Berikut ini merupakan hal-hal yang dilarang dalam transaksi ekonomi adalah

Beranda / FIQH

SYARIAHPEDIA.COM - Kaidah dasar dalam berbisnis menurut syariah adalah semuanya BOLEH sampai ada dalil yang melarang, sesuai dengan kaidah fikih :

"Pada dasarnya, semuo bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkonnya."

Artinya seorang muslim diberikan kebebasan yang sangat luas untuk berinovasi dalam bisnis, selama tidak ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu, kita cukup mengetahui apa saja yang dilarang dalam transaksi bisnis. Berikut ini adalah 10 larangan syariah dalam berbisnis yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim, yang jika dilakukan akan terjerumus pada sesuatu yang haram.

Riba  adalah  tambahan [ziyadah] tanpa  imbalan [بلا عوض] yang terjadi  karena  penangguhan  dalam  pembayaran [زيادة الأ جل] yang diperjanjikan  sebelumnya, [اشترط مقدما]. 

  1. Tambahan pada transaksi pinjam meminjam yang dipersyaratkan [Riba nasi'ah/Riba qardh]. Seperti bunga simpanan dan pinjaman pada bank konvensional
  2. Pertukaran barang ribawi sejenis yang berbeda kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahannya [Riba Fadl atau Riba Buyu']. Seperti pertukaran uang Rp 100 ribu 1 lembar dengan uang Rp 10 ribu 11 lembar. Selisih Rp 10 ribu masuk kategori riba.

Dalil larangan Riba termaktub dalam Q.S Al Baqarah ayat 275 :

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْ‌ۚ

Artinya : "....dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...."

Substansi Bai' al-'inah adalah menjual barang secara tunai, dengan kesepakatan akan membelinya kembali dari pembeli yang sama dengan harga lebih mahal secara tidak tunai. Motivasi dalam jual beli 'inah bukan untuk mendapatkan barang, melainkan uang. 

Contoh, si A menjual barang secara tunai ke si B seharga Rp 200 ribu, lalu si A membelinya kembali barang tersebut ke si B secara kredit seharga Rp 250 ribu dibayar dua pekan kemudian.

Larangan jual-beli 'inah berdasarkan Rasulullah SAW :


عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Dari Ibnu ‘Umar r.a., dia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda”: Apabila kamu sekalian berjual-beli dengan cara ‘inah, mengambil ekor-ekor sapi [sibuk mengurus ternak peliharaan], senang dengan tanaman [puas dengan hasil panen] dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasaimu, dan tidak akan pernah mencabutnya [kehinaan] sehingga kamu sekalian kembali kepada agamamu.” [H.R. Abu Dawud]

Gharar adalah ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam hal kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang suatu transaksi yang mengakibatkan salah satu pihak dirugikan. Seperti jual-beli ijon.

Larangan gharar sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Abu Hurairah r.a :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ 

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar” [HR. Bukhari dan Muslim]

Substansi dari bai' al kali bi al kali adalah jual-beli piutang, yakni menjual piutang [tidak tunai] dengan harga tidak tunai juga harga dan objek yang dijual itu diserahkan tidak tunai. Seperti praktek anjak piutang konvensional, menjual piutang senilai Rp 100 juta ke pihak anjak piutang dengan harga Rp 80 juta.

Bai kali bi al kali dilarang sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dari Ibnu Umar r.a :

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ بِالْكَالِئِ

Artinya : "Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-Kali’ bil Kali’". [HR. Daruqutni]

Ihtikar adalah praktek rekayasa penawaran [pupply] atau istilah sederhananya adalah praktek menimbun barang. Mazhab Syafi'i dan Hanbali mendefinisikan Ikhtikar dengan : "Menimbun barang yang telah dibeli pada saat harga bergejolak tinggi untuk menjualnya dengan harga yang lebih tinggi pada saat dibutuhkan oleh penduduk setempat atau lannya". 

Seperti produsen atau pengusaha yang menimbun bahan makanan pokok sehingga terjadi pergolakan harga yang sangat tinggi di masyarakat. Setelah harga tinggi baru barangnya dilepas ke pasar.

Rasulullah SAW melarang perbuatan ikhtikar sesuai dengan hadist :

روى أبو أمامة الباهلى أن النبى صلى اهلل عليه وسلم نهى أن يحتكر الطعام 

Artinya: “Abu Umamah al-Bahili meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ telah melarang penimbunan makanan.” [HR. Hakim]. 

Substansi dari bai' najasy adalah bial seorang produsen [pembeli] menciptakan perminataan palsu; seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu naik.

Seperti praktek goreng menggoreng saham di bursa saham. 

Praktek najasy dilarang sebagaiman hadist Ibnu Umar r.a : "Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang melakukan najasy"

Bai'atain fi bai'ah adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian [gharar] mengenai akad mana yang harus digunakan [berlaku]. 

Seperti praktek sewa-beli pada leasing konvensional.

Rasulullah bersabda dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : "Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang dua akad dalam satu akad" [HR. Tirmidzi].

Substansi dari maysir adalah taruhan/mengadu nasib yaitu setiap permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut. Seperti praktek judi atau transaksi forex. 

Praktek maysir dilarang dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 90 :

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّمَا الۡخَمۡرُ وَالۡمَيۡسِرُ وَالۡاَنۡصَابُ وَالۡاَزۡلَامُ رِجۡسٌ مِّنۡ عَمَلِ الشَّيۡطٰنِ فَاجۡتَنِبُوۡهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya [meminum] khmar, berjudi, [berkurban untuk] berhala , mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan - perbuatan ini agar kamu mendapat keberuntungan".

Risywah [suap-meyuap] adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Seperti menyuap untuk bisa kerja disuatu lembaga.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي 

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasûlullâh bersabda: “Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap”. [HR. Ahmad, no. 6984; Ibnu Majah, no. 2313]

Segala bentuk usaha yang berkaitan dengan sesuatu yang telah jelas keharaman zatnya [barang atau jasa] maka hukum bisnis tersebut menjadi haram. Seperti jual-beli babi, narkoba, bangkai, dan benda-benda lainya yang diharamkan.

Referensi : Buku "Riba, Gharar dan Kaidah Kaidah Ekonomi Syariah, Analisis Fikih dan Ekonomi" karya Dr. Oni Sahroni dan Adiwarman Karim.


VIVA.co.id – Islam adalah agama yang lengkap. Selain mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, agama ini juga banyak mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya.

Islam bahkan secara lebih rinci lagi mengatur hubungan ekonomi antar manusia. Dengan demikian, umat muslim memiliki panduan yang lengkap dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Di antara sekian aturan ekonomi tersebut, Islam membuat sejumlah larangan dalam kegiatan ekonomi. Dengan mengatahui larangan-larangan tersebut, kita bisa memfilter pilihan dan keputusan kita dalam melakukan transaksi ekonomi.

Dikutip dari laman CekAja.com, Selasa 12 September 2017, jenis kegiatan yang dilarang sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 80/DSN-MUI/III/2011, yaitu:

1. Maisir

Ini merupakan kegiatan yang melibatkan perjudian. Segala kegiatan investasi yang berhubungan dengan praktik maisir dilarang oleh Islam

2. Gharar

Guna mewujudkan kegiatan perekonomian yang adil dan beretika, ada beberapa larangan dasar yang harus dihindari setiap pelaku dalam bertransaksi ekonomi/keuangan syariah. Apa sajakah larangan-larangan dalam keuangan syariah tersebut?

Berikut d ibawah ini, tiga hal yang dilarang [terutama] dalam kegiatan transaksi keuangan syariah, antara lain;

1. Riba [usury/interest]
Secara bahasa riba berarti tambahan. Riba dapat diartikan sebagai penambahan atau harta pokok yang diambil dari suatu transaksi tanpa adanya suatu ’iwadh [pengganti/penyeimbang] yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Syariah memang melarang praktik riba, karena dampak negatifnya terhadap sistem sosial dan perekonomian masyarakat, baik secara mikro maupun makro.

2. Gharar [uncertainty]
Secara bahasa, Gharar berarti penipuan, ketidakjelasan atau risiko [khatr]. Gharar adalah transaksi yang mengandung tipuan atau ketidakjelasan dari salah satu pihak, sehingga pihak lain dirugikan. Meski demikian, tidak setiap gharar menyebabkan statu transaksi menjadi tidak valid. Kaidah fikih menyatakan, bahwa apabila gharar itu kecil dan sulit dihindarkan, maka transaksi tersebut tetap sah.

Dalam transaksi keuangan syariah, tidak boleh ada unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian yang berlebihan antara lain terkait akad, obyek akad, cara penyerahan, maupun cara pembayaran. Hal ini untuk menjamin asas transparansi dan keadilan bagi pihak-pihak yang bertransaksi, agar tidak ada yang terzalimi maupun menzalimi.

3. Maysir [speculation]
Secara bahasa Maysir berarti memperoleh sesuatu/keuntungan dengan Sangay mudah tanpa kerja keras. Maysir dapat diartikan sebagai aktivitas spekulasi, judi, dan untung-untungan di dalam suatu transaksi keuangan, yang memungkinkan diperolehnya keuntungan dengan adanya salah satu pihak dirugikan.

Maysir dilarang karena ia termasuk dalam perbuatan yang rijs [kotor], serta mudharat/kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada maslahat yang diperoleh.

Mudharat dari spekulasi lebih besar daripada maslahatnya Click To Tweet

Sudah jelas ‘kan, apa-apa saja hal yang dilarang dalam transaksi keuangan syariah? Semoga kita bisa bertransaksi keuangan syariah dengan baik, aman, berkah dan juga menentramkan!

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề