Bandingkan pergerakan mahasiswa 1966 dan pergerakan mahasiswa 1998

Daftar Isi:

  • Mahasiswa sebagai salah satu elemen bangsa telah memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Sejak era kebangkitan nasional pada tahun 1908 sampai pada saat pengguliran reformasi, mahasiswa selalu saja menjadi ujung tombak perubahan. Pada tahun 1908 mahasiswa mencetuskan Budi Utomo yang kemudian disusul dengan Sumpah Pemuda. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, mahasiswa juga memainkan peranan yang sangat strategis dengan cara menculik Soekarno-Hatta guna mendesak proklamasi kemerdekaan secepat mungkin. Pasca proklamasi mahasiswa kembali menjadi super hero dengan berhasil menumbangkan Soekarno dan Soeharto dari kursi kekuasaan. Pada penelitian ini, ketertarikan penulis mengambil judul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa” ialah lebih dikarenakan kekaguman penulis akan perjuangan mahasiswa tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa serta membandingkannya. Untuk menjelaskan objek penelitian ini penulis berpendapat bahwa teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya merupakan teori yang cocok dalam membedah objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pisau analisis teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya akhirnya penulis mengambil tiga unit analisis untuk dibandingkan yaitu model organisasi yang digunakan, sekutu gerakan dan mobilisasi opini publik. Gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 ternyata memiliki persamaan dalam hal sekutu gerakan yang bersifat saling memanfaatkan dan saling menguntungkan serta dalam hal menggunakan aksi-aksi massa serta aksi simbolik. Sedangkan perbedaan dari kedua gerakan mahasiswa tersebut dapat dilihat pada model organisasi termasuk di dalam nya perbedaan pada kesolidan gerakan, kepemimpinan, dan spektrum atau haluan. Jika kita kritisi lagi kedua gerakan mahasiswa diatas maka kita akan menemukan bahwa gerakan mahasiswa tersebut tidak memiliki visi yang jelas serta selalu dikhianati oleh sekutu-sekutunya sendiri. Oleh karena itu bisi yang jelas, adanya organisasi penghimpun, meminimalisir mengandalkan sekutu gerakan, penguatan propaganda serta pendirian partai politik mahasiswa merupakan salah satu solusi dari permasalahan gerakan mahasiswa dewasa ini.
  • 030906028

Budiningtyas, 3150408002 (2012) Study Komparasi Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Tahun 1998 di Semarang. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.

Bandingkan pergerakan mahasiswa 1966 dan pergerakan mahasiswa 1998
Microsoft Word (Study Komparasi Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Tahun 1998 di Semarang) - Published Version
Download (26kB)

Abstract

Gerakan mahasiswa muncul ketika sistem politik tidak berjalan semestinya, tuntutannya sering mempresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi dalam masyarakat sehingga menjadikan gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral. Periodesasi gerakan mahasiswa Indonesia muncul ketika tahun 1908,dilanjutkan pada 1928, 1945, 1966 dan 1998. Gerakan yang sangat monumental terjadi ketika mahasiswa mengoreksi pemerintahan orde lama pada tahun 1966 dan orde baru pada tahun 1998. Kedua gerakan tersebut menjadi penting ketika tidak hanya mahasiswa dari Jakarta yang ikut andil tetapi seluruh mahasiswa Indonesia, tidak terkecuali di Semarang. Tujuan penelitian ini : (1) Mengetahui bagaimana latar belakang dan kondisi mahasiswa menjelang memuncaknya gerakan mahasiswa 1966 di Semarang (2) Mengetahui bagaimana latar belakang dan kondisi mahasiswa menjelang memuncaknya gerakan mahasiswa 1998 di Semarang (3) Mengetahui bagaimana bentuk-bentuk gerakan mahasiswa di Semarang ketika tahun 1966 dengan tahun 1998 di Semarang. Metode dalam penelitian ini berdasarkan metode penelitian sejarah, yaitu (1) heuristik, (2) kritik sumber, (3) interpretasi, dan (4) historiografi. Dalam pengumpulan data baik berupa data tertulis, dokumen berupa foto, maupun sumber lisan dari hasil wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa di Semarang juga mempunyai memegang peranan penting dalam sejarah pergerakan mahasiswa nasional. Masing-masing gerakan mempunyai cara yang unik dan berbeda dalam menyampaikan setiap tuntutanya. Isu yang diangkat menggambarkan realitas keadaan masyarakat pada saat itu seperti ketika tahun 1966 dengan isu Tritura dan tahun 1998 dengan isu Turunkan Soeharto. Gerakan mahasiswa di Semarang yang terjadi pada tahun 1966 dan pada tahun 1998 mempunyai persamaan yaitu sama-sama dimotori oleh pemuda dan mahasiswa akibat situasi nasional pada saat itu, dukungan penuh dari masyarakat terhadap setiap gerakan menambah semangat bagi mahasiswa untut memperjuangkan tuntutannya. Perbedaan juga dapat dilhat dari aksi mahasiswa tahun 1966 dan 1998 yakni dari faktor pemicu gerakan, aktor pelaku, isu yang diangkat dan bentuk gerakan yang masing-masing mempunyai corak kekhasan.

Actions (login required)

Bandingkan pergerakan mahasiswa 1966 dan pergerakan mahasiswa 1998
View Item

(1)

PERBANDINGAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966

DENGAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM

MERUNTUHKAN REZIM PENGUASA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

ANDRI BASTIAN

030906028

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga dengan izin-Nya jua akhirnya penulisan skripsi ini dapat selesai. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah berjuang sampai tetes darah penghabisan demi tegaknya kebenaran, semoga syafaat mu tercurahkan di akhirat kelak.

Pada penelitian yang berjudul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa

Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa”, penulis berangkat dari ketertarikan penulis terhadap kedua

gerakan mahasiswa tersebut karena di Indonesia hanya kedua gerakan mahasiswa tersebut yang mampu meruntuhkan seorang penguasa. Adapun fokus perbandingan keduanya ialah pada strategi yang digunakan.

Pada pelaksanaan penelitian ini ingin mengucapkan rasa terima kepada ayahanda A. Kori Kuntji, SH dan ibunda Tenty Kumala Sari yang dengan gigih berjuang membanting tulang demi anakmu ini, tidak ada yang bisa penulis lakukan kecuali berdoa dan mencoba menjadi anak yang berbakti. Terima kasih juga untuk abang ku Erwin, SH, yuk Dwi, Kiki dan Aldi, kalian sangat berarti bagiku. Terima kasih juga untuk ayah, ibu, uda dan uni di Bukit Tinggi. Semoga kita semua tetap menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warrahmah, amin.

Penulis juga berterima kasih kepada seluruh civitas akademika FISIP USU, Bapak Dekan FISIP USU Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, ketua Departemen Ilmu Politik Drs. Heri Kusmanto,MA, Drs. Tony P. Situmorang, MSi


(3)

selaku dosen wali penulis serta para dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis.

Terima kasih juga kepada Bapak Warjio, S.S, MA dan Bapak Indra Kesuma Nst, SIP, MSi selaku dosen pembimbing dan dosen pembaca yang telah banyak mengarahkan serta memberikan masukan yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Terima kasih juga kepada seluruh staf pegawai administrasi dan pendidikan, kak Uci, bang Rusdi, bang Udin, pak Jamal, Ket, bu Masdah dan yang lainnya yang telah banyak membantu penulis dalam menuntut ilmu di FISIP USU.

Terima kasih untuk Rani Tri Dayanti, S. Sos atas segala dorongan, pengertian, kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan selama ini. Engkau sangat berarti bagiku. Semoga hubungan ini mendapat ridhoNya.

Selanjutnya ucapan terima kasih kepada keluarga besar HMI Kom’s FISIP USU, bang Zacky, bang Wawan, bang Didi dan mas Pur (terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk berdiskusi) serta abang-abang yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Teman-teman ku di kampus Tata & Irsan (ambil tuh barang kalian yang ketinggalan di sarman), Walid (bukalah dulu topengnya), Jupri (jadi yang mana neh?), Prima (si alien nyasar), Rolan (jgn mau jadi ketupat PMB), Dika (dik, hati2 bulan purnama), Veni (gober FISIP apa sastra y?), Crist Tarigan & Akhyar (ambil hikmanya aja LK-4 itu), Pak Leo (aksi trus!!!), Fuad & Coky (slmt dating dinegara ku padang bulan), Andi (kecap merek apa lagi neh?), Surya (ada film lagi gak?), Aulia (org tua yang bijak), Akong (anggota dewan neh), Putra (sang ayah), Rusa (Rudi Salam), Ari & Brata (kapan sidang?),Yoz (gay FISIP),


(4)

Migdad (agak capat datang jumatnya), Dini, Nanda, Rika, Sri, Utik, Ana, Ratih, Sita, Mimi (jagain cowok2nya ya dari sindrom gang sarman coz ada indikasi semuanya terlibat !!!)

Buat junior2 ku Ari, Rajab, Wendi, Doni, Elis, Riri, Titin, Bimbi, Jean Ari, Nia, Dayat, Lia kom, Pak de, Riri kom 05, Bedul, Anti, Amel, Cut, Fera, Irna, Lia pol 04, Serta dan yang lainnya ( perjuangan belum selesai). Semua anak kost 28 (Trims ya). Mohon maaf bagi kawan-kawan yang tidak disebutkan, tapi yakinlah kalian adalah sahabat sejati ku.

Selanjutnya untuk SBY-JK (bohong terus), semua aktivis mahasiswa (semoga skripsi ini bisa menjadi inspirasi), terima kasih untuk para pejuang yang telah mengorbankan nyawanya, semoga perjuangan kalian tidak sia-sia.

Penulis menyadari bahwa karya ini terdapat banyak kekuarangan di sana sini. Oleh karena itulah saran dan kritik sangat diperlukan agar karya-karya yang akan datang dapat lebih baik lagi. Akhirnya penulis mempersembahkan skripsi ini untuk semua pejuang kebenaran.

Medan, 2 Juni 2008

Penulis


(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Perumusan Masalah ... 8

1. 3. Pembatasan Masalah ... 8

1. 4. Tujuan Penelitian ... 9

1. 5. Manfaat Penelitian ... 9

1. 6. Kerangka Teori ... 10

1. 6. 1. Teori Gerakan Sosial Baru ... 12

1.6. 2. Teori Mobilisasi Sumber Daya ... 14

1. 7. Metodologi Penelitian ... 15

1.7. 1. Metode Penelitian ... 15

1. 7. 2. Teknik Pengumpulan Data ... 15

1. 7. 3. Taknik Analisa Data ... 16

1.7. 4. Teknik Perbandingan ... 16


(6)

vi

BAB II DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA

2. 1. Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 19

2. 1. 1. Meletusnya Peristiwa Gerakan 30 September ... 19

2. 1. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 24

2. 1. 3. Jatuhnya Presiden Soekarno ... 28

2. 2. Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 30

2. 2. 1. Krisis Ekonomi Tahun 1997 ... 30

2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 35

2. 2. 3. Jatuhnya Presiden Soeharto ... 42

BAB III STRATEGI YANG DIGUNAKAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 3. 1. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 44

3. 1. 1. Model Organisasi Yang Digunakan ... 44

3. 1. 2. Sekutu Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 49

3. 1. 3. Mobilisasi Opini Publik ... 52

3. 2. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 57

3. 2. 1. Model Organisasi Yang Digunakan ... 57

3. 2. 2. Sekutu Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 61


(7)

vii

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4. 1. Kesimpulan ... 72 4. 2. Saran ... 76


(8)

viii

ABTRAKSI

Mahasiswa sebagai salah satu elemen bangsa telah memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Sejak era kebangkitan nasional pada tahun 1908 sampai pada saat pengguliran reformasi, mahasiswa selalu saja menjadi ujung tombak perubahan. Pada tahun 1908 mahasiswa mencetuskan Budi Utomo yang kemudian disusul dengan Sumpah Pemuda. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, mahasiswa juga memainkan peranan yang sangat strategis dengan cara menculik Soekarno-Hatta guna mendesak proklamasi kemerdekaan secepat mungkin. Pasca proklamasi mahasiswa kembali menjadi super hero dengan berhasil menumbangkan Soekarno dan Soeharto dari kursi kekuasaan.

Pada penelitian ini, ketertarikan penulis mengambil judul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa” ialah lebih dikarenakan kekaguman penulis akan perjuangan mahasiswa tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa serta membandingkannya. Untuk menjelaskan objek penelitian ini penulis berpendapat bahwa teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya merupakan teori yang cocok dalam membedah objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pisau analisis teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya akhirnya penulis mengambil tiga unit analisis untuk dibandingkan yaitu model organisasi yang digunakan, sekutu gerakan dan mobilisasi opini publik.

Gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 ternyata memiliki persamaan dalam hal sekutu gerakan yang bersifat saling memanfaatkan dan saling menguntungkan serta dalam hal menggunakan aksi-aksi massa serta aksi simbolik. Sedangkan perbedaan dari kedua gerakan mahasiswa tersebut dapat dilihat pada model organisasi termasuk di dalam nya perbedaan pada kesolidan gerakan, kepemimpinan, dan spektrum atau haluan. Jika kita kritisi lagi kedua gerakan mahasiswa diatas maka kita akan menemukan bahwa gerakan mahasiswa tersebut tidak memiliki visi yang jelas serta selalu dikhianati oleh sekutu-sekutunya sendiri. Oleh karena itu bisi yang jelas, adanya organisasi penghimpun, meminimalisir mengandalkan sekutu gerakan, penguatan propaganda serta pendirian partai politik mahasiswa merupakan salah satu solusi dari permasalahan gerakan mahasiswa dewasa ini.


(9)

viii

ABTRAKSI

Mahasiswa sebagai salah satu elemen bangsa telah memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Sejak era kebangkitan nasional pada tahun 1908 sampai pada saat pengguliran reformasi, mahasiswa selalu saja menjadi ujung tombak perubahan. Pada tahun 1908 mahasiswa mencetuskan Budi Utomo yang kemudian disusul dengan Sumpah Pemuda. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, mahasiswa juga memainkan peranan yang sangat strategis dengan cara menculik Soekarno-Hatta guna mendesak proklamasi kemerdekaan secepat mungkin. Pasca proklamasi mahasiswa kembali menjadi super hero dengan berhasil menumbangkan Soekarno dan Soeharto dari kursi kekuasaan.

Pada penelitian ini, ketertarikan penulis mengambil judul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa” ialah lebih dikarenakan kekaguman penulis akan perjuangan mahasiswa tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa serta membandingkannya. Untuk menjelaskan objek penelitian ini penulis berpendapat bahwa teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya merupakan teori yang cocok dalam membedah objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pisau analisis teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya akhirnya penulis mengambil tiga unit analisis untuk dibandingkan yaitu model organisasi yang digunakan, sekutu gerakan dan mobilisasi opini publik.

Gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 ternyata memiliki persamaan dalam hal sekutu gerakan yang bersifat saling memanfaatkan dan saling menguntungkan serta dalam hal menggunakan aksi-aksi massa serta aksi simbolik. Sedangkan perbedaan dari kedua gerakan mahasiswa tersebut dapat dilihat pada model organisasi termasuk di dalam nya perbedaan pada kesolidan gerakan, kepemimpinan, dan spektrum atau haluan. Jika kita kritisi lagi kedua gerakan mahasiswa diatas maka kita akan menemukan bahwa gerakan mahasiswa tersebut tidak memiliki visi yang jelas serta selalu dikhianati oleh sekutu-sekutunya sendiri. Oleh karena itu bisi yang jelas, adanya organisasi penghimpun, meminimalisir mengandalkan sekutu gerakan, penguatan propaganda serta pendirian partai politik mahasiswa merupakan salah satu solusi dari permasalahan gerakan mahasiswa dewasa ini.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Memahami Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran serta sebuah sosok yang dinamakan mahasiswa. Jauh sebelum Indonesia dikenal sebagai sebuah bangsa, mahasiswa telah lebih dahulu mendobrak pintu perlawanan terhadap penindasan kolonialisme. Hal ini dimulai sejak era kebangkitan nasional yaitu dari tahun 1908 sampai tahun1998.

Pada awal-awal kemerdekaan atau pada periode revolusi kemerdekaan, peran mahasiswa sebagai pendobrak kemapanan sangatlah kabur untuk digambarkan sosoknya. Peran mahasiswa secara politis sebagai kelompok sosial yang berbicara atas namanya sendiri barulah muncul pada generasi tahun 1966. prestasi gemilang dari angkatan ini adalah terjadinya peralihan kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru.

Setelah Soekarno diangkat menjadi Presiden Indonesia dan dengan seiringnya waktu, demokrasi terpimpin berdiri sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Soekarno dengan disokong oleh kekuatan militer untuk kembali kepada konstitus UUD 1945. Dampak dari diterapkannya Dekrit Presiden ini membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi. Untuk menyokong kekuasaannya, Soekarno pada pidato kenegaraan Presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan kembali revolusi kita, mencanangkan Manipol Usdek, U(UUD45), S(Sosialis Indonesia), D(Demokrasi Terpimpin), K(Kepribadian Indonesia). Kemudian dirumuskan juga


(11)

penggabungan ideologi-ideologi besar ke dalam satu konsepsi yang disebut Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme)1.

Sebagai pusat kekuasaan, ternyata banyak kekuatan-kekuatan politik yang mencoba untuk mendapatkan posisi strategis disekitar Soekarno. Kakuatan-kekuatan yang paling nyata berebut pengaruh ialah PKI dan TNI AD. Ujung dari persaingan antara PKI dan TNI AD tersebut ternyata berujung pada meletusnya tragedi G30S dengan terbunuhnya enam jenderal dan perwira pertama angkatan darat.

Pasca pecahnya pristiwa G30S, ternyata membawa persatuan kekuatan mahasiswa dan militer anti Soekarno. Dengan terbunuhnya para Jenderal AD menjadikan alasan yang kuat untuk menggoyang posisi Soekarno disamping alasan-alasan kemiskinan serta instabilitas politik dan pertentangan paham yang tiada henti, atau dalam pandangan Anderson dan Mcvey, bahwa pristiwa G30S adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideologi-ideologi yang jauh lebih luas2.

Untuk menyikapi G30S, maka dibentuklah sebuah kesatuan aksi pada tanggal 2 Oktober 1965 yang bertujuan untuk membersihkan PKI beserta unsur-unsurnya yang dianggap dalang tragedi berdarah tersebut. Salah satu kesatuan aksi tersebut adalah kesatuan aksi pengganyang Gestapu (KAP-Gestapu). Memasuki fase berikutnya, berdasarkan hasil rapat dirumah Menteri Pendidikan Tinggi, Brigjen Syarif Thayep dinyatakan bahwa kesatuan aksi mahasiswa Indonesia

1

Anhar Gonggong, Ketika Kekuatan Pemuda-Mahasiswa Memulai : Ketika kekuatan Lain Meraih “Untung” dalam Rum Aly, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema :

Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006)

hal. XI iii

2


(12)

(KAMI) terbentuk tepat pada tanggal 25 Oktober 1965. KAMI didominasi oleh Pergerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal (SOMAL), Pregerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Mahasiswa Pancasila (Mapancas)3. KAMI didukung penuh oleh militer dikarenakan bukan hanya memiliki tujuan yang sama serta aktivis-aktivis KAMI ternyata mempunyai hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh militer anti Soekarno4.

Sebelum KAMI muncul, aksi-aksi mahasiswa masih bersifat sporadis, tidak menyatu serta tidak tersistematis. Setelah KAMI berdiri, gerakan mahasiswa lebih terfokus dengan menyuarakan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi dari Tritura tersebut ialah Bubarkan PKI, Retool Kabinet dan Turunkan Harga Barang.

Pada tanggal 16 Februari 1966, Soekarno malakukan reshuffle kabinet Dwikora, akan tetapi kebijakan Soekarno tersebut ditentang oleh mahasiswa karena komposisi kabinet yang baru masih diisi oleh orang-orang PKI, korup serta tidak kompeten. Tepat pada tanggal 24 Februari 1966 pada saat pelantikan kabinet Dwikora, jatuh korban tewas dari mahasiswa ketika melakukan aksi, salah seorangnya adalah Arif Rahman Hakim (mahasiswa kedokteran UI) yang ditembak pasukan Cakrabirawa5.

Dalam menghadapi aksi-aksi mahasiswa yang bertambah luas dan massif, akhirnya Soekarno membubarkan KAMI dengan keputusan Presiden No 41/Kogam/19666. Pasca pembubaran KAMI oleh Soekarno, mahasiswa membentuk wadah baru yang diambil dari nama mahasiswa yang gugur dalam

3

Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan

Perubahan Sosial Di Indonesia, (Yogyakarta : Resist Book, 2007) hal. 72 4

Ibid.

5

Ibid, hal. 74

6


(13)

aksi-aksi tahun 1966, yaitu Laskar Arif Rahman Hakim (Laskar ARH) yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi di Jakarta7.

Pasca keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) serta pembersihan terhadap kekuatan-kekuatan PKI dan Soekarno, naiklah Jenderal Soeharto ketampuk kekuasaan. Seluruh anggota legislatif pendukung PKI dan Soekarno digantikan dengan orang-orang pendukung Jenderal Soeharto, diantaranya merupakan perwakilan dari mahasiswa, antara lain Fahmi Idris, Jhony Simanjuntak, David Napitupulu, Mar’ie Muhammad, Liem Bian Koen, Soegeng Sarjadi, Nono Anwar Makarim, Yozar Anwar, Cosmas Batubara dan Slamet Sukirnanto8.

Pasca turunnya Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia maka masuklah pada babak baru yaitu Orde Baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto. Naiknya Soeharto terhitung sejak keluarnya surat perintah sebelas Maret atau Supersemar. Naiknya Soeharto tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran mahasiswa angkatan 66 dalam menggulingkan Soekarno. Seymour M Lipset menggambarkan keberhasilan gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam menggulingkan Soekarno sejajar dengan keberhasilan mahasiswa menggulingkan Juan Peron (1955) di Argentina dan Peres Jimones (1958) di Venezuela9.

Setelah lebih dari 30 tahun Soeharto berkuasa dengan sangat otoriter, timbullah perlawanan-perlawanan dari mahasiswa. Penggulingan Soeharto pada tahun 1998 sebenarnya puncak dari perjuangan-perjuangan mahasiswa sebelumnya. Kejatuhan Soeharto dapat dirunut ketika terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. krisis ini bermula jatuhnya nilai mata uang Thailand yang

7

Miftahuddin, Op.Cit. hal. 44

8

Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 76

9


(14)

kemudian diikuti oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pada bulan Juli 1997 nilai tukar Rupiah jatuh menjadi Rp 240010. Dampak dari melemahnya nilai Rupiah ini membuat dunia usaha menjadi tidak berkutik bahkan sampai gulung tikar serta melonjaknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok.

Ternyata dampak dari krisis ekonomi ini dianalisa oleh seorang ekonom UI, Faisal Basri dengan mengambil kesimpulan yang cukup provokatif :

“Kalau pemerintah masih juga mencari jalan pemecahan dengan cara berputar-putar dan mencoba-coba, karena enggan menengok ke inti permasalahan dari krisis yang terjadi,agaknya ratusan juta penduduk miskin tak akan lagi mau diajak bersabar dengan janji-janji tanpa perlu menunggu mahasiswa dan intelektual bergerak, mereka dengan sendirinya akan melangkahkan kaki mencari sesuap nasi untuk tujuan survival semata. Ditambah dengan seonggok persoalan lain yang belum kunjung menunjukan perbaikan berarti, maka secara ekonomi dan politik masalahnya menjadi semakin rawan. Dosa besar kalau kita berdiam diri menunggu hingga anarki berkecamuk”11.

Dari krisis ekonomi yang timbul pada saat itu, ternyata dijadikan momentum politik mahasiswa untuk meruntuhnya Orde Baru. Mahasiswa memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem yang demokratis itulah yang membuat krisis ekonomi semakin parah. Lebih lanjut KM UGM menyatakan bahwa rezim Soeharto tidak bisa ditoleransi lagi, karena dosanya menciptakan kelaparan dan menindas rakyat yang sudah berkorban dengan darah dan air mata selama ini. Jadi krisis ekonomi ini bagi KM UGM harus dijadikan momentum untuk melakukan perlawanan menentang rezim Soeharto12. Pada tanggal 25 Februari 1998, kelompok civitas academica UI melakukan aksi mimbar bebas di

10

Mochtar E. Harahap dan Andris Basril, Gerakan Mahasiswa dan Politik Indonesia, (Jakarta : NSEAS, 1999) hal. 101

11

Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa

Menggulingkan Soeharto, dalam Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakam Mahasiswa 98, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999) hal.158

12


(15)

UI Selemba. Aksi ini terdiri dari mahasiswa UI dan ikatan alumni UI (ILUN UI) menuntut agar pemerintah mengatasi krisis yang terjadi 13.

Pada Sidang Umum MPR yang diselenggarakan pada tanggal 1-11 Maret 1998 menetapkan Soeharto sebagai Presiden untuk ketujuh kalinya. Pasca pengukuhannya sebagai Presiden, Soeharto ternyata membuat kebijakan yang menambah sakit hati rakyat, yaitu dengan melantik Siti Hardiyanti Rukman sebagai Menteri Sosial, Bob Hasan sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan, mengangkat Haryanto Danoetirto dan Abdul Latif yang merupakan kroni-kroni Soeharto.

Akan tetapi yang membuat bertambah marah mahasiswa ialah diangkatnya Wiranto Arismunandar sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dia adalah mantan Rektor ITB periode 1986-1997. Selama kepemimpinannya di ITB, sedikitnya 12 mahasiswa dikeluarkan dan 61 mahasiswa di skorsing karena kebijakan NKK/BKK.

Pasca Sidang Umum MPR, aksi-aksi mahasiswa menentang Soeharto semakin meluas. Tercatat dari 49 aksi mahasiswa pada Februari 1998 langsung melonjak mencapai 247 aksi pada Maret 1998. Radikalisasi aksi mahasiswa semakin hari semakin meningkat, sehingga sering terjadi bentrokan-bentrokan dengan aparat keamanan (tentara dan polisi). Di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Lampung, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrok dengan aparat antara mahasiswa yang ingin melanjutkan aksi keluar kampus dengan aparat keamanan. Tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan bentrok berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran dikejar-kejar dan

13


(16)

ditembaki oleh militer sampai ke dalam kampus. Di Medan juga terjadi bentrokan serupa pada tanggal 24 April sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utara (USU) diliburkan beberapa hari14.

Dalam menanggapi aksi-aksi mahasiswa, Orde Baru mencoba meredakan aksi-aksi mahasiswa tersebut dengan melakukan penculikan terhadap pimpinan-pimpinan aksi tersebut.beberapa aktivis yang diculik antaranya : Faisol Reza, Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang , Pius Lustrilanang dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih ada 15 aktivis yang belum diketemukan, sedangkan mayat Gilang ditemukan di Madiun. Aksi penculikan ini dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowa Subianto, menantu Presiden Soeharto. Peristiwa berdarah juga terjadi pada tanggal 12 Mei ketika terjadi aksi di Universitas Trisakti, Jakarta. Empat mahasiswa gugur tertembak. Kejadian ini membuat kemarahan rakyat sehingga mengakibatkan Jakarta lumpuh total dengan adanya kerusuhan masal.

Selain aksi-aksi jalanan yang dilakukan oleh mahasiswa, peristiwa lain yang mempercepat turunnya Soeharto dari kursi kekuasaannya adalah pendudukan gedung DPR/MPR oleh ratusan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei 1998. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan pengunduran diri nya sebagai Presiden dan digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie.

Dari uraian diatas, ketertarikan saya meneliti perbandingan gerakan mahasiswa 1966 dan gerakan mahasiswa 1998 ini ialah bahwa dibandingkan dengan gerakan mahasiswa di Indonesia yang lainnya hanya gerakan mahasiswa 1966 dan gerakan mahasiswa 1998 lah yang berhasil meruntuhkan rezim

14


(17)

penguasa disamping revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945. kemudian ketertarikan saya ingin membandingkan gerakan mahasiswa 1966 dengan gerakan mahasiswa 1998 karena saya ingin melihat perbedaan serta kesamaan dari kedua gerakan tersebut dalam meruntuhkan rezim yang sedang berkuasa karena setiap gerakan selalu mempunyai karakteristik masing-masing.

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka penelitian ini memfokuskan perumusan masalah pada : “Bagaimana perbandingan strategi gerakan mahasiswa 1966 dengan strategi gerakan mahasiswa 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa ?”.

1. 3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan agar ruang lingkup penelitian ini tidak terlalu luas serta dapat menghasilkan uraian yang sistematis. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini ialah

1. Penelitian ini hanya memfokuskan pada strategi yang digunakan oleh gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam menggulingkan Soekarno dimulai dari meletusnya G30S 1965

2. Penelitian ini hanya memfokuskan pada strategi yang digunakan oleh gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam menggulingkan Soeharto dimulai dari munculnya krisis ekonomi di Indonesia

3. Penelitian ini hanya memfokuskan pada gerakan mahasiswa yang bertujuan untuk menggulingkan Soekarno dan Soeharto, bukan gerakan mahasiswa yang mendukung penguasa tersebut


(18)

1. 4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998.

2. Untuk membandingkan strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998

1. 5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berfikir serta kemampuan menulis melalui karya ilmiah serta agar dapat menyelesaikan pendidikan di strata satu Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi akademis, agar dapat dijadikan tambahan referensi dalam Ilmu Politik

3. Bagi mahasiswa, semoga dapat menjadi masukan dalam gerakan mahasiswa.

4. Bagi pemerintah, agar dapat mengetahui serta memahami bahwa kekuatan gerakan mahasiswa dapat meruntuhkan rezim yang sedang berkuasa.


(19)

1. 6. Kerangka Teori Teori Gerakan Sosial

Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari mana peneliti melhat objek yang di teliti sehingga penelitian dapat lebih tersistematis. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep15.

Adapun teori yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu teori gerakan sosial baru (New Social Movement) dan teori mobilisas sumber daya (Resource

Mobilization Theory). Kata gerakan sosial identik dengan kata-kata perlawanan,

perubahan sosial dan kata ideologi marxis. Sebelum menjelaskan teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya, kita harus mengetahui tentang gerakan sosial secara umum.

Gerakan sosial memiliki defenisi yang luas karena beragam ruang lingkup yang dimilikinya. Anthony Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan16.

Defenisi yang hampir sama juga di ungkapkan oleh Tarrow yang menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat biasa bergabung dengan para kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh

15

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3ES, 1989) hal. 37

16

Fadhillah Putra dkk, Gerakan Sosial, Konsep, strategi, actor,hambatan dan tantangan gerakan


(20)

menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan pihak-pihak lawan lainnya. Ketika perlawanan ini didukung oleh jaringan sosial yang kuat dan di gaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan pihak lawan, dan hasilnya adalah gerakan sosial17.

Adapun menurut Mansour Fakih, secara harfiah gerakan sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial18. Gerakan sosial merupakan gejala yang telah lama ada akan tetapi baru beberapa abad yang silam orang mulai memahami karakter dan wataknya.

Lebih lanjut Blumer menyatakan bahwa gerakan sosial dapat dirumuskan sebagai sejumlah besar orang yang bertindak bersama atas nama sejumlah tujuan atau gagasan19. Sedangkan Robert Mirsel menyatakan bahwa gerakan sosial didefenisikan sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan di dalam masyarakat20.

Diantara defenisi tentang gerakan sosial diatas, kita menemukan benang merah bahwa gerakan sosial menginginkan perubahan atau menghalangi perubahan dengan beberapa tujuan, tidak terorganisir secara rapi dan memiliki tindakan kolektif serta bertindak diluar saluran-saluran yang mapan.

17

Ibid. hal. 1-2

18

Mansour Fakih, Tiada Transformasi Sosial Tanpa Gerakan Sosial dalam Zaiyardam Zubir,

Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan,

(Yogyakarta : Insist Press,2002) hal. XXiV

19

Www.Satrioarismunandar.Multiply.Com 

20


(21)

Dalam memahami dan menjelaskan fenomena gerakan sosial, para ahli ilmu sosial terus mengembangkan wacana sehingga pada tataran teoritis telah melahirkan apa yang dimanakan teori gerakan sosial baru (New Social Movement) dan teori mobilisasi sumber daya (Resource Mobilization Theory).

1. 6. 1. Teori Gerakan Sosial Baru (New Social Movement)

Gerakan sosial beru esensialnya merupakan perkembangan dari teori gerakan sosial yang ada sebelumnya, sebagaimana Laclau dan Mouffe menganggap gerakan sosial baru sebagai model dalam pencarian alternatif atas kemacetan pendekatan marxisme21. Di dalam gerakan sosial baru terdapat slogan yang berbunyi there are many alternatives (ada banyak alternatif)22.

Gerakan sosial baru atau new social movement mulai muncul dan berkembang sejak pertengahan tahun 1960 an. Gerakan sosial baru hadir sebagai alternatif lain dari prinsip-prinsip, strategi, aksi atau pun pilihan ideologi dari pandangan-pandangan teori marxis tradisional yang lebih menekankan pada perjuangan kelas.

Menurut Richarso dan Singh, ciri yang menonjol dari gerakan sosial baru dibandingkan dengan gerakan sosial klasik adala sebagai berikut:

1. Ideologi dan Tujuan

Gerakan sosial baru meninggalkan orientasi ideologi yang kuat melekat pada gerakan sosial lama seperti ungkapan-ungkapan tentang anti kapitalisme, revolusi kelas, dan perjuangan kelas. Gerakan sosial baru juga menepis argumen

21

Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM

Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) hal. 46 22

Amalia Pulungan dan Roysepta Abimanyu, Bukan Sekedar Anti Globalisasi, (Jakarta : IGJ dan WALHI,2005) hal. iX


(22)

marxis yang menyatakan bahwa semua perjuangan dan pengelompokan berdasarkan atas konsep kelas seperti borjuasi dan proletariat. Gerakan sosial baru lebih menekankan pada isu-isu spesifik non materialistik serta tampil sebagai perjuangan lintas kelas.

2. Tujuan dan Pengorganisasian

Gerakan sosial baru umumnya tidak lagi mengikuti model pengorganisasian sebagai mana gerakan sosial lama. Jika pada gerakan sosial lama cenderung menggunakan serikat buruh dan model kepartaian maka gerakan sosial beru lebih memilih saluran diluar itu yaitu dengan menggunakan teknik mengganggu (disruptive) dan memobilisasi opini publik. Para aktivis gerakan sosial baru cenderung menggunaan bentuk-bentuk demonstrasi yang sangat dramatis dan dirancang matang sebelumnya serta dilengkapi dengan kostum dan sombol-simbol.

3. Struktur

Gerakan sosial baru cenderung mengorganisir diri mereka dengan gaya tidak kaku, mengalir dan egaliter guna menghindari bahaya oligarki yang mapan karena gerakan sosial yang mapan biasnya memiliki karakteristik birokratis sehingga menghambat gerakan itu sendiri dalam mencapai tujuan.

Gerakan sosial baru menggunakan cara rotasi kepemimpinan atau bahkan dalam bentuk presidium agar semua kelompok merasa terwakili serta memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap gerakn sosial tersebut. Gerakan sosial baru menerapkan struktur yang bersifat terbuka, terdesenteralisasi dan non hirarkis.


(23)

4. Partisapan atau Aktor

Partisipan atau aktor gerakan sosial baru berasal dari berbagai latar belakang serta berjuang melintasi sekat-sekat sosial demi kepentingan kemanusiaan. Clause Offe menyatakan bahwa aktor gerakan sosial baru berasal dari tiga sektor utama yaitu :

1. Kelas menengah baru,

2. Unsur-unsurkelas menengah lama (petani, pemilik toko dan penghasil karya seni), dan

3. orang-orang yang menempati posisi pinggiran yang tidak terlalu terlibat dalam pasar kerja, seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan para pensiunan23.

Aktor gerakan sosial baru ini juga menolak pengklasifikasian menurut ideologi politik seperti kanan maupun kiri. Gerakan sosial baru hadir bukan sebagai bantahan atau kontradiksi gerakan sosial klasik akan tetapi gerakan sosial baru berperan mengisi menisi ruang-ruang kosong yang luput dari perhatian agenda gerakan sosial lama.

1. 6. 2. Teori Mobilisasi Sumber daya (Resource Mobilization Theory)

Teori mobilisasi sumber daya ini muncul sebagai anti tesa dari pandangan yang mengatakan bahwa gerakan sosial muncul akibat dari pada penyakit sosial. Dalam pandangan lama bahwa gerakan sosial muncul akibat dukungan dari pihak-pihak yang mengalami penindasan, teralienasi dan terisolasi di dalam masyarakat.

23


(24)

Akan tetapi pandangan lama tersebut dibantah oleh teori ini yang menyatakan bahwa gerakan sosial muncul karena tersedianya sumber-sumber pendukung gerakan, tersedianya kelompok-kelompok koalisi, adanya dukngan dana, adanya tekanan dan upaya pengorganisasian yang efektif serta sumberdaya yang penting berupa ideologi24.

Teori ini lebih menekankan pada teknik, bukan pada sebab gerakan sosial tersebut muncul. Para penganut teori mobilisasi sumber daya ini memandang bahwa kepemimpinan, organisasi dan teknik sebagai faktor yang menentukan sukses tidaknya sebuah gerakan sosial25.

1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1. Motode Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan ialah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian yang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya26. Sedangkan kualitatif merupakan penelitian yang tidak menggunakan alat bantu rumus statistic atau dengan kata lain bukan metode pengukuran.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini ialah dengan metode library research atau penelitian kepustakaan. Penelitian dengan menggunakan studi

24

Mansour Fakih, Tiada Transformasi Sosial Tanpa Gerakan Sosial dalam Zaiyardam Zubir,

Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan,

(Yogyakarta : Insist Press,2002) hal. XXVii

25

Www.Satrioarismunandar.Multiply.Com

26


(25)

pustaka ini dilakukan dengan cara menelusuri, mengumpulkan dan membahas bahan-bahan, informasi dari karangan-karangan yang termuat dalam buku-buku, artikel-artikel, internet, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan objek penelitian.

1.7.3. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

1.7.4. Teknik Perbandingan

Defenisi sederhana dari perbandingan adalah suatu kegiatan untuk mengadakan identifikasi persamaan atau perbedaan antara dua gejala tertentu atau lebih27. Agar proses perbandingan dalam penelitian ini bersifat sistematis, maka penulis merujuk pada konsepsi dari Samuel Beer, Adam Ulam serta Roy Macridis yang merumuskan tahapan-tahapan telaah komparatif atau tahapan-tahapan perbandingan, tahapan-tahapan deskriptif, klasifikasi, penjelasan serta konfirmasi nya meliputi, pertama, tahapan pengumpulan dan pemaparan deskripsi fakta yang dilakukan berdasarkan skema atau tata cara penggolongan (klasifikasi) tertentu. Tahapan kedua yaitu, berbagai kesamaan dan perbedaan dikenali dan dijelaskan . Tahapan ketiga yaitu, hipotesa-hipotesa sementara tentang saling keterkaitan dalam proses politiknya diformulasikan. Tahapan keempat yaitu,

27

Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003) hal. 21


(26)

hipotesa tersebut diverifikasi (diuji dan diperiksa melalui observasi empiris atau pengamatan lapangan secara cermat Sedangkan tahapan kelima ialah temuan-temuan yang didapat dipertanggung jawabkan harus ditetapkan28.

Lebih lanjut Lijphart mengemukakan bahwa metode perbandingan harus menemukan hubungan empiris antara variabel serta bukan metode pengukuran atau dengan kata lain metode perbandingan menggunakan analisas kualitatif, bukan kuantitatif.

28


(27)

1.8. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA

Bab ini berisi gambaran sejarah mahasiswa tahun 1996 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa.

BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisi analisis data hasil penelitian tentang perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 dan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan penulis terhadap hasil yang didapat dari penelitian, serta saran dari penulis sebagai rekomendasi kedepan. DAFTAR PUSTAKA


(28)

BAB II

DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN

GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM

MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA

2. 1. Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

2. 1. 1. Meletusnya Peristiwa Gerakan 30 September (G30S)

Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemerintahan Indonesia sangatlah rapuh, hal ini ditandai dengan seringnya terjadi gonta ganti kabinet. Melihat hal tersebut, Soekarno selaku Presiden melontarkan gagasan tentang demokrasi terpimpin (sebenarnya ide demokrasi terpimpin berasal dari Ki Hajar Dewantara) ditolak karena untuk menjalankan konsepsi ini haruslah mengganti Undang-Undang Dasar (UUD) Sementara yang masih digunakan dengan UUD yang lain1.

Celakanya Konstituante yang anggotanya di pilih melalui pemilihan umum 1955 belum menciptakan UUD negara yang baru, hal ini dikarenakan adanya pertarungan antara pendukung ideologi Pancasila dan ideologi Islam. Hal yang paling mendasar yang dibicarakan menyangkut soal dasar negara antara Pancasila, Islam atau Sosialis ekonomi.

Akhirnya setelah melihat realitas yang ada di dalam tubuh Konstituante, maka presiden Soekarno dengan didukung angkatan perang khususnya angkatan darat, PNI, PKI dan kekuatan nasionalis dan kiri lainnya mengeluarkan Dekrit presiden pada upacara 5 Juli 1959. Dengan keluarnya dekrit Presiden ini

1

Anhar Gonggong, Ketika Kekuatan Pemuda-Mahasiswa Memulai : Ketika kekuatan Lain Meraih “Untung” dalam Rum Aly, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema :

Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006)


(29)

membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi karena UUD 1945 yang diberlakukan sejak keluarnya dekrit Presiden ini memberikan kekuasaan yang besar kepada kepala negara dan ini sejalan dengan prinsip demokrasi terpimpin.

Untuk menyokong kekuasaan Soekarno dan demokrasi terpimpin diciptakanlah seperangkat konsep yang kemudian di sampaikan pada pidato kenegaraan presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan kembali revolusi kita, dirumuskan oleh DPA sebagai GBHN dengan nama manipol yang kemudian dikaitkan dengan akronim USDEK, U(UUD 1945), S(sosialis Indonesia), D(demokrasi terpimpin), E(ekonomi terpimpin), K(keperibadian Indonesia). Kemudian diciptakan juga konsep yang menunjukan kekompakan ideologi besar dunia yaitu Nasakom, N(nasionalis), A(agama), Kom(komunis)2.

Setelah Soekarno membubarkan partai Masyumi dengan alasan mendukung pemberontakan DI/TII, Soekarno menjadikan dirinya sebagai pusat kekuasaan politik yang dikenal dengan sudut segitiga kekuatan yaitu kekuatan TNI khusus nya angkatan darat pada sudut segitiga dan PKI pada sudut yang lainnya3.

Dua kekuatan terakhir ini membangun hubungan dengan Soekarno yang dengan seiring waktu akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan antara keduanya baik itu di tingkatan elit maupun akar rumput (grass root). Selain perseteruan antara TNI AD dengan PKI, dunia kemahasiswaan pun terpecah belah karena

2

Ibid. hal. XIiii

3

Firdaus Syam, Yusril Ihza Mahendera, Perjalanan Hidup, Pemikiran, Dan Tindakan Politik,


(30)

ideologi yang dianut masing-masing organisasi kemahasiswaan yang cenderung berafiliasi dengan partai politik tertentu.

Pasca kemerdekaan berdirilah berbagai organisasi kemahasiswaan antaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dekat dengan partai Masyumi, Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) yang berafiliasi dengan PSI4, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berafiliasi dengan PKI, Resimen Mahasiswa (Menwa) berafiliasi dengan TNI AD dan lain sebagainya5. Semua organisasi kemahasiswaan ini mengikuti konflik yang terjadi pada organisasi induknya yaitu partai politik dan TNI AD.

Antara tahun 1950 sampai 1960 an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Bila pada tahun 1946 sampai 1947 terdaftar 387 mahasiswa maka di tahun 1965 ada sekitar 280 ribu mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa perguruan negeri, swasta serta akademi atau institut yang dibawahi berbagai kementerian6. Karena jumlahnya yang besar ini lah semua kekuatan politik baik itu partai politik maupun TNI mencoba merekrut kader dari mahasiswa.

Ketegangan politik di kampus terasa semakin memanas setelah GMNI, CGMI, Germindo dan Permi semakin mendominasi senat fakultas dan universitas dihampir semua perguruan tinggi yang ada. Konflik yang terjadi di pada saat itu misalnya ketika kongres nasional ke empat Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI)7 pada bulan April 1964 di Malino, dalam kongres itu GMNI memenangkan 18 kursi dari 24 kursi eksekutif yang ada sedangkan mahasiswa non GMNI yang

4

Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, (Jakarta : LP3ES,1985) hal. 7

5

Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan

Perubahan Sosial Di Indonesia, (Yogyakarta : Resist Book, 2007)hal. 69 6

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 9

7


(31)

berasal dari UI dan ITB tidak mendapatkan kursi sehingga mereka menolak hasil kongres itu dan keluar dari MMI8.

Perseteruan berikutnya terjadi ditingkatan fakultas sastra UI ketika GMNI dan sekutunya menuntut agar senat yang baru di bentuk dibubarkan karena terdapat unsur-unsur kontra revolusioner seperti HMI. Adapun ketegangan yang cukup mencolok yaitu ketika ketua CC PKI, DN Aidit dengan agresif melontarkan ucapan yang provokatif berupa “kalau CGMI tidak bisa melenyapkan HMI sebaiknya mereka memakai sarung saja” di depan kongres ke III CGMI pada 29 September 19659.

Setelah persaingan ideologi yang begitu panjang dan tak terbendung lagi akhirnya meletuslah tragedi berdarah pada malam 30 September memasuki 1 Oktober 1965 yang merenggut nyawa tujuh perwira angkatan darat. Sebelum G30S meletus, Chairul Saleh, wakil perdana menteri III telah mengungkapkan penemuan suatu dokumen rahasia. Dokumen tersebut berjudul “Resume program dan kegiatan PKI dewasa ini” dengan tanggal pembuatan 23 Desember 196310.

Di dalam dokumen itu diungkapkan rencana 4 tahun PKI yang akan merebut kekuasaan politik dan kekuasaan negara di tahun 1967. Selain penemuan dokumen rahasia itu, juga tersebar desas desus tentang rencana kudeta yang akan dilakukan dewan jenderal pada tanggal 5 Oktober 1965 yang bertepatan dengan HUT ABRI. Suasana suhu politik pada tahun 1965 ini begitu panas apalagi dengan adanya desas desus akan adanya rencana penculikan terhadap sejumlah perwira tinggi angkatan darat.

8

Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 71

9

Rum Aly, Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema : Mahasiswa Dalam

Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006) hal. 137 10


(32)

Puncak dari suhu politik yang memanas pada saat itu di tandai denga terjadinya penculikan perwira TNI AD yang dituduh sebagai dewan jenderal yaitu : Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal MT Harjono, Mayor Jenderal S. Parman, Berigadir Jenderal DI. Pasndjaitan, Berigadir Jenderal Soetojo S dan Letnan Pierre Tendean yang dilakukan pasukan Pasopati di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, seorang komandan Cakrabirawa.

Pasca peristiwa G30S, Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) segera mengambil alih kekosongan pimpinan dan melakukan konsolidasi di lingkungan angkatan darat setelah perwira tingginya di culik. Setelah pimpinan TNI AD di pegang, Soeharto memerintahkan Kolonel Sarwo Edhi, komandan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk melakukan pencarian terhadap perwira TNI AD yang diculik. Tepat pada tanggal 5 Oktober 1965 sekelompok mahasiswa Bandung mendapatkan informasi bahwa perwira yang diculik telah ditemukan di dalam sebuah sumur tua di lubang buaya11.

Dalam pandangan Anderson dan Mcvey, menyatakan bahwa peristiwa G30S adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideologi-ideologi yang jauh lebih luas, kanan dan kiri, islam dan komunis, tuan tanah dan rakyat, santri, priyayi dan petani12.

11

Ibid. hal. 201-202

12


(33)

2. 1. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

Peristiwa tragis yang merenggut nyawa para perwira TNI AD, langsung di respon oleh mahasiswa dengan membentuk kesatuan aksi pengganyang Gestapu (KAP-Gestapu) pada tanggal 2 oktober 1965 yang di pimpin oleh politikus NU Subchan dan aktivis Katolik Harry Tjan. Lima hari setelah pengangkatan jenazah para perwira TNI AD, KAP-Gestapu mengadakan rapat akbar di Jakarta yang di akhiri dengan penyerangan markas-markas PKI13.

Tepat pada tanggal 4 Oktober 1965, jenazah para jenderal dan letnan angkatan darat di temukan dan di angkat dari lubang buaya dengan bantuan pasukan angkatan laut. Berita tentang ditemukannya jenazah para perwira TNI AD di terima oleh mahasiswa dengan sedih dan marah terutama saat mendengar kebuasan pelaku G30S. Pada malam tanggal 4 Oktober 1965 beberapa mahasiswa berkumpul untuk merencanakan apa yang akan dilakukan. Beberapa orang yang hadir pada saat itu antara nya adalah Alex Rumondor, Aswar Aly, Robby Sutrisno, Bonar Siagian, Gani Subrata, Deddy Ardi dan beberapa lainnya14.

Pada tanggal 25 Oktober 1965 terjadi pertemuan tokoh-tokoh mahasiswa di rumah Brigjen Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Thayeb mengusulkan pembentukan sebuah organisasi yang bertujuan menyikapi G30S serta memiliki jaringan nasional agar lebih dapat terkoordinir. Usulan Thayeb di terima mahasiswa dan akhirnya terbentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

13

Michael Van Langenberg, Gestapu dan Kekerasan Negar, dalam Robert Cribb, The Indonesian

Killings, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966, (Yogyakarta : Mata Bangsa, 2004)

hal. 84

14


(34)

Komposisi KAMI terdiri organisasi keagamaan meliputi HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kemudian organisasi non keagamaan seperti Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal (SOMAL), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia (PELMASI), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) dan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI)15.

Pendirian KAMI didukung penuh dari pihak militer dikarenakan bukan hanya ketuanya, David Napitupulu dekat dengan Brigjen Sukendro dan Jenderal Nasution akan tetapi militer khususnya angkatan darat memiliki tujuan yang sama, hal ini secara gamblang di ucapkan Soeharto sendiri dalam percakapan nya dengan Komandan Kostrad Kemal Idris :

“Jagalah anak-anak muda ini (mahasiswa) jangan sampai mereka menjadi korban. Gerakan mereka adalah gerakan kita juga, kata Soeharto. Pak, saya telah mendahului mengamankan mereka, jawab Kemal Idris. Oh baik, jangan sampai jatuh korban, pesan Soeharto”16.

Setelah terbentuknya KAMI, tuntutan-tuntutan mahasiswa menjadi lebih konkrit, yaitu Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi : pembubaran PKI, retool kabinet dan turunkan harga. Pada saat tritura tercetus pada tanggal 100 Januari 1966 dalam rapat akbar mahasiswa yang berlangsung di kampus UI Salemba, ikut hadir juga Kolonel Sarwo Edhi. Didepan massa KAMI, Kolonel Sarwo Edi di daulat oleh mahasiswa untuk berbicara. Pada saat itu Sarwo Edhi mengatakan Tritura adalah hati nurani rakyat. Seandainya mahasiswa merasa yakin dengan rumusan tersebut, maka saya anjurkan jalan terus17.

15

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 15

16

Rosihan Anwar dkk, Kemal Idris : Bertarung Dalam Revolusi, (Jakarta : Penerbit Sinar Harapan, 1996) hal. 137-138

17

Adi Suryadi Cula, Patah Tumbuh Hilang Berganti (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999) hal. 51


(35)

Merasa telah mendapatkan dukungan militer, setelah rapat akbar di UI itu selesai, selanjutnya mahasiswa bergerak menuju istana negara untuk mengajukan tuntutan trituta. Setelah sampai di istana negara, mahasiswa di terima oleh Waperdam III Chairul Saleh. Ketua KAMI, Cosmas Batubara membacakan tuntutan Tritura yang dijawab oleh Chairul Saleh bahwa Tritura tidak benar dan menyerahkan keputusan kepada Presiden. Kecewa mendengar jawaban Chairul Saleh, Cosmas Batubara tampil kemuka menyerukan agar mahasiswa mogok kuliah dan menganjurkan rakyat untuk membayar karcis bus sebesar RP 200, bukan Rp 1.000 seperti yang ditetapkan pemerintah setelah keluar keputusan pemotongan nilai mata uang rupiah dan menaikan harga BBM guna mengatasi inflasi. Keputusan itu berlaku pada Desember 1966.

Setelah mahasiswa mendatangi istana negara pada tanggal 10 Januari 1966, pada tanggal 15 Januari 1966 ribuan mahasiswa dengan menggunakan truk-truk yang disediakan oleh kepala staf Kodam Jaya, Witono dan kepala staf Kostrad Kemal Idris mendatangi istana Bogor untuk berunjuk rasa pada saat Soekarno mengadakan sidang kabinet. Soekarno di dalam sidang kabinet tersebut menyampaikan pidato yang mengkritik keras cara-cara mahasiswa menyampaikan tuntutannya. Soekarno menyerukan kepada siapa saja yang membutuhkan dan setuju dengan nya agar membentuk barisan Soekarno18.

Kemudian dalam satu pidato di Jakarta pada tanggal 20 Januari, Soekarno kembali menuduh mahasiswa dimanipulir oleh kekuatan-kekuatan neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Akibat pidato Soekarno tersebut timbullah demonstrasi dimana berakibat bentrok antara anggota KAMI dengan mahasiswa pro Soekarno.

18


(36)

Tepat pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI dan kesatuan aksi pemuda dan pelajar Indonesia (KAPPI) memutuskan untuk memboikot pelantikan kabinet Dwikora. Pada saat mahasiswa mencoba masuk kedalam istana negara, pasukan Cakrabirawa menghalangi mereka dengan cara menembak ke arah mahasiswa. Akibat tembakan itu seorang mahasiswa tewas yaitu Arif Rahman Hakim. Ia adalah pahlawan angkatan 66 pertama. Keesokan harinya Soekarno membubarkan KAMI dengan keputusan presiden No. 41/ Kogam/ 1966.

Menyikapi pembubaran KAMI, pada tanggal 4 Maret 1966, ribuan mahasiswa berkumpul di kampus UI untuk memproklamirkan organisasi baru pengganti KAMI yang telah di bubarkan oleh Soekarno dengan nama Resimen Arif Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi. Keesokan harinya mahasiswa melakukan aksi dengan membawa patung Soebandrio, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dengan teriakan “anjing Peking” serta mengutuk hubungannya dengan Peking.

Mulai saat itu gerakan mahasiswa mendapatkan simpati masyarakat secara luas. Di Bandung para staf pegajar ITB dan Unpad mendirikan kesatuan aksi sarjana Indonesia (KASI) yang bertujuan membantu perjuangan mahasiswa.

Pada tanggal 11 Maret 1966 mahasiswa memcoba memboikot sidang kabinet seperti peristiwa 24 Februari 1966 dan dengan dibantu 6 batalion Siliwangi. Merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya akhirnya Soekarno bersama Chairul Saleh dan Soebandrio meninggalkan istana negara menuju istana Bogor dengan menggunakan helikopter. Pada saat Soekarno berada di Istana Bogor tiga perwira tinggi menemui Soekarno yang memintanya untuk memberikan kekuasaan yang dibutuhkan guna mengendalikan ketertiban. Setelah


(37)

didesak akhirnya Soekarno menandatangani surat perintah yang memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas negara19. Di kemudian hari surat perintah itu kita kemal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar.

2. 1. 3. Jatuhnya Presiden Soekarno

Setelah Supersemar ditanda tangani oleh Soekarno, kemudian ke tiga jenderal yang terdiri dari Mayjen Basoeki Rahmat, Brigjen Amir mahmud dan Brigjen M. Jusuf membawa surat tersebut untuk diserahkan kepada Soeharto. Pada tengah malam 11 Maret 1966, Kemal Idris memberitahukan para mahasiswa yang berlindung di markas komando tempur (Kopur) bahwa PKI sebentar lagi akan dibubarkan. Aktivis mahasiswa mendengarnya dengan suka ria20.

Tepat pukul 06.00 WIB sabtu pagi 12 Maret 1966 diumumkan bahwa Letnan Jenderal Soeharto telah menerima Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dan pada saat itu juga dengan kekuasaan yang ada di tangannya Soeharto secara resmi membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya. Mendengar siaran itu sejenak Jakarta mendadak diliputi suasana pesta kemenangan.

Untuk menindaklanjuti pembubaran PKI beserta ormasnya, pada tanggal 18 Maret 1966, 15 Menteri kabinet Dwikora yang disempurnakan di tangkap dengan alasan pembersihan kekuasaan dari pengaruh PKI yang dituduh bertanggung jawab terhadap meletusnya peristiwa G30S. Sebagian besar penangkapan dilakukan oleh pasukan RPKAD. Adapun menteri yang ditangkap tersebut ialah : Dr. Soebandrio, Drs. Yusuf Muda Dalam, Mayjen Achmadi, Drs.

19

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 19

20


(38)

M. Achadi, Wie Tjoe Tat SH, Dr. Chairul Saleh, Ir. Setiadi Reksoprodjo, Astrawinata SH, Armunanto, Sudibjo, Letkol M. Imam Syafei, S Martopradoto, Jk Tumakaka, Koerwet Kartadiredja dan Mayjen Sumarno S.

Pada saat berlangsungnya Sidang Umum IV MPRS yang dilaksanakan pada 20 Juni sampai 5 Juli 1966 di Jakarta, sikap anti Soekarno semakin meningkat dan terbuka. Pada 12 Juni SOMAL menyampaikan tuntutan agar gelar pimpinan besar revolusi Soekarno ditinjau ulang dan pembatalan sebagai presiden seumur hidup21. Dalam SU IV MPRS inilah akhirnya gelar pemimpin besar revolusi dan jabatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup dicabut. Pada saat yang sama Jenderal A H Nasution terpilih secara aklamasi sebagai ketua MPRS. Pada tanggal 22 Juni 1966 di depan SU IV MPRS Presiden Soekarno membacakan pidati pertanggung jawaban yang dinamai dengan Nawaksara. Dengan keputusan No 5/ MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966, MPRS meminta presiden Soekarno melengkapi pidato nya tersebut22.

Untuk memenuhi permintaan MPRS agar melengkapi pidato pertanggung jawabannya, Soekarno pada tanggal 10 Juni 1967 menyampaikan pidato pelengkap Nawaksara. Akan tetapi pidato pelengkap Nawaksara Presiden Soekarno ditolak oleh MPRS dengan mengeluarkan keputusan No 13/B/1967. Pada tanggal yang sama juga dikeluarkan keputusan MPRS No 14/ b/ 1967 tetang penyelenggaraan Sidang Istimewa MPRS (SI MPRS).

Akhirnya pada tanggal 7 Maret 1967 SI MPRS menghasilkan keputusan yang tertuang dalam TAP MPRS No XXXIII/ MPRS/ 1967 berupa pencabutan

21

Rum Aly, Op. Cit. hal. 275 22


(39)

kekuasaan pemerintah dari Presiden Soekarno dan pengangkatan Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya pemilihan umum.

2.2. Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 2. 2. 1. Krisis Ekonomi Tahun 1997

Gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menurunkan Soeharto dari kursi presiden tidak dapat kita pisahkan dari timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru (1971-1981), pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah mengesankan, diatas 5% pertahun, hal ini bahkan sampai pada tahun 1997. Hal Hiil dari Australian Nastional University (ANU) menyatakan bahwa pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia tetap kokoh. Bahkan menurut pemenang Nobel ekonomi, Joseph Stiglitz menyatakan bahwa Soeharto telah berhasil mengentaskan kemiskinan23. Pada awal tahun 1997, pemerintah Indonesia tetap merasa percaya diri dengan kekuatan fundamental ekonomi Indonesia yang telah dibangun selama 30 tahun melalui tahapan pembangunan yang disebut pembangunan lima tahunan (pelita). Pada saat nilai mata uang di beberapa negara di Asia seperti baht (Thailand), won (Korea Selatan), ringgit (Malaysia) dan peso (Filipina) mengalami depresi, pemerintah dibawah pimpinan Soeharto tetap saja tenang dan berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia.

Ditengah ketenangan dan rasa percaya diri yang besar tersebut, tiba-tiba pada bulan Juli 1997 pemerintah dikejutkan dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar sebesar Rp 2.400. semakin hari nilai mata uang rupiah

23


(40)

semakin merosot sampai pernah menembus Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat. Angka inflasi pada akhir ahun 1997 mencapai 11% pertahun dan terus meningkat menjadi 77,6% pertahun pada tahun 1998 dan membuat terus turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar. Berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia.

Pada saat nilai mata uang rupiah menurun berhembuslah kabar bahwa krisis yang membuat mata uang rupiah jatuh dikarenakan ulah dari para spekualan yang terus mengusik-usuik rupiah24. Akan tetapi sebab yang menyatakan bahwa krisis ekonomi disebabkan oleh ulah spekulan dibantah oleh banyak tokoh maupun akademisi.

Menteri keuangan Mar’ie Muhammad pada saat berbicara di Asia Society Confrence di New York pada bulan Desember 1997 menyatakan bahwa faktor pemicu krisis ekonomi di Indonesia di sebabkan oleh krisis kepercayaan, tidak konsistennya kebijakan, kurang konsistennya reformasi ekonomi, kurangnya transparansi, rentannya sektor keuangan, utang luar negeri yang sangat besar, lemahnya fundamenta ekonomi perusahaan, lemahnya kepercayaan dalam negeri, pengaruh globalisasi, dominasi kekuatan pasar dan kecemasan para investor25.

Sementara itu Kwik Kian Gie menilai bahwa penyebab krisis adalah soal modal asing. Hal ini telah berlangsung sejak Orde Baru berdiri. Hidup kita bergantung pada pemasukan aliran modal asing. Kendati kita mengalami defisit transaksi berjalan, kita masih terus bersyukur bahwa modal asing masih mengalir masuk. Tetapi sekarang, seandainya dari utang swasta itu diambil alih asetnya oleh kreditor asing, itu artinya perusahaan swasta beralih ketangan asing. Jadi,

24

Diro Aritonang, Runtuhnya Rezim Dari Pada Soeharto : Rekaman Perjuangan Mahasiswa

Indonesia 1998, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal. 21 25


(41)

kita perlu berteriak soal kolonisasi. Kita sendiri mengundang modal asing masuk. Kwik juga menambahkan bahwa utang swasta yang mencapai 65 miliyar dolar Amerika Serikat ini sulit dilacak apalagi masuknya melalui beragam cara26.

Hampir seperti yang dikemukakan Kwik Kian Gie, pengamat ekonomi dan juga dosen di fakultas ekonomi UI, Anwar Nasution mengatakan bahwa penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah karena terlalu lama menjalankan kebijakan lebih besar pasak dari pada tiang. Salah satu kesalahan dalam kaitan dengan utang luar negeri ialah rendahnya kualitas investasi yang tercermin dari tingginya mark up dan inefisiensi proyek-proyek infrastruktur di negeri ini27.

Pada bulan Oktober 1997, Soeharto meminta bantuan kepada IMF di samping Soeharto juga meminta Widjojo Nitisastro untuk mengambil langkah-langkah pemulihan ekonomi28. Syarat-syarat yang diberikan oleh IMF ialah agar pemerintah mencabut semua subsidi kebutuhan barang-barang pokok sebagai imbalan terhadap bantuan yang diberikan.

Ketika nilai tukar rupiah 10.000 terhadap dolar Amerika Serikat, IMF memaksa Soeharto untuk membuat kesepakatan lagi. Kesepakatan tersebut ditanda tangani pada tanggal 15 Januari yang mensyaratkan pencabutan subsidi listrik dan BBM29. Dampak dari krisis ekonomi dan pencabutan berbagai subsidi oleh pemerintah atas inisiatif IMF berakibat banyak perusahaan dan industri jatuh pailit. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana sehingga meningkatkannya jumlah penganguran terbuka dari 4,68 juta oarang pada tahun 1997 menjadi 5,46 juta orang pada tahun 1998. demikian juga jumlah setengah

26

Ibid. hal. 27 27

Www.Indomedia.Com

28

Diro Aritonang, Op. Cit, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal.21

29


(42)

pengangguran dari 28,2 juta orang pada tahun 1997 menjadi 32,1 juta orang pada tahun 199830

Kejatuhan nilai mata uang rupiah ini membawa pada kepanikan masyarakat. Muali tanggal 9 Januari 1999 masyarakat secara panik memborong sembako dipasar-pasar swalayan dan pasar-pasar tradisional. Aksi pembelian semako secara besar-besaran terjadi dihampir seluruh kota di Indonesia terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandun dan Medan.

Pemborongan sembako secara besar-besaran ternyata dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan. Bakorstanasda Jaya mengaku telah menemukan timbunan beras hingga 250 ribu ton, 31 ribu ton kedelai dan 11 ribu ton gula31.

Disamping krisis yang membawa dampak pada meningkatnya jumlah pengangguran dan membumbungnya harga bahkan yang lebih parah lagi ialah terjadinya krisis pangan. Penduduk dibeberapa desa di kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah mulai mengalami rawan pangan dan tidak mampu memperoleh beras. Masyarakat di daerah ini hanya makan tiwul sebagai makanan utama. Di Irian Jaya (Jayawijaya, Maurauke dan Puncak Wijaya) sekitar 90.000 orang kelaparan dan 500 orang tewas akibat kelaparan. Di Nusa Tenggara Timur penduduk mulai beralih makan rumput babi dan batang pisang. Di NTT masyarakat kesulian memperoleh makanan pokok berupa jagung sedangkan di Sulawesi Selatan 2000 penduduk terancam kelaparan dan 12 orang tewas karena

30

Baharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju

Demokrasi (Jakarta : THC Mandiri, 2006) hal 3 31


(43)

kelaparan. Di pulau Atauro Timor Timur penduduk tidak memperoleh makanan utama dan mulai menyantap buah-buahan hutan dan buah siwalan32.

Indonesia adalah negara yang terparah dilanda kerisis ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Pada awal tahun 1998, harga-harga kebutuhan masyarakat menjadi tidak terkontrol lagi, bahkan pada sidang kabinet lengkap pertama pada tanggal 17 Maret 1998, Presiden Soeharto mengakui bahwa pemerintah belum bisa mencari cara mengatasi krisis yang terjadi.

Tahun 1997 dan 1998 memang benar-benar tahun yang sangat berat dihadapi Indonesia. Krisis ekonomi ternyata membawa pada krisis politik. Guru besar ilmu politik Universitas Wisconsin Amerika Serikat, Donald K. Emmerson menilai bahwa krisis ekonomi ditahun 1887 ini disertai dengan ketidak pastian politik, khususnya suksesi. Karena hal terakhir inilah kepercayaan pada rupiah dan bursa saham belum tentu akan tumbuh kembali selama stabilitas dan kesinambungan politik orde baru masih terus dipertanyakan. Krisis ekonomi yang sedang dialami Indonesia bersumber dari masalah politik yaitu otoriternya sistem pemerintahan Orde Baru. Umumnya, menurut Donald, demokrasi mau tak mau harus dijadikan prasyarat bagi proses pemulihan ekonomi33.

Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa. Mahasiswa memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem demikratis itulah yang membuat krisis ekonomi semakin parah. Gugatan terhadap Orde Baru dalam mengatasi krisis kemudian di tegaskan oleh Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPERA) dengan mengatakan bahwa:

“ Resesi ekonomi yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah atas berbagai mata uang asing khususnya dolar, krisis moneter dan pangan

32

Forum Keadilan, “Sembako Dihantam Subsidi, Badai Belum Berlalu“ 23/3/1998, hal, 80-83

33


(44)

serta obat-obatan bertambah nya jumlah pengangguran dan masalah PHK, kelaparan di Irian Jaya dan Maluku serta berbagai macam ketimpanganlainnya merupakan bukti ketidak becusan orde baru dalam mengatur dan menata jalannya roda pembangunan”34.

Sejak saat itu lah krisis ekonomi berkaitan langsung dengan krisis politik yang dalam hal ini bahwa legitimasi pemerintahan Soeharto yang telah dibangun 30 tahun lebih dipertanyakan atau bahkan digugat.

2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998

Krisis ekonomi yang membawa pada keresahan dan kerusuhan ditengah-tengah masyarakat, ternyata direspon oleh mahasiswa serta civitas academica secara umum sebagai momentum perlawanan terhadap Orde Baru yang telah berkuasa 32 tahun.

Pada mulanya mahasiswa bergerak pada isu-isu penurunan harga. Isu-isu ekonomi tersebut berhasil dimajukan menjadi gerakan yang lebih bersifat politis. Isu yang diangkat kemudian tidak hanya terbatas pada tuntutan perbaikan ekonomi akan tetapi menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari kekuasaannya serta pencabutan dwifungsi ABRI.

Untuk merespon tuntutan-tuntutan diatas akhirnya banyak bermunculan nya organisasi-organisasi gerakan baik itu yang di gerakan oleh mahasiswa maupun bukan. Organisasi-organisasi yang berdiri tersebut antara lain : KPRP, SOMMASI, ARMY, FAMPERA di Yogyakarta, DRMS di Solo, FAMPR di Purwokerto, APR, ASPR di Surabaya, FKMM di Malang, AGRESU, DEMUD di

34

Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa

Menggulingkan Soeharto, dalam Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakam Mahasiswa 98, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999) hal. 255


(45)

Medan, FKSMS, FORKOT FAMRED, GERMPUR di Jakarta dan masih banyak yang lainnya35.

Dalam kurun waktu Februari sampai Mei 1998, secara kuantatif dan kualitas gerakan mahasiswa naik secara drastis. Isu-isu yang banyak diangkat selama bulan Februari tersebut adalah isu turunkan harga atau dengan kata lain masih mengangkat isu-isu ekonomi.

Pelaku-pelaku gerakan ini bukan hanya organisas-organisasi yang sudah lama bergerak sejak tahun 1980 an akan tetapi juga dari aktivis kampus dari organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, KM dan Senat-Senat Fakultas. Mereka juga didukung penuh oleh staf pengajar, pimpinan perguruan tinggi yang menjadikan gerakan ini sebagai gerakan civitas akademica.

Kerja sama gerakan mahasiswa dan civitas academica di tandai dengan aksi mimbar bebas di kampus UI Salemba, Jakarta pada tanggal 25 Februari 1998. mahasiswa bergabung dengan Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) yang dipimpin oleh Irjen Kehutanan Mayjen (Purn) Hariadi Darmawan serta didukung oleh mantan rektor UI Prof. Mahar Marjono dan guru besar UI Prof. Selo Soemardjan dan Prof. Emil Salim yang menuntut pemerintah agar segera mengatasi krisis yang melanda bangsa Indonesia36. Aksi ini ditutup dengan simbolis oleh mahasiswa UI dengan memasang spanduk ‘ Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru”. Peristiwa ini secara simbolis menandakan berkurangnya dukungan maasiswa dan civitas academica UI terhadap kekuasaan Orde Baru.

Kerja sama mahasiswa dan civitas akademika dalam menggulirkan perubahan menyebar ke berbagai kampus di Indonesia. Pada tanggal 3 Maret 1998

35

Suharsi dan Ign Mahendra K, Lock. Cit. hal. 102

36


(46)

mahasiswa dan civitas academica Universitas Udayana, Denpasar melibatkan lima ratus mahasiswa mengadakan aksi mimbar bebas keperihatinan dan anti terhadap kekerasan. Kemudian aksi mimbar bebas muncul di kampus-kampus lainnya seperti di Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 5 Maret 1998, di Universitas Yarsi Jakarta pada tanggal 6 Maret 1998, pada tanggal 7 Maret 1998 di Universitas Padjadjaran Bandung, pada 9 Maret 1998 di Universitas Pasundan, Universitas Diponogoro dan Universitas Negeri Solo dan pada tanggal 10 Maret1998 di Univrsitas Lampung dan Universitas Gajah Mada.

Selain mimbar bebas, aksi unjuk rasa di beberapa kampus pun mulai marak, misalnya di Universitas Brawijaya pada 11 Maret 1998 bahkan di pimpin oleh rektornya sendiri. Pada kurun waktu Maret terdapat setidaknya 15 aksi yang terjadi di 10 kota melibatkan dosen, guru besar dan pejabat dekanat serta rektorat37 .

Memasuki bulan Maret diadakannya Sidang Umum MPR (SU MPR) yang dimulai pada tanggal 1 Maret sampai 11 Maret 1998. Penjagaan SU MPR ini sangatlah ketat karena melibatkan 25 ribu personel yang berjaga siang dan malam. Sebelum diadakan SU MPR, jauh-jauh hari Abdul Gafar mengancam akan merecall anggota Fraksi Karya Pembangunan (FKP) yang berani intrupsi dan mewajibkan anggotanya itu untuk menandatangani dukungan untuk Soeharto dan BJ Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Menurut Wiranto (Panglima ABRI), Danjen Kopassus Prabowo memerintahkan Mayor Bambang Kristiano beserta 10 anggota tim mawar untuk melakukan upaya pengungkapan adanya ancaman terhadap stabilitas keamanan

37


(47)

nasional dari gerakan-gerakan radikal yang bertujuan untuk menggagalkan SU MPR 1998. Tugas tim mawar ini di implementasikan dalam bentuk penangkapan serta penculikan terhadap aktivis-aktivis38.

Beberapa orang aktivis yang diculik oleh tim mawar tersebut antaranya adalah sebagai berikut : Faisol Reza, Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang, Pius Lustrilanang dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih 15 aktifis yang belum di temukan, sedangkan mayat gilang ditemukan di Madiun. Adapu ke 15 aktivis tersebut ialah : Wiji Thukul (Wiji Widodo), A. Nasir, Hendra Hambalie, Ucok Munandar Siahaan, Yadin Muhidin, Herman Hendrawan, Petrus Bimo Anugrah, Aristoteles Masoka, Suyat, Dedy Hamdun, Ismail, Noval Alkatiri, M. Yusuf, Sonny, Yani Avri39.

SU MPR akhirnya mengesahkan Soeharto dan BJ Habibie sebagai Presiden dan wakil Presiden. Pembentukan kabinet pembangunan VII dinilai paling kontroversial diantara kabinet-kabinet Orde Baru yang di bentuk sebelumnya. Disatu sisi kabinet yang baru dibentuk ini diharapkan mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi, akan tetapi di sisi lain komposisi kabinet pembangunan VII ini banyak mendapatkan kritikan-kritikan keras dari berbagai kalangan.

Menteri yang banyak menjadi sasaran maupun sorotan kritik dari mahasiswa maupun masyarakat luas ialah Siti Hardianti Rukmana, Muhammad Hasan atau Bob Hasan, Prof. Dr. Ir. Wiranto Arismunandar, Haryanto Danoetirto, Abdul Latif dan Tanri Abeng. Pengangkatan Siti Hardianti Rukman yang merupakan anak kandung Presiden Soeharto sebagai Menteri dijadikan sebagai

38

Fadli Zon, Op.Cit. hal 30

39


(48)

bukti adanya praktik KKN oleh mahasiswa. Prof. Dr. Ir. Wiranto Arismunandar yang diangkat sebagai Menteri P dan K langsung berhadapan dengan geraan mahasiswa. Pada saat ia menjabat sebagai rektor ITB periode 1986 sampai 1997, ia tidak segan-segan menskors dan mengeluarkan mahasiswa yang berdemonstrasi. Sedikitnya 12 mahasiswa dikeluarkan dan 61 mahasiswa di skorsing oleh kebijakannya selama menjabat rektor ITB. Oleh karena itulah mahasiswa menuntutnya mundur dari jabatan rektor ITB. Setelah Presiden mengangkat Wiranto sebagai Menteri ditakutkan ia akan menangani aksi-aksi mahasiswa dengan tangan besi.40

Selain itu pengangkatan Bob Hasan juga dikecam. Banyak kalangan yang meragukan kompetensinya padahal salah satu tumpuhan mengatasi krisis ada ditangan Menteri Perindustrian dan Perdaganan. Menurut Amien Rais, Bob Hasan termasuk salah seorang yang harus di reformasi41. Begitu juga dengan Menteri yang lainnya, diantaranya Haryanto Danoetirto, Abdul Latif dan Tanri Abeng yang diangkat karena kedekatannya dengan keluarga Cendana.

Pasca SU MPR dan pembentukan kabinet pembangunan VII aksi-aksi mahasiswa semakin meluas. Dari 49 aksi mahasiswa pada bulan Februari 1998 langsung melonjak mencapai 247 aksi mahasiswa pada Maret 1998. Aksi mahasiswa merata di 20 kota dari 10 provinsi. Rekor terbesar dibuat oleh mahasiswa Surabaya (35 aksi), Diikuti Ujunga Pandang (32 aksi), Bandung (28 aksi), Yogyakarta (25 aksi), Solo (19 aksi), Malang (17 aksi) dan Semarang (16

40

Mochtar E. Harahap dan Andris Basril, Op. Cit. hal. 62

41


(49)

aksi). Aktivitas mahasiswa kota-kota kecil semacam Tegal, Ungaran, Salatiga, Wonosobo, Jombang dan Jember juga mulai mengadakan aksi demonstrasi42.

Jumlah massa yang berhasil dimobilisasi untuk mengadakan aksi semakin membesar. Semakin banyak demonstrasi yamg melibatkan ratusan bahkan ribuan orang. Khusus KM UGM mencatat massa terbesar hingga 15 ribu orang pada 5 Maret dan 11 Maret 1998. Rekor massa terbesar kedua dilakukan Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) Solo yang melibatkan 11 ribu orang di gerbang Universitas Negeri Solo. Menyadari makin besarnya aksi mahasiswa, pada tanggal 14 Maret 1998 Panglima ABRI Jenderal Wiranto memperingatkan agar aksi mahasiswa tidak anarkis dan destruktif43.

Tuntutan-tuntutan mahasiswa pun mulai menemukan bentuk yang konkrit pada bulan April, yaitu menuntut Soeharto mundur seperti yang dilakukan KAMMI DIY pada 24 April 1998. Aksi-aksi mahasiswa berupa demonstrasi menunjukan tanda tidak akan berhenti bahkan semakin meluas dan bentrok antara mahasiswa dengan aparat keamanan terjadi hampir setiap hari, seperti di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Lampung, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrok dengan aparat antara mahasiswa yang ingin melanjutkan aksi keluar kampus dengan aparat keamanan. Tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan bentrok berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran dikejar-kejar dan ditembaki oleh militer sampai ke dalam kampus. Di Medan juga terjadi bentrokan serupa pada tanggal 24 April sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utara (USU) diliburkan beberapa hari44.

42

Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 165

43

Ibid. hal. 165

44


(50)

Dari bentrokan-bentrokan pada saat aksi mahasiswa dengan aparat mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak mahasiswa. Di Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, Jawah Tengah, 65 mahasiswa terluka dan 28 diantaranya harus dilarikan ke rumah sakit. Di Solo, bentrok mengakibatkan sebelas mahasiswa luka-luka. Di Malang, Jawa Timur,bentrokkan mahasiswa dengan polisi terjadi di dua tempat perpisah, Harian Jawa Pos mencatat 30 mahasiswa luka-luka45.

Melihat keadaan semakin parah, Pangab Jenderal Wiranto menawarkan dialog dengan mahasiswa46. Akan tetapi tawaran dialog Jenderal Wiranto ditanggapi denga dingin oleh mahasiswa bahkan sejumlah Senat mahasiswa menolak berdialog dengan ABRI. Melihat tawaran dialog dari Jenderal Wiranto, ketua umum PB HMI Anas Urbaningrum melontarkan gagasan kritis bahwa berdialog tidak saja dengan ABRI akan tetapi yang lebih penting lagi dengan Presiden. Jika selama ini hanya laporan masyarakat yang bisa berdialog dengan Presiden, mengapa mahasiswa tidak bisa berdialog langsung dengan Presiden. Kalau pada awal Orde Baru mahasiswa angkatan 66 dapat berdialog dengan Presiden mengapa sekarang tidak47.

Kejadian yang kemudian menjadi sorotan public ialah aksi mimbar bebas mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 denga tema “Pemberdayaan MPR/DPR dan koreksi terhadap eksekutif” yang berakhir dengan jatuhnya korban korban tewas48. Pada aksi 12 Mei tersebut mahasiswa di kejar dan ditembaki sampai kedalam kampus oleh aparat dibawah pimpinan Kol. Pol. Arhur

45

Ibid. hal. 108

46

Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 167

47

Kuntoro, Merenungi Kiprah Polri dan Gerakan Mahasiswa (Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 2000) hal. 97

48


(51)

Damanik49. Akibat penembakan tersebut, 4 orang mahasiswa tewas yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hery Hartanto dan Hendriawan Sie. Mereka kemudian dijuluki pahlawan reformasi50.

2. 2. 3. Jatuhnya Presiden Soeharto

Penembakan mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan ternyata diikuti oleh kerusuhan missal di pusat-pusat kegiatan ekonomi di Jakarta. Massa menjarah, membakar, melakkan kekerasan dan memperkosa etnis Tionghoa. Korban secara material maupun non material sangat besar. Terdapat 250 mayat hangus di Jakarta,119 di Tanggerang dan 90 di Bekasi. Paling tidak 4.939 bangunan rusak terbakar, 1.119 mobil hangus, 66 unit angkutan umum dan 821 unit sepeda motor menjadi kerangka besi gosong. Total kerugian yang di taksir oleh Gubernur DKI Jakarta Sutioso sebesar Rp 2,5 Triliun lebih51.

Peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 menyulut solidaritas dan perlawanan dari masyarakat dan mahasiswa. Tanggai 13 Mei, lebih dari 32 aksi di 16 kota di Indonesia serentak untuk menunjukan solidaritas. Pada 20 Mei 1998 dilapangan Karebosi Makasar sekitar 100 ribu orang menggelar aksi. Di Purwokerto Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPR) memobilisasi 35 ribu massa. Di Solo, Dewan Reformasi Mahasiswa Surakarta (DRMS) memobilisasi sekitar 40 ribu massa. Di Yogyakarta, alun-alun keratin dipenuhi sekitar satu juta massa yang menuntut Soeharto mundur52.

49

Www. Indoprotest.Tripod.Com 

50

Fadli Zon, Op.Cit. hal. 46

51

Gatra“Mereka Ingin Reformasi Tapi Jakarta di Jilat Api”, 23/5/1998, hal. 25

52


(52)

Selain itu mahasiswa juga menduduki gedung MPR/DPR guna mendesak anggota MPR/DPR untuk memberhentikan Soeharto. Pendudukan ini juga didukung oleh sejmlah tokoh LSM, tokoh nasional dan berbagai lapisan masyarakat. Akhirnya setelah merasa dikhianati oleh sejumlah menteri yang menundurkan diri serta atas desakan tokoh-tokoh nasional dan tidak mampu lagi mengatasi keadaan yang ada, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB di Istana Merdeka H. M. Jenderal besar (purn) Soeharto menyatakan pengunduran dirinya dan digantikan oleh Wakil Presiden BJ. Habibe.


(53)

BAB III

STRATEGI YANG DIGUNAKAN GERAKAN

MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA

TAHUN 1998

3.1. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

Sebenarnya dalam bab II telah dijelaskan tentang gambaran dari gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998, akan tetapi menyangkut pola strategi yang digunakan dalam gerakan tersebut belum dijelaskan secara gamblang. Untuk itulah pada bab ini penulis ingin menjelaskan pola strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 serta membandingkannya agar lebih mudah untuk memahaminya.

Untuk membandingkan pola strategi yang digunakan pada kedua gerakan mahasiswa tersebut dalam menggulingkan penguasa, yaitu Soekarno dan Soeharto, penulis akan menggunakan metode deskriptif yaitu penggambaran dari kedua pola strategi gerakan mahasiswa tersebut dengan menggunakan unit-unit analisis yang dijelaskan dalam gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumberdaya serta kemudian ditarik kesimpulan dari perbandingan tersebut.

3. 1. 1. Model Organisasi Yang Digunakan

Pasca meletusnya peristiwa G30 S, masyarakat Indonesia mengalami gejolak-gejolak sosial tak terkecuali di dunia kemahasiswaan. Sebenarnya gejolak-gejolak di dalam dunia kemahasiswaan telah terjadi jauh sebelum


(54)

meletusnya G30S, hal ini dapat kita lihat pada Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI). Pasca G30S gesekan-gesekan tersebut semakin tajam.

Pasca meletusnya G30S, HMI, PMKRI, PMII, Mapancas dan SOMAL mendesak diadakannya kongres Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI)1 untuk mengecam peristiwa G30S, akan tetapi pimpinan PPMI menolak usulan tersebut. Setelah penolakan pimpinan PPMI tersebut terjadilah perselisihan diantara mahasiswa yang mendesak kongres tersebut yaitu sebagian mahasiswa yang menginginkan pembubaran PPMI dan dibentuknya wadah baru, organisasi mahasiswa yang mendukung alternatif ini adalah HMI dan SOMAL, sedangkan sebagian mahasiswa yang lain menganggap bahwa PPMI harus tetap dipertahankan, organisasi yang mendukung opsi ini ialah GMNI dan GMKI2.

Akhirnya pada tanggal 25 Oktober 1966 mahasiswa yang menginginkan dibentuknya wadah baru mengadakan pertemuan di rumah Menteri PTIP Brigjen Syarif Thayeb di jalan Imam Bonjol Jakarta. Pada malam itu dibentuk organisasi yang bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Menurut Aldy Anwar, seorang aktifis mahasiswa ITB menjelaskan bahwa :

“ KAMI lahir karena kebutuhan bersama untuk menghadapiu musuh bersama dan mencapai tujuan bersama. KAMI merupakan organisasi darurat atau krisis organisasi”3

Oleh karena KAMI tidak memiliki aturan baku yang jelas seperti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga maka dapat dikatakan bahwa KAMI telah melanggar syarat-syarat dan formalitas prosedur organisasi sebagaimana organisasi mapan pada umumnya dikarenakan keadaan yang mendesak.

1

Organisasi nasional yang menghimpun organisasi-organisasi ekstra universitas

2

Hasyrul Moechtar, Meraka Dari Bandung, Pergerakan Mahasiswa Bandung 1960-1967, (Bandung : Penerbit Alumni, 1998) hal. 92-93

3


(1)

melahirkan sejumlah persoalan lain. Ibarat lepas dari mulut buaya dan masuk mulut harimau merupakan khiasan yang pas.

Harus kita akui bahwa dibawah pemerintahan demokrasi terpimpin Soekarno banyak rakyat ditindas, ternyata hal ini pun kembali terjadi pada pemerintahan militeristik Soeharto. Dibawah pemerintahan Soeharto jutaan orang dibantai, kasus pembantaian PKI, yang mencapai 3 juta jiwa tewas, kasus DOM Aceh, Papua, Tanjung Priok dan masih banyak lagi lainnya ternyata hampir menandingi pembantaian holoucost dibawah pemerintahan Nazi.

Kesalahan pun diulang oleh gerakan mahasiswa tahun 1998. Pasca jatuhnya Soeharto ternyata kondisi ekonomi dan politik Indonesia pun semakin kacau. Tidak ada satu orang pun yang mampu menjamin kapan Indonesia keluar dari kesulitan ini. Salah satu penyebab keadaan tersebut karena mahasiswa ditahun 1998 tidak memiliki konsep yang jelas seperti apa keadaan pasca Soeharto.

Kesalahan kedua gerakan mahasiswa ini dikarenakan setelah rezim ditumbangkan ternyata kekuasaan diambil oleh pohak lain dan mahasiswa yang merupakan martir tidak berbuat apa-apa. Setelah Soekarno jatuh kekuasaan kemudian di pegang oleh kekuatan militer begitu juga setelah Soeharto jatuh lagi-lagi kekuasaan dinikmati oleh akademisi, politisi dan pengusaha sedangkan mahasiswa yang merupakan martir perjuangan secara sistematis dan pelan-pelan dikebiri.


(2)

4. 2. Saran

Melihat gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998, semestinyalah kita memberikan penghargaan yang besar karena mahasiswa sebagai martir rela mengorbankan nyawanya dan berhasil melakukan perlawanan terhadap penguasa yakni Soekarno dan Soeharto. Akan tetapi dikemudian hari perjuangan mahasiswa banyak digugat oleh masyarakat maupun oleh mahasisa sendiri. Terjadinya gugatan ini dikarenakan kedua gerakan ini tidak memiliki visi kedepan pasca penguasa ditumbangkan.

Gerakan mahasiswa Indonesia sekarang ini seharusnya mengambil pelajaran dari kedua kasus gerakan mahasiswa tersebut sehingga kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan tidak terulang lagi. Oleh karena itu penulis merekomendasikan beberapa hal kepada gerakan mahasiswa agar kejayaan mahasiswa berhasil direbut, yaitu :

1. Gerakan mahasiswa harus mempunyai visi kedepan dalam artian visi yang menjelaskan tentang cara untuk dan gambaran masyarakat yang diinginkan pasca tumbangnya penguasa.

2. Gerakan mahasiswa harus memiliki suatu organisasi penghimpun agar gerakan mahasiswa lebih solid.

3. Meminimalisir mengandalkan sekutu dalam berjuang agar gerakan mahasisa tidak ditunggangi dan dikhianati dari belakang.

4. Penguatan propaganda dengan cara mendirikan sarana-sarana propaganda sendiri serta memaksimalkan sarana-sarana yang telah ada.


(3)

5. Gerakan mahasisa harus melakukan gerakan politik yang bermoral bukan hanya gerakan moral seperti yang dilakukan gerakan mahasiswa selama ini. Gerakan politik yang bermoral ini berguna agar kekuasaan tidak diselewengkan. Gerakan politik bermoral harus menempuh cara dengan mendirikan partai politik mahasiswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Aly, Rum, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema : Mahasiswa Dalam Pross Perubahan Politik 1959-1970, Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006

Anwar, Rosihan dkk, Kemal Idris : Bertarung Dalam Revolusi, Jakarta : Penerbit Sinar Harapan, 1996

Aritonang, Diro, Runtuhnya Rezim Dari Pada Soeharto : Rekaman Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1998, Bandung : Pustaka Hidayah, 1999

Batubara, Cosmas, Cosmas Batubara, Sebuah Otobiografi Politik, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2007

Chillcote, R., Teori Perbandingan Politik, Penelusuran Paradigma, Jakarta : PT Raja grafindo Persada, 2003

Cula, Adi Suryadi, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999

Cribb, Robert, The Indonesian Killings, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966, Yogyakarta : Mata Bangsa, 2004

Djamaluddin, Dedy Malik, Gejolak Reformasi Menolak Anarki, Kontroversi Seputar Aksi Mahasiswa Menuntut Reformasi Politik Orde Baru, Jakarta : Zaman, 1998

Fakih, Mansour, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996

Habibie, Baharuddin Jusuf, Detik-Detik Yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, Jakarta : THC Mandiri, 2006

Harahap, Mochtar E dan Andris Basril, Gerakan Mahasiswa dan Politik Indonesia, Jakarta : NSEAS, 1999


(5)

Hok, Soe Gie, Catatan Seorang Demonstran, Jakarta : LP3ES, 1983

Hok, Soe Gie, Zaman peralihan, Depok : Gagas Media, 2005

Kuntoro, Merenungi Kiprah Polri dan Gerakan Mahasiswa, Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 2000

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1989

Miftahuddin, Radikalisasi Pemuda PRD melawan tirani, Depok : Desantara, 2004

Moechtar, Hasyrul, Meraka Dari Bandung, Pergerakan Mahasiswa Bandung 1960-1967, Bandung : Penerbit Alumni, 1998

Nawawi, Hadari, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1994

Mirsel, Robert, Teori Pergerakan Sosial, Yogyakarta : Resist Book, 2004

Pulungan, Amalia dan Roysepta Abimanyu, Bukan Sekedar Anti Globalisasi, Jakarta : IGJ dan WALHI,2005

Putra, Fadhillah dkk, Gerakan Sosial, Konsep, strategi, actor,hambatan dan tantangan gerakan sosial di Indonesia, Malang : PLaCID’s dan Averroes Press, 2006

Raillon, Francoil, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, Jakarta : LP3ES, 1985

Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan Perubahan Sosial Di Indonesia, Yogyakarta : Resist Book, 2007

Soekanto, Perbandingan Hukum, Bandung : Alumni, 1979

Syam, Firdaus, Yusril Ihza Mahendera, Perjalanan Hidup, Pemikiran, Dan Tindakan Politik, Jakarta : PT Dyatama Milenia, 2004


(6)

Widjojo, Muridan S, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakam Mahasiswa 98, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999

Zubir, Zaiyardam, Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan, Yogyakarta : Insist Press,2002

Zon, Fadli, Politik Huru Hara Mei 1999, Jakarta : Institute For Policy Studies, 2004

Majalah

Gatra, “Mereka Ingin Reformasi Tapi Jakarta di Jilat Api”, 23/5/1998

Forum Keadilan, “Sembsko Dihantam Subsidi, Badai Belum Berlalu“ 23/3/1998,

Internet

Www. Indoprotest.Tripod.Com Www.Indomedia.Com

www.Pena-98.com

Www.Satrioarismunandar.Multiply.Com Www.Tempointeraktif.Com

Skripsi

Silitonga, Bongbong, Pola Pengerahan Massa Demonstrasi Mahasiswa Di Kota Medan, Skripsi Mahasiswa FISIP USU 1999