Bukit tempat Nabi Musa menerima kitab Taurat dijelaskan dalam Surah

tirto.id - Isi pokok Kitab Taurat tentang akidah atau tauhid dan hukum-hukum syariat yang dikenal dengan istilah 10 Perintah Tuhan. Berikut ini ulasan singkat mengenai sejarah Kitab Taurat, makna beserta isi pokok ajarannya, dan kisah Nabi Musa.

Kitab Taurat adalah kitab suci yang diwahyukan atau diturunkan kepada Nabi Musa AS sebagai pedoman dan petunjuk untuk Bani Israil.

Taurat atau Torah berasal dari bahasa Ibrani yakni yarah. Sebagai kata kerja, yarah dapat diartikan sebagai "memberi pengajaran", "mengajarkan", atau "menunjukkan". Dalam konteks agama, Torah bisa bermakna "ajaran atau perintah dari Tuhan".

Kata Torah kemudian dipakai dalam arti yang lebih luas, yakni aturan tertulis maupun lisan, dan akhirnya mencakup seluruh ajaran Yahudi. Selain itu, tulis Philip Birnbaum dalam Encyclopedia of Jewish Concepts (1964), Taurat juga dimaknai sebagai "pengajaran/petunjuk/perintah" atau "kebiasaan", bahkan "sistem".

Kitab Taurat memang dikenal sebagai kitab suci umat Yahudi. Dalam Islam, Taurat termasuk salah satu kitab Allah yang wajib diimani dan termaktub dalam rukun iman, yakni Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.

Agus Salim Chaniago melalui tulisan "Beriman Kepada Kitab Allah" dalam laman Sumber Belajar Kemdikbud memaparkan, kitab-kitab Allah diturunkan pada masa yang zamannya berbeda-beda.

Semua kitab tersebut, lanjutnya, berisi ajaran pokok yang sama, yaitu ajaran tauhid, yang berbeda hanya dalam hal syariat yang disesuaikan dengan zaman dan keadaan umat pada waktu itu.

Baca juga:

  • Daftar Kitab-Kitab Allah & Rasul Penerima: Taurat hingga Al-Quran
  • Kisah Teladan Nabi Musa: Bayi yang Diselamatkan oleh Allah SWT
  • Rukun Iman dan Penjelasan 6 Aspeknya dalam Agama Islam

Kisah Nabi Musa Penerima Kitab Taurat

Nabi Musa merupakan nabi atau rasul terpilih yang diutus oleh Allah untuk memberi petunjuk dan membebaskan Bani Israil yang berada dalam penindasan Raja Mesir, yakni Fir'aun.

Fir'aun yang murka mengejar Nabi Musa dan para pengikutnya yang menyeberangi Laut Merah. Atas izin Allah, Laut Merah terbelah usai Nabi Musa menghantamkan tongkatnya ke laut sehingga ia dan pengikutnya bisa lewat.

Nabi Musa dan para pengikutnya berhasil menyeberangi Laut Merah dan selamat. Sedangkan Fir’aun dan bala tentaranya tenggelam karena Laut Merah yang tadinya terbelah pulih seperti sediakala.

Dalam buku Pendidikan Agama Islam: Akidah Akhlak untuk Madrasah Tsanawiyah (2013) yang disusun oleh Masan AF dikisahkan, setelah Fir'aun dan pasukannya tenggelam, Nabi Musa pergi ke Gunung Sinai dan menyerahkan kaumnya untuk sementara kepada saudaranya, yakni Nabi Harun.

Di Gunung Sinai, Nabi Musa berpuasa selama 30 hari, yang kemudian disempurnakan menjadi 40 hari. Pada momen inilah Nabi Musa menerima wahyu dari Allah yakni Kitab Taurat sebagai petunjuk untuk Bani Israil.

Baca juga:

  • Kisah Nabi Idris & Teladannya: Nabi yang Cerdas dan Ahli Falak
  • Kisah Nabi Nuh: Sabar dalam Berdakwah dan Selalu Mendoakan
  • Kisah Nabi Harun & Teladannya: Pendamping Dakwah Nabi Musa

Sejarah Kitab Taurat kepada Nabi Musa

Dikutip dari Pengantar Ilmu Tauhid (2019) karya A. Muzammil Alfan Nasrullah, Taurat diturunkan kepada Nabi Musa di Bukit Sinai atau Tursina (Mesir) pada abad ke-12 Sebelum Masehi.

Kitab Taurat diturunkan selama 40 hari. Taurat memakai bahasa Ibrani, yaitu bahasa yang digunakan oleh Bani Israil atau kaum Yahudi untuk berkomunikasi sehari-hari.

Percaya terhadap kitab suci Allah merupakan salah satu rukun iman dalam ajaran agama Islam. Maka, setiap orang yang beriman tentunya harus meyakini kitab-kitab Allah, termasuk Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa.

Allah SWT dalam QS Al-Mu'minun ayat 49 berfirman:

“Dan sungguh, telah Kami anugerahi kepada Musa Kitab (Taurat), agar mereka (Bani Israil) mendapat petunjuk."

Dinukil dari tulisan KH A Nuril Huda berjudul "Iman kepada Para Rasul dan Kitab Suci" dalam laman NU Online (2017), Kitab Suci Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa berisi hukum-hukum syariat dan kepercayaan yang benar.

Melalui QS Ali Imran ayat 3, Allah SWT berfirman:

"(Tuhan Allah) telah menurunkan kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab terdahulu dari padanya, lagi menurunkan Taurat dan Injil."

Baca juga:

  • Kisah Nabi Saleh dan Mukjizatnya: Unta Betina Lahir dari Batu
  • Kisah Nabi Ismail & Keteladannya: Air Zam Zam Mengalir di Mekkah
  • Kisah Nabi Ishaq & Keteladanannya: Sosok Soleh Keturunan Ibrahim

Makna dan Isi Pokok Ajaran Taurat

Taofik Yusmansyah dalam buku Aqidah Akhlaq (2008) memaparkan, Kitab Taurat terdiri atas lima bagian kitab, yaitu Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat, Kitab Bilangan, dan Kitab Ulangan.

Pokok ajaran Kitab Taurat berisi tentang akidah atau tauhid dan hukum-hukum syariat yang dikenal dengan istilah 10 Perintah Tuhan atau Ten Commandments.

Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2014) karya Muhammad Ahsan dan Sumiyati, pokok-pokok ajaran Kitab Taurat atau 10 Perintah Tuhan sebagai petunjuk bagi Bani Israil adalah sebagai berikut:

  1. Perintah meyakini keesaan Tuhan yaitu Allah.
  2. Perintah untuk tidak menyembah berhala (patung).
  3. Perintah untuk tidak menyebut nama Allah dengan sia-sia.
  4. Perintah untuk mensucikan hari Sabtu dari kegiatan duniawi dan mengisi dengan aktivitas amal ibadah.
  5. Perintah untuk berbakti kepada orang tua.
  6. Perintah atau larangan membunuh sesama manusia.
  7. Perintah atau larangan berbuat zina.
  8. Perintah atau larangan mencuri.
  9. Perintah atau larangan menjadi saksi palsu.
  10. Perintah atau larangan mengambil hak orang lain.

Baca juga:

  • Sejarah Masjid Al-Aqsa dalam Pusaran Konflik Israel-Palestina
  • Masjid Saka Tunggal Banyumas: Dibangun Sebelum Majapahit?
  • Cara Penyebaran Islam di Indonesia & Sejarah Perkembangannya

Baca juga artikel terkait KITAB SUCI atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/isw)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Ilustrasi gurun di Arab Foto: AFP/Mohamed el-Shahed

Bukit Tursina atau yang juga dikenal dengan nama Gunung Sinai memiliki arti tersendiri bagi umat Islam, Yahudi, dan Kristen. Pasalnya, di tempat itulah Nabi Musa AS berbicara dengan Allah SWT secara langsung.

Begitu istimewanya tempat tersebut sampai-sampai dalam surat At-Tin Allah berfirman ''Demi buah tin dan zaitun. Demi (Bukit) Tursina. Dan demi negeri yang aman ini.''

Terkait ayat ini, menurut tafsir Ustadz Marwan Hadidi bin Musa dalam Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an, buah tin dan zaitun banyak tumbuh di Syam dan Baitul Maqdis, tempat para nabi diutus salah satunya Nabi Isa.

Gunung Sinai adalah tempat Nabi Musa bermunajat, sedangkan Makkah adalah tempat kelahiran Nabi Muhammad. Ketiga nabi ini memiliki misi yang sama, yaitu mengajak manusia menuju tauhid.

Terdapat sedikitnya tiga peristiwa penting yang melibatkan dua utusan Allah SWT di bukit yang terletak di Semenanjung Sinai, Mesir tersebut. Apa saja?

Nabi Musa Berdialog dengan Allah

Ilustrasi gurun. Foto: Freepik

Nabi Musa pergi ke Gunung Sinai dan menetap di sana selama empat puluh malam untuk menerima wahyu. Saat itu Nabi Musa dapat berbicara langsung kepada Allah tanpa perantara.

Melansir kemenag.go.id, timbul keinginan dalam hati Nabi Musa untuk memperoleh kemuliaan lain di samping kata-kata langsung dari Allah, yaitu mendapat kemuliaan melihat Pencipta-nya tersebut dengan jelas. Hal ini terabadikan dalam surat Al-A’raf ayat 143 yang artinya:

"Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau." (Allah) berfirman, "Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku." Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman."

Nabi Musa Mendapat Wahyu dari Allah

Ilustrasi berdoa kepada Allah. Foto: Pixabay

Mengutip Nilai-nilai Pendidikan Pada Kisah Nabi Musa AS dalam Alquran tulisan Indra Syahfari (2016), Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk mengingatkan Bani Israil akan berbagai nikmat yang telah Ia berikan kepada mereka serta mewasiatkan 10 kalimat.

Banyak ulama yang berpendapat 10 kalimat yang diwasiatkan kepada Bani Israil tersebut termuat dalam surat Al-An’am ayat 151-153 yang artinya:

“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”.

Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.

Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Al-an’am 151-153).

Nabi Muhammad Mengunjungi Bukit Tursina

Kaligrafi Nabi Muhammad. Foto: istock

Dalam peristiwa Isra, sebelum melangkahkan kaki di Baitul Maqdis, Nabi Muhammad SAW singgah di beberapa tempat untuk mendirikan sholat dua rakaat. Salah satu tempat istimewa tersebut adalah Bukit Tursina.

Dalam hadits riwayat Anas, Rasulullah bersabda:

"Aku mengendarai Buraq ditemani Jibril dan terus berjalan. Tiba-tiba Jibril berkata, "Turunlah wahai Muhammad dan lakukanlah salat.” Aku melakukannya dan Jibril kemudian berkata, “Apakah kau tahu di mana tadi kau melakukan salat? Kau tadi melakukan salat di tempat yang baik, kelak ke sana kau akan berhijrah.”

Selanjutnya Jibril kembali berkata, “Turunlah kembali dan salatlah.” Setelah aku melakukannya, Jibril berkata, “Apakah kau tahu di mana kau tadi melakukan salat? Tadi kau melakukan salat di bukit Sinai, tempat di mana Nabi Musa berdialog dengan Allah."

Lalu Jibril berkata lagi, "Turunlah lagi dan lakukan salat”. Aku pun melakukannya. Jibril bertanya kembali, “Tahukah engkau di mana tadi engkau melakukan salat? Kau tadi melakukan salat di Betlehem, tempat di mana Nabi lsa dilahirkan."