Isi UU No. 8 Tahun 1999 tentang PERLINDUNGAN Konsumen

Konsumen adalah setiap orang yang pemakai barang dan /atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak unuk diperdagangkan. Hal ini dapat bersifat dalam segala transaksi jual beli, secara langsung maupun secara online seperti yang kini kian marak. Walaupun adanya transaksi yang tidak melalui tatap muka, konsumen tetap berhak untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan pemberitahuan sebelumnya atau barang yang sesuai dengan yang dijanjikan.

Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah keseluruhan peraturan dan hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen (Sidobalok 2014:39).

Hal ini dapat bersifat dalam segala transaksi jual beli, secara langsung maupun secara online seperti yang kini kian marak. Walaupun adanya transaksi yang tidak melalui tatap muka, konsumen tetap berhak untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan pemberitahuan sebelumnya atau barang yang sesuai dengan yang dijanjikan.

Hak Konsumen

Hak sebagai konsumen diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia yang berlandaskan pada Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33 yang dapat diketahui sebagai berikut:

Hak dalam memilih barang

Konsumen memiliki hak penuh dalam memilih barang yang nantinya akan digunakan atau dikonsumsi. Tidak ada yang berhak mengatur sekalipun produsen yang bersangkutan. Begitu juga hak dalam meneliti kualitas barang yang hendak dibeli atau dikonsumsi pada nantinya.

Hak mendapat kompensasi dan ganti rugi

Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi maupun ganti rugi atas kerugian yang diterimanya dalam sebuah transaksi jual beli yang dilakukan. Apabila tidak adanya kecocokan dalam gambar maupun kualitas, konsumen berhak melakukan sebuah tuntutan terhadap produsen.

Hak mendapat barang/jasa yang sesuai

Konsumen berhak untuk mendapat produk dan layanan sesuai dengan kesepakatan yang tertulis. Sebagai contoh dalam transaksi secara online, apabila terdapat layanan gratis ongkos kirim, maka penerapannya harus sedemikian. Bila tidak sesuai, konsumen berhak menuntut hak tersebut.

Hak menerima kebenaran atas segala informasi pasti

Hal yang paling utama bagi para konsumen, guna mengetahui apa saja informasi terkait produk yang dibelinya. Produsen dilarang menutupi ataupun mengurangi informasi terkait produk maupun layanannya. Sebagai contoh apabila ada cacat atau kekurangan pada barang, produsen berkewajiban untuk memberi informasi kepada konsumen.

Hak pelayanan tanpa tindak diskriminasi

Perilaku diskriminatif terhadap konsumen merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas hak konsumen. Pelayanan yang diberikan oleh produsen tidak boleh menunjukkan perbedaan antara konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya.

Alasan Mengapa Konsumen Butuh Perlindungan

Perlindungan konsumen dibutuhkan untuk menciptakan rasa aman bagi para konsumen dalam melengkapi kebutuhan hidup. Kebutuhan perlindungan konsumen juga harus bersifat tidak berat sebelah dan harus adil. Sebagai landasan penetapan hukum, asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UUPK 8/1999, dengan penjelasan sebagai berikut:

Asas Manfaat

Konsumen maupun pelaku usaha atau produsen berhak memperoleh manfaat yang diberikan. Tidak boleh bersifat salah satu dari kedua belah pihak, sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasakan manfaat ataupun kerugian.

Asas Keadilan

Konsumen dan produsen/pelaku usaha dapat berlaku adil dengan perolehan hak dan kewajiban secara seimbang atau merata.

Asas Keseimbangan

Sebuah keseimbangan antara hak dan kewajiban para produsen dan konsumen dengan mengacu pada peraturan hukum perlindungan konsumen.

Asas Keamanan dan Keselamatan

Sebuah jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengganggu keselamatan jiwa dan harta bendanya.

Asas Kepastian Hukum

Sebuah pemberian kepastian hukum bagi produsen maupun konsumen dalam mematuhi dan menjalankan peraturan hukum dengan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Hal ini dilakukan tanpa membebankan tanggung jawab kepada salah satu pihak, serta negara menjamin kepastian hukum.

Penjelasan UU Perlindungan Konsumen

Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa perlindungan konsumen diperuntukan untuk pemberian kepastian, keamanan serta keseimbangan hukum antara produsen dan konsumen. Tujuan dibuatnya perlindungan konsumen dapat dijelaskan dalam dalam Pasal 3 UUPK 8/1999, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau jasa.
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

Sumber : https://www.dslalawfirm.com/id/perlindungan-konsumen/ diakses tanggal 27 Desember 2021 pukul 11.00 wib

Pasal 9

1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah:

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;

d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterengan yang lengkap;

k. Mengandung sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan.

Pasal 13

1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.

Pasal 17

1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a. Mengelabui konsumen mengenai fasilitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.

b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa

c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 60

1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.

2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.

Pasal 62

1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)

2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 63

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:

a. Perampasan barang tertentu;

b. Pengumuman keputusan hakim;

c. Pembayaran ganti rugi;

d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;

e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f. Pencabutan izin usaha.