Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 13 are not shown in this preview.

JAKARTA – Sebanyak 90% dari jalur perdagangan dunia diangkut melalui laut dan 40% dari perdagangan tersebut melewati Indonesia. Ini merupakan kesempatan Indonesia untuk menjadi Negara Poros Maritim Dunia dengan meningkatkan sistem transportasi laut yang terintegrasi. Demikian disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat memberikan Keynote Speech pada acara Focus Group Discussion dan Rapat Kerja Nasional IKA ITS dengan tema “Meningkatkan Daya Saing Industri Maritim dan Konektivitas Menuju Optimalisasi Rantai Pasok Nasional Menuju Poros Maritim Dunia” di Hotel Sari Pan Pacific pada Jumat (2/3).

“Sebanyak 40% dari 90% jalur perdagangan dunia melewati Indonesia. Ini kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi Negara Poros Maritim Dunia. Untuk itu kita perlu meningkatkan sistem transportasi laut yang terintegrasi karena poros maritim yang terintegrasi sangat diperlukan dalam penyelenggaraan rantai pasok yang maksimal,”jelas Menhub.

Dalam sambutannya Menhub menjelaskan pada tahun 2017 yang lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-36 dalam persaingan global di dunia. Peringkat tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat ke-41.

“Indeks tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki daya saing global yang semakin meningkat ditandai dengan adanya pembangunan infrastruktur secara massive. Kementerian Perhubungan memiliki peranan penting yaitu dengan pembangunan infrastruktur perkeretaapian, pelabuhan dan bandar udara yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Menhub.

Lebih lanjut, Pemerintah telah membangun 124 unit kapal untuk kapal perintis serta penyelenggaraan program tol laut yang bertujuan untuk menurunkan tingkat disparitas harga di wilayah Barat dan Timur Indonesia. Hal ini sejalan dengan Nawacita Presiden Jokowi yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

“Kita membangun 124 kapal untuk kapal perintis, kapal rede, kapal pelra, kapal ternak dan kapal kontainer serta tol laut. Di tahun 2018 ini tol laut sudah mencapai 15 trayek yang diharapkan nantinya dapat menjangkau dan mendistribusikan bahan kebutuhan pokok di seluruh wilayah Indonesia,” tutur Menhub.

Pada tahun 2017, program tol laut telah memberikan hasil melalui penurunan disparitas harga sampai dengan 23% di wilayah Timur Indonesia. Hal ini tentunya meningkatkan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat Indonesia.

Kemenhub juga telah melakukan peningkatan pelayanan melalui peningkatan proses bisnis di pelabuhan dan efisiensi biaya pelabuhan melalui peningkatan kerja pelabuhan dengan menetapkan standarisasi operasi pelabuhan laut dan peningkatan pengelolaan dan kapasitas pelabuhan yang memberikan kemudahan dan pelayanan yang maksimal bagi pengguna jasa.

“Peningkatan pelayanan di bidang angkutan laut salah satunya dengan adanya pelayanan Smart Port System Integration yang didukung dengan implementasi Inaportnet. Selain itu untuk meningkatkan kinerja di pelabuhan khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok telah memberikan pelayanan selama 24 jam dalam 7 hari yang diharapkan dapat mengurangi antrian yang terjadi di pelabuhan,” terang Menhub.

Saat ini sistem tersebut juga telah dilengkapi dengan sistem penerbitan Delivery Order secara online yang akan memangkas biaya penerbitan sebesar 60% dari sebelumnya.

Melalui FGD tersebut, Menhub mengajak para alumni ITS dan Universitas lain untuk memberikan masukan serta pemikiran untuk mewujudkan ekosistem transportasi yang lebih baik untuk mencapai kejayaan Indonesia sebagai negara maritim.

“Saya mengajak alumni ITS dan universitas lain untuk memikirkan bagaimana program-program kelautan termasuk tol laut kita pikirkan secara matang, detail supaya efisiensi dan efektivitas tercapai. Serta memberikan dukungan atas apa yang kita lakukan demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan tentunya dapat meningkatkan daya saing Indonesia di dunia internasional,” pungkas Menhub. (LFH/TH/LP/BI)

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. hal ini dikarenakan

tirto.id - Sejarah Kerajaan Buleleng dimulai sejak pertengahan abad ke-17 Masehi. Kerajaan bercorak Hindu ini terletak di Bali bagian utara, tepatnya di Singaraja. Pendiri Kerajaan Buleleng bernama I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan.

Kerajan Buleleng berdiri ketika eksistensi Kerajaan Majapahit kian memudar. Selama berabad-abad Majapahit yang berpusat di Jawa bagian timur dikenal sebagai kemaharajaan besar, sebelum runtuh seiring munculnya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.

Di seberang timur Jawa, berdirilah Buleleng bersama sejumlah kerajaan Hindu lainnya di Pulau Dewata. Amurwani Dwi dan kawan-kawan dalam Sejarah Indonesia (2014:141), mencatat, di Bali saat itu muncul beberapa kerajaan, termasuk Gelgel, Klungkung, Buleleng, dan lainnya.

Pendiri Kerajaan Buleleng

I Gusti Anglurah Panji Sakti atau yang bernama kecil I Gusti Gede Pasekan adalah seorang pangeran. Ia putra dari I Gusti Ngurah Jelantik, penguasa Kerajaan Gelgel yang bertakhta sejak tahun 1580 Masehi.

Meskipun bertitel pangeran, Panji Sakti bukanlah putra mahkota karena ia bukan anak dari permaisuri. Ibunda Panji Sakti bernama Si Luh Pasek Gobleg, istri selir I Gusti Ngurah Jelantik.

Dikisahkan oleh Deni Prasetyo dalam buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara (2009), Panji Sakti berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia punya keistimewaan, termasuk disebut-sebut memiliki kekuatan supranatural.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Kalingga, Peninggalan, Daftar Raja-Ratu
  • Sumber Sejarah Kerajaan Salakanegara: Letak, Keruntuhan, Raja-raja
  • Sejarah Kesultanan Bima: Peninggalan Kerajaan & Silsilah Raja-raja

Kelebihan Panji Sakti membuat ayahnya khawatir. I Gusti Ngurah Jelantik cemas jika suatu saat anaknya dari istri selir itu akan menggeser posisi pewaris takhta yang telah ditunjuknya, yakni putra mahkota dari permaisuri.

Maka, ketika berusia 12 tahun, Panji Sakti diasingkan ke kampung halaman ibunya, yakni di Desa Panji, wilayah Den Bukit, Bali bagian utara.

Di Den Bukit, Panji Sakti tumbuh sebagai sosok pemimpin muda yang cemerlang. Ia berhasil menyatukan wilayah-wilayah sekitar Den Bukit bahkan kemudian dinobatkan menjadi raja.

I Gusti Anglurah Panji Sakti mendirikan kerajaan pada 1660 yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Buleleng.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Ternate dan Silsilah Raja atau Sultan
  • Sejarah Singkat Kesultanan Cirebon: Kerajaan Islam Sunda Pertama
  • Sumber Sejarah Kerajaan Kalingga: Letak, Pendiri, & Masa Kejayaan

Sejarah Kerajaan Buleleng

Di bawah pimpinan I Gusti Anglurah Panji, Kerajaan Buleleng berkembang pesat dan langsung mencapai kejayaan di masa-masa awalnya.

Kerajaan ini punya bandar dagang yang ramai karena letaknya dekat dengan pantai. Buleleng berperan sebagai penyalur pasokan hasil bumi dari para saudagar Bali ke daerah-daerah lain.

Dikutip dari buku I Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng (1994) karya Soegianto Sastrodiwiryo, wilayah Kerajaan Buleleng bertambah luas setelah menaklukkan Blambangan (Banyuwangi) dan Pasuruan di Jawa bagian timur.

Kekuatan Kerajaan Buleleng perlahan melemah setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti meninggal dunia pada 1704. Tahun 1732, Buleleng takluk kepada Kerajaan Mengwi. Dua dekade kemudian, tahun 1752, Buleleng kembali menjadi negeri yang merdeka.

Namun, lagi-lagi Buleleng kalah perang tahun 1780 pada era kepemimpinan I Gusti Ngurah Jelantik (1757-1780). Pemimpin Wangsa Karangasem, I Gusti Pahang Canang, berhasil merebut wilayah Buleleng.

Baca juga:

  • Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Samudera Pasai
  • Apa Saja Peninggalan Kerajaan Majapahit dalam Bidang Sastra?
  • Sejarah Runtuhnya Tarumanegara: Sebab, Peninggalan, Raja

Selama berada di bawah kekuasaan Wangsa Karangasem, keluarga istana Buleleng ternyata diberi posisi penting. Salah satunya adalah I Gusti Ketut Jelantik, pangeran Buleleng putra I Gusti Ngurah Jelantik.

Ketika Wangsa Karangasem dipimpin oleh I Gusti Made Karangasem (1825-1849), I Gusti Ketut Jelantik ditunjuk sebagai patih atau panglima perang.

Pada 1846, 1848, dan 1849, wilayah Buleleng mendapat serangan dari Belanda. Menurut catatan Robert Pringle dalam A Short History of Bali (2004), I Gusti Ketut Jelantik memimpin perlawanan rakyat Buleleng terhadap kaum penjajah.

I Gusti Ketut Jelantik gugur dalam rangkaian peperangan yang berakhir dengan puputan atau perang habis-habisan itu pada 1849. Sejak saat itu, wilayah Bali bagian utara, termasuk Karangasem dan Buleleng, dikuasai oleh Belanda.

Baca juga:

  • Kerajaan Kutai Kartanegara: Sejarah, Letak, & Daftar Raja-Sultan
  • Fitnah Pemberontakan Lembu Sora dalam Sejarah Majapahit
  • Sungai Citarum dan Banjir Jakarta dalam Sejarah Kerajaan Sunda

Peninggalan Kerajaan Buleleng

Berdasarkan catatan Sugeng Riyanto dan kawan-kawan dalam “Studi Potensi Lansekap Sejarah untuk Pengembangan Wisata Sejarah di Kota Singaraja” yang termuat di jurnal Arsitektur Lansekap (vol.2, no.1, 2016), ada beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Buleleng, di antaranya adalah:

1. Perempatan Agung (Catus Patha)

Perempatan yang berlokasi di Jalan Mayor Metra, Veteran, dan Gajah Mada, Kota Singaraja. Konsep penataan ruang ini disebut tradisional khas Buleleng. Di sana terdapat pura, puri (pusat pemerintahan), pasar, dan lapangan terbuka.

2. Masjid Kuno (Keramat)

Ditemukan ketika orang Bajo dari Suku Bugis menyisir lahan yang tertutup semak belukar di tepi Sungai Buleleng. Diduga, masjid ini adalah peninggalan Buleleng ketika pengaruh Islam masuk ke Bali.

Baca juga:

  • Sejarah & Profil Sunan Gresik: Wali Penyebar Islam Pertama di Jawa
  • Sejarah Fosil Homo Wajakensis: Penemu, Lokasi, dan Ciri-ciri
  • Sejarah Masjid Saka Tunggal Kebumen: Ciri Arsitektur & Filosofinya

3. Masjid Agung Jami'

Peninggalan ini semula bernama Masjid Jami yang ditujukan sebagai simbol toleransi beragama di Kerajaan Buleleng. Namanya diubah pada 1970, sebagai bentuk penghargaan kepada kebaikan Raja Buleleng.

4. Kampung Bugis

Catatan sejarah perjalanan orang seberang bisa dilihat dari kampung ini. Suku Bugis ketika itu tergabung dalam angkatan laut Kerajaan Buleleng dan banyak yang menetap di Singaraja.

Baca juga:

  • Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang: Kronologi, Tokoh, Akhir
  • Sejarah Sumpah Pemuda: Semangat Komitmen Bangsa Indonesia
  • Masjid Menara Kudus: Sejarah, Pendiri, & Ciri Khas Arsitektur

5. Kantor Bupati Buleleng

Setelah Buleleng dikuasai Belanda, dibangun gedung Asisten Residen untuk pejabat Belanda. setelah Indonesia merdeka, diubah fungsinya oleh Pemerintah Daerah Bali menjadi Gedung Veteran dan perguruan tinggi.

6. Eks Perlabuhan Buleleng

Tempat ini adalah bukti sejarah bahwa Buleleng pernah berperan sebagai pusat perdagangan.

Baca juga:

  • Sejarah Operasi Trikora: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Tokoh
  • Fosil Pithecanthropus Mojokertensis: Sejarah, Arti, Penemu, & Ciri
  • Arti Meganthropus Paleojavanicus: Sejarah, Penemu, Ciri, & Karakter

Daftar Raja Buleleng

Wangsa Panji Sakti

  • Gusti Anglurah Panji Sakti
  • Gusti Panji Gede Danudarastra
  • Gusti Alit Panji
  • Gusti Ngurah Panji
  • Gusti Ngurah Jelantik
  • Gusti Made Singaraja
Wangsa Karangasem

  • Anak Agung Rai
  • Gusti Gede Karang
  • Gusti Gede Ngurah Pahang
  • Gusti Made Oka Sori
  • Gusti Ngurah Made Karangasem

Baca juga:

  • Sejarah Pithecanthropus Erectus: Penemu, Ciri, & Lokasi Ditemukan
  • Sejarah Sistem Presidensial: Arti, Ciri-ciri, Kelebihan, Kekurangan
  • Sejarah Majapahit: Corak Agama Kerajaan, Toleransi, & Peninggalan

Baca juga artikel terkait Kerajaan Buleleng atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)

Penulis : Yuda Prinada
Editor : Iswara N Raditya