Jelaskan apa yang dimaksud dengan Sishankamrata?

PASAL 30 Ayat 2 dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen kedua menyebut bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) oleh TNI dan Kepolisian Negara RI sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

Sayangnya, Sishankamrata sebagai sebuah sistem tidak atau belum tampak gambaran umum dari turunannya dalam sub-sub sistem yang sudah, tengah, dan akan diimplementasikan.

Sishankamrata sebagai jargon sudah sangat lama dikenal, akan tetapi, sekali lagi sayangnya adalah belum terlihat di permukaan wujud nyata dari gambaran jelas tentang Sishankamrata di masyarakat luas.

Baca juga: Setahun Covid-19, Perjalanan Panjang TNI Mengentaskan Pandemi

Belum terlihat oleh masyarakat pada umumnya apakah itu institusi, lembaga, regulasi, apalagi kegiatan yang merupakan pengejawantahan dari Sishankamrata sebagai sebuah sistem pertahanan yang kita anut.

Sishankamrata sebagai sebuah sistem pertahanan negara pada dasarnya dikenal juga sebagai sebuah sistem pertahanan yang bersifat semesta atau total defence system.

Sebuah sistem pertahanan yang total sifatnya maka sebagai sebuah "national intention" dia secara serta merta membutuhkan "national commitment", kesepakatan secara nasional.

Sebagai sebuah national commitment, maka paling tidak akan membutuhkan dua hal utama yang sangat dibutuhkan sebagai penopangnya, yaitu "national education and training" dan "national service".

Kedua hal utama ini berperan sebagai national building device atau alat atau sarana dalam hal nation and character building terutama dalam hal disiplin, kerja keras, kegigihan, dan komitmen mencapai hal terbaik.

Baca juga: Menanti Hadirnya Pesawat Tempur Made in Indonesia...

Ini adalah catatan utama dalam hal menyoroti sistem pertahanan negara yang disebut sebagai Sishankamrata pada Pasal 30 Ayat 2 UUD 45.

Di sisi lain, Sishankamrata sebagai sebuah national commitment pasti akan membutuhkan national education and training program serta national service activities, contohnya antara lain program wajib milter dan pembinaan laskar cadangan.

Berikutnya tentang pertahanan negara kepulauan. Pertahanan negara dipastikan akan melekat pada wilayah negara.

Wilayah negara atau daerah teritorial dari sebuah negara kerap disebut sebagai wilayah kedaulatan yang bermakna pada wilayah tersebut, negara berdaulat dalam arti berkuasa penuh dalam pengelolaannya.

Khusus mengenai masalah kedaulatan negara, dalam hal ini kedaulatan negara di udara, Indonesia masih menyimpan dua masalah prinsip tentang hal ini.

Pertama, secara konstitusi Indonesia belum menyatakan bahwa wilayah udara di atas kawasan teritorialnya adalah merupakan wilayah kedaulatan negara Indonesia.

UUD 45 tidak atau belum menyebutkan bahwa wilayah udara di atas teritorial RI sebagai wilayah kedaulatan.

Kedua, hingga kini wilayah udara di atas perairan kepulauan Riau sekitar selat Malaka, pengelolaannya, otoritas pengaturan wilayah udara masih ditangani oleh pihak asing.

Baca juga: Wamenhan: Efektivitas Pertahanan Negara Turut Ditentukan Teknologi hingga Alutsista

Pertahanan Keamanan Negara sering juga dikatakan sebagai national security. Untuk memudahkan pengertian dalam membahas national security dari sebuah negara sebenarnya dapat dianalogikan dengan pengamanan sebuah rumah tinggal.

Untuk menjaga keamanan rumah tinggal, maka Sang Empunya rumah pada umumnya membangun pagar pada garis perbatasan tanah yang dimiliki dan atau dikuasainya.

Demikian pula pengamanan sebuah negara, maka idealnya sebuah negara pasti ingin dan harus membangun pagar di sepanjang garis perbatasan negaranya. Itu sebabnya sudah sejak dahulu kala kita mengenal The Great Wall atau Tembok China, misalnya.

Karena negara tidak sama dan sebangun dengan rumah, dalam arti jauh lebih luas, maka tidak mungkin untuk membangun pagar di sepanjang seluruh perbatasan negara. Di samping menjadi sangat mahal juga akan mubazir.

Itu sebabnya maka negara China membangun "pagar" hanya di lokasi garis perbatasan yang rawan, atau pada critical border. Banyak sekali perang tercatat dalam sejarah yang terjadi sebagai akibat sengketa perbatasan atau border dispute.

Baca juga: Pertahanan Keamanan Negara Menghadapi Ancaman Nasional (Covid-19)

Demikianlah maka kita pun mengenal Tembok Berlin yang dibangun sepanjang perbatasan pada kawasan rawan ketika berlangsungnya Perang Dingin.

Pada era Presiden Ronald Reagan masih di tengah Perang Dingin, dikenal pula SDI atau Strategic Defence Initiative.

Ini sebuah konsep pagar imajiner yang digelar oleh Amerika Serikat di kawasan perbatasan Eropa Barat dengan Eropa Timur yang bertujuan melindungi negara-negara NATO dari serangan ICBM Inter Continental Balistic Missile dari negara Pakta Warsawa.

Contoh paling mutakhir adalah di era Presiden Donald Trump ketika Amerika Serikat akan membangun tembok di sepanjang perbatasan negaranya dengan Meksiko. Wilayah perbatasan kritikal yang rawan digunakan oleh para pendatang liar serta lalu lintas narkoba.

Mengacu kepada UNCLOS 1982, di mana archipelagic state diharuskan memfasilitasi "innocent passage" atau "sea lane passage" dalam hal ini ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia), maka pada jalur ALKI harus dipikirkan pula aspek menjaga keamanan sepanjang ALKI yang tentu saja dapat menjadi wilayah yang rawan.

Baca juga: Komisi I Ingatkan Pembelian Pesawat Tempur Harus Sesuai Kebijakan Pertahanan

Ditambah lagi sampai sekarang ini masih ada pertentangan antara hukum udara internasional dengan rezim hukum laut. Salah satu contoh saja adalah mengenai airways di atas ALKI yang belum mencapai kesepakatan di antara bangsa-bangsa di dunia.

Selanjutnya kita akan membahas sedikit tentang sistem pertahanan kaitannya dengan Postur Angkatan Perang. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, maka pembangunan sebuah angkatan perang tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari dua hal yang sangat menentukan, yaitu mengenai high technology dan total defence.

Pada titik inilah maka defence procurement akan sangat membutuhkan penelitian dan pengembangan, serta keterkaitannya dengan industri pertahanan dalam negeri.

Walau masih berada dalam posisi penuh keterbatasan, maka banyak hal yang berhubungan dengan penelitian dan pengembangan serta kaitannya dengan the capability of domestic defence industry sudah harus mulai dipikirkan bentuk bangunannya.

Hal penting lainnya dalam proses menyusun sebuah strategi pertahanan, khususnya pertahanan negara berbentuk kepulauan adalah tentang command and control system atau sistem komando dan pengendalian.

Pada tahun 1941 ketika terjadi penyerangan oleh Jepang terhadap pangkalan terbesarnya di Pasifik, Pearl Harbor, Amerika Serikat baru menyadari bahwa perang dapat terjadi di mana saja dan kapan saja.

Baca juga: Menhan Prabowo Ajak Semua Pihak Bangun Sistem Pertahanan Semesta

George and Meridith Friedman dalam bukunya The Future of War (1998) menyebut Pearl Harbor sebagai "The origin of American military failure".

Berikutnya adalah tragedi 9/11 pada tahun 2001, 60 tahun setelah Pearl Harbor. Tragedi 9/11 Sering disebut sebagai "US under attack".

Apabila Pearl Harbor dikatakan sebagai "The origin of American military failure", maka peristiwa 9/11 dapat disebut sebagai "The second Pearl Harbor".

Secara khusus 9/11 seolah telah mengkonfirmasi sebuah teori tentang national security awareness yang mengatakan bahwa: A nation that defended itself only against expected enemies would be destroyed by the enemy who was unexpected.

Maka sejak terjadinya tragedi 9/11 Pemerintahan Amerika Serikat membangun sebuah institusi baru bernama Department of Homeland Security. Tidak berhenti di situ akan tetapi juga dibentuk pula TSA, Transportation Security Administration.

Baca juga: Komisi I DPR Dukung Konsep Sistem Pertahanan Rakyat Semesta Prabowo

Di sisi lain dilakukan pula restrukturisasi pengelolaan National Air Traffic dengan memadukan Civil Military Air Traffic Flow Management System dalam satu wadah.

Pada intinya, langkah tersebut adalah sebuah upaya meningkatkan kewaspadaan terutama dalam aspek komando dan pengendalian di tingkat nasional dalam sebuah wadah yang terpadu command and control system yang unified.

Sebagai penutup, masih harus pula diperhitungkan tantangan ke depan yang penuh dengan ketidakpastian sebagai akibat masifnya kemajuan teknologi yang antara lain telah menghadirkan the new theater, the new domain, the new comer, the new kid on the block, di tengah merebaknya pandemi Covid-19 bernama the cyber world dengan artificial intelligence-nya.

Itulah beberapa catatan penting dalam membahas Sishankamrata.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.