Coba sebutkan dan jelaskan dengan singkat pembagian Panca Yama dan nyama Brata

Coba sebutkan dan jelaskan dengan singkat pembagian Panca Yama dan nyama Brata

Berikut Kunci Jawaban Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMP Kelas 9 /pixabay

RINGTIMES BALI - Salam semangat adik-adik, apa kabar? Masih semangatkah untuk belajar hari ini? Kali ini kita akan membahas tentang buku Pendidikan agama Hindu dan budi pekerti SMP kelas 9  pada Bab 4.

Sebelum memulai ke pertanyaan dan jawabannya, kita mulai dengan penjelasan mengenai Bab 4 yaitu tentang Panca Yama dan Nyama Brata untuk membentuk karakter, sebagaimana dilansir dari buku pendidikan agama Hindu dan budi pekerti SMP kelas 9 revisi 2018.

Penjelasan

Panca Yama Brata berasal dari kata panca artinya lima, yama artinya pengendalian diri dan Brata (vrata) artinya keinginan atau kemauan.

Baca Juga: Karma Phala, Kunci Jawaban Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMP Kelas 7 Halaman 56

>

Jadi, Panca Yama Brata merupakan lima macam cara mengedalikan diri secara lahir dari perbuatan yang melanggar susila.

Sedangkan Panca Nyama Brata merupakan lima pengendalian diri yang bersifat batiniah.

Tujuan dari Panca Yama dan Nyama Brata adalah membina dan mengembangkan sifat bakti kita terhadap Tuhan melalui pengendalian kemauan serta melakukan pantangan menurut ajaran Agama Hindu.

 Baca Juga: Kunci Jawaban Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMP Kelas 7 Halaman 40, Sraddha

Sumber: buku.kemendikbud.go.id

Coba sebutkan dan jelaskan dengan singkat pembagian Panca Yama dan nyama Brata

Panca yama brata terdiri dari dua kata yaitu dari kata “Panca” berarti lima, “Yama” berarti pengendalian, dan “Brata” berarti keinginan. Panca yama brata adalah lima macam pengendalian diri tingkat pertama untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian jasmani. Panca yama brata harus dilakukan paling awal, karena setelah terbebas dari perbuatan-perbuatan yang kotor akan mampu membuat pikiran dan hati menjadi suci. Dengan kesucian pikiran dan hati terbebas dari beban perbuatan kotor yang dilakukan oleh badan jasmani akan mampu menenangkan pikiran dan pemusatan pikiran pun akan dapat dilakukan untuk melaksanakan kesucian bathin.

Di dalam Lontar Wreti Sasana, diuraikan rincian mengenai panca yama brata, adapun salah satu bunyi sloka dalam Lontar Wreti Sasana yaitu sebagai berikut:

              Sloka:

“Ahingsa ngaraning tan pamati-mati,brahmacaryya ngaraning tan keneng stri sangkan rare,mwang sang kumarwruhi mantra kabrahmacaryan, satya ngaraning tuhu mojar, awyawaharika ngaraning tan pawyawahara, astainya ngaraning tan chindra ring drewya ning len, ika ta kalima, yama bratha ngaranya, ling bhatara Rudra.”

Artinya :

Ahimsa artinya tidak melakukan pembunuhan, brahmacarya artinya tidak pernah menyentuh perempuan sejak kecil, dan memahami mantra kabrahmacaryan, satya artinya berkata jujur, awyawaharika artinya tidak bertengkar, astainya artinya tidak berniat jahat kepada milik orang lain, yang lima itu Yama Brata namanya, sabda bhatara Rudra.

Kata ahimsa sudah tidak asing lagi didengar dalam masyarakat. Ahimsa berasal dari kata “a” yang berarti tidak dan “himsa” berarti membunuh atau menyakiti. Jadi Ahimsa berarti tidak membunuh ataupun menyakiti. Menurut ahimsa mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan, perkataan, dan pikiran yang dapat menyakiti orang ataupun mahluk lainnya. Melakukan perbuatan seperti menyakiti sangat dilarang oleh Agama Hindu. Apabila perbuatan. Perkataan, ataupun pikiran yang menyakitkan itu dilakukan tentunya akan terus membekas dalam alam pikiran yang akan membuat sipelaku selalu dalam keadaan bingung dan gelisah. Dengan keadaan seperti itu maka suatu ketenang pikiran tidak akan bisa tercapai.

Pembunuhan dapat dilakukan bila tidak didasari oleh dorongan nafsu dan indria, tetapi didasarkan pada sastra. Dalam lontar Wrtisasana terdapat pengecualian bahwa pembunuhan itu dapat dilakukan, yaitu :

  1. Dewa puja : yaitu pembunuhan dibenarkan untuk tujuan yajna atau    dipersembahkan kepada tuhan
  2. Untuk kepentingan dharma
  3. Atiti puja : yaitu untuk diberikan kepada tamu
  4. Menjalankan swadharma kehidupan rumah tangga
  5. Untuk kesehatan
  6. Melindungi diri dari segala ancaman pembunuhan
  7. Tidak dilatar belakangi oleh Sad Ripu.

Namun sebelum melakukan suatu pembunuhan terlebih dahulu melakukan upacara. Seperti di bali dikenal yang namanya Mapapada yaitu memberikan doa terhadap binatang yang akan dijadikan persembahan. Upacara mapapada dilakukan pada binatang yang berkaki empat seperti babi, sapi dan lain-lain.

Dengan cara tidak menyakiti ataupun membunuh, maka seseorang akan dapat lebih mudah mencapai ketenangan dan ketentraman hidup didunia ini baik lahir maupun batin.

Brahmacari atau Brahmacarya berasal dari kata “Brahma” yang berarti ilmu pengetahuan dan “cari” atau “carya” yang berarti bergerak. Brahmacari merupakan bergerak atau bertingkah laku dalam masa menuntut ilmu. Tarapan hidup dengan tahapan belajar dibedakan atas dua masa yaitu:

  1. Brahmacari saat usia lajang atau belum menikah
  2. Brahmacari pada masa berumah tangga.

Pada brahmacari yang memiliki pengertian pertama tersebut adalah masa menuntut ataupun masa belajar dari guru dan sastra agama. Pada masa ini harus benar-benar belajar tanpa menghiraukan kehidupan duniawi, dalam artian bahwa pada masa ini kita harus mampu mengendalikan diri dari segala godaan nafsu dunia agar konsentrasi dalam belajar dapat tercapai.

Tegasnya bagaimana perilaku seseorang dalam mempelajari ilmu   pengetahuan tentang ajaran-ajaran yang termuat dalam Kitab Suci Weda, yaitu selalu berpikir bersih dan jernih dan hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja serta tidak memikirkan masalah-masalah keduniawian. Karena itu, maka agar pikiran terpusat hanya kepada pelajaran, seorang Brahmacari tidak dibenarkan untuk kawin, berdagang dan berpolitik.

Adapun pembagian dari Brahmacari tersebut dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:

  • Sukla Brahmacari adalah orang yang tidak kawin seumur hidup.
  • Sewala Brahmacari adalah orang yang hanya kawi sekali saja selama hidupnya, meskipun isterinya telah tiada.
  • Kresna/Tresna Brahmacari adalah orang yang kawi lebih dari satu kali sampai maksimal empat kali.

Dengan tidak memikirkan masalah-masalah keduniawian, maka seseorang akan lebih mudah untuk mengendalikan dirinya, dan lebih mudah untuk mencapai ketenangan dan ketentraman hidup didunia ini.

Satya berarti setia, kejujuran, dan kebenaran. Satya ini harus dipelajari dan dilaksanakan khususnya bagi seorang calon diksa agar setelah natinya menjadi pandita dapat menjadi tauladan atau panutan bagi umatnya. Ajaran tentang kesetiaan, kejujuran dan menjaga suatu kebenaran akan dapat dilakukan setelah terbiasa. Jadi sebelum menjadi seorang pandita maka terlebih dahulu harus membiasakan diri untuk menjalankan ajaran satya. Dalam semboyan menyebutkan bahwa “ Satyam Eva Jayate Na Nrtan”. Artinya Kesetiaan yang menang bukan kebohongan/kejahatan

Ajaran satya ini dapat dibagi menjadi lima yang disebut dengan Panca Satya, yaitu

  1. Satya Laksana ; yaitu setia pada perbuatan. Hidup sebagai manusia yang dipengaruhi oleh triguna maka seringkali manusia tidak mengakui apa yang telah ia lakukan. Dalam satya laksana yang dipentingkan adalah bagaimana manusia mampu bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. Maka berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Manusia juga harus jujur dan selalu melakukan perbuatan yang berdasarkan pada ajaran dharma. Segala bentuk perbuatan yang adharma harus bisa dikendalikan dengan menumbuhkan sifat satwam didalam diri.
  2. Satya Mitra : yaitu setia terhadap sahabat. Artinya dalam mencari sahabat hendaknya didasari atas kejujuran. Dewasa ini kebanyakan manusia dalam mencari teman hanya untuk kepentingan sendiri. Hal ini dikarenakan manusia hanya ingin mencari keuntungan dalam pertemanan sehingga ketika pada waktunya teman atau sahabat itu tidak memberikan suatu keuntungan maka ia akan meninggalkan temannya. Sikap inilah yang harus dikendalikan dan dihindari, karena tidak ada harta yang lebih berarti dari sahabat.
  3. Satya Wacana : yaitu setia terhadap kata-kata. Artinya manusia harus berbicara jujur, apa adanya dan sesuai dengan kebenaran. Kita harus mampu menghindari dan mengendalikan diri dari perkataan yang tidak benar, palsu ataupun memfitnah. Karena fitnah lebih kejam dari pembunuhan.
  4. Satya Semaya : yaitu setia terhadap janji. Seringkali dalam kehidupan ini manusia memberikan janji-janji palsu dan ini sering dilakukan oleh calon wakil rakyat ataupun pemimpin. Ini harus dihindari, karena sekali berbohong akan menimbulkan kebohongan yang lain. Tidak mampu menepati janji akan selalu membawa kegelisahan dalam hati dan pikiran sehingga ketenangan yang diharapkan pun tidak dapat dicapai.
  5. Satya Hredaya : yaitu setia pa da kata hati. Seringkali kita dalam melakukan dan berkata bertentangan dengan kata hati. Pikiran yang tidak benar atau negative thinking harus dihindari. Karena pikiran yang tidak baik akan mendorong manusia untuk berkata dan berbuat yang bertentangan dengan dharma.

Dengan menjunjung tinggi kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran, seseorang akan lebih cepat dapat mengendalikan diri pribadinya, sehingga akan lebih mudah untuk mencapai ketenangan dan ketentraman hidup.

Awyawahara berasal dari kata “a” yang berarti tidak dan “wyawahara” yang berarti terikat dengan kehidupan duniawi. Jadi Awyawahara berarti tidak terikat pada kehidupan duniawi (tan awiwada). Dalam kehidupan ini harus mampu mengendalikan indria dari obyek duniawi. Karena bila indria yang mengendalikan manusia maka ia akan terjerumus dalam kesengsaraan. Kesengsaraan itu timbul dari dalam diri manusia yang tidak pernah merasa puas terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Ketertarikan terhadap benda duniawi akan membuat manusia selalu tenggelam dalam awidya.

Setelah menjadi seorang pandita, maka yang bersangkutan tidak dibenarkan melakukan kegiatan jual beli dengan tedensi keuntungan yang berlipat-lipat, simpan pinjam (rna rni) dan memperlihatkan kepandaian serta memupuk dosa kecuali menjaga harta warisan, menjaga keutuhan keluarga, dan kesejahteraan istri, anak dan cucu.

Asteya berasal dari kata “a” yang berarti tidak dan “steya” yang berarti mencuri atau memperkosa milik orang lain. Jadi Asteya berarti tidak mencuri atau memperkosa milik orang lain seperti angutil, anumpu, dan abegal. Dalam Silakrama disebutkan sebagai berikut :

“apabila seorang wiku berjalan jauh dan dalam perjalanan haus dan lapar lalu mengambil tumbuhan milik orang tanpa bilang hanya sebatas penghilang haus dan lapar maka ia terlepas dari dosa”

Ini berarti bahwa siapapun orangnya khususnya pandita diperbolehkan mengambil milik orang lain ketika ia merasa haus dan lapar dalam perjalanan jauh. Tetapi barang yang diambil hanya sebatas untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Tentu tidak dibenarkan barang yang diambil melebihi keperluan apalagi sampai dijual. Segala perbuatan hendaknya tidak didasari oleh sad ripu.

Jadi segala keinginan untuk mengambil ataupun memperkosa milik orang lain yang didasari oleh sad ripu harus dikendalikan. Dengan cara pengendalian diri seperti ini( tidak mencuri atau ingin memiliki barang orang lain), maka seseorang akan mendapatkan kesejahteraan hidup lahir maupun batin.

 PANCA NIYAMA BRATA

Panca Niyama Brata mempunyai arti lima macam pengendalian diri lanjutan (tahap kedua) dalam tingkat mental, untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin. Dengan maksud mengetahui hakekat dirinya sendiri yaitu dalam mencapai Dharma dan Moksa. Panca Nyama Brata adalah untuk mengendalikan semua akibat – akibat buruk yang ditimbulkan oleh mental dan pikiran.

Didalam Wrhspati Tattwa 61 menyebutkan bahwa:

“ Akrodha Gurususrusa Saucam Aharalaghawam Apramadas ca Pancaite Nyama Parikirtitah”.

Artinya :

Akrodha, Gurususrusa, Sauca, Aharalaghawa, Apramada disebut juga Panca Yama Brata.

Akroda berasal dari kata “a” yang berarti tidak dan “kroda” yang berarti marah. Jadi Akroda artinya tidak marah, atau tidak mempunyai sifat marah. Dengan kata lain mampu mengendalikan sifat – sifat marah. Salah satu dari sifat – sifat marah adalah mudah tersinggung. Sifat inilah yang harus dikendalikan sehingga manusia tidak mudah marah. Dengan mampunya manusia menahan sifat marah maka manusia akan mempunyai jiwa yang sabar.

Kesabaran adalah sifat yang mulia. Orang sabar tidak mudah tersinggung, sehingga akan disenangi oleh teman – teman. Orang yang diajak bicara akan merasa senang. Ia akan selalu tenang dalam menghadapi segala masalah. Pekerjaan dikerjakan dengan rasa tenang sehingga akan menghasilkan yang baik. Seperti apa yang diuraikan dalam “Kitab Sarasamuccaya” sloka 94, sbb : “ Kesabaran hati merupakan kekayaan yang sangat utama, itu sebagai emas dan permata. Orang yang mampu mengendalikan nafsu ( kemarahan), tidak ada yang melebihi kemuliaan”. Oleh karena itu kemarahan harus dikendalikan. Dengan tumbuhnya kemampuan mengendalikan kemarahan menyebabkan tumbuhnya kebijaksanaan pada orang itu.

Didalam Weda dikatakan bahwa :

“Orang yang tidak pemarah dan sabar adalah bersifat pemaaf. Orang yang sabar akan selalu dapat berpikir baik. Tidak terpengaruh oleh nafsu dan perasaan hati. Ia akan berbuat baik oleh karena itu orang sabar luhur budinya, banyak pahalanya”.

Dengan mengalahkan sifat marah yang ada dalam diri seseorang, maka seseorang akan lebih mudah untuk mencapai ketenangan dan ketenteraman lahir maupun batin.

Guru Susrusa artinya hormat dan bakti terhadap guru. Guru Susrusa juga berarti mendengarkan atau menaruh perhatian terhadap ajaran – ajaran dan nasehat guru.

Siswa yang baik akan selalu berbakti dan memperhatikan sikap hormat terhadap gurunya. Mempelajarai apa yang diajarkan. Dalam hal Guru, biasanya ada empat macam guru yang disebut Catur Guru : yaitu Guru Rupaka yaitu orang tua, Guru pengajian yaitu Bapak dan Ibu Guru disekolah, Guru Wisesa adalah pemerintah, dan yang stunya Guru Swadyaya yaitu Tuhan (Sang Hyang Widhi )

Anak yang hormat dan bakti terhadap Guru diberikan gelar anak yang Suputra, sedang anak yang menentang terhadap Guru disebut Alpaka Guru, hukumannya sangat berat dalam alam Neraka nantinya. Sedang anak yang Suputra akan mendapatkan tempat yang baik di sorga maupun di masyarakat, karena sangat berguna bagi nusa dan bangsa. Marilah kita kenali satu persatu dari Catur Guru yang harus kita hormati.

Guru Rupaka sering pula disebut “ Guru Reka “ yaitu orang gyang sangat besar jasanya, orang yang menyebabkan kita lahir ke dunia. Betapa besar pengorbanan dan tanggung jawabnya terhadap anak. Dalam kitab “ Kakawin Nitisastra “ disebutkan ada lima jasa orang tua terhadap anaknya, sebagai usaha agar anaknya tumbuh sebagai suputra. Kelima jasa orang tua itu disebut “ Panca Widha yaitu “ Ametwaken “ artinya melahirkan matulung urip “ artinya menolong jiwa (anak ) dari bahaya. “ maweh bhinojaya “ artinya memberi makan dan minum, Mangupadyaya “ artinya mengajar dan mendidik ( menyekolahkan ) anak dan “ Anyangaskara “ artinya mengupacarai.

Demikian besarnya jasa orang tua yang melahirkan kita, maka kita wajib menghormati dan patuh kepadanya, tiada yang dapat melebihi kasih sayang orang tua terhadap anaknya.

Adalah Bapak dan Ibu yang memberikan ilmu pengetahuan dan mendidik di sekolah. Guru pengajian yang menyebabkan kita menjadi pandai dan berguna bagi nusa dan bangsa. Kita bisa membaca dan menulis berkat jasanya. Guru memberikan ilmu pengetahuan kepada muridnya sehingga murid menjadi pandai dan terhindar dari kebodohan. Hilangnya kebodohan berarti lenyaplah penderitaan. Maka hormati beliau dengan cara yang tekun dan mentaati tata tertib sekolah.

Adalah pemerintah sebagai anggota masyarakat kita wajib menaati segala peraturan yang mengatur tertib bermasyarakat. Peraturan – peraturan itu yang mengatur agar hidup bermasyarakat menjadi aman, tentram dan harmonis.

Bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang selalu taat dan patuh terhadap peraturan dan perundang – undangan yang berlaku. Yang bertugas melaksanakan peraturan itu adalah pemerintah. Betapa berat tugas pemerintah menjaga keamanan dan ketertiban itu. Oleh karena itu, kita patut mentaati peraturan yang berlaku.

Sang Hyang Widhi disebut Guru Swadyaya. Beliau pencipta, pemelihara dunia beserta isinya. Semuanya ini karena Sang Hyang Widhi. Oleh karena itu, harus sujud bakti kepadaNya.

Sauca berasal dari kata “ SUC “ yang artinya bersih, murni atau suci. Jadi yang dimaksud Sauca adalah Kesucian dan kemurnian lahir batin.

Dalam Silakrama disebutkan sebagai berikut :

“ Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan dengan ilmu dan tapa, brata, yoga, dam Samadhi, dan akal dibersihkan dengan kebijaksanaan. “

Banyak yang dapat kita usahakan untuk mencapai kesucian lahir maupun batin. Kesucian lahir ( jasmani ) dapat kita capai dengan selalu membiasakan hidup bersih., misalnya mandi yang teratur, membuang sampah pada tempatnya dsb. Sedangkan kesucian batin ( rohani ) dapat dilakukan dengan rajin sembahyang, menghindari pikiran dari hal – hal negatif.

Dengan jalan mengusahakan kesucian lahir batin kita akan mudah mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi. Kebersihan jasmani atau lahiriah akan mendatangkan kesehatan, maka ada istilah “ Kebersihan Pangkal Kesehatan “. Adanya kesehatan inilah kita akan banyak berbuat baik.

Dengan kesehatan kita akan bisa belajar dengan baik untuk mencapai cita – citanya. Dengan kesehatan jasmani kita juga mampu melaksanakan Tapa, Brata, Yoga dan Semadi, untuk mendapatkan kesucian batin.

Aharalaghawa brasal dari kata “Ahara” artinya makan, dan “Laghawa” artinya ringan. Jadi Ahara Lagawa artinya makan yang serba ringan dan tidak semau – maunya. Makan yang sesuai dengan kemampuan tubuh. Ahara Lagawa berarti juga mengatur cara dan makanan yang sebaik – baiknya. Lawan dari Ahara Lagawa adalah kerakusan. Kerakusan akan menghalangi dan merintangi kesucian batin.

Disamping makan berlebihan menyebabkan sakit. Agar badan menjadi sehat, makanlah makanan yang banyak mengandung gizi. Orang yang makan teratur dan bergizi badannya menjadi sehat dan pikirannya menjadi segar dan cerdas. Sebaliknya orang yang makan  berlebihan, tidak teratur dan suka minum minuman keras seperti arak, bier dan sejenisnya, maka badannya menjadi sakit dan sarafnya terganggu. Serta pikiranpun menjadi kacau.

Sehingga dalam kitab Bhagawad Gita Bab XVII, 8 disebutkan jenis – jenis makanan yang patut dimakan agar menjadi orang yang bijaksana dan memiliki sifat luhur( Satwika).

Dalam Bhagawadgita disebutkan:

“ Apare nayataharah pranan pranesu juhvati sarva py ete yajnavido yajnaksapitakalmasah”.

( Bhg. IV. 30)

Artinnya :

“ Yang lainnya laagi dengan cara pembatasan makanan member sebagai korban(yadnya) prama didalam prana sendiri. Semua ini adalah orang-orang yang mengetahui tentang korban dan dengan pengorbanan menghancurkan dosanya.”

Didalam kitab Silakrama diuraikan panjang lebar mengenai aturan – aturan makan dan minum. Disebutkan pula binatang yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan.

Demikian pentingnya pengendalian dalam hal makan, maka ada salah satu cara pengendaliannya yaitu dengan melakukan “ Upawasa “ artinya tidak makan dan minum, yang biasanya dilakukan pada waktu Hari Raya NYepi.

Makanan yang baik, adalah makanan yang sudah dipersembahkan, makan yang tidak menyebabkan diri sakit, makanan yang mengandung protein, Makan makanan yang serba ringan sebenarnya untuk meringankan beban pekerjaan pencernaan untuk mempermudah mendapat ketentraman perasaan dan kesucian batin.

Apramada artinya tidak bersifat ingkar atau mengabaikan kewajiban, maksudnya selalu ingat dengan tugas dan kewajiban kita. Apramada ialah tidak segan – segan untuk mempergunakan hidup itu sebagai Sadana / jalan guna melakukan Yoga dan Samadi. Seorang siswa harus tidak segan – segan untuk menurut ajaran dan nasehat guru. Tidak boleh segan mengucapkan berkali – kali menghafal dan mengulangi pelajaran yang diberikan oleh guru. Tidak boleh segan – segan bertanya bila ada suatu persoalan yang belum jelas. Dengan berusaha melaksanakan kewajiban sendiri ( Swadharma ) dan menghormati kewajiban orang lain ( para dharma ), maka keharmonisan akan dapat dicapai, yang pada akhirnya kebahagiaan juga akan dapat dicapai.

Dalam kitab Bhagawad Gita Bab XVIII, 47 disebutkan :

“Lebih baik swadharma diri sendiri meskipun kurang sempurna dari pada dharma orang lain yang sempurna pelaksanaannya. Karena seseorang tidak akan berdosa jika melakukan kewajiban yang telah ditentukan oleh alamnya sendiri”.

“Sloka diatas menegaskan agar kita melaksanakan kewajiban sendiri seperti sebagai pelajar maka laksanakan kewajiban sebagai pelajar, jangan lalai, jika sebagai pelajar melalaikan kewajiban sebagai pelajar, maka kita berdosa dan menjadi bodoh”

Adapun kewajiban – kewajiban yang harus dilakukan oleh siswa kerohanian adalah :

  1. Arcana, artinya memuja dan pemujaan yang terpenting adalah pemujaan kepada Sang Hyang Widhi.
  2. Adhyaya, artinya belajar
  3. Adhyapaka, artinya mengajar ( misal mengajar adik )
  4. Swadyaya, artinya belajar sendiri. Rajin belajar dan mengulangi pelajaran yang telah disampaikan.

Kewajiban – kewajiban ini tidak boleh diabaikan oleh siswa kerohanian dan bahkan harus selalu diingat dan dilaksanakan agar benar – benar tercapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin.

Demikian uraian Panca Nyama Brata yang merupakan kesusilaan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin untuk mencapai dharma dan moksa yang merupakan tujuan akhir ajaran Hindu