Ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta waris sesuai ajaran Islam

Ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta waris sesuai ajaran Islam

refleksi


sumber ilustrasi : unduhan

ILMU TENTANG KETENTUAN PEMBAGIAN

                     HARTA WARIS MENURUT HUKUM ISLAM               

Dari segi bahasa, kata mawaris  artinya harta yang diwariskan. Secara istilah, berarti ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Dinamakan ilmu mawāriṡ karena mempelajari tentang ketentuanketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut hukum Islam.

Ilmu mawāriṡ disebut juga ilmu farāiḍ ( فَرَائِضِ ).  Kata farāiḍ dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari فَرِيْضَة  yang berarti ketentuan, bagian atau ukuran. Menurut istilah, farāiḍ adalah ilmu tentang bagaimana membagi harta peninggalan seseorang setelah meninggal. Disebut ilmu farāiḍ karena membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap masing-masing ahli waris.

Dengan kata lain ilmu mawāriṡ atau ilmu farāiḍ adalah ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut Islam. Orang yang meninggal dunia disebut al-Muwarriṡ ( اَلمُوَرِّثْ )  bentuk jamaknya اَلمُوَرِّثُوْنَ  sedangkan ahli warisnya disebut al-wāriṡ ( اَلوَارِثْ )  bentuk jamaknya اَلْوَارِثُوْن  dan harta peninggalan atau harta pusakanya disebut al-mīrāṡ اَلْمِيَْاثْ  ataual irṡ .الِرْثٌ

Tujuan ilmu mawāriṡ adalah membagi harta pusaka sesuai dengan ketentuan naṣ sesuai dengan keadilan sosial dan tugas serta tanggung jawab masing-masing ahli waris

Dasar hukum ilmu mawāriṡ adalah Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah Saw. Adapun ayat-ayat yang menjadi dasar dari ilmu mawāriṡ adalah surat An-Nisa’ : 7 dan ayat 11 dan 12.

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.(Q.S. An-Nisa’ : 7)

Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fikih mawāriṡ adalah farḍu kifāyah. Artinya kewajiban yang apabila telah di laksanakan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban bagi semua orang. Tetapi apabila tidak ada seorang pun yang menjalankan kewajiban tersebut, maka semuanya berdosa. Ini sejalan dengan perintah Rasulullah Saw agar umatnya mempelajari dan mengajarkan ilmu farāiḍ sebagaimana mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an :

Karena pentingnya kedudukan ilmu farāiḍ dalam masyarakat sehingga Nabi menyebut farāiḍ sebagai separuh ilmu, sebagaimana sabda beliau :   “Belajarlah ilmu farāiḍ dan ajarkanlah kepada manusia maka sesungguhnya (ilmu) farāiḍ adalah separoh ilmu agama dan ia akan dilupakan (oleh manusia) dan merupakan ilmu yang pertama diambil dari ummatku (HR. Ibnu Mājah dan Dāruqutni)

Ilmu Faraid / Faroid / Fara'id / Faro'id adalah ilmu yang diketahui dengannya siapa yang berhak mendapat waris, siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.[1] Menurut Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, definisi ilmu al-faraidh yang paling tepat adalah apa yang disebutkan Ad-Dardir dalam Asy-Syarhul Kabir (juz 4, hal. 406), bahwa ilmu al-faraidh adalah: “Ilmu yang dengannya dapat diketahui siapa yang berhak mewarisi dengan (rincian) jatah warisnya masing-masing dan diketahui pula siapa yang tidak berhak mewarisi.”[2] Pokok bahasan ilmu al-faraidh adalah pembagian harta waris yang ditinggalkan si mayit kepada ahli warisnya, sesuai bimbingan Allah dan Rasul-Nya.[2] Demikian pula mendudukkan siapa yang berhak mendapatkan harta waris dan siapa yang tidak berhak mendapatkannya dari keluarga si mayit, serta memproses penghitungannya agar dapat diketahui jatah/bagian dari masing-masing ahli waris tersebut.[2] Dasar pijakannya adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah n, dan ijma’.[2] Adapun Al-Qur’an, maka sebagaimana termaktub dalam Surah An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176.[2]

Ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta waris sesuai ajaran Islam

Contoh sebuah rumah yang bisa dijadikan sebagai harta waris

  1. ^ "Cara Menghitung Warisan Sesuai Syariat Islam yang Benar". Evermos. 2021-09-27. Diakses tanggal 2021-09-27. 
  2. ^ a b c d e "Mengenal Ilmu Faraidh". Asy-Syariah Online. 2011-11-19. Diakses tanggal 2014-06-24.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ilmu_faraid&oldid=19183359"

https://pixabay.com/users/succo-96729/ - Hukum mempelajari ilmu waris

Hukum mempelajari ilmu waris memiliki dasar hukumnya sendiri seperti yang sudah diatur dalam beberapa hadits. Jika Anda masih bingung tentang apa yang dimaksud dengan ilmu waris, pengertian ilmu waris atau mawaris adalah ilmu tentang suatu bagian warisan ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara.

Ilmu waris juga biasa disebut dengan ilmu faraidh. Pengertian Ilmu faraidh menurut kitab mughnil muhtaj, Asy Syarbiny adalah

اَلْفِقْهُ الْمُتَعَلَّقُ بِالْاِرْثِ وَمَعْرِفَةِ الْحِسَابِ الْمُوْصِلِ اِلَى مَعْرِفَةِ ذَلِكَ وَمَعْرِفَةِ قَدْرِ الْوَاجِبِ مِنَ التِّرْكَةِ لِكُلِّ ذِىْ حَقٍّ

Artinya: Ilmu faraidh adalah ilmu Fiqh yang berpautan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap hak pusaka.

Hukum Mempelajari Ilmu Waris dan Dasar Hukumnya

Mempelajari ilmu waris berguna untuk memahami tentang bagaimana pembagian harta warisan yang baik sesuai dengan syari’at islam.

Menurut Ulama’ Fiqh hukum mempelajari ilmu waris adalah fardhu kifayah, maksudnya adalah apabila di suatu daerah tersebut sudah ada yang mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris (faraidh) maka kewajiban tersebut sudah gugur, namun jika ternyata di daerah tersebut sama sekali belum ada yang mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris atau ilmu faraidh maka setiap orang di daerah tersebut mendapatkan dosa.

Dasar hukum kewajiban fardhu kifayah di dalam mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris (faraidh) terdapat di dalam Al qur’an dan Hadits sebagai berikut :

تَعَلِّمُواالْقُرْآنَ وعَلِّمُوْهُ النَّاسَ, وَتَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَاالنَّاسَ، فَاِنِّى امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ مَرْفُوعٌ وَيُوْشِكُ اَنْ يَخْتَلِفَ اِثْنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلَا يَجِدَانِ اَحَدًايُخْبِرُهَا (اخرجه أحمد والنسائ و الدارقطنى

Artinya: Pelajarilah al qur’an dan ajarkannya kepada orang-orang dan pelajarilah Ilmu faraidh serta ajarkanlah kepada orang-orang. Karena saya adalah orang yang bakal direnggut (mati), sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir-hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup memfatwakannya kepada mereka. (Hadits riwayat ahmad , An Nasai dan Daruquthniy)

أَقْسِمُوا الْمَالَ بَيْنَ اَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ اللّهِ (رواه مسلم وابو داود

Artinya : Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut kitabullah (Al-Qur’an) (Hadits Riwayat Muslim dan Abu Dawud.)

https://pixabay.com/users/succo-96729/

Tujuan Mempelajari Ilmu Waris

  • Melaksanakan kewajiban mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh

  • Melakukan pembagian harta waris kepada yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan syari’at islam

  • Menyelesaikan permasalahan tentang pembagian harta warisan

  • Menghindari pertengkaran dan permusuhan di antara ahli waris

  • Melestarikan syiar ajaran agama islam

Melansir dari buku Hukum Kewarisan Islam, Prof. Dr. Amir Syarifuddin, 2015, bahwasanya Islam pada dasarnya memberikan perlindungan sepenuhnya pada harta benda yang dimiliki oleh manusia, baik ketika manusia tersebut masih hidup ataupun sudah meninggal dunia. (DNR)