Dibawah ini yang boleh dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji kecuali

Ini Tata Cara Ibadah Haji yang Perlu Kamu Ketahui

Dibawah ini yang boleh dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji kecuali

Diterbitkan pada 18 Sep 2020

Siapa saja yang melakukan ibadah haji di Tanah Suci pasti berharap menjadi haji mabrur. Salah satu kiat menjadi haji mabrur adalah melaksanakan semua rangkaian haji, mulai dari rukun, wajib, dan sunnah haji sesuai tuntunan syariat.

Dalam rangkaian ibadah haji, jemaah melakukan sejumlah amalan di antaranya wukuf, mabit, thawaf, sa'i, dan amalan-amalan lainnya. Berikut ini beberapa hal yang perlu kamu ketahui dalam pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci:
 

1. Rukun Haji

Dalam pelaksanaan ibadah haji, jemaah harus memenuhi enam rukun haji agar ibadahnya sah. Rukun haji wajib dipenuhi dan tidak bisa diganti dengan amalan lain maupun dengan membayar dam atau denda.

Enam rukun haji yaitu:

1. Ihram 2. Wukuf di Arafah 3. Tawaf Ifadah 4. Sa'i 5. Bercukur

6. Tertib, sesuai urutannya.

Jika salah satu dari enam rukun haji itu tidak dilaksanakan, maka ibadah haji dianggap tidak sah.
 

2. Wajib Haji

Wajib haji merupakan amalan-amalan yang harus dilakukan dalam rangkaian ibadah haji. Jika salah satu tidak dilakukan, ibadah haji seseorang tetap sah, tetapi ia harus menggantinya dengan membayar dam. Apa saja yang termasuk dalam wajib haji? Berikut ini lima wajib haji yang harus dilakukan jemaah haji:

1. Ihram, yakni niat berhaji dari miqat 2. Mabit di Muzdalifah 3. Mabit di Mina 4. Melontar jamrah ula, wustha, dan aqabah 5. Thawaf wada’ (bagi yang akan meninggalkan Makkah)

3. Ritual Ibadah Haji

Puncak ibadah haji ditandai dengan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah atau biasa disebut sebagai hari Arafah. Karena termasuk rukun haji, jemaah yang tidak mengerjakan wukuf di Arafah berarti dianggap tidak mengerjakan haji. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi:

"Haji itu hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam hari jam’in (10 Dzulhijjah sebelum terbit fajar) maka sesungguhnya ia masih mendapatkan haji." (HR. At-Tirmidzi dari Abdurrahman bin Ya’mar RA).

Dalam buku panduan Kementerian Agama, rangkaian ibadah sebelum wukuf, saat wukuf, hingga setelah wukuf disebut dengan ritual haji dan dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah. Para jemaah berangkat menuju Arafah mulai pukul 07.00 waktu Arab Saudi pada tanggal 8 Dzulhijjah, atau disebut sebagai hari tarwiyah, dengan menaiki bus. Dalam perjalanan dari Makkah menuju Arafah, jemaah disarankan untuk senantiasa berzikir, membaca talbiyah, shalawat, maupun berdoa.

a. Wukuf di Arafah

Wukuf di Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah setelah matahari tergelincir dan berakhir saat terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Wukuf berarti berhenti, diam tanpa bergerak, dan dilakukan dalam suasana tenang. Saat wukuf, seluruh jemaah haji berkumpul di Arafah.

Selama wukuf, kegiatan yang dilakukan jemaah di antaranya mendengarkan khutbah wukuf, memperbanyak zikir, membaca Al Quran, dan memanjatkan doa. Wukuf bisa dilakukan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, setelah khutbah wukuf dan shalat jamak qashar taqdim Zuhur dan Ashar.  

b. Mabit di Muzdalifah

Mabit artinya bermalam. Mabit di Muzdalifah atau bermalam di Muzdalifah dilakukan oleh jemaah haji pada tanggal 10 Dzulhijjah. Muzdalifah merupakan daerah yang terletak di antara Arafah dan Mina. Jemaah haji mengumpulkan batu kerikil di tempat ini dan nantinya digunakan untuk melempar jumrah. 

c. Mabit di Mina

Mabit di Mina juga wajib dilakukan jemaah haji. Salah satu yang dilakukan di Mina adalah melontar jamrah atau jumrah. Bermalam di Mina dilakukan pada tanggal 11-12 Dzulhijjah atau dua malam hingga 13 Dzulhijjah.

d. Melontar jumrah

Melontar jumrah hukumnya wajib. Ibadah ini dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan pada hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Melontar jumrah dilakukan dengan melontar batu kerikil ke arah jamrah Sughra, Wustha, dan Kubra dengan niat mengenai obyek jamrah (marma) dan kerikil masuk ke dalam lubang marma. Bagi yang tidak melakukannya, mereka harus membayar dam (denda) atau fidyah. 

e. Tawaf Ifadhah

Tawaf Ifadhah dilakukan jemaah haji setelah pulang dari Mina pada tanggal 12 atau 13 Dzulhijjah atau setelah Wukuf di Arafah. Tawaf Ifadhah dilakukan dengan mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali dan tidak ada jam tertentu.

f. Sa'i

Sai'i merupakan rukun haji sehingga wajib dilakukan oleh jemaah haji. Sa'i dilakukan dengan berjalan dari Safa ke Marwah dan kembali lagi sebanyak tujuh kali. Perjalanan dimulai dari Safa dan berakhir di Marwah, dengan syarat dan cara-cara tertentu. Pada saat jemaah haji berjalan menuju Safa, ia akan menghadap Kabah dan membaca takbir dan tahlil. Setelah itu jemaah haji bisa berjalan menuju Marwah sambil berzikir dan berdoa.

g. Tawaf Wada'

Tawaf Wada' dikenal juga dengan tawaf perpisahan. Tawaf ini dilakukan ketika jemaah akan meninggalkan Makkah untuk kembali ke negaranya masing-masing. 

Itulah tata cara ibadah haji yang penting untuk kamu pahami sebelum berangkat. Dengan memahami tata cara ibadah haji, semoga ibadah haji bisa kamu jalankan dengan lancar dan menjadi haji mabrur. Yuk, persiapkan diri kamu untuk menjadi Haji Muda bersama Principal Indonesia!

Dibawah ini yang boleh dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji kecuali

(Foto: news.at) (Foto: news.at)

Jamaah haji dilarang melakukan beberapa hal ketika ia memasuki ihram. Apa yang seharusnya boleh dilakukan di luar ihram menjadi haram selama jamaah haji dalam keadaan ihram. Jamaah haji yang melanggar larangan tersebut kan terkena sanksi yang berkaitan dengan ibadah hajinya.

Syekh Abu Syuja dalam Taqrib menyebut sepuluh hal yang menjadi larangan sepanjang seseorang menunaikan ibadah haji di tanah suci. Semua larangan ini memiliki konsekuensi bila dilanggar oleh jamaah haji yang bersangkutan.

فصل ويحرم على المحرم عشرة أشياء لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه من المرأة  وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة

Artinya, “Pasal. Jamaah haji yang sedang ihram haram melakukan sepuluh hal: mengenakan pakaian berjahit, menutup kepala bagi laki-laki, menutup wajah bagi perempuan, mengurai rambut, mencukur rambut, memotong kuku, mengenakan wewangian, membunuh binatang buruan, melangsungkan akad nikah, dan berhubungan badan. Demikian juga dengan bermesraan dengan syahwat.”

Namun demikian, pandangan Abu Syuja diberi catatan oleh para ulama Syafiiyah sesudahnya. KH Afifuddin Muhajir mendokumentasikan catatan verifikasi para ulama Syafiiyah tersebut. Menurutnya, sebagian larangan haji yang disampaikan Syekh Abu Syuja masuk ke dalam makruh, bukan larangan haji.

ـ (وترجيل) أي تسريح (الشعر) وهذا ضعيف والمعتمد أنه مكروه

Artinya, “(Mengurai) melepas (rambut). Pendapat ini lemah. Pendapat yang muktamad menyatakan bahwa hokum mengurai rambut adalah makruh bagi jamaah haji yang sedang ihram,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 92).

Sedangkan Syekh Nawawi Banten menerangkan kelonggaran perihal larangan potong kuku dan rambut atau bulu yang keberadaannya cukup “mengganggu”. Ia menerangkan bahwa potong kuku atau potong sedikit rambut yang menghalangi mata dibolehkan tanpa konsekuensi sanksi.

والخامس  تقليم الأظفار أي إزالتها من يد أو رجل بتقليم أو غيره إلا إذا انكسر بعض ظفر المحرم وتأذى به فله إزالة المنكسر فقط) ولا فدية عليه وكذلك إذا طلع الشعر في العين وتأذى به فله إزالته

Artinya, “(Kelima memotong kuku. Maksudnya, menghilangkan kuku tangan dan kuku kaki dengan cara memotong atau cara lainnya. Tetapi , jika sebagian kuku jamaah haji yang sedang ihram tersebut terbelah dan ia menjadi sakit (terganggu) karenanya, maka ia boleh memotongnya) dan tidak perlu membayar fidyah. Demikian halnya dengan kemunculan rambut atau bulu di mata, dan ia menjadi terganggu karenanya, maka ia boleh mengguntingnya,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, halaman 125).

Meskipun terdapat pengecualian, secara umum semua larangan ini mengandung konsekuensi. Pelanggaran terhadap larangan ini secara umum mengharuskan jamaah haji untuk membayar fidyah baik berupa kambing, puasa, atau sanksi lainnya.

Pelanggaran terberat adalah hubungan seksual yang berdampak pada kerusakan ibadah haji seorang jamaah di tahun tersebut dengan kewajiban meneruskan rangkaian ibadah hajinya hingga selesai, dan kewajiban mengqadhanya pada tahun selanjutnya.

وفي جميع ذلك الفدية إلا عقد النكاح فإنه لا ينعقد ولا يفسده إلا الوطء في الفرج ولا يخرج منه بالفساد في فاسده

Artinya, “Semua larangan itu (jika dilanggar) terdapat sanksi fidyah kecuali akad nikah, maka nikahnya tidak sah. Tidak ada yang merusak haji kecuali larangan hubungan badan melalui kemaluan. Jamaah haji yang melakukan hubungan badan tidak boleh keluar dari rangkaian ibadah haji karena telah rusak ibadahnya (tetapi menyelesaikannya hingga selesai).

Jadi larangan-larangan haji menurut pendapat ulama Syafi’iyah yang muktamad adalah sebagai berikut:

1. Mengenakan pakaian berjahit

2. Menutup kepala bagi laki-laki,

3. Menutup wajah bagi perempuan

4. Mencukur rambut atau bulu,

7. Membunuh binatang buruan,

8. Melangsungkan akad nikah,

10.Bermesraan dengan syahwat. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Kumpulan Khutbah Menyambut Hari Kemerdekaan