Bagi mereka yang mempunyai harta hendaknya mereka bersedekah

MADANINEWS.ID, JAKARTA — Bersedekah harta merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Selain bernilai sebagai ibadah vertikal, yakni ibadah antara seorang hamba dengan Allah subhanahu wata’ala, sedekah juga bernilai sebagai ibadah horizontal, yakni ibadah antara seorang hamba dengan hamba yang lain.

Betapa tidak, karena mendapatkan sedekah, kehidupan seseorang bisa terjamin, setidaknya untuk beberapa hari. Oleh karena itu, sedekah tidak hanya menambah pahala, tetapi juga menambah keberlangsung kehidupan seseorang.

Sayangnya, tidak semua orang mampu mengerjakan ibadah satu ini. Orang-orang yang tidak memiliki keuangan yang cukup, tentu tidak mampu untuk melaksanakan ibadah ini.

Mengenai hal ini Rasulullah pernah memberikan salah satu amalan yang kedudukannya dapat menyamai pahala sedekah. Dalam sebuah hadits riwayat Imam al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra dan juga diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِى بُرْدَةَ بْنِ أَبِى مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ : فَيَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ : فَيُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ : فَيَأْمُرُ بِالْخَيْرِ أَوْ قَالَ بِالْمَعْرُوفِ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ : فَلْيُمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ 

“Wajib bagi setiap Muslim untuk bersedekah.” Kemudian beberapa orang bertanya, “Jika ia tidak mampu, wahai Rasul?” Rasul kemudian menjawab, “Hendaknya bekerja dengan tangannya sendiri, kemudian bermanfaat bagi dirinya dan bersedekah.” Mereka kemudian bertanya kembali, “Jika tidak bisa?” Rasul pun menjawab, “Maka boleh dengan menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan.” Mereka masih saja bertanya, “Jika tidak dikerjakan wahai Rasul?” Rasul menjawab, “Maka boleh dengan meneggakkan kebenaran atau mengatakan yang jujur.” Mereka bertanya kembali, “Jika masih belum bisa melakukan?” Rasul menjawab, “Maka sebaiknya menahan diri berbuat kejelekan, karena hal itu bernilai sedekah baginya.” [Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, Hederabad, Majelis Dairah al-Maarif, 1344 H, juz 4, halaman 188]

Setidaknya dari hadits di atas, ada 4 [empat] hal yang bisa dilakukan seseorang sebagai amalan pengganti sedekah.

Pertama, bekerja kemudian dari hasil kerjaan tersebut bisa bermanfaat bagi dirinya kemudian bersedekah.

Kedua, menolong orang yang sedang membutuhkan bantuan.

Ketiga, menegakkan kebenaran dan berkata jujur.

Keempat, menahan diri agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.

Berdasarkan hadits tersebut, Badruddin al-Aini dalam Umdatul Qari fi Syarhi Sahih al-Bukhari menjelaskan bahwa sedekah merupakan bentuk kasih sayang kepada makhluk Allah subhanahu wata’ala. Dan bentuk kasih sayang tidak hanya dihasilkan dari harta, bisa juga dari amalan atau perilaku kita.

يستفاد منه أن الشفقة على خلق الله تعالى لا بد منها، وهي إما بالمال أو بغيره، والمال إما حاصل أو مقدور التحصيل له والغير، إما فعل، وهو: الإعانة، أو ترك وهو: الإمساك، وأعمال الخير إذا حسنت النيات فيها تنزل منزلة الصدقات في الأجور ولا سيما في حق من لا يقدر على الصدقة، ويفهم منه أن الصدقة في حق القادر عليها أفضل من سائر الأعمال القاصرة على فاعلها

Artinya: “Dari hadits tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa kasih sayang kepada makhluk Allah merupakan sebuah keharusan. Hal ini bisa dilakukan dengan harta atau sesuatu yang lain. Adapun kasih sayang dengan harta bisa atau mampu bermanfaat bagi pemberi dan yang lainnya [penerima]. Dan juga bisa dilakukan dengan amalan atau tindakan, yaitu dengan menolong atau meninggalkan, yakni seperti menahan [agar tidak berbuat jelek kepada orang lain]. Adapun perbuatan-perbuatan yang baik jika dilandasi dengan niat yang baik maka setara dengan pahala bersedekah, khususnya bagi orang yang tidak mampu untuk bersedekah. Dan bisa difahami bahwa sedekah yang sesuai dengan kemampuan lebih utama daripada banyak amalan akan tetapi hanya terbatas [manfaatnya] bagi orang yang mengerjakannya saja.” [Badruddin al-Aini, Umdatul Qari fi Syarhi Sahih al-Bukhari, Beirut, Dar Ihya Turats al-Arabi, t.t., juz 8, halaman 312]

Inti dari pernyataan al-Aini di atas adalah bahwa setiap hal baik, misalnya sedekah sesuai kemampuan jika dilandasi dengan niat baik dan bermanfaat bagi orang lain, maka pahalanya setara dengan pahala sedekah serta lebih baik daripada banyaknya amalan akan tetapi hanya bermanfaat pada diri sendiri.

Menurut al-Aini, keempat amalan ini diurutkan berdasarkan kemampuan seseorang. Sehingga keempat urutan ini bersifat pilihan, yakni seseorang bisa memilih sesuai amalan yang ia mampu. Jika ia mampu mengerjakan semuanya, maka hal itu lebih baik.

واعلم أنه لا ترتيب فيما تضمنه الحديث المذكور، وإنما هو للإيضاح لما يفعله من عجز عن خصلة من الخصال المذكورة، فإنه يمكنه خصلة أخرى، فمن أمكنه أن يعمل بيده فيتصدق، وأن يغيث الملهوف وأن يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر ويمسك عن الشر فليفعل الجميع.

Artinya, “Perlu diketahui bahwa tidak ada urutan secara khusus untuk poin yang terdapat dalam hadits tersebut. Sebenarnya hal itu merupakan penjelas atas hal yang bisa dilakukan orang yang tidak mampu mengerjakan salah satu amalan dan bisa memilih untuk mengerjakan amalan lain yang ia mampu. Jika memungkinkan untuk melakukan semuanya: bekerja dan bersedekah, menolong orang, menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran serta menahan untuk melakukan perbuatan tercela, maka lakukanlah semuanya.” [Badruddin al-Aini, Umdatul Qari fi Syarhi Sahih al-Bukhari, juz 8, halaman 312]

Rabu, 24 November 2021 - 17:57 WIB

Al-Quran menjelaskan orang-orang yang paling diprioritaskan untuk mendapat infaq dan sedekah. Foto/Ist

Al-Qur'an menerangkan orang-orang yang paling berhak menerima infak dan sedekah. Mereka hendaknya diprioritaskan sebelum orang lain. Siapakah orang tersebut?Berikut firman Allah Ta'ala:

يَسۡـــَٔلُوۡنَكَ مَاذَا يُنۡفِقُوۡنَ ؕ قُلۡ مَآ اَنۡفَقۡتُمۡ مِّنۡ خَيۡرٍ فَلِلۡوَالِدَيۡنِ وَالۡاَقۡرَبِيۡنَ وَالۡيَتٰمٰى وَالۡمَسٰكِيۡنِ وَابۡنِ السَّبِيۡلِ‌ؕ وَمَا تَفۡعَلُوۡا مِنۡ خَيۡرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيۡمٌ

"Mereka bertanya kepadamu [Muhammad] tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, 'Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.' Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." [QS Al-Baqarah Ayat 215]

Infak pada ayat ini adalah sedekah yang bersifat anjuran atau sunnah. Bukan zakat yang diwajibkan dalam agama dan telah ditentukan siapa yang berhak menerimanya seperti yang tertuang dalam Surah at-Taubah Ayat 60.

Dijelaskan dalam Tafsir Kemenag, Ibnu 'Abbas meriwayatkan bahwa Amir bin al-Jamuh al-Ansari, orang yang telah lanjut usia dan mempunyai banyak harta, bertanya kepada Rasulullah SAW. "Harta apakah yang sebaiknya saya nafkahkan dan kepada siapa nafkah itu saya berikan?" Sebagai jawaban, turunlah ayat ini. Ayat ini mengajarkan bahwa apa saja yang dinafkahkan, banyak ataupun sedikit pahalanya adalah untuk orang yang menafkahkan itu dan tercatat di sisi Allah sebagai amal saleh sebagaimana dijelaskan dalam satu hadis yang berbunyi:"Bahwasannya pahala perbuatanmu adalah kepunyaanmu. Akulah yang mencatatnya untukmu." [HR Muslim dari Abu dzarr al-Giffari]

1. Orangtua

Orang yang paling berhak kita sedekahi ialah orangtua. Hendaknya harta yang kita miliki diberikan lebih dahulu kepada orang tua yaitu ibu-bapak, karena keduanya adalah orang yang paling berjasa kepada anaknya. Merekalah yang mendidiknya sejak dalam kandungan, dan pada waktu kecil bersusah payah dalam menjaga pertumbuhannya.

2. Kaum Kerabat

Setelah orangtua, barulah nafkah diberikan kepada kaum kerabat, seperti anak-anak, saudara-saudara yang memerlukan bantuan. Mereka itu adalah orang-orang yang semestinya dibantu, karena kalau dibiarkan saja, akhirnya mereka akan meminta kepada orang lain, akibatnya akan memalukan keluarga.

3. Anak Yatim

Setelah orangtua dan kerabat, kita memberikan infak dan sedekah kepada anak-anak yatim yang belum bisa berusaha untuk memenuhi keperluannya.

4. Orang Miskin

Kemudian kepada orang-orang miskin. Orang miskin membutuhkan bantuan karena mereka hidup serba kekurangan. Keutamaan membantu orang miskin sangat bernilai di sisi Allah.

5. Orang yang Dalam Perjalanan [Musafir]

Orang yang berhak berikutnya orang-orang yang sedang dalam perjalanan [musafir]. Mereka layak diberi infak dan sedekah untuk menutupi keperluannya. Kemudian, meringankan beban karena sekalipun mereka tidak ada hubungan famili, tetapi mereka adalah keluarga besar kaum Muslimin, yang sewajarnya dibantu ketika mereka dalam kesusahan.

Baca Juga: Sedekah Apakah Paling Afdhol? Berikut Jawaban Nabi

Agar sedekah yang kamu berikan tepat sasaran, di bawah ini adalah urutan orang yang berhak menerima sedekah:

1. Sedekah untuk sanak keluarga

Orang pertama yang berhak menerima sedekah adalah sanak keluarga. Rasulullah SAW pun pernah bersabda, “jika antara keluargamu miskin, hendaknya mulai bersedekah kepada sanak keluargamu terlebih dahulu.”

2. Sedekah untuk orang terdekat

Apabila sanak keluarga sudah mendapatkannya, barulah berikan sedekah itu kepada orang-orang terdekat.

Menyambung sabda Rasulullah SAW di atas, “dan, jika dalam sedekah itu ada kelebihan, hendaknya diberikan kepada orang-orang terdekat.

3. Sedekah untuk orang lain

Dan, bila orang terdekat juga sudah mendapatkan sedekah yang cukup, ada baiknya sedekah yang masih tersisa diberikan kepada orang lain yang membutuhkannya.

Masih menyambung dari sabda Rasulullah sebelumnya, “kemudian apabila masih ada kelebihan, barulah berikan untuk ini dan itu [orang lain yang juga membutuhkannya].”

Dari ketiga penjelasan di atas dapat disimpulkan orang-orang yang berhak menerima sedekah yaitu, keluarganya, saudara atau kerabatnya, dan orang lain. Penting diketahui, ketiga golongan ini juga tidak boleh bersedekah kepada orang lain bila harta yang disedekahan diperlukan sebagai nafkah hidup untuk keluarganya sendiri.

Lain halnya bila seseorang sudah mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, Allah SWT justru menganjurkannya untuk bersedekah kepada kerabat atau keluarga, lalu kepada orang lain yang juga membutuhkannya.

Sedekah Melalui Donasi Panti Asuhan Bersama Pepsodent Siwak dan Pepsodent Herbal

Sebagai bagian dari peran Pepsodent pada komunitas, terutama pada masa pandemi ini, Pepsodent mengajak setiap orang untuk menjadi #PahlawanSenyum dengan membeli Pepsodent Siwak dan Pepsodent Herbal. Setiap keuntungan penjualan Pepsodent Siwak khususnya, 2,5%-nya akan didonasikan kepada anak-anak yatim piatu ada di panti asuhan yang tersebar di beberapa kota besar di  Indonesia.

Bekerja sama dengan BAZNAS [Badan Amil Zakat Nasional] dan Yayasan Unilever Indonesia, Pepsodent akan menyalurkan donasi ke panti asuhan dalam bentuk fasilitas sikat gigi untuk edukasi mengenai kesehatan gigi dan mulut, donasi produk, serta khusus pada bulan Ramadan ini akan membagikan paket Sahur Amal.

Program ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada umat muslim yang ingin berlomba-lomba berbuat kebaikan di bulan Ramadan dengan memberi sedekah sekaligus berbagi kebahagian kepada sesama.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề