Jelaskan apa yang dimaksud dengan ragam bahasa tidak baku

Bahasa standar selamanya adalah bahasa tulisan.

Sutan Takdir Alisjahbana

Ragam bahasa baku itu merupakan ragam bahasa yang standar, bersifat formal. Tuntutan untuk menggunakan ragam bahasa seperti ini biasa ditemukan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat formal, dalam tulisan-tulisan ilmiah [makalah, skripsi, tesis, disertasi], percakapan dengan pihak yang berstatus akademis yang lebih tinggi, dan sebagainya.

Semula, saya berpikir bahwa ragam bahasa baku itu hanya ada satu. Namun, berdasarkan pengamatan [harus saya akui, ini masih berupa sekilas, belum mendalam] sejauh ini, ragam bahasa baku itu tidak melulu dikaitkan dengan kebakuan kosakata, sebagaimana bisa dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI] dan yang ditetapkan dalam Ejaan Yang Disempurnakan [EYD].

Kalau kita berpegangan pada KBBI dan pedoman EYD, kita tidak akan memandang judul-judul berita pada surat kabar sebagai judul yang sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Atau ketika kita melihat bahasa pada dunia periklanan. Dijamin kita akan langsung mengecap bahasa yang digunakan tidak baku. Tapi itu kalau kita memakai sudut pandang preskriptif.

Sebaliknya, ketika kita melihat secara deskriptif, kita akan menyadari bahwa sejumlah ragam bahasa yang kita lihat berbeda dari apa yang standar, sebenarnya tidak melulu menjadi ragam bahasa tak resmi.

Kamus Linguistik [2001:184] mendefinisikan ragam resmi [baku] itu sebagai "ragam bahasa yang dipakai bila kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau bila topik pembicaraan bersifat resmi [misalnya surat-menyurat dinas, perundang-undangan, karangan teknis], atau bila pembicaraan dilakukan di depan umum."

Berangkat dari definisi tersebut, coba kita cermati apa yang terjadi pada surat kabar dan dunia periklanan.

1. Apakah surat kabar dan iklan hanya akan ditujukan dan dilihat oleh orang-orang yang biasa-biasa saja, dalam arti tidak ditujukan kepada orang yang jelas lebih dihormati?

2. Apakah surat kabar dan iklan tidak disodorkan kepada umum?

Jawaban dari kedua kasus di atas sudah jelas tidak. Ya, surat kabar tentu saja dinikmati oleh siapa pun yang memang berniat membacanya. Apalagi yang kedua. Siapa saja pasti tergoda untuk membaca iklan yang dipampangkan di pinggir-pinggir jalan, apalagi bila disajikan dengan sangat menarik.

Faktanya, ragam bahasa yang digunakan hampir kebanyakan tidak menggunakan ragam baku, sehingga definisi ragam baku yang disebutkan terakhir, yaitu "bila pembicaraan dilakukan di depan umum" kini boleh dibilang sudah bergeser.

Meski demikian, timbul pula pemikiran baru dalam benak saya. Bahwa ragam bahasa baku itu tampaknya berlaku bagi kalangan tertentu yang menjadi bahasa sasaran kelompok terkait. Dengan demikian, bagi kalangan A, berlakulah ragam bahasa A.

Ragam bahasa yang dipakai bila kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau bila topik pembicaraan bersifat resmi.

Bagi dunia periklanan, misalnya, ragam bahasa yang dianggap baku ialah bahasa yang lebih bersifat menjual; selama bersifat menjual, bakulah bahasa mereka meskipun kalau ditilik secara preskriptif pastilah tidak tepat. Atau bagi kalangan penerbitan, gaya selingkung mereka merupakan standar kebakuan yang tidak boleh tidak diikuti oleh para editornya karena dengan demikian mereka menjaga konsistensinya, terlepas dari perkembangan kebakuan yang dirumuskan oleh pihak Pusat Bahasa. Demikian pula, bagi kalangan anak muda, bahasa gaul menjadi ragam bahasa baku mereka sendiri.

Akhirnya, definisi ragam bahasa baku itu, menurut hemat saya, hanya relevan sampai kepada "ragam bahasa yang dipakai bila kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau bila topik pembicaraan bersifat resmi [misalnya surat-menyurat dinas, perundang-undangan, karangan teknis]".

Kamus Besar Bahasa Indonesia, atau disingkat KBBI, adalah acuan tertinggi bagi penutur untuk mengenal ragam bahasa baku dalam bahasa Indonesia. Edisi terbaru dari KBBI adalah KBBI Edisi Kelima yang diluncurkan pada tahun 2016 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi ini memuat sekitar 108.000 lema, terdiri dari kata baku dan tidak baku.

Pengertian

Kata baku adalah kata-kata yang ejaan dan pelafalannya sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku yang tertuang dalam KBBI dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia [PUEBI]. Kosakata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat formal, termasuk dalam karya tulis ilmiah, surat resmi, majalah, atau dalam forum-forum resmi.

Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang ejaan dan pelafalannya tidak sesuai dengan KBBI dan PUEBI. Biasanya, kosakata tidak baku berasal dari bahasa daerah atau dari kata baku dengan pelafalan yang tidak sesuai. Kata tidak baku lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari, tetapi tidak dapat digunakan dalam konteks formal.

Fungsi Kata Baku dan Tidak Baku

Ragam kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Kata baku digunakan untuk segala hal yang bersifat resmi dan membutuhkan penuturan bahasa yang tepat. Selain itu, terdapat sedikitnya empat fungsi utama kosakata baku:

  1. Sebagai pemersatu. Kata baku dapat digunakan untuk mempersatukan berbaga kelompok masyarakat dalam satu kesatuan penutur bahasa, seperti yang tertuang dalam Sumpah Pemuda, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
  2. Memberi Kekhasan. Menggunakan kata baku, baik secara lisan maupun tulisan, menunjukkan ciri khas seorang penutur bahasa Indonesia, mengingat sebagian besar masyarakat masih menggunakan kata tidak baku dalam percakapan sehari-hari.
  3. Meningkatkan kewibawaan. Dalam konstruksi masyarakat Indonesia yang mau tidak mau harus kita akui masih bersifat feudal, menggunakan kosakata baku dalam percakapan dapat meningkatkan kewibawaan dan mengangkat status sosial penutur di mata masyarakat awam.
  4. Kerangka acuan. Kosakata baku adalah sebuah kerangka acuan dan tolak ukur dalam berbahasa yang baik dan benar sesuai dengan KBBI dan PUEBI sebagai acuan tertinggi dalam bahasa Indonesia.

Sementara itu, kata tidak baku adalah kosakata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang ditentukan. Kata tidak baku lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam tulisan yang bersifat tidak resmi seperti dalam pesan singkat. Kata tidak baku sering ditemukan dalam interaksi sehari-hari karena terpengaruh oleh budaya tutur yang berkembang di masyarakat.

Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu kemunculan kata tidak baku, di antaranya adalah:

  1. Penutur tidak memahami bentuk penulisan baku dari kata yang dimaksud;
  2. Penutur tidak mengoreksi kesalahan pelafalan atau ejaan yang ditemui;
  3. Terbawa oleh kebiasaan penutur lain;
  4. Pelafalan terpengaruh oleh dialek dari daerah asal penutur.

Baca juga: Kata-Kata Motivasi yang Bikin Semangat Investasi!

Ciri-ciri dan Contoh

Ciri-ciri kata baku dapat dirangkum sebagai berikut, beserta contoh kata baku dan tidak baku:

Contoh: ‘tengkurap’ [baku] dan ‘tengkurep’ [tidak baku]; ‘bagus sekali’ [baku] dan ‘bagus pisan’ [tidak baku].

Contoh: ‘kamu’ [baku] dan ‘lo’ [tidak baku]; ‘saya’ [baku] dan ‘ane’ [tidak baku].

Contoh: ‘memang’ [baku] dan ‘emang’ [tidak baku]; ‘bawakan’ [baku] dan ‘bawain’ [tidak baku].

Contoh: ‘menangis’ [baku] dan ‘nangis’ [tidak baku]; ‘menyetop’ [baku] dan ‘nyetop’ [tidak baku].

Contoh: ‘terbuat dari’ [baku] dan ‘terbuat’ [tidak baku]; ‘sebanding dengan’ [baku] dan ‘sebanding’ [tidak baku].

Contoh: ‘menghemat’ [baku] dan ‘mempersingkat’ [tidak baku].

Contoh: ‘turun’ [baku] dan ‘turun ke bawah’ [tidak baku]; ‘terbaik’ [baku] dan ‘paling terbaik’ [tidak baku].

Contoh: ‘musyawarah’ [baku] dengan ‘musawarah’ [tidak baku]; ‘surga’ [baku] dan ‘syurga’ [tidak baku].

Penutup

Belum banyak masyarakat yang mampu menerapkan kata baku dalam percakapan dan tulisan. Meskipun penggunaan kata tidak baku tidak dipermasalahkan dalam percakapan sehari-hari, forum-forum dan media tulisan yang bersifat resmi menuntut penggunaan kata baku. Karena itu, kemampuan untuk membedakan kata baku dan tidak baku sangat penting untuk dikuasai oleh penutur bahasa Indonesia.

Kembangkan Dana Sekaligus Berikan Kontribusi Untuk Ekonomi Nasional dengan Melakukan Pendanaan Untuk UKM Bersama Akseleran!

Bagi kamu yang ingin membantu mengembangkan usaha kecil dan menengah di Indonesia, P2P Lending dari Akseleran adalah tempatnya. Akseleran menawarkan kesempatan pengembangan dana yang optimal dengan bunga rata-rata 10,5%-12% per tahun dan menggunakan proteksi asuransi 99% dari pokok pinjaman. Tentunya, semua itu dapat kamu mulai hanya dengan Rp100 ribu saja.

Yuk! Gunakan kode promo BLOG100 saat mendaftar untuk memulai pengembangan dana awalmu bersama Akseleran. Untuk pertanyaan lebih lanjut dapat menghubungi Customer Service Akseleran di [021] 5091-6006 atau email ke [email protected]

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề