Dalam al-qur'an surah al-wãqi'ah ayat 4 dijelaskan bahwa peristiwa hari kiamat merupakan peristiwa…

Pembuka surat ini diawali dengan pembahasan tentang penegasan tentang adanya hari kiamat dan gambarannya. Mengikuti klasifikasi at-Thabari, bahasan pertama surat ini terdiri dari enam ayat, yaitu ayat 1-6. Berikut penjelasan tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6

إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (1) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (2) خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ (3) إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا (4) وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6

“Apabila terjadi hari Kiamat (1) terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal). (2) (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain). (3) Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, (4) dan gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya, (5) maka jadilah ia debu yang beterbangan, (6)”

Tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6 setidaknya mengandung dua poin, konfirmasi kepastian terjadinya hari kiamat dan visualisasi tentangnya. Surat Al-Waqiah bukan satu-satunya surat yang mengabarkan tentang kiamat, surat Al-Qiamah, surat Al-Qariah, surat At-Taghabun, surat Al-Haqqah, surat Al-Ghasyiyah dan surat Al-Zalzalah juga berbicara tentang hal yang sama. Selain itu, juga masih ada banyak ayat perihal kiamat yang tersebar dalam surat yang lain.

Baca Juga: Kenali Kandungan Surat Al-Waqiah dan Beberapa Keutamaannya

Semua surat dan ayat itu mengandung konfirmasi kepastian akan datangnya hari akhir. Penegasan dari Allah yang berulang-ulang ini tidak lain karena pengingkaran terhadapnya juga banyak dan terus terjadi mulai dari dulu hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat misalnya pada Surat Al-Isra’ [17] ayat 49, Al-An’am [6] ayat 29, Al-Ankabut [29]: 23 dan ayat semacamnya.

Percaya kepada hari akhir pun menjadi salah satu rukun iman yang paling sering disandingkan dengan rukun iman yang pertama, yaitu iman kepada Allah. Petunjuk ini bisa dilihat antara lain dalam ayat Al-Quran atau hadis dengan redaksi man amana billahi wal yaumil akhiri atau man kana yu’min billahi wal yaumil akhiri atau redaksi lain yang hampir sama. Berdasar pada kode ini tidak berlebihan jika mengatakan bahwa orang yang beriman kepada Allah mestinya juga beriman kepada hari akhir, sedang yang tidak percaya pada hari akhir, berarti ia tidak percaya kepada Allah.

Sedang untuk redaksi ‘Al-Waqiah’ sendiri, At-Thabari dan Ibnu Asyur mengatakan bahwa nama itu adalah satu dari beberapa nama hari kiamat yang ada dalam Al-Quran, seperti ath-thammah, as-shakhkhah dan al-azifah. Kali ini menggunakan nama Al-Waqiah karena untuk menunjukkan hal yang sedang berlangsung. Degan kata lain, apabila kiamat itu sudah tiba, maka tidak ada kesempatan sedetikpun untuk mendustakan dan lari darinya.

Baca Juga: Mengulik Makna Kiamat dalam Al-Quran

Kapan hari kiamat itu tiba?

Seandainya kita tahu waktu hari kiamat tiba, hari, tanggal dan jam nya mungkin kita bisa mempersiapkannya jauh-jauh hari, sehingga kita dapat merencanakan untuk menyelamatkan diri, menghindar dari kehancuran. Tapi sayangnya, tidak ada satu pun ayat Al-Quran beserta tafsirnya yang menginformasikan perihal jadwal kiamat, termasuk tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6, bahkan seorang Nabi Muhammad saw juga tidak mengetahuinya. Sebagaimana direkam dalam Surat Al-Ahzab [33] ayat 63,

يَسْـَٔلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِۗ قُلْ اِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُوْنُ قَرِيْبًا

“Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah, “Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah.” Dan tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya”.

Tidak ada bocoran tentang jadwal pasti hari kiamat, namun di akhir ayat Allah menyelipkan catatan ‘boleh jadi kiamat sudah dekat’. Ini clue yang diberikan Allah tentang waktu kiamat. Selain itu, jika untuk tujuan maksimalisasi persiapan, bukankah Allah sudah berulang kali mengingatkan tentang kepastian tibanya hari kiamat, bahkan lengkap dengan visualisasinya.

Seakan tidak tega kepada umatnya karena banyak yang penasaran tentang waktu kiamat, maka Nabi Muhammad saw dalam suatu hadisnya menjelaskan hanya tentang tanda-tandanya. Salah satunya adalah hadis riwayat Umar bin Khattab dalam Shahih Muslim. Tanda-tanda kiamat dalam hadis tersebut yaitu saat ibu atau orang tua menjadi budak anaknya sendiri, dan ketika orang-orang miskin berlomba-lomba mendirikan bangunan megah.

Kemurahan hati Nabi Muhammad saw ini menjadi pedoman tentang waktu hari kiamat tiba. Selain tanda-tandanya, hal yang lebih realistis terkait dengan informasi tentang hari kiamat dalam Al-Quran adalah visualisasinya, seperti yang tertulis di ayat 3-6.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 8-11: Penyesalan Orang yang Ingkar di Hari Kiamat

Visualisasi hari kiamat

Visualisasi hari kiamat dalam tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6 dimulai dari ayat ketiga, ‘(hari kiamat itu) meninggikan dan merendahkan’. Beragam istilah yang digunakan oleh para mufasir dalam menafsirkan dua kata yang berlawanan ini meski pada intinya sama. Syekh Nawawi dalam Marah Labid mengatakan pada hari kiamat, Allah akan merendahkan orang kafir di neraka dan disiksa. Di saat yang sama meninggikan orang beriman di surga dengan kenikmatannya. Penafsiran yang sama disampaikan oleh Ar-Razi dan At-Thabari.

Dua keadaan yang berlawanan ini menandakan kebalikan dari keadaan yang terjadi di dunia, ia yang merasa tinggi di dunia karena atribut keduniawiannya, di akhirat akan menjadi rendah. Sementara ia yang merendah di dunia, di hari kiamat kelak akan ditinggikan kedudukannya. Demikian kurang lebih penjelasan Al-Qurthubi dan Ibnu Asyur.

Menurut Abu Hayyan Al-Andalusi dalam Al-Bahr Al-Muhit, perbuatan seseorang di dunia akan mempengaruhi kedudukannya pada hari kiamat kelak. Ia yang buruk amalnya akan direndahkan dengan masuk ke neraka, sedang yang amalnya baik makan akan ditinggikan dengan masuk ke surga.

Pada ayat berikutnya, terjadinya hari kiamat diperlihatkan dengan peristiwa bumi berguncang dengan dahsyat dan gunung meletus dengan sangat dahsyat pula. Bumi berguncang dengan mengeluarkan segala kandungan yang ada di dalamnya (surat Al-Zalzalah ayat 2), gunung pun demikian, letusannya yang dahsyat sehingga terlihat seperti bulu yang berhamburan (surat Al-Qariah ayat 5).

Sementara gambaran untuk keadaan manusia, di ayat ke empat surat Al-Qariah disampaikan betapa manusia pada saat itu berhamburan, kebingungan. Setiap orang bingung mencari perlindungan sendiri-sendiri, tidak peduli dan tidak ingat lagi terhadap saudaranya, ibunya, ayahnya, istri tercintanya, suaminya, anak yang disayanginya dan temannya (surat Abasa ayat 34-36).

Gambaran di atas sebenarnya sudah sangat akrab dalam kehidupan kita. Jika masih kurang jelas, coba putar ingatan kita kembali pada Desember 2004 silam ketika terjadi gempa dan tsunami Aceh, gempa Jogja tahun 2006, gempa Lombok 2018, gempa dan tsunami Palu September 2018, meletusnya gunung kelud tahun 2014 dan seterusnya. Berapa banyak korban jiwa dan kerusakan sebab bencana ini.

Peristiwa-peristiwa tersebut masih tidak ada apa-apanya dibanding dengan hari kiamat nanti, akan tetapi tidak ada salahnya jika kita mengambil pelajaran dari bencana alam yang sudah sering terjadi di depan kita. Bukankah itu juga pelajaran dan peringatan dari Allah? Jika dengan menghadirkan Kembali kejadian tersebut membuat kita sadar akan datang dan dahsyatnya hari kiamat, mengapa enggan kita lakukan? Wallahu A’lam

Pembuka surat ini diawali dengan pembahasan tentang penegasan tentang adanya hari kiamat dan gambarannya. Mengikuti klasifikasi at-Thabari, bahasan pertama surat ini terdiri dari enam ayat, yaitu ayat 1-6. Berikut penjelasan tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6

إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ [1] لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ [2] خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ [3] إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا [4] وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا [5] فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا [6

“Apabila terjadi hari Kiamat [1] terjadinya tidak dapat didustakan [disangkal]. [2] [Kejadian itu] merendahkan [satu golongan] dan meninggikan [golongan yang lain]. [3] Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, [4] dan gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya, [5] maka jadilah ia debu yang beterbangan, [6]”

Tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6 setidaknya mengandung dua poin, konfirmasi kepastian terjadinya hari kiamat dan visualisasi tentangnya. Surat Al-Waqiah bukan satu-satunya surat yang mengabarkan tentang kiamat, surat Al-Qiamah, surat Al-Qariah, surat At-Taghabun, surat Al-Haqqah, surat Al-Ghasyiyah dan surat Al-Zalzalah juga berbicara tentang hal yang sama. Selain itu, juga masih ada banyak ayat perihal kiamat yang tersebar dalam surat yang lain.

Baca Juga: Kenali Kandungan Surat Al-Waqiah dan Beberapa Keutamaannya

Semua surat dan ayat itu mengandung konfirmasi kepastian akan datangnya hari akhir. Penegasan dari Allah yang berulang-ulang ini tidak lain karena pengingkaran terhadapnya juga banyak dan terus terjadi mulai dari dulu hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat misalnya pada Surat Al-Isra’ [17] ayat 49, Al-An’am [6] ayat 29, Al-Ankabut [29]: 23 dan ayat semacamnya.

Percaya kepada hari akhir pun menjadi salah satu rukun iman yang paling sering disandingkan dengan rukun iman yang pertama, yaitu iman kepada Allah. Petunjuk ini bisa dilihat antara lain dalam ayat Al-Quran atau hadis dengan redaksi man amana billahi wal yaumil akhiri atau man kana yu’min billahi wal yaumil akhiri atau redaksi lain yang hampir sama. Berdasar pada kode ini tidak berlebihan jika mengatakan bahwa orang yang beriman kepada Allah mestinya juga beriman kepada hari akhir, sedang yang tidak percaya pada hari akhir, berarti ia tidak percaya kepada Allah.

Sedang untuk redaksi ‘Al-Waqiah’ sendiri, At-Thabari dan Ibnu Asyur mengatakan bahwa nama itu adalah satu dari beberapa nama hari kiamat yang ada dalam Al-Quran, seperti ath-thammah, as-shakhkhah dan al-azifah. Kali ini menggunakan nama Al-Waqiah karena untuk menunjukkan hal yang sedang berlangsung. Degan kata lain, apabila kiamat itu sudah tiba, maka tidak ada kesempatan sedetikpun untuk mendustakan dan lari darinya.

Baca Juga: Mengulik Makna Kiamat dalam Al-Quran

Kapan hari kiamat itu tiba?

Seandainya kita tahu waktu hari kiamat tiba, hari, tanggal dan jam nya mungkin kita bisa mempersiapkannya jauh-jauh hari, sehingga kita dapat merencanakan untuk menyelamatkan diri, menghindar dari kehancuran. Tapi sayangnya, tidak ada satu pun ayat Al-Quran beserta tafsirnya yang menginformasikan perihal jadwal kiamat, termasuk tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6, bahkan seorang Nabi Muhammad saw juga tidak mengetahuinya. Sebagaimana direkam dalam Surat Al-Ahzab [33] ayat 63,

يَسْـَٔلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِۗ قُلْ اِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُوْنُ قَرِيْبًا

“Manusia bertanya kepadamu [Muhammad] tentang hari Kiamat. Katakanlah, “Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah.” Dan tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya”.

Tidak ada bocoran tentang jadwal pasti hari kiamat, namun di akhir ayat Allah menyelipkan catatan ‘boleh jadi kiamat sudah dekat’. Ini clue yang diberikan Allah tentang waktu kiamat. Selain itu, jika untuk tujuan maksimalisasi persiapan, bukankah Allah sudah berulang kali mengingatkan tentang kepastian tibanya hari kiamat, bahkan lengkap dengan visualisasinya.

Seakan tidak tega kepada umatnya karena banyak yang penasaran tentang waktu kiamat, maka Nabi Muhammad saw dalam suatu hadisnya menjelaskan hanya tentang tanda-tandanya. Salah satunya adalah hadis riwayat Umar bin Khattab dalam Shahih Muslim. Tanda-tanda kiamat dalam hadis tersebut yaitu saat ibu atau orang tua menjadi budak anaknya sendiri, dan ketika orang-orang miskin berlomba-lomba mendirikan bangunan megah.

Kemurahan hati Nabi Muhammad saw ini menjadi pedoman tentang waktu hari kiamat tiba. Selain tanda-tandanya, hal yang lebih realistis terkait dengan informasi tentang hari kiamat dalam Al-Quran adalah visualisasinya, seperti yang tertulis di ayat 3-6.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 8-11: Penyesalan Orang yang Ingkar di Hari Kiamat

Visualisasi hari kiamat

Visualisasi hari kiamat dalam tafsir surat Al-Waqiah ayat 1-6 dimulai dari ayat ketiga, ‘[hari kiamat itu] meninggikan dan merendahkan’. Beragam istilah yang digunakan oleh para mufasir dalam menafsirkan dua kata yang berlawanan ini meski pada intinya sama. Syekh Nawawi dalam Marah Labid mengatakan pada hari kiamat, Allah akan merendahkan orang kafir di neraka dan disiksa. Di saat yang sama meninggikan orang beriman di surga dengan kenikmatannya. Penafsiran yang sama disampaikan oleh Ar-Razi dan At-Thabari.

Dua keadaan yang berlawanan ini menandakan kebalikan dari keadaan yang terjadi di dunia, ia yang merasa tinggi di dunia karena atribut keduniawiannya, di akhirat akan menjadi rendah. Sementara ia yang merendah di dunia, di hari kiamat kelak akan ditinggikan kedudukannya. Demikian kurang lebih penjelasan Al-Qurthubi dan Ibnu Asyur.

Menurut Abu Hayyan Al-Andalusi dalam Al-Bahr Al-Muhit, perbuatan seseorang di dunia akan mempengaruhi kedudukannya pada hari kiamat kelak. Ia yang buruk amalnya akan direndahkan dengan masuk ke neraka, sedang yang amalnya baik makan akan ditinggikan dengan masuk ke surga.

Pada ayat berikutnya, terjadinya hari kiamat diperlihatkan dengan peristiwa bumi berguncang dengan dahsyat dan gunung meletus dengan sangat dahsyat pula. Bumi berguncang dengan mengeluarkan segala kandungan yang ada di dalamnya [surat Al-Zalzalah ayat 2], gunung pun demikian, letusannya yang dahsyat sehingga terlihat seperti bulu yang berhamburan [surat Al-Qariah ayat 5].

Sementara gambaran untuk keadaan manusia, di ayat ke empat surat Al-Qariah disampaikan betapa manusia pada saat itu berhamburan, kebingungan. Setiap orang bingung mencari perlindungan sendiri-sendiri, tidak peduli dan tidak ingat lagi terhadap saudaranya, ibunya, ayahnya, istri tercintanya, suaminya, anak yang disayanginya dan temannya [surat Abasa ayat 34-36].

Gambaran di atas sebenarnya sudah sangat akrab dalam kehidupan kita. Jika masih kurang jelas, coba putar ingatan kita kembali pada Desember 2004 silam ketika terjadi gempa dan tsunami Aceh, gempa Jogja tahun 2006, gempa Lombok 2018, gempa dan tsunami Palu September 2018, meletusnya gunung kelud tahun 2014 dan seterusnya. Berapa banyak korban jiwa dan kerusakan sebab bencana ini.

Peristiwa-peristiwa tersebut masih tidak ada apa-apanya dibanding dengan hari kiamat nanti, akan tetapi tidak ada salahnya jika kita mengambil pelajaran dari bencana alam yang sudah sering terjadi di depan kita. Bukankah itu juga pelajaran dan peringatan dari Allah? Jika dengan menghadirkan Kembali kejadian tersebut membuat kita sadar akan datang dan dahsyatnya hari kiamat, mengapa enggan kita lakukan? Wallahu A’lam

BincangSyariah.Com – Telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya tentang kepastian terjadinya Hari Kiamat, alasan al-Waqi’ah menjadi salah satu nama Hari Kiamat, perbedaan penafsiran tentang golongan yang dihinakan [khafidhah] dan yang dimuliakan [rafi’ah], dan lain sebagainya. Artikel kali ini akan menjelaskan deskripsi situasi yang terjadi ketika Hari Kiamat benar-benar datang. Allah SWT berfirman:

إِذا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا [] وَبُسَّتِ الْجِبالُ بَسًّا [] فَكانَتْ هَباءً مُنْبَثًّا []

“Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya. dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya. maka jadilah ia debu yang beterbangan.”

Para mufassir tidak banyak melakukan eksplorasi makna maupun penggambaran keadaan tentang Hari Kiamat selain yang sesuai dengan bunyi ayat dan penjelasan-penjelasan tambahan berangkat dari riwayat-riwayat hadis dari Nabi maupun keterangan-keterangan para sahabat. Hal ini dapat dimaklumi karena begitu dahsyatnya Hari Kiamat dan para mufassir tidak dapat menggambarkan bagaimana keadaan umat manusia di Hari Kiamat nanti. [Baca: Tafsir Surah al-Waqi’ah Ayat 1 – 3: Kepastian Terjadinya Hari Kiamat]

Ibnu Jarir al-Thabari mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan ayat 4 adalah bahwa bumi tergoncang dengan hebat. Kata raja yang ada pada ayat tersebut merupakan sinonim dengan kata zalzala yang sama-sama berarti ‘goncangan’. Dari beberapa riwayat yang dikumpulkan al-Thabari seperti riwayat dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah, ketiganya memahami kata rajja dengan kata zalzala. Dimungkinkan pada waktu itu kata zalzala lebih familiar dalam masyarakat dibanding dengan kata rajja untuk digunakan dalam konteks bencana gempa bumi.

Sama seperti kata rajja yang mungkin kurang familiar, kata bassa pada ayat 5 juga ditafsirkan dengan menggunakan sinonim kata agar lebih dipahami. Menurut al-Thabari ayat ini menggambarkan bahwa gunung-gunungg akan hancur sehancur-hancurnya sehingga menjadi partikel-partikel kecil. Al-Thabari menggarisbawahi kata bassa yang dipahami orang-orang Arab adalah seperti kata al-daqiq yang maknanya sama-sama debu. Penafsiran al-Thabari tersebut didasarkan pada tiga riwayat yang berbeda dari Ibnu Abbas, Mujahid dengan tiga jalur, al-Suddi dan dari Ikrimah.

Pada ayat 6, al-Thabari menerangkan bahwa ada perbedaan pemaknaan terhadap kata habaa‘an. Sebagian memaknai kata tersebut sinar matahari yang masuk melalui ventilasi sehingga menghasilkan debu. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Abbas, Sa’id, dan Mujahid. Sebagian yang lain memaknai kata habaa‘an dengan makna debu yang melekat pada binatang [rahj al-dawab]. Pendapat ini berdasarkan riwayat dari al-Haris dari ‘Ali. Selain dua makna tersebut ada juga makna-makna lain seperti debu pembakaran api yang tidak kasat mata dan daun-daun yang berguguran dari pohon.

Ketika menafsikran ayat-ayat di atas Ibnu Katsir hampir sama seperti al-Thabari dalam mengutip beberapa riwayat seperti riwayat Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah. Hanya saja Ibnu Katsir menggarisbawahi beberapa ayat yang semakna dan sama dalam mendeskripsikan Hari Kiamat. Ayat 4, menurut Ibnu Katsir dapat dijelaskan dengan Q.S al-Zalzalah ayat 1, dan Q.S al-Hajj ayat 1. Sedangkan ayat 5, semakna dengan kandungan QS. al-Muzammil ayat 14.

Menurut Fakhruddin al-Razi ketika menafsirkan ketiga ayat di atas, gambaran Hari Kiamat adalah ketika tanah yang landai berhamburan seperti gunungan pasir sedangkan gunung-gunung hancur sehingga menjadi rata. Ketidakteraturan retakan bumi menjadikan manusia tidak memiliki tempat untuk berpijak. seperti bulu-bulu yang berhamburan sebagiamana digambarkan QS. al-Qari’ah ayat 5.

Al-Baidhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil juga memahami ketiga ayat di atas sebagai berikut. Menurutnya ketika bumi digoncangkan [rujjat al-ardh] maka tanah bergerak tidak beraturan dengan gerak yang cepat sehingga bangunan-bangunan tinggi hingga gunung-gunung hancur lebur, semuanya rata. Gunung-gunung seperti pada ayat 5, menjadi porak-poranda seperti tepung yang ditiup, tanahnya berhamburan.

Kata raja pada ayat 4, menurut Thahir Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir bermakna hentakan dan gerakan yang luar biasa kencang [al-idhtihirab wa al-taharruk al-syadid]. Pengulangan kata dengan bentuk mashdar, menurut Ibnu ‘Asyur dimaksudkan sebagai penguatan [ta’kid] untuk menunjukkan bahwa hal itu benar-benar akan terjadi. Hancur dan luluh lantaknya gunung-gunung, kata Ibnu ‘Asyur, merupakan deskripsi yang dapat ditemukan dalam ayat-ayat lain seperti Q.S al-Kahf [18] ayat 47 dan surat al-Naba’ [78] ayat 20.

Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa deskripsi gunung sebagai objek yang akan benar-benar dihancurkan juga berkaitan dengan psikologi manusia yang melihat gunung sebagai objek yang agung dan amat besar. Maka Allah Swt pada Hari Kiamat mampu untuk meluluhlantakkan semua gunung-gunung tersebut. Wallahu A’lam.

Video yang berhubungan