Berikut salah satu akibat penanganan limbah yang tidak benar yaitu

Ancaman limbah berbahaya begitu nyata. Dampaknya yang begitu merusak tidak hanya mengancam lingkungan. Manusia yang merupakan bagian dari lingkungan juga turut merasakan imbasnya. Bahkan meski sudah ada tempat pengolahan limbah berbahaya,faktanya masih cukup banyak perusahaan yang membuang limbahnya begitu saja.

Dampak pembuangan limbah berbahaya sama sekali tidak bisa dipandang sebelah mata. Kerusakan lingkungan hanyalah salah satunya. Di samping itu, masih ada segudang dampak kesehatan yang dipastikan akan diderita oleh masyarakat sekitar. Berikut beberapa dampak limbah bagi kesehatan manusia berdasarkan wujudnya.

1. Limbah Gas

Meski disebut limbah gas, limbah jenis ini tidak sepenuhnya berbentuk gas. Ada partikel-partikel benda padat atau cair yang terkandung di dalamnya.

Bentuk partikel yang sangat kecil membuat limbah jenis ini mudah tersebar lewat udara. Biasanya, limbah gas juga mengandung debu. Beberapa contoh dari limbah jenis ini di antaranya adalah karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, sulfur oksida, asam klorida, amonia, metan, hidrogen fluorida, nitrogen sulfida dan klorin.

Bahaya dari limbah gas akan terasa sangat terhirup. Sesak nafas hanyalah salah satu efeknya. Dalam jangka panjang, limbah gas bisa menyebabkan gangguan paru-paru, serangan jantung, stroke dan mengganggu perkembangan otak janin.

2. Limbah Cair

Limbah jenis ini biasanya dihasilkan oleh perusahaan yang menggunakan air selama proses produksinya. Limbah cair sendiri bisa berupa air bekas cucian ataupun sisa dari proses produksi secara langsung. Karena itu, limbah jenis ini biasanya banyak mengandung zat-zat kimia berbahaya.

Limbah cair ini biasanya memiliki bau yang sangat menyengat. Di tempat pengolahan limbah berbahayasekalipun, aroma dari limbah jenis ini sudah cukup untuk membuat setiap orang yang menghirupnya merasa pusing hingga muntah-muntah. Jadi bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika limbah cair dibuang tanpa diolah terlebih dahulu.

Selain bau yang tajam, kontak langsung dengan limbah cair bisa menyebabkan gatal-gatal di kulit. Jika limbah tersebut sampai masuk ke dalam tubuh, dampaknya bisa jauh lebih berbahaya.

Beberapa penyakit yang bisa bisa ditimbulkan oleh limbah jenis ini di antaranya adalah diare, kolera, hepatitis A, giardiasis, penyakit hati, penyakit ginjal dan meningkatkan risiko bayi lahir cacat.

baca juga artikel tentang : buang limbah berbahaya sembarangan, ini sanksi yang siap menanti.

3. Limbah Padat

Sama seperti dua jenis limbah sebelumnya, limbah padat juga banyak dihasilkan oleh industri. Beberapa contoh limbah padat ini di antaranya adalah plastik, kertas, karet dan logam. Sepintas limbah-limbah tersebut memang terlihat mirip seperti limbah rumah tangga. Namun mengingat jumlahnya yang begitu besar, dampaknya terhadap lingkungan jelas berbeda.

Dampak limbah padat biasanya semakin terasa saat limbah tersebut membusuk. Tidak sedikit dari limbah tersebut yang menimbulkan gas beracun seperti asam sulfat, metan dan amonia. Jika dibuang langsung ke perairan, limbah jenis ini juga bisa mencemari air dan lingkungan di sekitarnya.

Gangguan kesehatan akibat limbah padat ini sama sekali tidak bisa diremehkan. Mulai dari gatal-gatal, diare hingga penyakit serius seperti gangguan ginjal dan hati bisa muncul akibat limbah jenis ini.

Limbah industri tidak bisa dibuang begitu saja. Sebelum dibuang, limbah tersebut harus diolah di tempat pengolahan limbah berbahaya. Memang butuh biaya yang tidak sedikit untuk mengolah limbah seperti ini. Namun dengan menggunakan jasa pengolahan limbah seperti Wastec International, perusahaan tidak perlu berinvestasi besar dalam membangun infrastruktur pengolahan limbah dan bisa mengolah limbahnya dengan biaya yang lebih terukur.

Pada limbah dari bahan berbahaya dan beracun [ B3 ] adalah yang sifatnya berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah berbahaya ini dapat berasal dari banyak sumber, dari industri, produksi kimia, atau dihasilkan oleh jenis industri lainnya. Limbah ini dapat terjadi di wilayah bagian mana saja dan dapat menyebabkan kerusakan karena pengolahan limbah B3 yang tidak memadai, dan konsekuensinya bisa sangat negatif. Misalnya, orang yang tinggal di dekat lokasi yang digunakan untuk pembuangan limbah mungkin berada dalam posisi yang sangat rentan.

Untuk semua alasan ini, pemerintah secara ketat mengatur pengelolaan limbah berbahaya dan residu. Dan dengan demikian dapat memperbaiki masalah yang ada dan bahkan mencegah kerusakan di masa depan. Penghancuran jenis limbah B3 ini harus dilakukan oleh pengelola limbah resmi.

Tidak semua limbah dianggap beracun atau berbahaya. Untuk memiliki pertimbangan ini, mereka harus memenuhi serangkaian karakteristik.

Meskipun tidak semua karakteristik diperlukan untuk mempertimbangkan limbah bahan berbahaya dan beracun, untuk menjadi seperti itu harus menjadi unsur:

  • Mudah meledak atau mudah meradang
  • Beracun dan / atau ekotoksik
  • Mengiritasi
  • Pengoksidasi
  • Berbahaya
  • Dengan sifat karsinogenik
  • Korosif
  • Menular
  • Mutagenik

Fakta mematuhi ini pada limbah bahan berbahaya dan beracun dan, oleh karena itu, perawatannya harus khusus dan berkualitas.

Ada beberapa cara dalam penanganan limbah B3. Itu selalu terbaik untuk mengurangi jumlah limbah di sumbernya, atau bahkan mendaur ulang bahan yang dapat digunakan kembali secara produktif. Namun, langkah-langkah ini tidak menyelesaikan masalah pembuangan limbah ini.

Beberapa penanganan limbah B3, dengan beberapa metode yang dapat diterapkan:

Beberapa perlakuan kimia adalah pertukaran ion, oksidasi dan reduksi, pengendapan kimia, dan netralisasi . Metode ini digunakan untuk mengubah limbah berbahaya menjadi gas tidak beracun, dengan memodifikasi sifat kimianya.

Sebagai contoh, sianida dapat melalui proses oksidasi menjadikan residu beracun ini sebagai produk tidak beracun. Proses kimia lainnya adalah pemisahan air, yang memungkinkan air diekstraksi dari beberapa residu organik, dan kemudian dihilangkan melalui pembakaran.

  • Metode ini menggunakan suhu tinggi untuk pembakaran bahan. Metode termal tidak hanya dapat mendetoksifikasi beberapa bahan organik, tetapi juga menghancurkannya sepenuhnya.
  • Ada peralatan termal khusus yang digunakan untuk pembakaran limbah padat, cair atau lumpur.
  • Meskipun efektif dalam metode ini, tetapi, dan itu adalah bahwa pembakaran limbah berbahaya dengan metode termal dapat menyebabkan polusi udara.

Metode biologis

Ini digunakan untuk pengolahan limbah organik, seperti yang berasal dari industri minyak. Salah satu metode pengolahan limbah berbahaya biologis adalah budidaya tanah.

Teknik ini terdiri dari pencampuran residu dengan permukaan tanah di area tanah yang cocok. Beberapa jenis mikroba dapat ditambahkan untuk memetabolisme limbah dan beberapa nutrisi.

Ada kasus di mana bakteri yang dimodifikasi secara genetik digunakan. Mikroba juga digunakan untuk menstabilkan limbah berbahaya. Proses ini disebut bioremediasi. Perlu dicatat bahwa tanah ini tidak cocok untuk menanam.

Sementara metode di atas memanipulasi bentuk molekul limbah, perawatan fisik terdiri dari berkonsentrasi, memadatkan atau mengurangi volume limbah. Beberapa proses yang digunakan adalah evaporasi, flotasi, sedimentasi dan filtrasi.

Proses lain yang telah menjadi sangat populer adalah pemadatan, yang terdiri dari limbah enkapsulasi dalam aspal, plastik atau beton. Enkapsulasi menghasilkan massa padat yang tahan terhadap pencucian. Limbah tersebut juga dapat bercampur dengan fly ash, air, dan kapur untuk membentuk jenis lain yang menyerupai semen.

Melakukan proses pembuangan limbah dari bahan berbahaya dan beracun bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan siapa pun, tetapi Anda harus dilatih untuk itu dan memiliki sertifikasi yang sesuai untuk itu.

Perusahaan harus memiliki semua sertifikasi dan profesional berkualifikasi tinggi yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan menghilangkan limbah bahan beracun dan berbahaya tanpa menunjukkan bahaya bagi pihak ketiga.

Jika Anda ingin membuang limbah berbahaya di tingkat industri, selalu bertaruh pada perusahaan bersertifikat. Ini akan memastikan tidak hanya bahwa mereka memiliki profesional yang tepat, tetapi bahwa mereka telah dievaluasi dan divalidasi oleh lembaga-lembaga negara yang bertanggung jawab untuk mengendalikan perawatan pelepasan ini.

Penulis: Nurul Diyanna

Negara-negara saat ini sedang berusaha untuk mengatasi wabah Corona Virus Disease [Covid-19], termasuk Indonesia. Banyak hal yang mengalami perubahan seperti kebiasaan. Untuk beraktivitas saat ini kita diharuskan memenuhi protokol kesehatan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Protokol kesehatan [prokes] yang dibuat untuk meminimalisir penyebaran, menciptakan gaya hidup 3M [mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak] nyatanya menimbulkan dampak baru dalam lingkungan, yaitu timbunan sampah medis seperti botol hand sanitizer dan sabun cuci tangan, masker, sarung tangan dan Alat Pelindung Diri [APD] [Astuti, 2020].

Salah satu aspek penting yang tidak boleh dilupakan dalam penangan wabah ini adalah penanganan limbah medis dengan karakter infeksius yang dihasilkan dari pasien dan petugas medis yang terpapar dengan virus tersebut saat penanganan pasien. Penanganan limbah infeksius ini menjadi penting karena dikhawatirkan limbah ini bisa menjadi salah satu media penyebaran virus apabila tidak ditangani dengan baik. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya 5,2 juta orang, termasuk 4 juta anak-anak, meninggal setiap tahun karena penyakit yang berkaitan dengan limbah medis yang tidak terkelola dengan baik. Prinsip pencegahan penularan penyakit infeksi adalah melalui pemutusan rantai host/pejamu/inang. Oleh karena itu, dalam menyikapi wabah Covid-19 ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia [PAPDI] merekomendasikan memutuskan rantai host/pejamu/inang dengan berbagai cara. Pemutusan mata rantai penyebaran virus bisa dilakukan salah satunya dengan pengelolaan limbah medis infeksius dengan benar sesuai prosedur. Secara khusus, pengelolaan limbah medis diatur dalam Permen LHK No.P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan [Nugraha, 2020].

Seiring dengan kondisi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini, fokus tinjauan ini adalah pada kebijakan penanganan limbah medis dengan karakter infeksius. Mengacu pada Permen LHK No.P.56/Menlhk-Setjen/2015, limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Secara umum, limbah medis infeksius ini dikategorikan sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun [limbah B3].

Mengacu pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.SE.2/MENLHK/PSLB3.3/3/2020, hal yang perlu dilakukan terhadap limbah medis infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah:

  1. Melakukan penyimpanan limbah infeksius dalam kemasan yang tertutup paling lama 2 [dua] hari sejak dihasilkan;
  2. Mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan Limbah B3:
    • Fasilitas insinerator dengan suhu pembakaran minimal 800°C; atau
    • Autoklaf yang dilengkapi dengan pencacah
  3. Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol “Beracun” dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 untuk selanjutnya diserahkan kepada pengelola Limbah B3. [Nurali, 2020].

Mengacu pada Surat Kadinkes Prov. Jawa Barat No. 443.5/2084/Kesmas, secara khusus dinyatakan bahwa limbah harus segara dibuang, dengan acuan waktu 2 hari atau ketika wadah limbah sudah mencapai ¾ kapasitasnya. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan darurat Covid-19, seperti misalnya Wisma Atlet atau fasilitas sejenis lainnya yang akan digunakan, mengacu pada Surat MenLHK No. s.167 /MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020, pengelolaan limbah infeksius mengacu pada prosedur-prosedur yang meliputi tahapan-tahapan:

  1. Identifikasi, pemilahan dan pewadahan: Setiap penghasil limbah wajib melakukan identifikasi untuk semua limbah yang dihasilkannya. Melakukan pemilahan dan pengemasan LB3 berdasarkan karakter: infeksius, patologis, bahan kimia dan farmasi kadaluarsa, tumpahan atau sisa kemasan.
  1. Penyimpanan Limbah: Penyimpanan dilakukan sesuai karakter dan pengemasan. Khusus limbah infeksius disimpan paling lama: 2 [dua] hari hingga dimusnahkan, apabila pada suhu kamar. 90 [sembilan puluh] hari hingga dimusnahkan apabila pada suhu 0°C.
  2. Pemusnahan: Pemusnahan dengan pembakaran menggunakan insinerator yang dioperasionalkan Fasilitas pelayanan kesehatan atau pihak jasa pengolah limbah medis berizin. lnsinerator memiliki ruang bakar dengan suhu minimal 800°C.

Mengacu pada Surat Edaran MenLHK No.SE.2/MENLHK/PSLB3.3/3/2020, pengelolaan limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga yang terdapat ODP [Orang Dalam Pemantauan] adalah melalui tahapan pengumpulkan limbah infeksius berupa limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan, dan baju pelindung diri; dan pengemasan tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup, dapat berupa plastik terikat, untuk selanjutnya diangkut dan dimusnahkan di pengolahan limbah B3. Dan mengacu pada SE Mendagri No.440/2622/SJ, pembuangan harus dibungkus rapi dan dilakukan setiap hari [Nugraha, 2020].

Berikut adalah salah satu contoh skema pengolahan limbah medis covid-19 di Jakarta :

Sumber: parsi.or.id

Referensi :

  1. Astuti, L., 2020. Tantangan Penanganan Limbah Medis Era Covid 19.
  2. Nugraha, C., 2020. Tinjauan Kebijakan Pengelolaan Limbah Medis Infeksius Penanganan Corona Virus Disease 2019 [Covid-19]. Jurnal Untuk Masyarakat Sehat, [online] 4[2], pp.216-226. Available at: [Accessed 5 March 2021].
  3. Nurali, I., 2020. Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat Dan Puskesmas Yang Menangani Pasien Covid-19. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, pp.1-12.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề