Contoh Kasus penyelesaian sengketa bisnis

  • Reformasi Penyelesaian Sengketa Investasi ala UNCITRAL Ekonomi-bisnis | 2 years ago
  • Perkara GWP, Polisi Diminta Sita Sertifikat di Bank Kabar24 | 2 years ago
  • Sektor Konstruksi Dominasi Kasus Sengketa di BANI Sumatra | 2 years ago
  • Sengketa Bisnis, Perusahaan Indonesia Lebih Suka Memilih Arbitrase Ekonomi-bisnis | 3 years ago
  • Tersangkut Pidana, Aset Piutang Tak Bisa Dialihkan Kabar24 | 3 years ago
  • Sengketa Kapal MV Neha: Warga Libanon ini Protes Bareskrim Kabar24 | 3 years ago
  • SENGEKTA ASET KREDIT : Pengalihan Lewat Putusan Pengadilan Koran | 3 years ago
  • Jalan Akses Pelabuhan Cirebon, Langkah KLHK Dianggap Kontraproduktif Kabar24 | 3 years ago
  • Aset Disita, Nasabah J Trust Investment Ajukan Banding Kabar24 | 3 years ago
  • Hentikan Kontrak PT Radinas Ekasaputra, Dirut RSAB Harapan Kita Diadukan ke Polisi Kabar24 | 3 years ago
  • Gugatan Saham BFIN, Boy Thohir: Kami Beritikad Baik Market | 3 years ago
  • PUPR : Sengketa Konstruksi agar Diselesaikan di Luar Peradilan Ekonomi-bisnis | 4 years ago
  • Kasus Geo Dipa Bumigas, PN Jaksel Berwenang Adili Perkara Kabar24 | 4 years ago
  • United Orthopedic Siap Ladeni Banding PT Modular Alkesindo Kabar24 | 4 years ago
  • Sengketa Dengan Gatari, JAS Tolak Arbitrase Kabar24 | 4 years ago
  • SENGKETA PEMBAYARAN: Gatari Air Minta Putusan Sela Koran | 4 years ago
  • Digugat PT JAS, Begini Respons Gatari Air Service Kabar24 | 4 years ago
  • SENGKETA UTANG: Bank BNP Minta PT Mimi Kids Susun Proposal Koran | 4 years ago
  • REBUTAN MEREK: Sengketa Soerabi Enhaii Lanjut ke MA Koran | 4 years ago
  • Sengketa Geo Dipa dan Bumigas Kok Belum Selesai Juga Kabar24 | 5 years ago

Permasalahan atau sengketa sering terjadi di kehidupan bermasyarakat. Permasalahan atau sengketa biasanya banyak terjadi pada berbagai lini kegiatan ekonomi dan bisnis. Perbedaan pendapat, benturan kepentingan, hingga rasa takut dirugikan kerap menjadi sebab permasalahan atau sengketa tersebut terjadi.

Penyelesaian sengketa bisnis kebanyakan dilaksanakan menggunakan cara litigasi atau penyelesaian sengketa melalui proses persidangan. Penyelesaian sengketa tersebut diawali dengan pengajuan gugatan kepada pengadilan negeri dan diakhiri dengan putusan hakim. Namun disamping penyelesaian sengketa melalui proses litigasi, terdapat pula penyelesaian sengketa melalui non litigasi.

Apa yang dimaksud dengan penyelesaian non litigasi? Penyelesaian melalui non litigasi ialah penyelesaian sengketa yang dilakukan menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan atau menggunakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Di Indonesia, penyelesaian non litigasi ada dua macam, yakni Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS).

Secara bahasa, Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara berdasarkan kebijaksanaan. Arbitrase merupakan penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau arbitrase sementara (ad hoc). Menurut Abdul Kadir, arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu perjanjian bahwa suatu keputusan arbiter akan final dan mengikat. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa arbitrase adalah perjanjian perdata yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka yang diputuskan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa dan para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter.

Bagaimana para pihak dapat  menyelesaikan sengketanya pada lembaga arbitrase? Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase harus terlebih didahului dengan kesepakatan para pihak secara tertulis untuk melakukan penyelesaian menggunakan lembaga arbitrase. Para pihak menyepakati dan mengikat diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase sebelum terjadi perselisihan yang nyata dengan menambahkan klausul pada perjanjian pokok. Namun apabila para pihak belum memasukkannya pada kkalusul perjanjian pokok, para pihak dapat melakukan kesepakatan apabila sengketa telah terjadi dengan menggunakan akta kompromis yang ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan oleh Notaris.

Penyelesaian sengketa dengan menggunkan lembaga arbitrase akan menghasilkan Putusan Arbitrase. Menurut undang-undang nomor 30 tahun 1999, arbiter atau majelis arbitrase untuk segera menjatuhkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan sengketa oleh arbiter. Jika didalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat kesalahan administratif, para pihak dalam waktu 14 hari terhitung sejak putusan dijatuhkan diberikan hak untuk meminta dilakukannya koreksi atas putusan tersebut. Putusan arbitrase merupakan putusan pada tingkat akhir (final) dan langsung mengikat para pihak. Putusan arbitrase dapat dilaksanakan setelah putusan tersebut didaftarkan arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri. Setelah didaftarkan, ketua pengadilan negeri diberikan waktu 30 hari untuk memberikan perintah pelaksanaan putusan arbitrase.

Selain melalui proses arbitrasi, penyelesaian sengketa non litigasi dapat juga dilakukan dengan cara alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (ADR). Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketuga yang netral. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya ialah adanya sifat kesukarelaan dalam proses karena tidak adanya unsur pemaksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non judicial, prosedur rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu dan hemat biaya, tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan pemeliharaan hubungan kerja.

Lembaga alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya ialah sebagai berikut:

         1.         KONSULTASI

Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat (hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan diberi kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.

Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan dengan secara langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang telah ada. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah pertanyaan kepada konsultan. Hasil konsultasi berupa saran yang tidak mengikat secara hukum, artinya saran tersebut dapat digunakan atau tidak oleh klien, tergantung kepentingan masing-masing pihak.  

        2.         NEGOSIASI

Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiksusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), negosiasi diartikan sebagai penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.

Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa dengan suatu situasi yang sama-sama menguntungkan, dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik. Kesepakatan yang telah dicapai kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani dan dilaksanakan oleh para pihak.

Namun proses negosiasi dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa kelemahan. Yang pertama ialah ketika kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pihak yang kuat akan menekan pihak yang lemah. Yang kedua ialah proses berlangsungnya negosiasi acap kali lambat dan bisa memakan waktu yang lama. Yang ketiga ialah ketika suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya.

      3.         MEDIASI

Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator) yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga (mediator) yang bersikap netral dan tidak berpihak kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Mediator bertindak sebagai fasilitator. Hal ini menunjukkan bahwa tugas mediator hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalah dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Mediator berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang bersengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, tetapi berkewajiban untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa. Mediator harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi diantara pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan.

      4.         KONSILIASI

Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan (komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.

Lalu apa perbedaan antara Arbitrasi, mediasi dan konsiliasi? Arbitrasi adalah penyelesaian dengan menggunakan bantuan pihak ketiga (arbiter), dimana para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Sedangkan mediasi juga menggunakan bantuan dari pihak ketiga (mediator), namun mediator hanya bertugas menjembatani para pihak tanpa memberikan pendapat-pendapat mengenai penyelesaian sengketa. Meskipun  sama-sama menggunakan bantuan dari pihak ketiga (konsiliator), namun untuk konsiliasi bersifat lebih formal dari pada mediasi. Konsiliator dapat memberikan pendapat-pendapat kepada para pihak terhadap masalah yang diperselisihkan, namun pendapat tersebut tidak mengikat para pihak

Masing-masing penyelesaian sengketa non litigasi maupun litigasi memiliki ciri khas atau karakteristik yang berbeda-beda. Setiap metode juga memiliki kekurangan serta kelebihan. Hal tersebut dapat disesuaikan oleh para pihak dengan memilih lembaga penyelesaian sengketa yang paling efektif dalam menyelesaikan sengketa dan menguntungkan bagi para pihak. 

RIFQANI NUR FAUZIAH HANIF - KPKNL MANADO

DAFTAR PUSTAKA

Buku

 Widijowati, Rr. Dijan. HUKUM DAGANG, ed. 1. 2012. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Husni, Lalu. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN, cet. 1. 2004. Jakarta:  Raja Grafindo.

Safa’at, Rachmad.  ADVOKASI DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA: Latar Belakang, Konsep, dan Implementasi, cet. 1. 2011. Malang: Surya Pena Gemilang.

Adolf, Huala. HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL, cet. 1. 2005. Jakarta: Raja Grafindo.

 Fuady, Munir. ARBITRASE NASIONAL, ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS. 2000. Bandung: Citra Aditya Bakti.

 Sembiring, Sentosa. HUKUM DAGANG, cet. 3, ed. Revisi. 2008. Bandung: PT. Citra.

Wijaja, Gunawan. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA, cet. 2. 2002. Jakarta: Raja Grafindo.

 Harahap, M. Yahya.  ARBITRASE, cet.3. 2004. Jakarta:  Sinar Grafika.

 Usman, Rachmadi.  MEDIASI DI PENGADILAN Dalam Teori dan Praktik, cet.1. 2012.Jakarta: Sinar Grafika.

 Margono, Suyud. ADR, ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION DAN ARBITRASE: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. 2000. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Undang-undang

Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa