Dalam bidang apa saja yang menunjukkan perkembangan peradaban Islam pada masa daulah Ayyubiyah?

Academia.edu no longer supports Internet Explorer.

To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.

KOMPAS.com - Daulah Ayyubiyah adalah dinasti Muslim Sunni keturunan etnis Kurdi yang pernah berkuasa selama sekitar satu abad, antara 1174-1250.

Pada masa jayanya, dinasti yang berpusat di Mesir ini pernah menguasai hampir seluruh wilayah Timur Tengah.

Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri menggantikan Dinasti Fatimiyah, juga mencapai kemajuan di berbagai bidang, salah satunya di bidang ilmu pengetahuan.

Salah satu buktinya, lahirnya ilmuwan-ilmuwan Muslim terkemuka yang mahir dalam bidangnya.

Peran ilmuwan Muslim dalam membawa kegemilangan Dinasti Ayyubiyah pun sangat besar.

Berikut ini ilmuwan-ilmuwan Muslim masa Daulah Ayyubiyah dan karyanya.

Baca juga: Dinasti Ayyubiyah: Sejarah, Masa Kejayaan, Raja-raja, dan Keruntuhan

As-Suhrawardi al-Maqtul

As-Suhrawardi al-Maqtul adalah tokoh ahli filsafat pada masa Dinasti Ayyubiyah yang lahir di Persia barat laut pada 1154.

Ia penah belajar filsafat dan teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili di Maraghah dan Fakhr Al-Din Al-Mardini di Isfahan.

As-Suhrawardi al-Maqtul menjadi filsuf terkenal pada masa Dinasti Ayyubiyah melalui karya-karyanya, seperti Al-Talwihat, Hikmah, Al-Isyraq, Al-Muqawamat, dan Al-Masyari wa Al-Mutarahat.

Selama hidup, ia pernah menjadi guru dari anak Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, tetapi berakhir dibunuh karena dianggap menyesatkan.

Baca juga: Biografi Salahuddin Al Ayyubi, Pendiri Dinasti Ayyubiyah

Lahir di Allepo pada 1219, Ibnu Al-Adhim menuntut ilmu hingga ke Baitul Maqdis, Damaskus, Hijaz, dan Irak.

Ia pernah bekerja di istana Dinasti Ayyubiyah pada masa Amir Al Aziz dan An-Najir di Allepo.

Ibnu Al-Adhim pula yang dikenal sebagai ilmuwan muslim Dinasti Ayyubiyah yang pernah menjadi duta besar di Bagdad dan Kairo pada masa Amir Al Aziz dan An-Najir.

Al-Adhim diketahui menerbitkan beberapa karya fenomenal, dua di antaranya adalah Zubdah al hallab min tarikh Hallaba dan Bughyah at Thalib fi Tharikh Halaba.

Kitab tersebut berisi tentang sejarah Allepo/Halaba yang terdiri dari 10 jilid.

Ibnu al-Nafis

Ibnu al-Nafis adalah seorang ilmuwan yang mendeskripsikan secara detail terkait peredaran darah manusia.

Selain itu, tokoh yang lahir di Damaskus pada 1210 ini juga menjadi orang yang mengemukakan teori pembuluh darah kapiler.

Baca juga: Al-Zahrawi, Bapak Ilmu Bedah Modern

Ibnu Al-Qifti

Ibnu Al-Qifti adalah ilmuwan Muslim bidang sejarah pada masa Dinasti Ayyubiyah yang juga menjabat di pemerintahan.

Setelah meninggalnya Salahuddin Al-Ayyubi, ia pergi ke Allepo dan diangkat menjadi pejabat keuangan oleh Al-Malik Al-Zhahir.

Selama menjadi pejabat di Allepo, Ibnu Al-Qifti mulai mencurahkan perhatiannya pada dunia kepenulisan.

Ia telah melahirkan sebanyak 26 judul karya tulis, beberapa di antaranya adalah Inabah Al-Ruwat ala Anbah Al-Nuhat, Tarikh Al-Yaman, dan Al-Kalam ala Al-Muwaththa.

Al-Bushiri

Salah satu ilmuwan Muslim yang turut mendorong kebudayaan Islam pada masa Dinasti Ayyubiyah adalah Al-Bushiri.

Ia adalah seorang Sufi besar yang menjadi pengikut Thariqat Syadziliyah dan Sulthonul Auliya Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily.

Al-Bushiri sangat menonjol dalam bidang sastra, di mana ia menghasilkan karya terkenal berjudul Kasidah Burdah.

Beberapa puisinya diciptakan sebagai pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu, ia juga dikenal sebagai seorang ahli fikih, ilmu kalam, dan ahli tasawuf.

Baca juga: Faktor Pendukung Berdirinya Dinasti Ayyubiyah

Syams al Din Ibnu Khalikan

Syams al Din Ibnu Khalikan adalah seorang ilmuwan Muslim Kurdi abad ke-13, yang terkenal dengan karya ensiklopedia biografi yang berjudul Wafayat al-Ayan.

Ibnu Khalikan mulai mengerjakan karyanya tersebut pada 1256, dan baru selesai pada 1274.

Muhammad al-Idrisi

Abu Abdullah Muhammad al-Idrisi al-Qurtubi al-Hasani al-Sabti atau singkatnya Al-Idrisi dikenal sebagai ahli geografi dari Dinasti Ayyubiyah.

Ia adalah keturunan dari penguasa Idrisiyyah di Maroko, yang juga keturunan Hasan bin Ali.

Al-Idrisi memiliki karya di bidang geografi yang sangat fenomenal berjudul Nuzhatul Mushtaq, yang menjadi rujukan bagi ilmuwan dan sarjana di dunia.

Baca juga: 10 Tokoh Ilmuwan Muslim dan Keahliannya

Abul Barakat al-Baghdadi adalah seorang dokter, filsuf, dan ahli fisika yang pernah mengarang berbagai kitab keilmuan.

Salah satu kitabnya adalah di bidang filsafat, yang berjudul Kitab al-Mu'tabar yang berisi filsafat alam.

Ia juga menulis risalah yang menjelaskan kemunculan bintang pada malam hari.

Rashidun al-Suri

Rashidun al-Suri adalah seorang dokter di sebuah rumah sakit Dinasti Ayyubiyah yang juga menjadi dokter pribadi khalifah Al-Adil di Kairo.

Ia juga dikenal sebagai ilmuwan Muslim Dinasti Ayyubiyah dan ahli botani yang berkelana untuk memelajari tumbuh-tumbuhan untuk pengobatan.

Sebagai seorang dokter dan ahli botani, Rashidun al-Suri memiliki karya terkenal berjudul al-Adwiyat al-Mufradah.

Baca juga: Biografi Imam Hambali, Ahli Hadis yang Menyusun Kitab Al Musnad

Ibnu al-Baithar

Ibnu al-Baithar adalah ilmuwan yang lahir di Malaga, Spanyol, yang memiliki minat pada tumbuh-tumbuhan.

Ia pernah menjadi kepala herbalis masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah di Kairo.

Ibnu al-Baithar menghasilkan beberapa kitab terkenal yang berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi, berikut ini di antaranya.

  • Al-Jami' li Mufradat al-Adwiyyah wa al-Aghziyyah
  • Al-Mughni fi al-Adwiyyah al-Mufradah
  • Tafsir Kitab Diyasquridis

Referensi:

  • Usmani, Ahmad Rofi. (2015). Ensiklopedia Tokoh Muslim: Potret Perjalanan Hidup Muslim Terkemuka dari Zaman Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Mizan Media Utama.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Dalam bidang apa saja yang menunjukkan perkembangan peradaban Islam pada masa daulah Ayyubiyah?
Salah satu kemajuan Dinasti Ayyubiyah adalah arsitektur bentengnya, untuk menghalau serangan Tentara Salib yang menjadi rival utama Dinasti Ayyubiyah waktu itu.

BincangSyariah.Com – Dinasti Ayyubiyah memiliki peran penting dalam peradaban Islam selama ia berdiri. Selain penyebaran ajaran Islam Sunni di Timur Tengah dan Asia Tengah, kemajuan Dinasti Ayyubiyah juga terjadi di bidang-bidang lain, seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, ekonomi dan arsitektur.

Kejayaan dinasti ini memang terjadi begitu gemilang pada masa Shalahuddin al-Ayyubi, setelahnya kejayaan Dinasti Fatimiyah mulai runtuh karena keturunannya disibukkan dengan perebutan tahta dan mempertahankan wilayah. Ekspansi besar-besaran pun memang hanya terjadi pada masa Sholahuddin, selainnya semua tak seberapa.

Kemajuan Ekonomi

Pada masa Sholahuddin memimpin, ia beberapa kali menghadapi peperangan dari tentara Salib. Peperangan tersebut justru makin menguatkan hubungan dagangnya dengan Eropa. Produksi barang dagang makin meningkat khususnya dalam bidang pertanian dan perdagangan. Barang-barang yang diproduksi di bidang pertanian misalnya wijen, kharub, aprikot (buahnya mirip buah Persik), dan milet (jenis jewawut). Pendistribusian bahan-bahan tersebut justru makin meluas setelah terjadinya perang Salib. Hal tersebut karena mengundang para peziarah kristen yang berkunjung ke Yerussalem, sedangkan saat itu Yerussalem berada di tangan Islam.

Selain tanaman-tanaman, terdapat juga kerajinan yang terbuat dari berbagai bahan seperti kaca, tembikar dan emas juga meningkat. Dekorasi dan seni yang epik juga mengundang perhatian para peziarah. Selain alasan kemenangan Islam atas Yerussalem, hal yang menyebabkan ekonomi meningkat pada masa Sholahuddin adalah jalur dagang yang berada di laut merah saat itu hanya bisa ditempuh oleh Dinasti Ayyubiyah. Sedangkan jalur tersebut melewati pelabuhan Mesir dan Yaman.

Kemajuan Pendidikan

Begitu juga dalam bidang pendidikan. Kemajuan tersebut dibuktikan dengan adanya pembangunan-pembangunan madrasah. Lembaga-lembaga pendidikan yang dibangun bukan hanya bertujuan untuk pendidikan formal semata, melainkan juga untuk penyebaran Islam Sunni. Pembangunan madrasah terjadi di berbagai kota seperti di Aleppo, Yerussalem, Kairo dan Iskandariyah.

Bahkan, meski Ayyubiyah menganut teologi Sunni dan bermazhab Syafi’i, pemerintah juga membangun lembaga pendidikan untuk mazhab-mazhab fikih lain, seperti Hanafi, Hanbali dan Maliki. Meskipun, pembangunan lembaga pendidikan mazhab Syafi’i lebih mendominasi. Tapi hal tersebut menunjukkan bahwa Shalahuddin tidak menutup kesempatan kepada masyarakat untuk mempelajari mazhab lain.

Kesejahteraan guru dan siswa pada masa itupun sangat terjamin. Para guru selain dibayar, mereka juga diberi tempat tinggal dan hidup bersama siswa. Siswa di sana juga diwajibkan untuk tinggal di asrama yang telah disediakan. Kebijakan ini bertujuan agar siswa mendapatkan kesempatan belajar yang cukup leluasa. Mereka tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan, melainkan juga keterampilan lainnya bersama guru.

Intensitas pertemuan mereka dengan gurunya juga sangat banyak. Saat itu, lembaga pendidikan menjadi tempat yang sangat bergengsi. Orang-orang yang hendak bekerja di pemerintahan harus dipastikan telah lulus dari lembaga pendidikan tersebut.

Kemajuan Kesehatan

Sedangkan kemajuan dalam bidang kesehatan dibuktikan dengan pembangunan beberapa rumah sakit dan peningkatan pelayanan kesehatan di beberapa kota. Misal, Shalahuddin membangun dua rumah sakit di Damaskus dan Kairo. Tidak hanya lembaga kesehatan untuk masyarakat, tetapi juga dibangun sekolah khusus kesehatan. Pada masanya lahirlah cendekiawan dan dokter yang juga mengabdi di rumah sakit tersebut seperti Musha bin Maimun dan Ibnu al-Baithar yang sangat masyhur itu. Beberapa dokter tidak hanya mengabdi dan bekerja di rumah sakit umum, tetapi juga ada sebagian yang mengabdi di istana dan bekerja di sana.

Kemajuan Arsitektur

Tidak luput juga kemajuan di bidang arsitektur. Pada masa kepemimpinan Sholahuddin, ia menutup Kairo dan al-Fusthat di dalam tembok kota. Teknik perbentengan juga banyak ia pelajari dari tentara salib dan Dinasti Fatimiyah. Masjid al-Firdaus yang dibangun di Aleppo pada tahun 1236 dianggap sebagai mahakarya dari dinasti ini. Begitu juga dengan pembangunan tembok di Kairo yang dibangun demi pertahanan militer. Pembangunan dimulai pada masa Sholahuddin dan diselesaikan pada masa kepemimpinan Khalifah al-Kamil. Begitulah beberapa kemajuan yang sempat terjadi dan dibangun pada pemerintahan Dinasti Ayyubiyah sampai akhirnya ia runtuh di tangan Dinasti Mamluk.

*Dikelola dari berbagai sumber