Berikut ini yang tidak termasuk dalam korban peristiwa Gerakan 30 September adalah

JAKARTA - Sebanyak 6 jenderal dan seorang perwira TNI AD gugur dalam serangan yang dinamai Gerakan 30 September atau G30S PKI, yang terjadi pada 1965. Mereka yang gugur lantas ditetapkan sebagai pahlawan revolusi oleh presiden Soekarno. Berikut daftarnya.

S. Parman

Siswondo Parman, seorang perwira TNI AD ini lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918. Pada tahun 1962, Parman diberi tugas untuk menjadi Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) yang mengurusi bidang intelejen pada masa kepemimpinan Ahmad Yani sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat.

BACA JUGA:Francisca Fanggidaej, Pejuang yang Dihapus dari Sejarah Oleh Orde Baru karena G30S PKI

Ia menjadi target penculikan karena ia mengetahui banyak pergerakkan dan kegiatan rahasia PKI. Parman dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965 yang tertuang dalam Surat Keputusan Presiden No. lll/KOTI/1965

R. Soeprapto

Raden Soeprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah pada 20 Juni 1920. Menurut laman Pusat Sejarah TNI, Soeprapto pernah menjadi ajudan dari Panglima Besar Soedirman selama hampir 2 tahun. Hingga pada akhir Desember tahun 1950, ia diangkat sebagai Kepala bagian II di Staf Umum Angkatan darat.

BACAJUGA:Sisi Lain Ahmad Yani, Jenderal Korban PKI Penerima Pedang Samurai Legendaris

Ia dipindahkan dari Staf Angkatan Darat ke Kementerian Pertahanan sebagai Sekretaris Gabungan Kepala Staf (GKS) per 1 Juli 1956. Sekitar 6 tahun setelahnya, Soeprapto dipercaya sebagai Deputi Administrasi Menteri/Panglima Angkatan Darat. Ia juga menjadi salah satu target PKI dan gugur.

Soeprapto dianugrahi gelar Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965 yang tertuang dalam Surat Keputusan Presiden No. lll/KOTI/1965, bersamaan dengan pemakaman Pahlawan Revolusi lainnya di Taman Makan Pahlawan Kalibata.

Ahmad Yani

Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922. Kariernya dalam militer menorehkan banyak prestasi. Melansir laman resmi Pusat Sejarah TNI, Ahmad Yani dipercaya menjadi Komandan Operasi 17 Agustus untuk memberantas PRRI di Sumatera Barat. Karena keberhasilannya memberantas PRRI, ia menjadi dikenal dan menjadi sangat dekat dengan Presiden Soekarno. Ahmad Yani kemudian dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) oleh Presiden Soekarno pada tahun 1962.

Karena jabatannya sebagai Menpangad itulah yang menyebabkan Ahmad Yani menjadi salah satu target utama dalam Gerakan 30 September 1965. Ahmad Yani gugur karena mendapat beberapa tembakan di tubuhnya. Setelah itu ia dibawa ke Lubang Buaya dan di masukkan ke dalam sumur bersama enam anggota TNI AD lainnya. Penganugerahan gelar Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965 yang diterima Ahmad Yani tertuang dalam Surat Keputusan Presiden No. III/KOTI/1965.

Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 28 Agustus 1922. Kariernya dalam dunia TNI AD menanjak setelah diberi mandat menjadi ajudan Gatot Soebroto di bulan Juni 1946. Pada 1961, Sutoyo mengemban jabatan penting sebagai Inspektur Kehakiman atau Jaksa Militer Utama. Sutoyo menjadi salah satu perwira TNI AD yang dibunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September. Dirinya ditetapkan menjadi pahlawan revolusi pada 5 Oktober 1965, saat peringatan HUT TNI (ketika itu masih ABRI).

M.T Haryono

Mas Tirtodarmo Haryono merupakan pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur pada 20 Januari 1924. Dilansir dari Okezone, M.T Haryono pernah menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada Konferensi Meja Bundar, Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan jabatan terakhir yang diembannya adalah Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). M.T Haryono menjadi target PKI dan gugur akibat diberondong tembakan, karena menolak adanya Angkatan Kelima yang digagas oleh PKI.

Ia berpendapat bahwa ada maksud terselubung dari gagasan tersebut, yaitu mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi Komunis. M.T Haryono dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965 yang tertuang dalam Surat Keputusan Presiden No. lll/KOTI/1965.

D.I. Pandjaitan

Donald Isaac Pandjaitan merupakan putera Sumatera yang lahir di Balige, Tapanuli, Sumatera Utara pada 9 Juni 1925. Pandjaitan mulai mengikuti kursus Militer Atase (Milat) pada 1956 dan ditugaskan di Bonn, Jerman Barat. Setelah kepulangannya dari Jerman, ia ditugaskan sebagai perwira diperbantukan di Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Pandjaitan menjadi salah satu target PKI karena ia berhasil membongkar rahasia PKI atas pengiriman senjata dari Republik Rakyat China (RRC) yang diselundupkan ke dalam peti-peti bahan bangunan. Setelah gugur, ia dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965 yang tertuang dalam Surat Keputusan Presiden No. lll/KOTI/1965

Pierre Tendean

Pierre Andries Tendean adalah perwira TNI AD berpangkat Letnan Satu (Lettu). Ia lahir di Batavia, 21 Februari 1939. Dilansir dari buku Sang Patriot yang merupakan buku biografi resmi dirinya, Pierre mengawali karier militer dengan menempuh pendidikan di Akademi Zeni Angkatan Darat pada tahun 1958. Perjalanannya semakin cemerlang, ketika ia berhasil menyusup ke Malaysia dengan menyamar sebagai turis saat operasi Dwikora. Lanjutnya, Pierre didapuk menjadi ajudan Jenderal A.H Nasution pada April 1965.

Pierre menjadi target salah sasaran pasukan Tjakrabirawa, ketikaa menyusup ke rumah A.H Nasution pada 1 Oktober 1965 dini hari. Alhasil, ia dibawa dan dieksekusi di Lubang Buaya. Ia ditetapkan sebagai pahlawan pada 5 Oktober 1965, tepat di hari pemakamannya. (dka)