Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kemunduran atau mati suri nya koperasi di Indonesia

Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial harus mampu berkembang dan menjalankan kegiatannya secara seimbang, antara menjalankan kegiatan ekonomi juga diisi dengan kegiatan yang mengandung nilai-nilai kemasyarakatan. Sebagai badan usaha, koperasi merupakan badan usaha  yang harus mampu berdiri sendiri menjalankan kehidupannya yang lebih sehat dan sejahtera bagi para anggotanya.

Koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum yang lemah untuk membela keperluan hidupnya. Untuk mencapai keperluan hidupnya dengan ongkos yang semurah-murahnya, itulah yang dituju pada koperasi didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan [Hatta, 1954]. Koperasi adalah suatu perkumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung risiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan. [ILO, 1966 dikutip dari Sumarsono, 2003].

Dari kedua pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa Koperasi setidak-tidaknya memiliki atau terdapat dua unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Unsur pertama adalah unsur ekonomi, sedangkan unsur yang kedua adalah unsur sosial. Untuk dapat mencapai kedua unsur tersebut, maka manajemen koperasi merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan atau ditinggalkan untuk dapat mengelola koperasi secara efektif dan efisien. Dengan manajemen kegiatan yang akan dilaksanakan sudah melalui proses perencanaan yang matang, melalui pengorganisasian, melalui pengarahan serta pengawasan yang efektif.

1. Perencanaan.

Perencanaan merupakan penentuan terlebih dahulu apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dimana harus dikerjakan, siapa yang akan mengerjakan, mengapa itu semua harus dikerjakan, dan bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan. Dengan perencanaan ini maka akan terlihat bagaimana masalah yang akan dihadapi, seberapa besar hasil yang akan didapat, serta kendala-kendala apa yang akan dihadapi.

2. Pengorganisasian.

Tujuan dari pengorganisasi ini adalah untuk mengelompokan kegiatan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang dimiliki koperasi agar pelaksanaan dari suatu rencana dapat dicapai secara efektif dan efisien.

3. Pengarahan

Organisasi yang sudah ada, struktur yang sudah ada serta sumber daya manusia yang sudah tersedia tidak mungkin dapat berkerja dengan maksimal, tanpa adanya suatu pengarah. Semua karyawan yang ada bekerja dalam suatu arahan, sehingga tidak berjalan sendiri-sendiri.

4. Pengawasan

Pengawasan merupakan suatu upaya yang sistematis untuk menentapkan standar prestasi dengan sasaran-sasaran. Dengan adanya pengawasan, maka kegiatan koperasi dapat berjalan seperti yang diharapkan bersama.

Sumber : Abdul Muis ,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Koperasi, Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006.

Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya sejauh ini menemui persoalan internal yang harus dituntaskan, yaitu soal komitmen para anggota untuk saling memiliki koperasi.

Dalam berkoperasi, pemahaman para anggota sekadar memanfaatkan simpan-menyimpan, akan tetapi tak pernah meminjam untuk kegiatan usaha. Ini yang dinamakan tak punya rasa komitmen dalam berkoperasi.

"Paradigma ini yang harus dirubah oleh para pelaku koperasi secara internal, apabila koperasi di Indonesia ingin maju dan berkembang," ujar Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia [SDM] Kementerian Koperasi dan UKM, Rulli Nuryanto dalam kata sambutannya di seminar sehari oleh Dewan Koperasi Indonesia [Dekopin] Papua dengan tema Reformasi Koperasi dan Reformasi Industri 4.0 di Jayapura, Selasa [6/08/2019].

Lebih jauh, Rulli menegaskan, persoalan komitmen berkoperasi menjadi pemikiran bersama karena sejatinya keberadaan koperasi bukan untuk kepentingan pengurus dan pengelola saja, tapi kebersamaan dan berorientasi pada kesejahteraan para anggota.

Baca Juga: Koperasi Generasi Baru Harus Berpayung Hukum

Untuk itu, jiwa-jiwa komitmen dalam berkoperasi harus ditumbuhkan sebagai spirit dalam memajukan koperasi. Semua itu, tak lepas dari pondasi koperasi, yaitu para anggotanya. Jika anggota koperasi lemah, maka lemah pula koperasinya. 

Rulli mencontohkan, ketika sebuah koperasi memiliki toko, para anggota berbelanja ke toko tersebut, tidak ke toko lain. Begitu juga ketika koperasi memiliki dan menjual produk-produk, kemudian para anggota membeli produk tersebut.

"Cara pandang ini yang harus dimiliki para anggota dalam rangka menuju reformasi koperasi," paparnya.

Selain persoalan internal yang menjadikan tantangan ke depan koperasi, Rulli juga menyampaikan tentang bonus demografi yang harus disikapi oleh para pelaku koperasi, agar koperasi bisa diterima oleh kalangan anak muda. Koperasi pun harus mampu berbenah diri mengikuti perubahan zaman dan menarik untuk dimanfaatkan kawula muda.

Mengapa koperasi itu menarik? Karena koperasi hebat dan keren. Sikap inilah yang harus tumbuh dan disampaikan pada mereka bahwa koperasi adalah entinitas bisnis yang dimiliki bersama.

"Dahsyatnya lagi, koperasi bisa membuat perseroan [PT] untuk memaksimalkan bisnis, sementara PT tak bisa membuat koperasi," jelasnya.

Baca Juga: Hadapi Kemajuan Teknologi, Koperasi Mesti Siapkan SDM Andal

Sementara Ketua Dekopin Wilayah Papua, Sulaiman Hamzah menuturkan, perkembangan koperasi masih menghadapi masalah, baik di bidang kelembagaan maupun usaha koperasi itu sendiri. Masalah tersebut bersumber dari dalam maupun dari luar koperasi.

Masalah lain, menurutnya, terkait aset koperasi dan bantuan pemerintah dari APBD atau APBN yang tersebar di desa dan kampung-kampung, harus tetap dipertahankan sebagai kekayaan koperasi, bukan untuk digunakan secara pribadi. Jika digunakan secara pribadi, lama-kelamaan aset koperasi tersebut akan hilang.

"Di sinilah pemerintah harus hadir memberikan sosialisasi, edukasi, dan penyuluhan terkait aset pemberian pemerintah tersebut," tandas Sulaiman.

Investasi terbaik ialah investasi leher ke atas. Yuk, tingkatkan kemampuan dan keterampilan diri Anda dengan mengikuti kelas-kelas di WE Academy. Daftar di sini.

Setelah delapan tahun sejak krisis keuangan dunia yang dimulai di Amerika Serikat, koperasi dianggap sebagai titik terang dalam mengatasi kondisi ekonomi yang stagnan, penurunan upah riil, meningkatnya ketidaksetaraan, penghematan publik yang berlebih lebihan dan kerusakan sosial dan lingkungan. 

Lebih dari satu miliar orang di dunia sekarang terlibat sebagai anggotakoperasi, dimana produsen, konsumen dan berbagai pihak dalam berbagai kombinasi adalah pemilik dan penerima manfaat utama dari pembagian kue ekonomi. "Sejak 2008, bahkan menurut laporan Organisasi Buruh Internasional [ILO], keuangan koperasi dan perusahaan mutual lainya mengungguli bank-bank konvensional dalam hampir setiap ukuran," kata  Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi [LePPeK] Suroto dalam keterangan resmi, Senin [1/8/2016].

Dukungan politik bagi koperasi bersamaan meningkat, dari pimpinan Vatikan Paus Fransiskus Xaverius  sampai denganSekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Banyak ekonom dan tokoh dunia lainya yang menyebut, inilah saatnya satu perubahan dimulai, bagaimana setiap orang dapat mengendalikan pasar melalui kepemilikkan perusahaan secara kolektif melalui koperasi, perusahaan mutual, maupun dengan model kepemilikkan saham perusahaan oleh buruh [employee share ownership plan-ESOP]. 

AMKI: Praktik Sesat Koperasi Masih Saja Terjadi di Indonesia

Krisis telah mendorong kearah transisiperusahaan yang  sebelumnya kapitalis menjadi usaha demokratis di berbagai negara seperti Argentina, Yunani, Italia dan Amerika Serikat. Orang-orang juga mulai terbelalak dengan ketahanan koperasi yang dikembangkan di Basque,Spanyol dan Italia Emilia Romagna, serta contoh yang kurang  terkenal di Venezuela, Quebec serta utamanya daerah lain yang terkena dampak krisis ekonomi.

"Dunia mulai berubah kearah perbuatan, bukan argumen. Mereka telah menunjukkan bahwa produksi dalam skala besar dan sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dapat dilakukan tanpa kelas ahli, tapi kelas tukang. Hasilnya, sarana kerja tidak perlu dimonopoli sebagai sarana kelas atas,orang tidak perlu bekerja seperti budak di tempat-tempat kerja. Orang-orang mulai percaya bahwa cara koperasi dapat menjadi solusi bagi sistem kapitalisme yang ekploitatif dan selalu mengancam kehidupan orang orang kecil dalam krisis," jelas Suroto.

Masalah Fundamental Koperasi

Dalam setiap rezim di republik ini, koperasi selalu didengungkan sebagai soko guru ekonomi. Semua terdengar indah walaupun realitasnya sungguh jauh dari harapan. Dari sejak jaman Indonesia merdeka, koperasi kita secara agregat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, bahkan mengalami banyak kemunduran secara konsepsional. 

Pada awal Indonesia merdeka, kontribusi koperasi terhadap perekonomian kita hanya 1,5 persen [Hatta, 1951]. Hingga sampai akhir tahun 2014, kontribusi koperasi kita hanya 1,7 persen atau sekitar Rp187 triliun dari Produk Domestik Bruto[PDB] kita yang sebesar Rp10.377 triliun. 

Sementara jumlah koperasi berbadan hukum kita hingga akhir tahun 2014 berjumlah 209.355. Dimana berarti hampir rata-rata ada 3 koperasi formal di setiap desa yang diklaim beranggotakan lebih dari 36 juta orang. 

"Kita jadi pemilik koperasi terbanyak di dunia, tapi tidak dalam semngat perkoperasianya. Dalam percaturan bisnis, koperasi terlewat dari lintas bisnis modern dan hanya jadi bagian dari sub-ordinat bisnis lainya. Koperasi berada dalam masalah yang fundamental, baik masalah paradigmatik, regulasi maupun kebijakan. Jangankan jadi soko guru, jadi soko pinggiranpun tidak," jelas Suroto.

Secara paradigmatik cara berkoperasi kita dipahami secara salah.  Koperasi dianggap sebagai sebuah bisnis yang tidak ada bedanya dengan usaha lainya, yaitu sebagai asosiasi berbasis modal [capital-based association]. Koperasi gagal dipahami sebagai organisasi berbasis orang [people-based association] yang tidak bebas nilai.

Dalam praktek, karena begitu dominannya usaha koperasi di sektor simpan pinjam, maka koperasi itu juga dipahami hanya sebagai usaha yang pantas digerakkan di sektor ini.  Koperasi yang secara natural berfungsi untuk penuhi kebutuhan domestik pangan dan enerji justru gagal. 

Jenis koperasi pekerja [worker co-operative] yang harusnya menjadi inti dari pergerakan koperasi di sektor riel tidak berkembang sama sekali. Apalagi jenis koperasi baru yang berparadigma multipihak [multistakeholder] yang sekarang mulai banyak berkembang pesat.   

Bahkan muncul kesan, koperasi itu tak lebih dari usaha simpan-pinjam, bisnis kecil-kecilan dan hidupnya tergantung dari program pembinaan pemerintah. Koperasi bahkan tidak lagi dianggap penting sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang perlu diajarkan. Faktanya koperasi sebagai mata pelajaran di sekolah dan perkuliahan di kampus telah banyak dihapus. 

"Koperasi citranya juga terus dibiarkan dirusak di lapangan oleh praktek rentenir berbaju koperasi. Hingga pada akhirnya, masyarakat sebagianya mengenal koperasi itu sebagai kegiatan yang tak ada bedanya dengan rentenir dan bahkan secara serampangan sering dibilang usaha yang berbau riba," tutup Suroto.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề