin mempermudah dan memberikan kenyamanan dalam kehidupan manusia, sementara dampak negatifnya adalah dapat menghancurkan tatanan kehidupan manusia itu sendiri.

Namun tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu pengetahuan tersebut yaitu : pengetahuan tersebut harus bersifat Kumulatif, pengetahuan tersebut harus Logis, pengetahuan tersebut harus bersifat Universal, pengetahuan tersebut harus Objektif, pengetahuan tersebut harus secara Sistematik dan pengetahuan tersebut harus secara Metodik. Jika sayarat-sayarat ini terpenuhi maka menurut saya barulah sebuah pengetahuan tersebut dapat disebut sebagai ilmu.

BNP. Red-001