Berapa lama tembakau sintetis hilang dari tubuh

AKURAT.CO, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan, pengguna tembakau gorila bisa dideteksi dengan tes urine. Hasil itu nantinya akan berdampak pada penyelidikan yang tengah dihadapi oleh polisi. Temuan terbaru adalah kasus 3 siswa yang kedapatan teler setelah menghisap tembakau gorila di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. 

Karo Humas dan Protokol BNN Brigjen Pudjo Sulistiono mengatakan, para tersangka bisa dites urine untuk mengetahui apakah positif atau tidaknya terhadap narkoba. 

Kalau masih ada sisa tembakaunya bisa dicek ke lab. Dari situ bisa dicek apakah kandungannya mengandung THC Tetrahydrocanabinol, itu minyak ganja. Atau mengandung narkoba jenis lain, kata Pudjo ketika ditemui di BNN, Jumat (29/11/2019). 

Tes ke pengguna melalui tes urine akan memberikan hasil nyata terhadap tiga siswa tadi. Namun apabila tes urine terhadap ketiganya dilakukan nanti atau lewat beberapa hari, tes urine akan percuma.

Kalau sudah lama ya gak bisa. Kalau kejadiannya Rabu udah lewat juga. Kalau sengaja dilamain ya gak bisa. Sabu saja kalau lima hari ilang, kalau pake tes rambut ketika dia pengguna akut ya bisa. Kalau baru se isep dua isep ya gak bisa, jelasnya. 

Hal serula nyatanya diungkapkan juga oleh Kanit Reskrim Polsek Tebet Iptu Iwan. Ia mengaku belum ada alat untuk mendeteksi urine yang teridentifikasi narkoba jenis tembakau gorila. 

Tembakau katanya kan, kalau tembakau kita belum ada alat untuk tes urin itu, jelasnya. 

Meski begitu jajarannya akan mengembangkan kasus itu jika tiga siswa sudah siuman Gak ada barang buktinya juga kan dia pakai sudah habis BB. Tentunya kita ini bakal ditanya di kembangkan nanti, imbuhnya. [] 

Berapa lama tembakau sintetis hilang dari tubuh
Berapa lama tembakau sintetis hilang dari tubuh

Ganja adalah salah satu jenis narkoba yang paling banyak digunakan di Indonesia. Dibandingkan dengan obat-obatan rekreasi jenis lain, efek ganja memang dianggap paling jinak dan memiliki risiko kesehatan paling kecil. Tapi tidak demikian dengan “adik” barunya, ganja sintetis yang belakangan ini sempat populer. Efek ganja sintetis jauh lebih berbahaya daripada lintingan ganja tradisional — bahkan sudah terbukti mematikan.

Meski memiliki nama yang sama, ganja sintetis bukanlah ganja. Ganja sintetis adalah campuran bahan kimia industri yang disemprotkan pada daun kering dan potongan rumput biasa, dibungkus sedemikian rupa dan dijual dengan berbagai nama samaran .

Berbagai nama yang dikenal mulai dari Hanoman, Ganesha, Thunderbear, Cap Badak, hingga Cap Gorilla yang paling dikenal.

Tak jarang pula ganja sintetis diperdagangkan sebagai lintingan rokok tembakau tak bermerek.

Ganja sintetis termasuk dalam kelompok obat yang disebut “zat psikoaktif baru” yang tergolong ke dalam kategori narkotika golongan 1.

Zat psikoaktif baru adalah jenis narkoba psikoaktif yang tidak diatur yang telah tersedia di pasaran dan dimaksudkan untuk menyalin efek obat-obatan terlarang.

Dalam hal ini, ganja sintetis meniru efek ganja tradisional. Tapi ganja sintetis bisa menampakkan efeknya hingga ratusan kali lebih kuat daripada sekadar THC dalam ganja biasa.

Bahkan John W. Huffman, ilmuwan pelopor pencipta ganja sintetis tidak merekomendasikan masyarakat awam untuk mengonsumsi senyawa tersebut. Pada dasarnya ganja sintetis diciptakan bukan untuk konsumsi manusia.

Dari mana asalnya ganja sintetis ini?

Senyawa ini awalnya dirancang selama 20 tahun terakhir oleh John William Huffman, seorang lulusan Harvard dan profesor kimia organik di Clemson University, atas alasan medis untuk menyelidiki efek ganja pada hewan penelitian di laboratorium yang terkontrol.

Namun, senyawa ini tidak pernah dimaksudkan untuk konsumsi manusia atau dievaluasi untuk keselamatan manusia.

Pada tahun 2008 setelah publikasi karyanya, satu jenis ganja sintetik yang disebut JWH-018 tiba-tiba muncul ribuan mil jauhnya di laboratorium forensik Jerman.

Mereka menamakannya “Spice” dan menyebarkannya ke pelanggan yang penasaran akan ganja baru ini.

Mirisnya, ganja kekinian ini sangat mudah dan cepat dibuat, juga tergolong murah meriah dalam biaya produksinya.

Maka tidak butuh waktu lama bagi bandar jalanan untuk memanfaatkan peluang tersebut dan membuka pasar baru bagi ganja sintetik.

Apa efek dari mengonsumsi ganja sintetis?

Bahan-bahan kimia yang terkandung dalam ganja kekinian ini bekerja mirip THC, senyawa psikoaktif alami yang ditemukan dalam tanaman ganja.

Baik THC maupun senyawa kimia sintetik mengikat pada sistem reseptor CB1 di otak Anda untuk menghasilkan efek euforia (sensasi bahagia amat sangat).

Akan tetapi ganja sintetis memiliki daya rusak yang lebih menyeramkan dari ganja asli yang berusaha ditirunya, seringkali pada dosis yang sangat rendah.

Efeknya termasuk muntah-muntah, nyeri dada, pusing, peningkatan denyut jantung, penglihatan menghitam, sakit kepala, kerusakan ginjal, ngilu, kebingungan, pembesaran pupil, kejang, gerakan anggota tubuh involunter (kedutan), penglihatan menghitam, turunnya kadar kalium dalam darah, serta meningkatnya glukosa.

Penggunaan ganja sintetis juga telah dikaitkan dengan perubahan perilaku (cepat marah, mengamuk), halusinasi, hingga gejala psikosis.

Dalam beberapa kasus, efeknya bisa menyebabkan stroke, darah tinggi, sesak napas, gagal jantung akut, serangan jantung, atau bahkan kematian.

Terlebih lagi, Anda tidak bisa benar-benar memastikan spesifiknya bahan kimia apa yang terkandung di dalamnya, apalagi dosis dari masing-masing campurannya sehingga efek yang ditimbulkan pun bisa berbeda — baik antar merek, atau bahkan antar kloter dari merek yang sama sekalipun.

Fenomena K2, ganja sintetis versi Amerika, setidaknya membuat 33 orang di Brooklyn dirawat di rumah sakit gara-gara overdosis.

Di Australia, ganja baru ini bertanggung jawab atas meninggalnya seorang remaja 17 tahun akibat overdosis. Padahal rekor overdosis ganja tradisional di berbagai belahan dunia amat sangat langka, hampir bisa dibilang nihil.

Pada beberapa orang, efek ganja jenis baru ini membuat mereka bertingkah laku layaknya mayat hidup. Juli 2016 lalu, sejumlah pejalan kaki di New York melaporkan pemandangan aneh di pinggir jalan.

Rekaman CCTV dan video para saksi menunjukkan sekelompok pria yang duduk lesu di kursi dengan tatapan kosong, sementara yang lainnya linglung dan berkeliaran di sekitar.

Seorang pria bahkan terlihat menari sambil berjingkrak-jingkrak membawa bola bowling. Yang lainnya berjalan menunduk sambil menyeret sepeda.

Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan di wajah mereka, layaknya adegan di film zombie Hollywood.

Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan personel band Peterpan sekaligus pemain keyboard The Titans Andika Naliputran (AN) ditangkap polisi di Bandung, Jawa Barat, pada 21 Februari 2017, atas dugaan penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila.

Tembakau gorila menjadi berbahaya karena bukan sembarang tembakau, tetapi ada campuran cairan ganja sintetis di dalamnya.

Apa itu tembakau gorila?

Tembakau sintetis atau biasa disebut tembakau gorila oleh para pemakainya ternyata memberikan rasa yang "mengerikan" dengan efek "melayang" yang tidak enak.

Sejumlah sumber menyebutkan bahwa tembakau gorila atau "gori" bisa menyebabkan rasa mual, muntah, hingga hilang kesadaran hanya dalam dua kali isap. Namun sumber itu mengatakan efek tersebut tidak berlangsung lama, hanya satu sampai dua jam saja.

"Kalau tembakau sintetis sejenis gori, cukup dua kali hisap sudah bisa bikin 'melayang'. Tapi kalau jujur, rasanya melayangnya itu tidak enak," kata seorang pegawai swasta pria berinisial VS di daerah Jakarta Timur, Kamis (2/3/2017).

Pria yang mengaku sudah belasan tahun mengonsumsi ganja itu mengaku mencicipi tembakau gorila karena penasaran dengan efek yang ditimbulkan. Namun setelah mengetahui rasa tembakau gorila, dia ogah menggunakannya lagi.

"Dibandingkan gele (ganja), gori itu parah rasanya. Enggak enaklah, bikin mual, kalau kebanyakan badan malah enggak bisa digerakkan. Jadi bego," lanjut dia kemudian mengatakan barang itu bisa didapatkan dari jaringan pertemanan sesama pengguna.

Di lokasi berbeda, seorang sumber lain menceritakan bahwa tembakau gori terlihat seperti tembakau biasa namun ketika dihisap menimbulkan rasa pusing. Berbeda dengan ganja yang bisa membuat penggunanya berkhayal, menggunakan tembakau gori justru memberikan rasa tidak nyaman.

"Aduh itu tembakau enggak jelas. Kalau gele kan bisa bikinslowdan berkhayal, nah kalau gori ini enggak jelas. Serba enggak enak rasanya. Enggak bikin berhalusinasi juga, habisnya rasanya tidak enak," kata pria berinisial H di Jakarta Timur.

Seorang pemakai berinisial AB mengatakan tembakau gorila bisa menyebabkan muntah hingga tak sadarkan diri untuk orang yang baru pertama kali memakai.

"Kalau baru pertama kali bisa sampaijackpot(muntah)," kata dia.


Harga

Para pemakai itu mengaku mendapatkan tembakau gorila dengan harga Rp50.000 untuk dua linting sepanjang ukuran tusuk gigi. Harga yang dianggap murah dan lebih mudah ditemukan membuat para pengguna mencicipi tembakau gorila ketika sulit menemukan ganja.

"Sekarang sih Rp50ribu dapet dua linting. Dua linting sudah bisa bikin melayang satu tongkrongan. Soalnya dua-tiga kali hisap sudah melayang," kata AB.

"Sekarang lebih gampang cari gorila. Soalnya gele enggak ada," lanjut dia.

Ia mengaku, tembakau gorila dijual dilingkungan pertemanan. Barang yang dibeli berupa daun tembakau kering yang dilinting menggunakan kertas papir, atau sama seperti akan mengonsumsi ganja.

Di sisi lain, para pengguna tersebut ingin berhenti menggunakan tembakau gorila karena dampak yang membahayakan. "Teman saya masuk rumah sakit karena kebanyakan," kata AB.

Dilansir dari keterangan pers Badan Narkotika Nasional (BNN) awal 2017, tembakau gorila masuk dalam klasifikasi new psychoactive substances dengan nama AB-CHMINACA yang termasuk jenis synthetic cannabinoid (SC).

Meskipun demikian hingga saat ini zat tersebut belum masuk daftar lampiran UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), namun sejauh ini telah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kemenkes untuk masuk dalam Narkotika gol. I.

Kebanyakan dari SC yang beredar dikonsumsi dengan cara dihisap seperti rokok, kemudian SC akan diabsorbsi oleh paru-paru dan kemudian disebarkan ke organ lain terutama otak.

Oleh karena itu salah satu efeknya yakni seseorang akan terlihat "plonga-plongo" sambil membayangkan menjadi "sesuatu" misal superman dan lain sebagainya. Sedangkan efek samping penggunaan SC yaitu dimulai dari gangguan psikiatri seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide-ide bunuh diri, gejala-gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :