Contoh penerapan ragam hias yang diterapkan pada karya seni rupa murni yang benar adalah
(1)
PENERAPAN RAGAM HIAS TORAJAPADA TAS DAN SEPATU WANITATUGAS AKHIR KARYAUntuk memenuhi sebagian salah satu persyaratan mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Kriya Seni Jurusan Kriya OLEH SOFYA ADILA FAHMA NIM.12147109 PROGRAM STUDI KRIYA SENI FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA MOTTO Kreatif itu spesies langka Kreatif itu salah satu sifat Tuhan Kreatif itu mudah Kreatif itu membalikkan cara pandang Kreatif itu penggebrak perubahan Kreatif itu bukan kriminal Kreatif itu bukan hanya milik seniman dan desainer Kreatif itu tidak dibeli Kreatif itu butuh niat kuat Kreatif itu dimiliki setiap manusia Kreatif itu berbeda Kreatif itu menyenangkan kreatif itu memberikan solusi Kreatif itu penting KREATIF ITU SAMPAI MATI PERSEMBAHAN -Allah SWT telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam segala urusan- -Kepada Bapak, Ibu, dan Adiku- KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT pencipta alam dan seisinya, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penciptaan karya sekaligus laporan kekaryaan tugas akhir dengan judul PENERAPAN RAGAM HIAS TORAJA PADA TAS DAN SEPATU WANITA. Tugas akhir ini merupakan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Program Studi Kriya Seni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Surakarta. Deskripsi ini dapat selesai atas bantuan dari berbagai pihak, maka ucapan terimakasih dan rasa hormat sampaikan penulis kepada: 1. Dr. Drs. Guntur, M.Hum selaku Rektor Institut Seni Indonesia Surakarta 2. Joko Budiwiyanto, S.Sn., M.A selaku Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta 3. Sutriyanto, S.Sn., M.A,selaku Ketua Jurusan Kriya 4. Prima Yustana, S.Sn., M.A, selaku Pembimbing Akademik 5. Rahayu Adi Prabowo.,S.Sn. M.Sn, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan perhatian dalam membimbing tugas akhir penulis. 6. Bapak-ibu dosen Jurusan Kriya yang telah begitu banyak mendidik dan memberikan bekal penulis dengan ilmu dan nasehat yang bermanfaat. 7. Ahmad Adib, Ph.D yang selalu memberikan spirit mental serta semangat 8. Bapak, Ibu, dan Adikku yang selalu memberi dukungan moril, finasial, dan spiritual, semua keluarga besar dirumah yang selalu mengerti sehingga membantu kelancaran tugas akhir ini. 9. Lany Ruliani, S.E beserta karyawan Tegep Boots yang telah membimbing, mengarahkan dan berpartisipasi dalam proses penciptaan Tugas Akhir. 10.Riska, Ikhwan, Tryas, Fitria, Kris, Yoke, dan teman-teman Krisso angkatan 2012 yang telah membantu berjuang selama kuliah di ISI Surakarta. 11.Khomsin Felix yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini. 12.Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dengan memberikan dorongan semangat dan doa. Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini, masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan ke depannya. Akhir kata semoga deskripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Surakarta,... 2018 ABSTRAK SOFYA ADILA FAHMA: 12147109. PENERAPAN RAGAM HIAS TORAJA PADA TAS DAN SEPATU WANITA deskripsi karya. Program Studi S1-Kriya Seni, Jurusan Kriya, Institut Seni Indonesia Surakarta. Sebagian besar Ragam Hias Toraja diukirkan pada badan rumah Tongkonan, baik pada dinding, jendela, dan pintu. Ada juga yang menghiasi bagian-bagian lain dari rumah seperti tiang penyangga atap. Corak dan nama ukiran ragam hias Toraja sebagian besar mencontoh bentuk dan nama-nama benda yang terdapat di alam. Ragam hias tersebut memberikan sumber ide pada penciptaan karya berupa tas dan sepatu wanita. Penciptaan karya divisualisasikan dengan material kulit krom. Teknik yang digunakan dalam pembuatan karya ini yaitu mengunakan teknik laser, teknik jahit dan teknik tempel. Pemilihan ragam hias Toraja sebagai ide penciptaan karya tugas akhir yang divisualisasikan menjadi karya tas dan sepatu wanita diharapkan dapat menjadi terobosan terbaru dalam penciptakan tas dan sepatu wanita dengan mengekplorasi ragam hias Toraja. Hasil penciptaan karya sejumlah enam buah karya masing-masing tiga buah tas dan tiga buah sepatu dengan menggunakan metode tiga tahapan dan enam langkah yang dirumuskan oleh SP Gustami dalam bukunya Butir-Butir Mutiara Estetika Timur. Metodologi penciptaan karya tugas akhir ini melalui beberapa pendekatan penciptaan yaitu pendekatan partisipasi, estetis dan simbol. Pendekatan partisipasi digunakan untuk memaksimalkan proses penciptaan karya. Pendekatan partisipasi dimaksudkan bahwa proses pengerjaan karya melibatkan artisan. Pendekatan simbol digunakan untuk menjelaskan makna simbolis di dalam karya. ABSTRACT SOFYA ADILA FAHMA: 12147109. THE APPLICATION OF TORAJA ORNAMENT TO WOMENS BAG AND SHOES: A DESCRIPTION OF WORK. Art Craft Graduate (S1) Study Program, Craft Department, Indonesian Institute of The Art Surakarta. Most Toraja ornaments are carved on Tongkonan house body, particularly on wall, window, and door. Some others decorate other parts of house such as roof buffering pillar. Motif and name of Toraja ornament carving largely imitate those of natural object. Such the ornament provides source of idea in creating a craft, in this case womens bag and shoes. Craft creation is visualized with chrome leather material. The techniques used in this craft production are laser, sewing, and pasting ones. The choice of Toraja ornament as an idea of creating craft as the final project visualized into womens bag and shoes crafts is a new breakthrough in creating womens bag and shoes by exploring Toraja ornament. The product of creation includes six crafts (3 bags and 3 shoes) using a three-stage and six-step method formulated by SP Gustami in his book entitled Butir-Butir Mutiara Estetika Timur. The methodology used in creating this craft as final project includes some creation approaches: participative, esthetic and symbolic. Participative approach is used to maximize the process of creating craft. Participative approach is intended to involve artisans in the craft working process. Symbolic approach is used to explain the symbolic meaning of craft. DFTAR ISI DAFTAR BAGAN DAN TABEL ... xix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan ... 1 B. Ide/Gagasan Penciptaan ... 10 C. Batasan Ide/Gagasan Penciptaan... 10 D. Tujuan Penciptaan ... 12 E. Manfaat Penciptaan ... 12 F. Tinjauan Pustaka ... 13 G. Orisinalitas Penciptaan ... 16 H. Pendekatan Penciptaan ... 17 I. Metode Penciptaan ... 21 J. Sistematika Penulisan ... 27 A. Tematik Kekaryaan ... 28 1. Tinjauan Ragam Hias ... 29 2. Tinjauan Tas dan Sepatu ... 47 3. Tinjauan Wanita ... 49 B. Tinjauan Visual Kekaryaan ... 51 BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA A. Eksplorasi Penciptaan ... 59 1. Eksplorasi Konsep ... 59 2. Eksplorasi Bentuk ... 61 3. Eksplorasi Material ... 61 4. Eksplorasi Teknik ... 66 B. Proses Perencanaan ... 68 1. Sketsa ... 68 2. Sketsa terpilih ... 83 3. Proses perwujudan gambar kerja ... 90 C. Proses Perwujudan Karya ... 103 Persiapan Bahan dan Alat ... 103 2. Karya II ... 132 3. Karya III ... 133 4. Karya IV ... 134 5. Karya V ... 135 6. Karya VI ... 136 B. Kalkulasi Biaya ... 137 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 142 B. Saran ... 144 DAFTAR ACUAN ... 147 GLOSARIUM ... 151 DAFTAR GAMBAR Gambar 01 : Peta Kabupaten Tana Toraja ... 5 Gambar 02 : Tongkonan... 8 Gambar 03 : Proses pewarnaan ragam hias Toraja ... 32 Gambar 04 : Patedong... 34 Gambar 05 : Pabarre Allo ... 36 Gambar 06 : Pamanuk Lodong ... 37 Gambar 07 : Palolo Tabang ... 38 Gambar 08 : Paulu Karua... 39 Gambar 09 : Pakapu Baka ... 40 Gambar 10 : Pasepu To Rongkong ... 41 Gambar 11 : Papapan Kandaure ... 42 Gambar 12 : Padaun Peria ... 43 Gambar 13 : Padaun Bolu ... 44 Gambar 14 : Patangko Pattung ... 45 Gambar 15 : Patanduk Repe ... 46 Gambar 17 : Wanita dengan tas jinjing dan sepatu boots ... 51 Gambar 18 : Rumah adat Toraja Tongkonan ... 52 Gambar 19 : Ukiran motif Toraja Patangki Pattung II pada papan kayu ... 52 Gambar 20 : Ukiran motif Toraja pada penyangga Tongkonan ... 53 Gambar 21 : Ragam Hias Toraja di dinding rumah adat Tongkonan ... 53 Gambar 22 : Ragam Hias Toraja pada keranda kematian ... 54 Gambar 23 : Sarita Toraja Collection Karya Handy Hartono ... 54 Gambar 24 : Tenun motif Padaun Bolu ... 55 Gambar 25 : Tas jenis Clutch ... 55 Gambar 26 : Tas Jenis Ransel ... 56 Gambar 27 : Tas kulit jenis Barrel ... 56 Gambar 28 : Tas jenis totebag ... 57 Gambar 29 : Sepatu wedges dari kulit... 57 Gambar 30 : Sepatu sandal ... 58 Gambar 31 : Sepatu jenis pep to boots ... 58 Gambar 32 : Kulit Suede ... 63 Gambar 34 : Kulit pull up ... 64 Gambar 35 : Kulit nubuck ... 65 Gambar 36 : Sketsa tas alternatif I ... 69 Gambar 37 : Sketsa tas alternatif II ... 70 Gambar 38 : Sketsa tas alternatif III ... 70 Gambar 39 : Sketsa tas alternatif IV ... 71 Gambar 40 : Sketsa tas alternatif V... 71 Gambar 41 : Sketsa tas alternatif VI ... 72 Gambar 42 : Sketsa sepatu alternatif I ... 72 Gambar 43 : Sketsa sepatu alternatif II ... 73 Gambar 44 : Sketsa sepatu alternatif III ... 73 Gambar 45 : Sketsa sepatu alternatif IV ... 74 Gambar 46 : Sketsa sepatu alternatif V ... 74 Gambar 47 : Sketsa sepatu alternatif VI ... 75 Gambar 48 : Alternatif motif untuk tas I ... 75 Gambar 49 : Alternatif motif untuk tas II ... 76 Gambar 51 : Alternatif motif untuk tas I ... 77 Gambar 52 : Alternatif motif untuk tas II ... 77 Gambar 53 : Alternatif motif untuk tas III ... 77 Gambar 54 : Alternatif motif untuk sepatu I ... 78 Gambar 55 : Alternatif motif untuk sepatu II... 78 Gambar 56 :Alternatif motif untuk sepatu III ... 79 Gambar 57 : Alternatif motif untuk sepatu I ... 79 Gambar 58 : Alternatif motif untuk sepatu II... 80 Gambar 59 : Alternatif motif untuk sepatu III ... 80 Gambar 60 : Alternatif motif untuk sepatu I ... 81 Gambar 61 : Alternatif motif untuk sepatu II... 81 Gambar 62 : Alternatif motif untuk sepatu III ... 82 Gambar 63 : Alternatif motif untuk tas I ... 82 Gambar 64 : Alternatif motif untuk tas II ... 82 Gambar 65 : Alternatif motif untuk tas III ... 83 Gambar 66 : Sketsa terpilih ... 84 Gambar 68 : Sketsa terpilih ... 85 Gambar 69 : Sketsa terpilih ... 85 Gambar 70 : Sketsa terpilih ... 86 Gambar 71 : Sketsa terpilih ... 86 Gambar 72 : Motif terpilih untuk tas ... 87 Gambar 73 : Motif terpilih untuk tas ... 87 Gambar 74 : Motif terpilih untuk sepatu ... 88 Gambar 75 : Motif terpilih untuk sepatu ... 88 Gambar 76 : Motif terpilih untuk sepatu ... 89 Gambar 77 : Motif terpilih untuk tas ... 89 Gambar 78 : Kulit Krom ... 104 Gambar 79 : Gulungan suede imitasi/sintetis... 105 Gambar 80 : Karton/ivorry ... 106 Gambar 81 : Lem kuning yang disimpan dalam botol bekas minuman ... 107 Gambar 82 : Latek yang disimpan dalam botol bekas minuman ... 108 Gambar 83 : Spray Mount ... 109 Gambar 85 : Centang / rivet ... 111 Gambar 86 : Rubber sole... 111 Gambar 87 : Benang Sol nylon ... 112 Gambar 88 : Kain keras... 112 Gambar 89 : Kulit sol ... 113 Gambar 90 : Kancing magnet ... 114 Gambar 91 : Spons hati ... 114 Gambar 92 : Hak/heels ... 115 Gambar 93 : Slip sol ... 116 Gambar 94 : Komputer ... 116 Gambar 95 : Mesin Jahit ... 117 Gambar 96 : Gunting Kulit ... 117 Gambar 97 : Penggaris ... 118 Gambar 98 : Tatah Plong ... 118 Gambar 99 : Jarum Sol ... 119 Gambar 100 : White pen ... 119 Gambar 102 : Last shoes ... 121 Gambar 103 : Mesin lasser engraving ... 121 Gambar 104 : Pola tas ... 122 Gambar 105 : Pelapisan belakang kulit suede ke bahan imitasi/sintetis ... 123 Gambar 106 : Ukuran kaki yang akan dibuat sepatu ... 125 Gambar 107 : Penulis sedang melakukan proses cutting ... 125 Gambar 108 : Proses penjahitan pola-pola sepatu ... 126 Gambar 109 : Proses stockfit ... 127 Gambar 110 : Pekerja sedang melakukan upper dan mindsole... 128 Gambar 111 : Pekerja sedang membuat sol sepatu ... 139 Gambar 112 : Daun Peria Style Shoes ... 131 Gambar 113 : Kabu Baka Brown Boots ... 132 Gambar 114 : Tangko Pattung Angle Shoes ... 133 Gambar 115 : Tanduk Repe Totebag ... 134 Gambar 116 : Barre Allo Cluth Bag ... 135 Gambar 117 : Tedong Brown Cluth Bag ... 136 Gambar 119 : Tes Pola ... 154 Gambar 120 : Workshop Pembuatan sepatu bersama BPIPI ... 155 DAFTAR BAGAN DAN TABEL Bagan 1 Skema ... 26 Tabel Biaya Karya I ... 137 Tabel Biaya Karya II ... 138 Tabel Biaya Karya III... 139 Tabel Biaya Karya IV ... 139 Tabel Biaya Karya V ... 140 Tabel Biaya Karya VI ... 140 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penciptaan Hasil karya seni yang berkembang saat ini sangat beragam, setiap daerah memiliki bentuk yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut sesuai dengan adat istiadat atau system nilai yang berlaku dan diyakini oleh masyarakat di daerah tersebut. Seiring dengan perubahan waktu dan percampuran budaya yang berbeda, hasil karya seni juga mengalami pergeseran arus perkembangan budaya yang ada. Seiring meningkatnya ragam kebutuhan manusia, maka dituntut pula perkembangan daya pikir dan daya cipta manusia. Kreatifitas dan inovasi diupayakan untuk menemukan hal-hal baru untuk memenuhi kepuasan hidup manusia. Demikian pula dengan keberadaan ornamen. Ornamen merupakan salah satu unsur seni rupa yang perlu mendapatkan perhatian masyarakat Indonesia. Sesuai dengan kenyataannya, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya membutuhkan unsur-unsur hias dalam memperindah barang kegunaan maupun untuk mempercantik diri supaya lebih menarik. Keberadaan ornamen sering kali berkaitan dengan kriya seni. Keduanya menyatu dalam bingkai kekaryaan seni klasik dan tradisi ornamen dan kriya kedudukannya adalah saling mengisi dan melengkapi. Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kriya adalah pekerjaan (kerajinan) tangan.1 menurut Soegeng Toekio dalam bukunya yang berjudul Tinjauan Kosa Karya Kriya Indonesia menyebutkan pengertian kriya secara umum, merupakan hasil dari kegiatan manusia yang berkaitan dengan bebarang untuk memenuhi kebutuhan manusia; suatu kegiatan yang melibatkan kemahiran dalam memadukan pemakaian bahan dan alat menjadi bebarang (fungsional); suatu kegiatan yang mencerminkan kecermatan, ketrampilan, daya nalar untuk menghasilkan kekaryaan yang manusiawi, meguna dan memiliki keindahan yang sepadan norma yang berlaku. Pengertian kriya secara khusus merupakan pekerjaan yang bertautan dengan ketrampilan tangan bersifat keutasan (utas=tukang, juru, ahli) dalam menghasilkan adikarya yang meguna (fungsional).2 Keterampilan mengolah berbagai bahan dengan teknik pembuatannya telah ditunjukkan oleh nenek moyang kita sejak zaman prasejarah, kemudian berkembang dengan masuknya pengaruh kebudayaan Dongson (China), India, Islam, dan Eropa yang menempati wilayah yang sangat luas di Indonesia. Adanya transmisi ini telah membentuk kelompok masyarakat maupun individu dengan keahlian dan keterampilan dalam membuat benda-benda seni, di antaranya seni kriya dengan berbagai coraknya. 3 Kriya merupakan sebuah karya seni yang dibuat dengan menggunakan keterampilan tangan (hand skill) dan memperhatikan segi fungsional (kebutuhan fisik) dan keindahan (kebutuhan emosional). Karya seni kriya dikategorikan sebagai karya seni rupa terapan nusantara. Dalam perkembangannya, karya seni kriya identik dengan seni kerajinan karena terlihat dari cara pembuatan karya 2 Soegeng Toekio.2003. Tinjauan Kosa Karya Kriya Indonesia (Surakarta: STSI Press), hlm. 11. 3 kriya dengan menggunakan tangan (handmade). Bentuk karya kriya nusantara sangat beragam dan juga bahan alam yang digunakan. Dari berbagai karya tersebut ada yang masih mempertahankan keanekaragaman hiasan tradisional dan ada juga yang telah dikembangkan karena tuntutan pasar. Macam-macam cabang kriya berdasarkan bahan yang digunakan yaitu kriya kayu, kriya logam, kriya tekstil, kriya keramik, dan kriya kulit. Salah satu cabang kriya adalah kriya kulit. Kriya kulit merupakan produk kerajinan yang menggunakan kulit hewan sebagai bahan bakunya. Kulit yang biasa digunakan adalah kulit kerbau, sapi, kambing, buaya, dan ular. Pada proses pembuatannya, kulit tersebut mengalami pengolahan yang panjang mulai dari pemisahan kulit dengan hewan, pembersihan dari sisa daging dan lemak, pencucian, perendaman menggunakan bahan pengawet, pewarnaan, pengeringan, dan penghalusan. Persyaratan untuk menempuh gelar Sarjana pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta adalah membuat karya Tugas Akhir, ada tiga pilihan yang ditempuh yaitu skripsi, karya, dan pembuatan desain. Penulis memilih karya yaitu membuat karya tas dan sepatu wanita. Setelah mempelajari motif dan ciri-ciri ragam hias Toraja, maka ragam hias tersebut dijadikan sumber ide penciptaan karya yang diterapkan sebagai ragam hias.. Ornamen diartikan sebagai komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Di samping untuk menambah spiritual maupun segi material atau finansial.4 Ornamen atau ragam hias, dalam kehidupan masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai elemen untuk memperindah barang atau benda saja, melainkan juga memiliki fungsi lain seperti fungsi sakral, simbolik, dan fungsi sosial. Ornamen di Indonesia banyak sekali jenisnya, sesuai daerah asalnya masing-masing. Ornamen yang akan digunakan dalam tugas akhir kekaryaan ini adalah ornamen yang berasal dari daerah Toraja yakni Pa'tedong, Pa Barre Allo, Pa'tanduk Re'pe, Patangko Pattung, Pakapu Baka, dan Padaun Peria yang menurut penulis motif Toraja tersebut memiliki bentuk yang luwes dan unik dibandingkan bentuk yang lain sehingga bisa digunakan untuk membuat karya tas dan sepatu berbahan kulit. Daerah Tana Toraja terletak di daerah pegunungan sekitar Gunung Lompobattang, berada pada ketinggian 1500 m dari permukaan laut. Secara administratif saat ini Tana Toraja merupakan Kabupaten dan dipimpin oleh seorang Bupati. Luasnya kurang lebih 3.205,77 Km2. Terletak antara 2° dan 3° LS serta 119° dan 120° BT, dengan batas wilayah di sebelah Utara berbatasn dengan Kabupaten Luwu dan Mamuju, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Enrengkang dan Pinrang, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Polmas. Topografinya merupakan pegunungan dan dataran tinggi, dengan ketinggian 300-2889 meter diatas permukaan laut.Kabupaten Tana Toraja dengan ibu kota Kabupaten Makale terbagi dalam sembilan kecamatan yaitu, Rinding Allo, Sesean, Rantepao, Sanggalangi, Saluputti, Bonggakaradeng, Makale, Sangalla, dan Mengkendek.5 Sebagian besar penduduk Toraja adalah petani, sementara tenaga kerja yang lainnya bergerak di berbagai bidang antara lain di sektor pemerintahan, perdagangan, hotel dan restoran, industri pengolahan, bangunan, angkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan, dan industri kerajinan. 6 Gambar 1: Peta Kabupaten Tana Toraja (Download: agungwibowo-wordpress.com, diakses 30 Desember 2017, 05:24) Dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Toraja melestarikan ragam hias yang dimiliki dengan mengimplementasikannya dalam berbagai unsur interior dan ekterior rumah tradisional Toraja atau yang lebih dikenal dengan Tongkonan. Rumah di Toraja secara umum dinamakan banua. Pemakaian kata banua ataupun wanua dan benua terdapat juga di beberapa daerah lain, namun mempunyai arti 5Abdul Aziz Said.2004. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja (Yogyakarta: Penerbit Ombak), hlm. 7 berbeda-beda. Dalam bahasa Indonesia benua berarti suatu daerah kontinental. Rumah dalam masyarakat Toraja terbagi menjadi dua golongan yaitu Banua Barung-barung atau rumah pribadi orang Toraja dan Banua Tongkonan atau rumah adat keluarga Toraja. BanuaBarung-barung merupakan rumah tinggal biasa di Toraja yang tidak mempunyai fungsi khusus yang berkaitan dengan adat. Dindingnya tidak dihiasi ukiran dan tidak dilengkapi dengan perlengkapan rumah seperti yang terdapat di Tongkonan, dengan kata lain hanya bentuk utama saja yang sama tetapi tidak dapat disebut sebagai Tongkonan, karena tidak mempunyai fungsi adat bagi keluarga orang Toraja. Rumah tradisional Toraja yang mempunyai fungsi adat dinamakan Tongkonan. Tongkonan tidak digunakan sebagai hunian oleh pemiliknya sendiri, tetapi lebih sering digunakan untuk kebutuhan yang bersifat publik seperti kegiatan sosial dan tempat upacara religi bagi rumpun warga yang memilikinya. Tongkonan artinya duduk, dan mendapat akhiran an maka menjadi Tongkonan yang artinya tempat duduk. Terlepas dari makna dan pentingnya sebuah Tongkonan bagi Toraya (sebutan untuk masyarakat Toraja), ia tak lebih dan tak kurang adalah rumah besar. Tongkonan milik perorangan sekaligus milik masyarakat yang dilahirkan di Tongkonan tersebut. Tongkonan menjadi pusaka sehingga tidak dijual, dan tidak ternilaikan dengan uang. Sementara Tongkonan dalam arti bangunan berkolong, beratapkan lancip lengkung menjulang, yang ditumpu kolong kayu berdimensi atau pernak-pernik berupa ukiran akan memberi ruh dan penjiwaan pada bangunan karena fungsinya untuk mempercantik dan memperindah bangunan. Ragam hias atau ornamen yang terdapat pada Tongkonan sangat berguna untuk menceritakan sesuatu dibalik Tongkonan. Menurut Abdul Aziz Said, Tongkonan di Toraja selalu menghadap ke arah Utara, ke arah ulunna lino (kepala dunia) menurut pandangan kosmologi Toraja. Tata hadap Tongkonan itu merupakan ungkapan simbolik sebagai penghormatan dan pemuliaan kepada Puang Matua, sang pencipta jagad raya yang dipercaya bersemayam di bagian Utara sehingga penjuru Utara tidak boleh dibelakangi, artinya Tongkonan harus selalu menghadap ke Puang Matua agar selalu mendapat berkah dari-Nya.7 Tongkonan merupakan replikasi perahu yang digunakan oleh para pelayar Cina yang datang dari arah Utara. Sejarah mencatat nenek moyang Toraya, masyarakat Toraja, merupakan kelompok migrasi gelombang Melayu Tua yang memasuki wilayah Nusantara. Oleh karenanya amat dipercaya bahwa masyarakat Toraja merupakan turunan orang-orang yang berasal dari Mongolia. Berawal dari bentuk perahu itu, dalam perkembangan selanjutnya Tongkonan mengalami banyak perubahan, baik dari fungsi maupun material fisiknya. 7 Gambar 2: Tongkonan (Download: Pinterst.com, diakses 6 Desember 2016 21:43) Unsur interior dan eksterior yang digunakan dapat bersifat konstruktif maupun dekoratif. Masyarakat Toraja tidak hanya menerapkan ragam hias tersebut ke dalam rumah adat Tongkonan saja, tetapi juga untuk corak pakaian adat dan dekoratif upacara pemakaman dari ukiran patung (tau tau) sampai dekorasi keranda pemakaman. Setiap ukiran dan motif pada ragam hias Toraja memiliki nama dan makna yang khusus. Motif dalam ragam hias Toraja yang diterapkan dalam rumah adat Tongkonan terdiri dari 15 panel persegi yang diukir. Setiap motif dalam panel persegi tersebut memiliki makna sendiri-sendiri, selain itu ukiran panel kayu Toraja memiliki bentuk abstrak dan geometris. Keadaan alam sering digunakan sebagai dasar dari munculnya ornamen Toraja, karena alam penuh dengan absraksi dan Keragaman bentuk ragam hias Toraja tersebut yang menjadi sumber obyek inspirasi bagi penulis untuk mengeksplorasi bentuknya pada tas dan sepatu wanita. Tas di definisikan sebagai wadah tertutup yang dapat dibawa berpergian. Adapun sepatu adalah jenis alas kaki (footwear) yang terdiri dari sol, hak, kap, tali, dan lidah. Bahan yang digunakan untuk membuat tas dan sepatu bermacam-macam antara lain kain, kulit, serat alam, plastik, dan lain-lain. Model tas dan sepatu saat ini sangatlah bermacam-macam dari segi bentuk dan fungsinya, salah satunya adalah tas dan sepatu casual atau biasa disebut tas dan sepatu santai. Tas dan sepatu casual digunakan oleh seseorang ketika mereka sedang melakukan aktivitas santai di luar. Tas dan sepatu casual memiliki karakteristik model yang sederhana dan mudah dalam pemakaiannya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis menetapkan judul pada karya Tugas Akhir ini yaitu Penerapan Ragam Hias Toraja Pada Tas dan Sepatu Wanita, karena ragam hias Toraja erat kaitannya dengan budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja seperti halnya tas dan sepatu yangmerupakan salah satu kebutuhan manusia sehari-hari untuk digunakan sebagai pelengkap busana, B. Ide/Gagasan Penciptaan Berdasarkan uraian latar belakang dapat disimpulkan ide/gagasan penciptaan sebagai berikut: 1. Bagaimana membuat desain yang bersumber dari ragam hias Toraja untuk karya tas dan sepatu wanita berbahan kulit 2. Bagaimana menerapkan desain bersumber ragam hias Toraja dengan teknik laser grafir pada tas dan sepatu berbahan kulit untuk wanita C. Batasan Ide/Gagasan Agar tidak melebar kearah yang lebih luas dalam perwujudan karya ini maka berdasarkan ide gagasan di atas, batasan ide gagasan sebagai berikut: Ragam Hias di Indonesia banyak sekali jenisnya, sesuai daerah asalnya masing-masing. Salah satu ragam hias di Indonesia yaitu berasal dari daerah Toraja. Terdapat kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) motif diantaranya adalah: Patedong, Pabarre Allo, Pamanuk Lodong, Palolo Tabang, Paulu Karua, Pasepu To Rongkong, Papapan Kandaure, Patangki Pattung, Padaun Bolu, Patanduk Repe, Pasekong, Pakapu Baka, dan Padaun Peria. Ragam hias Toraja memiliki beragam jenis motif dengan bentuk berbeda-beda yang dapat digunakan sebagai sumber inspirasi. Berdasarkan hal itu, penulis memilih motif Pa'tedong, Pabarre Allo, Pa'tanduk Re'pe, Patangki Pattung, Pakapu Baka dan Padaun Peria sebagai ragam hias yang digunakan pada karya Fashion dan wanita merupakan dua hal yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Setiap wanita ingin tampil gaya dan terlihat menarik. Berbagai macam aksesoris seperti baju, sepatu, tas sampai perhiasan dengan model terbaru akan menarik perhatian para wanita. Tas dan sepatu wanita bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Salah satu jenis sepatu wanita adalah sepatu boots. Sepatu boots telah menjadi fashion yang tidak dapat ditinggalkan. Pada mulanya sepatu boots hanya digunakan pada saat musim hujan atau musim salju dan hanya populer di kalangan pekerja, namun seiring dengan berjalannya zaman, desainer fashion melirik sepatu boots sebagai sebuah sepatu yang dapat dipadupadankan sehingga dapat terlihat bergaya bagi pemakainya. Ada beberapa jenis sepatu, diantaranya Boots Style, Angkle Boots, Pep To, Flat Shoes, Wedges, dan Knee High Boots. Adapun jenis tas wanita juga bermacam-macam jenis dan bentuk tas wanita sesuai dengan kegunaannya. Jenis-jenis tas tersebut diantaranya Totebag, Slingbag, Clutch, Shoulder bag, Bucket bag, Barrel bag, Drawsting Bag, dan Baguette Bag. Berdasarkan uraian diatas penulis memilih sepatu jenis Angkle Boots dan Boots Style dan tas jenis Totebag dan ClutchBag sebagai tugas akhir dikarenakan jenis tas dan sepatu tersebut memiliki bentuk yang casual dan dapat digunakan di berbagai acara santai dan formal. Penciptaan karya ini menggunakan bahan kulit krom. Kulit krom mempunyai sifat kulit yang tebal namun agak lembut. Jenis kulit sapi ini lebih halus daripada kulit sapi nabati. Kulit sapi krom diproses menggunakan bahan melalui proses liming, yaitu membuang bulu pada kulit dan kemudian pikel yang meninggalkan garam sebelum digantikan dengan chromium sulfat. Kulit krom memiliki beberapa jenis teknik finishing seperti pigmented, pull up, buffed dan lainnya. Permukaan kulit pada jenis krom terkadang sudah tidak terlihat bekas gigitan kutu, goresan luka, lipatan kulit seperti alami, karena proses finishing yang dengan menutup semua ketidaksempurnaan. D. Tujuan Penciptaan Adapun tujuan penciptaan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat desain karya tas dan sepatu wanita berbahan kulit dengan tema Ragam Hias Toraja. 2. Mewujudkan menerapkan teknik laser grafir dalam ragam hias Torajapada tas dan sepatu berbahan kulit E. Manfaat Penciptaan Adapun manfaat penciptaan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat bagi menulis a. Meningkatkan kreatifitas dalam membuat karya fungsional terutama dalam membuat tas dan sepatu wanita dari kulit. b. Mendapat pelajaran dan pengalaman baru tentang pengetahuan bahan baku, proses pembuatan bentuk secara global dan ornamen pada tas dan sepatu 2. Manfaat bagi pembaca a. Mendapatkan referensi baru dari karya ini dan mampu memperkaya keragaman kriya seni dalam pendidikan seni rupa b. Mendapatkan pemahaman tentang cara pembuatan karya secara detail yang tetap mempertimbangkan ergonominya. 3. Manfaat bagi masyarakat a. Terciptanya karya tas dan sepatu wanita dengan mengangkat budaya nusantara ini diharapkan dapat menjadi pilihan yang diminati masyarakat. b. Sebagai salah satu sumber ide alternatif penciptaan produk kriya untuk perkembangan kearah yang lebih baik. F. Tinjauan Pustaka Buku-buku yang dapat dijadikan pedoman dalam penciptaan sebuah karya berbentuk tas dan sepatu secara umum bersumber dari beberapa buku yang dianggap dapat mendukung dalam penciptaan karya perhiasan. Kemudian terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan teori dan pengetahuan tentang kulit, tas dan sepatu, estetika, kebudayaan, ragam hias ornamen nusantara, serta buku-buku yang menyangkut tentang metode penciptaan karya. Berikut buku-buku yang dijadikan kajian pustaka untuk mendukung teori dalam teori penciptaan kekaryaan ini: Cristina, Johanes, Kristina, Maxy, dan Priyo dalam bukunya Aura & Rinupa Berdialog Dengan Kayu, Bambu, dan Batu, buku ini menunjukan aura dan rinupa dengan unsur ekonomi maupun teknologi yang menjadi jiwa dari seluruh tampilan fisiknya. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan dalam penelitian tentang Upacara Tradisional (Upacara Kematian) Daerah Sulawesi Selatan, yang membahas tentang geografis Daerah Tana Toraja dan Bone, latar belakang sosial dan budaya, masyarakat Toraja, dan lukisan tentang upacara kematian adat yang ada di Sulawesi Selatan. Abdul Aziz Said dalam bukunya, Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja, buku ini membahas tentang simbolisme dan kebudayaan Toraja, rumah tinggal tradisional Toraja, ragam hias Toraja, dan perubahan aplikasi unsur visual tradisional Toraja. Aryo Sunaryo dalam bukunya, Ornamen Nusantara, buku ini membahas tentang ragam hias ornamen nusantara, meliputi macam-macam motif hias geometris, motif hias sosok manusia, motif hias binatang unggas, motif hias binatang air dan melata, motif hias binatang darat dan makhluk imajinatif, motif tumbuhan, motif benda alam dan pemandangan, motif benda teknologis, kaligrafi, dan abstrak, dan teknik menggambar ornamen. Guntur dalam bukunya, Ornamen Sebuah Pengantar, buku ini membahas tentang ruang lingkup ornamen, jenis dan sifat ornamen, fungsi ornamen, gaya dalam ornamen, sumber ide dan elemen pembentuk ornamen, dan gramatika dan struktur ornamen. Soegeng Toekio dalam Tinjauan Kriya Indonesia yang diterbitkan oleh STSI ini berkaitan dengan topik penciptaan karya, khususnya secara konseptual kaitannya dengan karya kriya. Estetika Sebuah Pengantar karangan A.A.M Djelantik memuat tentang arti keindahan dalam karya seni serta membahas tentang susunan karya seni. Buku ini memberi masukan khususnya berkaitan dengan estetika. SP. Gustami, dalam bukunya Butir-Butir Estetika Timur, Ide Dasar Penciptaan Seni Kriya Indonesia menerangkan berbagai jenis kegiatan kriya di Nusantara dan yang paling penting adalah metode dalam penciptaan Seni Kriya yaitu tiga tahap, enam langkah. Agus Ahmadi dalam penelitiannya yang berjudul Proses Penyamakan dan Teknik Pembuatan Ornamen Pada Kulit Samak Nabati 2001, yang membahas tentang aneka teknik penerapan hiasan pada kulit samak nabati yang meliputi, pemilihan bahan kulit, peralatan untuk pembuatan ornamen pada kulit dan proses penerapan hiasan pada kulit samak nabati. Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik dalam penelitiannya yang berjudul Profil Spesifikasi Kulit Tersamak Indonesia 2007, yang membahas tentang jenis-jenis kulit jadi dan profil pabrik pengolahan kulit di Indonesia. Suliestyah Wiryodiningrat dalam bukunya Pengetahuan Bahan Untuk Sepatu / Alas Kaki menjelaskan tentang bahan pembuatan sepatu dari kulit samak, bahan kain, bahan karet, bahan sintetis, bahan perekat, dan benang. Pengetahuan Bahan Kulit Untuk Seni dan Industri karangan Sunarto memuat tentang pengertian kulit, pengolahan kulit, macam dan teknik pemilihan kulit, Ade Aprilia dalam bukunya yang berjudul Indonesian Fashion Blogger Now yang membahas tentang gaya fashion blogger di Indonesia yang unik, kreatif, dan inspiratif serta memberi opini yang menarik seputar dunia fashion. G. Originalitas Penciptaan Originalitas penciptaan merupakan suatu sifat kemurnian atau keaslian dan yang dianggap mempunyai pembaharuan di dalam berkarya. Karya seni yang memiliki karakteristik yang berbeda dari karya-karya yang lain ini yang menjadikan karya ini sebagai karya baru, atau belum pernah dibuat seniman lain sebelumnya. Ide/gagasan baru yang kreatif dan inovatif tentu tidak bisa lepas dari karya atau objek sebelumnya, yang akan dijadikan sebagai sumber referensi untuk menciptakan karya baru. Ide/gagasan tersebut dapat diperoleh dari fenomena alam di sekitar kita, kemudian dituangkan kembali kedalam wujud berupa karya. Pada dasarnya, setiap karya harus memiliki hubungan, rasa keingintahuan terhadap objek, indra, kepekaan dan ketertarikan, untuk menciptakan suatu imajinasi yang tinggi pada sebuah karya. Teknik penciptaan suatu karya seni sangat menentukan hasil dan kualitas pada suatu karya, sehingga pada akhirnya mendapat kemampuan untuk merealisasikan suatu ide/gagasan.8 Setelah melakukan beberapa pengamatan lapangan, penulis membuat judul kekaryaan Penerapan Ragam Hias Toraja Pada Tas dan Sepatu wanita. Media atau bahan yang digunakan berasal dari kulit samak krom. Teknik pembuatan karya menggunakan teknik jahit tangan, jahit mesin, teknik tempel, dan teknik hias lasergrafir. Karya seni berbentuk tas dan sepatu wanita sudah banyak diciptakan, namun eksplorasi ragam hias tradisi Nusantara khususnya ragam hias Toraja pada tas dan sepatu wanita sebagai sumber ide penciptaan belum pernah dilakukan, sehingga karya ini memiliki kebaruan dalam konsep mengangkat kekaryaan seni tradisi Nusantara. Segi bentuk dan ide penciptaan karya ini adalah baru sehingga berbeda dari karya seniman lain. Orisinalitas dan kebaruan dalam penciptaan karya ini terletak pada sumber ide dan teknik pembuatan yang sebelumnya belum ada di tugas akhir yang menggunakan teknik hias laser grafir dan karya yang mengambil eksplorasi ragam Hias Toraja. Paduan dan pencapaian teknik ini penulis bisa leluasa menciptakan karya sepatu dan tas wanita. H. Pendekatan Penciptaan Kebutuhan manusia terhadap seni kriya tidak hanya digunakan untuk sarana kehidupan secara fisik saja, melainkan juga ditunjukan untuk pemenuhan kebutuhan akan keindahan (psikologi). Penjelasan mengenai pendekatan untuk penciptaan Penerapan Ragam Hias Toraja Pada Tas dan Sepatu Wanita yang penulis gunakan adalah pendekatan partisipasi, estetis, dan simbol. Pendekatan kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal, dan atau materi. 9 1. Pendekatan Partisipasi Pendekatan partisipasi dilakukan berdasarkan keterlibatan orang lain atau masyarakat dalam proses pembuatan karya cipta. Partisipasi bertujuan sebagai wujud keinginan untuk mengembangkan penciptaan karya melalui proses berdiskusi di mana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan penciptaan. Pada penciptaan tidak lepas pula bahwa karya penulis tetap menekankan pengayaan bentuk dan estetis berdasarkan pengalaman pribadi dalam menuangkan gagasan. Menurut Clive Bell, keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang yang dalam dirinya sendiri punya pengalaman yang biasa mengenali bentuk bermakna dalam suatu karya seni tertentu dengan getaran atau ransangan keindahan. Dalam hal ini, Clive Bell menunjukan bahwa karya seni adalah murni masalah subjektif, karena sumber dari segala karya seni itu adalah pengalaman estetis yang berbeda setiap individu.10 2. Pendekatan estetika Ilmu estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek dari apa yang disebut dengan keindahan. 11 Menurut A.A. M. Djelantik, unsur-unsur terdapat pada 9 Matheos Nale, Terjemahan.2011. Metode Penelitian Partisioatoris Dan Upaya Pemberdayaan (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia), hlm. 55 10 Clive Bell dalam Matius Ali. 2011. Estetika Pengantar Filsafat Seni (Surabaya: Sanggar Luxor), hlm. 216 11 semua benda dan peristiwa kesenian yang mengandung tiga aspek mendasar yaitu: a. Wujud atau rupa Terdiri dari bentuk (form) atau unsur yang mendasar, susunan, struktur, titik garis, bidang, dan ruang merupakan bentuk-bentuk mendasar seni rupa. Dalam karya ini wujud atau rupa mengambil pada bentuk ragam hias serta bentuk dan struktuk sepatu dan tas. b. Bobot atau isi Isi dari benda atau peristiwa kesenian bukan hanya dilihat semata-mata tetapi juga apa yang bisa dirasakan atau dihayati sebagai makna dari wujud kesenian tersebut. Bobot kesenian memiliki tiga aspek yaitu suasana (mood), gagasan (idea), dan pesan (message).12 Adapun yang dimaksud bobot atau isi dari karya ini yaitu makna yang terkandung dalam ragam hias ini dalam merapannya pada tas dan sepatu wanita c. Penampilan atau penyajian Penampilan yang dimaksud adalah cara kesenian itu disajikan, disuguhkan kepada penikmat atau pengamat kesenian. Ada tiga unsur yang berperan pada penampilan, yaitu: bakat (talent), ketrampilan (skill), sarana, atau media. 3. Pendekatan Simbol Pendekatan simbol digunakan untuk menjelaskan makna simbolis di dalam karya. S.K. Langer menandang makna sebagai hubungan yang kompleks antara simbol, objek, dan manusia jadi maka terdiri atas aspek logis dan aspek psikologis. Aspek logis adalah hubungan simbol dengan bendanya atau yang disebut denotasi. Adapun aspek psikologi adalah hubungan simbol dengan orang yang disebut konotasi.13 Menurut S.K. Langer dalam bukunya Philosophy In A New Key tentang teori simbol yang menjelaskan bahwa, simbol merupakan wahana (vehicles) bagi konsepsi manusia tentang objek. Simbol lebih merupakan suatu representasi mental yang subjek. Sifatnya tidak terlalu merangsang subjek untuk bertindak. Namun membuat untuk mencoba memahaminya. Hubungan simbol dan objek bersifat konotasi dan denotasi. 14 Abdul Aziz Said dalam bukunya Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja mengemukakan bahwa kata simbol berasal dari bahasa Yunani, yaitu symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Beberapa jenis tanda seperti indeks, ikon, simbol yang merupakan patokan dasar ilmu semiotika. Tanda dipergunakan untuk menjalin hubungan antara pengirim kabar dan penerima kabar.15 Abdul Aziz Said juga mengemukakan pendapat Pierce, Morris, Bense, dan Eco dalam Abdul Aziz menyatakan bahwa simbol merupakan salah satu jenis tanda, artinya tidak semua jenis tanda dalam sistem komunikasi secara langsung merupakan simbol, sebagian tanda itu dapat saja berupa ikon atau indeks. Simbol 13 S.K. Langer. 2009. Philosophy In A New Key, Edisi ke-3 (Cambrigde: Harvard Univercity Press), hlm. 64 14 S.K Langer dalam Matius Ali. 2011, hlm 203 15 adalah tanda yang diwujudkan sebagai bentuk visual bagi suatu makna tertentu, yang abstrak, bersifat komunikatif bagi masyarakat tertentu, namun tidak bagi masyarakat lainnya. Hal ini mengandung pengertian bahwa simbol dalam masyarakat tradisional tidak dapat dilepaskan dari ketentuan norma dalam kesatuan sosial masyarakat tersebut. Adapun simbol-simbol yang terdapat dalam masyarakat Toraja hanya dapat dipahami oleh anggota masyarakat pendukungnya berdasarkan tata nilai yang berlaku dalam sistem sosialnya. 16 I. Metode Penciptaan Karya seni terjadi karena seniman ada dorongan jiwa baik berupa pesan moral bahkan ungkapan emosional seniman itu sendiri. Karya seni akan tercipta melalui berbagai proses mulai dari jiwa, imajinasi yang terdorong untuk mengungkapkan sampai tercipta karya seni itu. Proses penciptaan karya dapat dilakukan secara intuitif tetapi juga dapat ditempuh melalui metode ilmiah yang direncanakan secara seksama, analitis, dan sistematis.17 Berikut tiga tahap menurut SP. Gustami dalam penciptaan karya kriya yang penulis juga terapkan. 1. Metode pengumpulan data a. Studi pustaka Metode pengumpulan data yang dilakukan salah satunya yaitu melalui pustaka. Mencari literature yang berhubungan dengan objek mulai dari informasi dan referensi yang berhubungan dengan proses 16 Abdul Aziz Said.2004. hlm. 5 penciptaan karya. Informasi didapat dari sumber buku, majalah, katalog, tabloid, dan website yang berkaitan dengan ragam hias Toraja dan tentang sepatu dan tas wanita. b. Studi lapangan Selain studi pustaka, dilakukan juga observasi/studi lapangan untuk lebih memperkuat data-data yang akan digunakan untuk menguatkan pemahaman tentang tugas akhir ini. Melakukan pengamatan langsung sebagai berbagai bentuk tas dan sepatu wanita yang sedang diminati kaum wanita, ke tempat pembuatan sepatu di daerah Magetan Jawa Timur, sentra kerajinan tas di daerah Manding Bantul Yogyakarta, dan ke sentra kerajinan tas dan sepatu Cibaduyut, Bandung Jawa Barat, serta melalui media lainnya. c. Studi alat dan bahan Mencari pengetahuan tentang alat dan bahan digunakan dalam proses pembuatan tas dan sepatu wanita dengan media kulit samak krom yang digunakan membuat karya tugas akhir. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan karya antara lain mesin jahit, mesin seset, mesin laser grafir, penggaris, cutter, palu, dan jarum sol. 2. Tahap Penciptaan Proses pembuatan karya seni kriya melalui beberapa tahapan, di antaranya dimulai dari observasi (pengamatan) sesuai objek yang diangkat ke dalam karya seni dan eksplorasi (penjajakan) untuk menemukan bentuk yang Menurut Gustami, SP dalam buku Butir-butir Mutiara Estetika Timur, pada proses penciptaan seni kriya itu melalui tiga tahapan.18 Tiga pilar tersebut diuraikan menjadi enam langkah, antara lain dijelaskan sebagai berikut: a. Eksplorasi Tahap pertama eksplorasi meliputi: a) Langkah pertama, yaitu pengembaran jiwa untuk menemukan ide dan gagasan, pengamatan lapangan, penggalian sumber referensi, dan informasi untuk menentukan tema atau berbagai persoalan (problem solving). Langkah ini dimaksud untuk menemukan tema dan rumusan masalah yang menyangkut di dalam pembuatan karya tugas akhir ini. b) langkah kedua yaitu penggalian landasan teori, sumber dan referensi serta acuan visual yang dapat digunakan sebagai materi yang dapat digunakan sebagai materi analisis sehingga diperoleh pemecahan yang signifikan. Penggalian sumber referensi mencakup data material, alat, teknik, bentuk, unsur estetik, aspek filosofis, dan fungsi social kultural serta estimasi perspektif keunggulan pemecahan masalah yang ditawarkan. Merujuk pada hal tersebut, maka proses penciptaan karya tugas akhir penulis melakukan studi pustaka dan studi lapangan untuk memperoleh data-data yang akan digunakan dalam pembuatannya. 18 SP Gustami. 2007. Butir - Butir Mutiara Estetika Timur, Ide Dasar Penciptaan Seni Kriya b. Perencanaan Tahap kedua perencanaan meliputi: a) langkah pertama perencanaan untuk menuangkan ide, gagasan atau konsep dari deskripsi verbal hasil analisis yang dilakukan dalam bentuk visual dengan batasan rancangan dua dimensional. Penuangan gagasan kreatif menjadi rancangan dua dimensional itu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, menyangkut kompleksitas nilai seni kriya, antara lain: material, teknik, proses, metode, konstruksi, ergonomi, keamanan, keselarasan, keseimbangan, bentuk, unsur estetik, gaya, makna berikut fungsi sosial, ekonomi, dan budaya serta peluang dimasa depannya. b) langkah kedua yaitu visualisasi gagasan dari sketsa alternatif, desain atau gambar kerja yang telah dipersiapkan menjadi bentuk model prototype. Namun pada proses pembuatan karya tugas akhir ini di dalam mewujudkannya tidak melalui tahap pembuatan prototype melainkan dari gambar kerja kemudian divisualisasikan dalam bentuk karya yang dibuat. c. Perwujudan Tahap ketiga perwujudan meliputi: a) langkah pertama yaitu tahap perwujudan yang tahap pelaksanaannya berdasarkan model prototype yang dianggap sempurna, termasuk penyelesaian finishing dan sistem kemasan, namun dalam perwujudan karya ini tidak gambar kerja. b) langkah kedua mengadakan penilaian atau evaluasi terhadap hasil karya yang sudah diselesaikan. Berikut disajikan skema metode penciptaan berdasarkan sebuah kesimpulan dari rangkaian metode kerja yang dilakukan dalam proses Skema Metode Penciptaan Bagan 01. Skema Metode Penciptaan Karya Ide atau Gagasan Penciptaan Penerapan Ragam Hias Toraja Pada Tas dan Sepatu Wanita Studi Pustaka Studi Lapangan Analisis dan Pengolahan Sumber Referensi Penetapan Gagasan atau Konsep Sketsa-sketsa Alternatif Penyempurnaan sketsa Pemilihan bahan, teknik, dan warna Persiapan Bahan Peralatan kerja Teknik Pekerjaan Karya Perwujudan Karya Karya Tas dan Sepatu J. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan laporan tugas akhir sebagai bentuk tulisan ilmiah disusun sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang penciptaan, Ide/gagasan penciptaan, tujuan penciptaan, manfaat penciptaan, tinjauan pustaka, originalitas penciptaan, pendekatan penciptaan, metode penciptaan dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN PENCIPTAAN Bab ini menjelaskan tentang tematik kekaryaan, referensi visual ragam hias Toraja, sepatu dan tas wanita. BAB III PROSES PENCIPTAAN Bab ini berisi tentang eksplorasi penciptaan, proses perencanaan, sketsa alternatif, sketsa terpilih, proses perwujudan gambar kerja, dan proses perwujudan karya. BAB IV ULASAN KARYA Bab ini membahas tentang ulasan karya dan kalkulasi biaya BAB V PENUTUP Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran DAFTAR PUSTAKA GLOSARIUM BAB II LANDASAN PENCIPTAAN A. Tematik Kekaryaan Ragam hias disebut juga dengan ornamen. Menurut Gustami dalam buku Seni Ornamen Indonesia, ornamen berasal dari kata onare (bahasa latin) yang artinya menghiasi. Ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk hiasan. Disamping menambahkan keindahan, ornamen dapat berpengaruh dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual maupun segi material atau finasial.19 Ornamen di Indonesia banyak sekali jenisnya menurut daerah asalnya masing-masing. Adapun ornamen yang akan digunakan dalam tugas akhir kekaryaan ini adalah ornamen tradisional yang berasal dari daerah Toraja. Ragam hias Toraja berasal dari Tana Toraja. Suku Toraja merupakan suku yang terdapat di Sulawesi Selatan. Suku Toraja memiliki kebudayaan berupa seni ukir yang indah dan penuh dengan filosofi. Penambahan ragam hias Toraja pada kekaryaan ini bertujuan untuk menambah keindahan, dan memberikan pengaruh penghargaan baik dari segi material, atau finasial. Ornamen terdiri dari beberapa motif. Motif merupakan dasar penghias suatu karya. Adapun jenis-jenis motif ornamen menurut Soepratno dalam buku ornamen Ukir Kayu Tradisional adalah Ragam Hias atau ornamen itu sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itulah yang digunakan sebagai penghias. Oleh karena itu motif adalah dasar untuk menghias suatu ornamen. Ornamen dimaksudkan untuk menghias suatu bidang atau benda, sehingga benda tersebut menjadi indah seperti yang kita lihat hiasan pada piagam, pigura, kain batik, tempat bunga, perabot rumah tangga, dan barang-barang lainnya.20 Bermula dari seringnya mengamati ragam hias Toraja mengenai beragam bentuk dan jenisnya serta pengamatan akan keindahan bentuk serta jenis yang unik dan beraneka ragam, mendorong untuk mengabadikan secara visual sebagai pencarian ide gagasan kreativitas seni. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa ragam hias Toraja atau ornamen Toraja adalah motif atau pola yang berupa ukiran yang diterapkan pada rumah adat Toraja Tongkonan untuk hiasan dengan memanfaatkan unsur-unsur ornamen Toraja menjadi susunan pola hiasan. Ide dasar elemen hias ragam hias Toraja lebih banyak menggunakan unsur tumbuhan dan hewan. 1. Tinjauan Ragam Hias Toraja Ragam hias lahir di Indonesia sejak zaman Mesolitikum, yaitu saat manusia prasejarah telah menggunakan batu sebagai alat pencari nafkah. Ornamen atau ragam hias yang tertera pada peninggalan alat-alat tersebut masih sangat primitif dan dimaksudkan sebagai lambang yang bersifat spiritual. Ragam hias tersebut berupa garis seperti: garis lurus, garis miring, garis sejajar, garis lengkung, lingkaran dan sebagainya yang kemudian berkembang menjadi bermacam-macam bentuk. Pada masa sekarang ragam hias termasuk bagian dari seni rupa dan kerajinan. Gambar ornamen yang lebih dikenal dengan seni ragam hias adalah gambar yang menitik beratkan pada hiasan atau dekorasi yang difungsikan untuk tujuan tertentu yang bersifat estetis. 21 Ragam hias memiliki dua fungsi yaitu, fungsi religious yang erat hubungannya dengan kegiatan upacara keagamaan dan spiritual untuk menolak bala, mendatangkan rejeki dan lain-lain. Ornamen sebagai fungsi terapan digunakan untuk menghias benda-benda seni. Seperti pada hasil kerajinan gerabah, bangunan, mebel, atau sebagai dekorasi untuk menambah nilai estetis semata. Sebuah ragam hias terbentuk dari elemen tambahan pada bentuk struktural dasar. Elemen-elemen dasar itu terdiri dari motif dan pola. Keduanya sangat penting dalam pembentukan sebuah ornamen. Bentuk elemen tambahan itu terdapat pada bangunan, senjata, instrumen, dan lain-lain dalam bentuk tiga dimensi. Pengertian motif menurut Guntur dalam buku Ornamen Sebuah Pengantar adalah satuan terkecil dari satuan ornamen. Motif juga dapat diartikan suatu pembentukan pola. Dinyatakan oleh Philips dan Bruce bahwa 21 motif pada dasarnya bukanlah pola, tetapi digunakan untuk menciptakan berbagai pola sesuai dengan sistem pengorganisasiannya.22 Ragam Hias di Indonesia banyak sekali jenisnya, sesuai daerah asalnya masing-masing. Ragam Hias yang akan digunakan dalam tugas akhir kekaryaan ini adalah Ragam Hias yang berasal dari daerah Toraja yakni Pa'tedong, Ne' Limbongan, Pa'tanduk Re'pe, Patangko Pattung, Pakabu Baka dan Padaun Peria menurut penulis motif Toraja tersebut memiliki bentuk yang luwes dan unik dibandingkan bentuk yang lain sehingga bisa digunakan untuk membuat karya tas dan sepatu berbahan kulit. Sebagian besar ragam hias Toraja diukirkan pada badan rumah Tongkonan, baik pada dinding maupun pada jendela pada pintunya. Namun ada juga yang menghiasi bagian-bagian lain dari rumah, seperti tiang penyangga atap. Ragam hias ini diukir langsung pada bagian-bagian kontruksi rumah, tidak hanya sebagai hiasan tempelan tetapi merupakan bagian perlengkapan yang menyatu dengan sebuah bangunan tongkonan, sehingga dapat dikatakan bahwa ragam hias itu merupakan seni ukir dan sekaligus menjadi bagian dari arsitektur tongkonan. Ragam hias Toraja tidak diciptakan dengan begitu saja untuk menghiasi suatu benda atau sebagai hiasan pada rumah adat Tongkonan, tetapi juga mempunyai fungsi simbolik, terutama dalam hubungannya kepercayaan Aluk Todolo. Aluk Tadolo merupakan ajaran leluhur atau kepercayaan yang menyembah arwah nenek moyang. Menurut pemuka adat di Toraja, proses penciptaan ragam hias Toraja melalui tahapan pengertian dan pemahaman terhadap suatu masalah hidup atau cita-cita kehidupan, berdasarkan adat dan ajaran Aluk Tadolo, yang kemudian digambarkan dalam corak tertentu. Ukiran ragam hias Toraja yang terdapat pada dinding Tongkonan berfungsi sebagai penanda dan obyek yang ditandai itu sendiri. Tidak sekedar hiasan visual semata. Jika Tongkonan sudah penuh dengan ukiran, pertanda pemiliknya sudah melakukan upacara ritual adat yang ditetapkan. Setiap ukiran dan ragam hias Toraja memiliki nama dan makna khusus. Terdapat kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) motif pernah diciptakan yang masing-masing menggambarkan realitas kehidupan, dan ada 75 (tujuh puluh lima) motif hanya dikhususkan untuk Tongkonan. Berdasarkan hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh Anwar Thosibo dalam artikelnya yang berjudul Mengungkap Masa Lampau Toraja Melalui Seni Ukir Ornamen Passurak Sebagai Sejarah, dari jumlah itu ada 18 (delapan belas) yang tidak dapat ditemukan. Warna atau kasumba pada ukiran ragam hias Toraja yang selalu digunakan dan tetap diwarisi serta dipegang keberadaan dalam masyarakat Toraja terdiri dari empat warna, yaitu, warna merah yang dinamakan kasumba mararang, warna putih yang dinamakan kasumba mabusa, warna kuning yang dinamakan kasumba mariri, dan warna hitam dinamakan kasumba molotong. Dahulu, untuk membuat warna-warna tersebut dilakukan dengan cara tradisional, warna hitam dibuat dari bahan arang periuk, warna putih dibuat dari bahan kapur sirih dengan campuran cuka tuak nira supaya tahan melekat, sedangkan warna merah dibuat dari tanah merah yang dicampur dengan cuka tuak nira. Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan kemajuan ilmu mengetahuan dan teknologi yang telah dikenal oleh masyarakat, khususnya pengrajin ukir, keempat warna tersebut tidak lagi dibuat dengan cara tradisional, tapi langsung dimanfaatkan bahan pewarna fabrikasi yang banyak tersedia di toko-toko.23 23 Beberapa contoh ragam hias Toraja antara lain: a. Patedong Gambar 4: Patedong (Download: Majalah online Seni Rupa Indonesia, diakses 2 November 2016 pukul 02:50) Tedong mempunyai arti kerbau. Motif ini menyerupai kerbau yang dimaknai sebagian lambang kesejahterahan dan kemakmuran bagi masyarakat semua dan keluarga. Motif ini mempresentasikan tema binatang dengan penggabungan tiga badan. Simbol kerbau dapat dikenali melalui tanduknya, babi melalui taringnya, dan kambing melalui daun telinganya. Masyarakat Toraja juga meyakini bahwa Patedong sebagai kendaraan arwah. Abdul Aziz Said dalam buku. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Torajamengemukakan tentang Pa Tedong sebagai Penggambaran bentuk kerbau yang tidak sesuai dengan kenyataannya (diabtraksi dan ditambahakan unsur-unsur lebih dan penting dalam kehidupan masyarakat Toraja pada umumnya, khususnya dalam proses pelaksanaan upacara adat.24 Pa Tedong pada mulanya merupakan ukiran utama pada Tongkonan, dijadikan sebagai tanda visual untuk mengungkapkan posisi kerbau dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. Dalam budaya Aluk Tandolo, kerbau merupakan hewan utama yang dijadikan hewan kurban untuk sajian persembahan yang tertinggi nilainya pada pelaksanaan upacara-upacara adat. Selain itu, kerbau dalam kehidupan sehari-hari, dijadikan sebagai hewan ternak yang diharapkan berkembang biak sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi keluarga, dan kerbau juga dimanfaatkan untuk membajak sawah. Oleh karena itu kerbau dalam kehidupan sosial masyarakat Toraja dahulu, dipergunakan sebagai standar nilai tukar tertinggi. Dengan pemikiran bahwa masa lalu perniagaan yang dilakukan anggota-anggota masyarakat masih dipergunakan sistem barter barang karena belum mengenal alat tukar berupa uang seperti sekarang. Pemakaian ragam hias ini pada Tongkonan mempunyai makna simbolik yang mempunyai tujuan agar anggota keluarga yang menempati Tongkonan senantiasa memperoleh harta yang berlimpah serta kehidupan yang makmur. Motif ini digambar secara stilasi dengan menggunakan warna hitam. Untuk memperjelas tampilan bentuk digunakan garis kontur berwarna putih, sehingga terwujud sosok hewan raut seperti siluete berwarna hitam yang keluar dari kegelapan. Sedikit warna kuning dan merah pada biji dan kelopak mata untuk semakin memperjelas 24 keangkerannya. Komposisi keseluruhan dalam penempatan subyek menampakkan pembagian bidang yang simetris vertikal. Gabungan dari tiga bentuk binatang telah melalui suatu proses distorsi dan deformasi sehingga menghasilkan gambar abstrak berkesan magis religious. Pemakaian atribut mahkota dan bola mata memperjelas bahwa binatang itu memiliki kekuatan supranatural. Latar subyek mengunakan warna hitam sebagai warna kegelapan dan kematian, sangat kontras dengan warna putih terang dan mengandung kesucian. b. Pabarre Allo Gambar 5: Pa Barre Allo (Download: Majalah online Seni Rupa Indonesia, diakses 2 November 2016 pukul 02:57) Pa Barre Allo, artinya menyerupai matahari. Subyek gambarnya yaitu empat garis lingkaran penuh. Dimulai dari garis lingkaran berwarna merah tipis berdiameter paling besar menyentuh keempat tepi bidang panel. Lingkaran kedua lengkung berwarna kuning. Lingkaran keempat berdiameter paling kecil, berwarna putih dengan bentuk segitiga berwarna merah pada titik fokus. Batas keempat lingkaran itu adalah ruang berwarna hitam juga membentuk lingkaran. Komposisi keseluruhan dalam penempatan subyek menampakkan pembagian bidang yang simetris secara horizontal, vertikal dan diagonal.25 c. Pamanuk Londong Gambar 6: Pamanuk Lodong (Download: Majalah online Seni Rupa Indonesia, diakses 2 November 2016 pukul 02:50) Manuk artinya ayam dan Londong artinya betina. Secara ikonografis ragam hias Pamanuk Londong menyerupai ayam jantan, dengan kontur garis yang tegas. Digambarkan tampak samping yang memperlihatkan secara jelas bentuk bagian-bagian ayam jantan meskipun penggambarannya relatif sederhana tanpa detail-detail yang lebih teliti. Pamanuk Londong merupakan salah satu ukiran utama pada 25Anwar Thosibo. Mengungkap Masa Lampau Toraja Melalui Seni Ukir Ornamen Passurak Tongkona, sama halnya dengan Pabarre Allo sebagai pasangannya, Pamanuk Londong juga merupakan salah satu ukiran yang wajib diterapkan pada Tongkonan. Ragam hias ini bagi masyarakat Toraja diartikan sebagi peringatan bagi setiap anggota masyarakat mengenai keberadaan aturan-aturan adat yang harus ditaati dalam menjalani kehidupan di alam lino (dunia), yang selanjutnya dijadikan sebagai simbol peraturan dan hukum adat. d. Palolo Tabang Gambar 7: Palolo Tabang (Foto: Anwar Thosibo 2010, Dosen Arkeologi Fakultas Sastra Unhas) Motif ini mencontoh bentuk ranting pucuk tanaman lenjuang. Ranting tanaman yang saling membelit digambarkan dengan garis warna merah dengan kontur warna hitam serta outline warna putih untuk mempertegas corak utamanya. Pola tersebut menghasilkan bentuk bulat lonjong. Penciptaan ragam hias ini tidak untuk menyembuhkan penyakit yang dialami oleh orang Toraja yaitu daun tumbuhan lenjuang. Motif ini diartikan sebagai tanda visual yang berfungsi untuk mengingatkan tentang kemanjuran daun lenjuang, oleh karena itu kemudian dijadikan sebagai simbol perlindungan terhadap penyakit. 26 e. Paulu Karua Gambar 8: Paulu Karua (Download: Majalah online Seni Rupa Indonesia, diakses 2 November 2016 pukul 03:15) Sebenarnya ragam hias ini lengkapnya ada delapan lingkaran. Adapun setiap lingkaran diartikan sebagai kepala manusia atau lebih tepatnya lagi otak manusia. Lingkaran-lingkaran yang dimaksud adalah lingkaran yang berwarna kuning dan hitam dengan bentuk bintang segi empat di dalamnya. Ulu Karua berarti delapan kepala. Diukirkan pada Tongkonan dan Alang dengan tujuan untuk mengingatkan dan menghormati jasa-jasa delapan orang pintar 26 nenek moyang orang Toraja yang telah memikirkan kepentingan masyarakat pada umumnya. Ragam hias ini diartikan sebagai tanda visual yaitu sistem musyawarah dan gotong royong dalam masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya orang pintar, dan sekaligus membawa ajaran moral untuk menghormati orang tua (leluhur) terutama orang-orang yang berpengetahuan dan berjasa. 27 f. Pakapu Baka Gambar 9: Pakapu Baka (Download: Majalah online Seni Rupa Indonesia, diakses 2 November 2016 pukul 03:44) Kapu artinya ikatan dan baka artinya bakul, wadah, atau keranjang. Motif ragam hias ini menyerupai ikatan pada tutup bakul yang bagi orang Toraja dianggap sakral. Jika ikatan bakul berubah dipercaya bahwa ada yang mencuri pakaian di dalamnya. Motif ini dimaknai sebagai harapan agar keturunan senantiasa bersatu dan senantiasa hidup damai dan sejahtera. 27 |