Ciptaan TIDAK DAPAT DIDAFTARKAN sebagai Hak cipta jika

Apakah jargon yang sering disebut oleh artis termasuk hak cipta, paten, atau merek? Bisakah jargon didaftarkan ke Dirjen HKI?

Jargon merupakan istilah khusus yang digunakan oleh sekelompok orang pada bidang tertentu. Di bidang seni, publik figur seperti aktor, presenter, maupun penyanyi tak jarang mengeluarkan jargon yang kemudian ditiru oleh banyak orang dan menjadi khas bagi publik figur tersebut. Beberapa contoh jargon yang pernah diucapkan oleh publik figur Indonesia adalah kena deh dari komika Pandji, kembali ke lap..top milik comedian Tukul Arwana, dan maju mundur cantik dari penyanyi Syahrini.

Jargon yang sedang booming sering juga ditiru oleh beberapa publik figur lain, bahkan sampai dibuatkan karya seperti lagu. Publik figur yang mengeluarkan jargon tersebut kemudian tidak terima dan ingin mempatenkan jargonnya. Ada juga pihak yang mengatakan bahwa jargon harus didaftarkan sebagai hak cipta maupun merek agar tidak ditiru. Lantas, apakah jargon ini bisa didaftarkan sebagai hak cipta, paten, atau merek?

Sebelum menentukan termasuk ke bidang perlindungan yang manakah jargon, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa perlindungan terhadap hasil olah pikir yang menghasilkan suatu karya atau produk diatur dalam hukum atas Hak Kekayaan Intelektual atau HKI (sering disebut juga HaKI).

Secara garis besar, HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

  • Hak Cipta
  • Hak Kekayaan Industri, yang terdiri dari paten, merek, indikasi geografis, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman.

Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) menjelaskan bahwa hak cipta ialah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya Pasal 40 UU Hak Cipta menjelaskan ciptaan apa saja yang dilindungi, yaitu ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

  1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis, uang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
  2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
  3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
  7. Karya seni terapan, karya arsitektur, peta, karya seni batik atau seni motif lain;
  8. Karya fotografi, potret, dan karya sinematografi;
  9. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi;
  10. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
  11. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program computer maupun media lain;
  12. Kompilasi ekspresi budaya trasional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
  13. Permainan video dan program komputer.

Berdasarkan pasal tersebut, jargon tidak termasuk ke dalam ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta. Selain itu, berdasarkan Pasal 41 UU Hak Cipta, hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata tidak dilindungi hak cipta. Jargon hanya berupa ucapan saja dan belum diwujudkan dalam bentuk nyata sehingga tidak dapat diketahui secara pasti kapan dibuat dan dipublikasikan. Jargon dapat didaftarkan hak cipta asalkan diwujudkan menjadi suatu ciptaan sebagaimana pada UU Hak Cipta, seperti contohnya lagu atau logo.

Bagaimana dengan paten? Banyak orang yang salah kaprah dan kemudian sering mengatakan saya ingin mempatenkan lagu ini! atau Lukisan ini harus dipatenkan nih!. Padahal, pengertian paten menurut dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten ialah:

hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Artinya, pendaftaran paten dilakukan terhadap suatu invensi (ide yang dituangkan untuk pemecahan masalah yang spesifik pada bidang teknologi) pada suatu produk atau proses. Contohnya adalah touch screen atau layar sentuh, gunting kuku, dan tutup botol.

Dari penjelasan tersebut, jelas jargon tidak bisa didaftarkan sebagai paten karena jargon bukanlah invensi di bidang teknologi.

Lantas, bagaimana dengan jargon sebagai merek? Pengertian merek terdapat pada Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek), yaitu:

Merek adalah tanda yang dapat ditampikan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Jargon bisa didaftarkan sebagai merek asalkan jargon tersebut dituangkan dalam bentuk yang diatur pada Pasal 1 angka 1 UU Merek dan menjadi bagian dari suatu barang dan/atau jasa sebagai suatu pembeda. Sebagai contoh, jargon Life is Never Flat milik Chitato bisa didaftarkan sebagai merek makanan.

Dengan demikian, jargon yang hanya sekedar diucapkan saja tidak bisa didaftarkan ke Dirjen HKI, kecuali jargon tersebut dituangkan menjadi sebuah ciptaan sehingga dapat didaftarkan sebagai Hak Cipta, atau dituangkan menjadi merek dari sebuah barang dan/atau jasa.

Sumber hukum:

  • Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta;
  • Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten;
  • UU Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Tags: hak cipta, jargon artis, jargon artis dipatenkan, jargon artis hak cipta, jargon syahrini, merek, paten, jargon syahrini dipatenkan, apakah jargon bisa dipatenkan, apakah jargon mendapat perlindungan hak cipta, hak cipta jargon, jargon merek, hki, hak kekayaan intelektual, hak kekayaan industri, hak milik industri, jargon artis hukum
Ciptaan TIDAK DAPAT DIDAFTARKAN sebagai Hak cipta jika