Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional

Penerapan Politik Etis pada bidang pendidikan tidak memberikan kesempatan pendidikan yang luas kepada penduduk Hindia Belanda, tetapi hanya memberikan pendidikan Belanda untuk anak-anak elit pribumi. Sebagian besar pendidikan dimaksudkan untuk menyediakan tenaga kerja klerikal untuk birokrasi kolonial yang sedang tumbuh. Meskipun demikian, pendidikan Barat membawa serta ide-ide politik Barat tentang kebebasan dan demokrasi. Selama dekade 1920-an dan 30-an, kelompok elit hasil pendidikan ini mulai menyuarakan kebangkitan anti-kolonialisme dan kesadaran nasional.

Pada periode ini, partai politik Indonesia mulai bermunculan. Berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dinilai sebagai awal gerakan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Namun, penetapan waktu tersebut masih mengundang diskusi yang menimbulkan polemik. Dasar pemilihan Budi Utomo sebagai pelopor kebangkitan nasional dipertanyakan lantaran keanggotaan Budi Utomo masih sebatas etnis dan teritorial Jawa. Kebangkitan nasional dianggap lebih terwakili oleh Sarekat Islam, yang mempunyai anggota di seluruh Hindia Belanda.

Pada tahun 1912, Ernest Douwes Dekker bersama Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij (Partai Hindia). Pada tahun itu juga, Sarekat Dagang Islam yang didirikan Haji Samanhudi bertransformasi dari koperasi pedagang batik menjadi organisasi politik.[10] Selain itu, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, organisasi yang bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Pada November 1913, Suwardi Suryaningrat membentuk Komite Boemi Poetera. Komite tersebut melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjahan Prancis, tetapi dengan pesta perayaan yang biayanya berasal dari negeri jajahannya. Ia pun menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda") yang dimuat dalam surat kabar de Expresm milik Douwes Dekker. Karena tulisan inilah Suwardi Suryaningrat dihukum buang oleh pemerintah kolonial Belanda.

Sementara itu, Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dibentuk pada tahun 1920, adalah partai yang memperjuangkan kemerdekaan yang sepenuhnya diinspirasi oleh politik Eropa. Pada tahun 1926, PKI mencoba melakukan revolusi melalui pemberontakan yang membuat panik Belanda, yang kemudian menangkap dan mengasingkan ribuan kaum komunis sehingga secara efektif menetralkan PKI selama sisa masa pendudukan Belanda.

Pada 4 Juli 1927, Sukarno dan Algemeene Studieclub memprakarsai berdirinya Perserikatan Nasional Indonesia sebagai partai politik baru. Pada Mei 1928, nama partai ini diubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Menurut sejarawan M.C. Ricklefs, ini merupakan partai politik penting pertama yang beranggotakan etnis Indonesia, semata-mata mencita-citakan kemerdekaan politik.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda mendeklarasikan Sumpah Pemuda, yang menetapkan tujuan nasionalis: "satu tumpah darah — Indonesia, satu bangsa — Indonesia, dan satu bahasa — Indonesia".

 

Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional
Delegasi yang hadir pada Sumpah Pemuda, yang menyepakati kerangka kerja Indonesia, terutama bahasa nasional yang sama.

Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional
 Anggota Partai Nasional Indonesia, salah satu organisasi utama yang pro-kemerdekaan.


Page 2

  • Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional
  • Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional
  • Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional
  • Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional
  • Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional

Details Written by Admin Disdik02 Category: Uncategorised Published: 20 May 2021

Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional

HARI KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2021

Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2021 jatuh pada hari Kamis, 20 Mei 2021. Tahun ini merupakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke 113, merujuk dari tanggal lahirnya Boedi Utomo tanggal 20 Mei 1908. Peringatan kali ini mengambil tema "Bangkit! Kita bangsa yang tangguh!", tema ini mengingatkan bahwa semangat Kebangkitan Nasional mengajari kita untuk selalu optimis dalam menghadapi masa depan. Bersama - sama kita hadapi semua tantangan dan persoalan sebagai penerus ketangguhan bangsa ini.

Pedoman Teknis Penyelenggaraan dan Sambutan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional

Hits: 3292

Jelaskan definisi perjuangan bangsa pada masa masa kejayaan nasional

Sejak abad ke-16, bangsa Eropa banyak yang datang dan singgah di nusantara. Pada awalnya, kedatangan bangsa asing tersebut hanya untuk berdagang rempah-rempah, tetapi lambat laun bangsa asing semakin serakah. Mereka menerapkan kolonialisme dan imperialisme untuk mendapatkan kekayaan alam di nusantara.

Kolonialisme berasal dari kata koloni (bahasa latin), “colonia” yang artinya tanah jajahan. Tujuan politik kolonial yaitu menguras sumber-sumber kekayaan daerah koloni untuk kepentingan industri negara-negara kolonial. Sedangkan imperialisme berasal dari kata “imperator” yang artinya memerintah. Dalam perkembangannya, imperialisme memiliki arti suatu sistem penjajahan langsung suatu negara terhadap negara lain. Antara kolonialisme dan imperialisme sulit dipisahkan. Keduanya saling terkait satu sama lain. Bagi negara koloni khususnya Indonesia, tindakan kolonialisasi dan imperialisasi memberikan dampak negatif yang besar dalam berbagai bidang baik politik, ekonomi, ataupun sosial, sehingga memunculkan perlawanan kepada negara kolonial di berbagai daerah.

Sebelum abad ke-20, perlawanan bangsa Indonesia memiliki ciri antara lain perjuangan bersifat lokal atau kedaerahan, secara fisik dengan menggunakan senjata tradisional, dipimpin oleh tokoh-tokoh karismatik seperti bangsawan atau tokoh agama, bersifat sporadis atau musiman. Namun, perlawanan semacam ini selalu gagal dan dapat diberantas oleh penjajah. Namun, setelah abad ke-20 yang dikenal sebagai masa pergerakan nasional, bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dengan menggunakan organisasi yang bersifat modern, lebih terarah atau terorganisasi, bersifat nasional, dan dipelopori oleh kaum terpelajar.

Oleh karena itu, pergerakan nasional dapat didefinisikan sebagai gerakan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan organisasi yang teratur dan bergerak di bidang sosial, politik, budaya, serta pendidikan dengan nusantara sebagai jangkauan wilayah aksinya.

Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan. Masa pergerakan nasional dibagi dalam tiga tahap sebagai berikut:

  1. Masa pembentukan (1908-1920), berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij. Organisasi Budi Utomo yang lahir pada tanggal 20 Mei 1908 menjadi tonggak permulaan pergerakan nasional di Indonesia.
  2. Masa radikal atau non kooperasi (1920-1930), berdiri organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
  3. Masa moderat atau kooperasi (1930-1942), pada masa ini berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan GAPI, serta organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.

Pada zaman pergerakan nasional, banyak paham-paham baru bermunculan seperti nasionalisme yang mendorong lahirnya organisasi modern. Nasionalisme merupakan suatu sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa, serta kesamaan cita-cita dan tujuan sehingga memunculkan rasa cinta tanah air dan bangsa. Nasionalisme berkaitan erat dengan patriotisme. Patriotisme merupakan suatu paham untuk rela berkorban demi kecintaannya terhadap bangsa dan negara.

Lahirnya nasionalisme di Indonesia didukung oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor internal yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan rakyat.
  2. Adanya kenangan akan kejayaan masa lalu seperti keajaan Sriwijaya dan Majapahit.
  3. Munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin pergerakan nasional.
  4. Adanya diskriminasi rasial.

Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905 yang menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa barat.
  2. Munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk ke Indonesia seperti liberalisme, demokrasi, nasionalisme, dan sosialisme.
  3. Kebangkitan nasional di Asia dan Afrika, contohnya All Indian National Congress 1885 dan Gandhisme di India, serta adanya Gerakan Turki Muda di Turki.

Memperjuangkan kemerdekaan bukanlah suatu hal yang mudah, dibutuhkan keberanian yang besar dan kegigihan yang tinggi untuk dapat melakukannya. Para pejuang kemerdekaan rela mengorbankan nyawanya bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Berbicara tentang perjuangan pahlawan, tidak lepas dari zaman pergerakan nasional dimana pada masa itu rakyat Indonesia mulai mengenal semangat nasionalisme.

Terbatasnya lembaga pendidikan tinggi di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 mengakibatkan kaum terpelajar berdatangan ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Pada saat yang bersamaan, paham-paham baru bermunculan di Eropa karena adanya Perang Dunia I. Hal ini membuat para pelajar Indonesia diperkenalkan pada suatu paham mengenai kesetaraan, nasionalisme, dan demokrasi yang menyadarkan mereka bahwa negara terjajah dan harus berjuang merebut kemerdekaannya.

Hal lain yang mengakibatkan pelajar Hindia Belanda datang ke Belanda adalah dibukanya terusan Suez pada tahun 1869 memudahkan akses dari Asia ke Eropa dan sebaliknya. Waktu tempuh antara Hindia Belanda dengan Belanda pun menjadi lebih singkat. Hal ini sangat berdampak pada peningkatan orang Indonesia di Belanda. Kaum Bumiputera yang haus akan ilmu berdatangan ke negeri kicir angin ini untuk melanjutkan pendidikan.

Menghadapi situasi yang berbeda dengan tanah air menjadi pergumulan tersendiri bagi mereka yang merantau ke negeri orang. Perasaan senasib inilah yang mendorong para pelajar di Belanda mendirikan sebuah perhimpunan yang akhirnya berkembang menjadi organisasi pergerakan nasional, yaitu Perhimpunan Indonesia.

Perhimpunan Indonesia merupakan organisasi pertama yang menggunakan istilah “Indonesia”. Hal ini memperlihatkan dirinya sebagai organisasi radikal yang menuntut Indonesia untuk merdeka. Berbeda dengan organisasi pergerakan nasional lainnya, Perhimpunan Indonesia memiliki pandangan yang berbeda. Perhimpunan Indonesia memiliki pandangan yang lebih maju. Jika Budi Utomo mengutamakan kesejahteraan kaum Jawa dan Sarekat Islam mengutamakan pedagang Muslim, Perhimpunan Indonesia menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah satu.

Kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan Perhimpunan Indonesia sangat menarik perhatian dunia internasional. Salah satu aksi Perhimpunan Indonesia yang paling terkenal adalah manifesto politik yang dikeluarkan tahun 1925. Kegiatannya ini berdampak dahsyat bahkan hingga pemerintah Belanda merasa terancam akan keberadaan organisasi ini. Tidak ada yang menyangka sebelumnya kalau perhimpunan yang pada awalnya didirikan dengan sifat sosial ini akan berubah menjadi organisasi pergerakan nasional yang aktif memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya di kancah internasional.

Berawal dari perasaan senasib, Sutan Kasayangan dan R. N. Noto Suroto mendirikan suatu perhimpunan pada 25 Oktober 1908. Perhimpunan ini didirikan lewat pertemuan di rumah Sutan Kasayangan di Leiden. Pada awal berdirinya, perhimpunan ini diusulkan untuk menjadi cabang dari Budi Oetomo. Namun, usul ini ditolak karena tidak semua anggotanya merupakan orang Jawa.

Pada 15 November 1908, nama perhimpunan ini disahkan menjadi Indische Vereneeging. Tujuan utama didirikannya Indische Vereneeging diatur oleh pasal 2 Anggaran Dasar yang berbunyi “Tujuan perhimpunan adalah memajukan kepentingan bersama orang Hindian di Negeri Belanda dan menjaga hubungan dengan Hindia Timur Belanda.” Untuk mendukung terlaksananya tujuan, dikeluarkan pasal 3 yang yang mengatur cara perhimpunan mencapai tujuannya, yaitu dengan memajukan pergaulan antara orang Hindia di Nederland dan dengan mendorong orang Hindia untuk datang belajar di Nederland.

Pada Oktober 1911, Noto Suroto diangkat menjadi ketua. Noto merupakan seorang pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Belanda. Noto adalah seorang penyair yang aktif menulis dalam bahasa Belanda. Kemampuan bahasa Belanda yang dimiliki Noto sangat hebat bagaikan orang Belanda asli. Noto juga aktif memberikan ceramah-ceramah yang membangun.

Kedatangan Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat yang sedang menjalankan hukuman buangan pada Oktober 1913 juga berdampak pada perubahan organisasi ini. Konfrontasi yang sering terjadi antara tiga serangkai dan Noto Soeroto pada waktu itu semakin menyadarkan anggota Indische Vereneeging akan pentingnya memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Berkaitan dengan ulang tahun Indische Vereneeging yang kelima, ketua perhimpunan ini menyampaikan pidatonya yang berjudul “De eendracht van Indie en Nederland” (Kesatupaduan Hindia dan Negeri Belanda). Pidatonya ini menegaskan kembali upaya yang harus dilakukan Indische Vereneeging dalam mencapai tujuan utamanya, seperti apa yang melandasi terbentuknya perhimpunan ini. Karena pidato yang disampaikannya ini, Douwes Dekker menyebutkan bahwa Noto Soeroto lebih Belanda dari orang Belanda.

Cipto Mangunkusumo juga mengambil jarak dengan Noto Soeroto. Cipto berpendapat bahwa Perhimpunan Hindia harus menjalin kontak dengan gerakan-gerakan yang berada di Hindia. Pada saat itu, Indische Vereneeging memang belum menjalin kontak dengan gerakan-gerakan lainnya di Hindia selain Budi Oetomo. Sejak saat inilah, Perhimpunan Hindia baru mulai menjalin kontak dengan Sarekat Islam.

Konfrontasi seringkali memiliki makna yang negatif, tetapi tidak untuk konfrontasi antara Indische Vereneeging dengan tiga serangkai. Konfrontasi ini justru berdampak positif untuk perkembangan Indische Vereneeging. Konfrontasi ini membawa Indische Vereneeging menjadi organisasi yang sadar akan keperluan Indonesia untuk merdeka. Konfrontasi ini terjadi karena adanya perbedaan pikiran antara Noto dan tiga serangkai, tetapi akhrinya pikiran tentang emansipasi dan nasionalisme ini dapat merubah Indische Vereneeging.

Noto Soeroto kembali terpilih menjadi ketua untuk kedua kalinya pada Desember 1913. Dalam kesempatan ini, Noto menyampaikan agar Indische Vereneeging tidak hanya menjadi  perkumpulan bersenang-senang ataupun sekedar ikatan para pelajar di Belanda, tetapi  juga ikatan para pembela tanah air Hindia di masa depan. Noto merumuskan kembali tugas Perhimpunan Hindia, yaitu menempuh studi dengan intensif dan ikut memberi perhatian kepada masalah-masalah kemasyarakatan tanpa melibatkan diri dalam politik praktis.

Jabatan Noto sebagai ketua berakhir pada 1914 dan digantikan oleh Gerungan S.S.J. Ratulangie. Ketua Indische Vereneeging yang baru ini membawa perhimpunan tersebut ke arah yang lebih radikal. Ucapan-ucapan yang dikeluarkan saat menjabat sebagai ketua sangat radikal. Sesudah jabatannya selesai pun, ia masih menunjukkan sikap radikal. Ia banyak menulis artikel tentang tanah kelahirannya, Minahasa. Kegiatan-kegiatannya usai menjabat sebagai ketua berfokus pada menyadarkan orang Hindia akan pentingnya persatuan.

Kondisi politik barat dalam Perang Dunia I juga berpengaruh pada tumbuhnya rasa nasionalisme di kalangan pelajar Indonesia. Menempuh pendidikan di negeri penjajah, para pelajar Indonesia diperkenalkan pada paham-paham baru. Hal ini semakin menyadarkan pelajar Indonesia yang tergabung dalam Indische Vereneeging bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda dan harus berjuang sendiri untuk mendapatkan kemerdekaannya. Seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson pada awal tahun 1918 tentang hak untuk menentukan nasib sendiri juga membuat keinginan pelajar Indonesia ini semakin kuat.

Berkembangnya paham-paham baru seperti marxisme, leninisme, dan sosialisme di Eropa pada awal tahun 1920 juga mempengaruhi perubahan dalam diri Indische Vereneeging. Aliran pemikiran ini mempengaruhi sejumlah anggota seperti Mohammad Hatta, Gatot Mangkupraja, dan Subardjo.

Pada tahun 1922, Indische Vereneeging secara resmi berubah nama menjadi Indoneische Vereneeging. Perubahan nama kembali terjadi pada tahun 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Penggunaan istilah “Indonesia” menunjukan sifat radikal yang menuntut Indonesia merdeka. Bukan hanya nama organisasi, perubahan nama juga terjadi pada majalah terbitan Perhimpunan Indonesia yang semula bernama Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka dengan semboyannya “Indonesia merdeka, sekarang!”. Melalui perubahan nama ini, sikap radikal dalam diri Perhimpunan Indonesia semakin terlihat. Sifat organisasi ini mengalami perubahan drastis dari organisasi sosial menjadi organisasi politik. Organisasi ini mengambil keputusan untuk memegang prinsip non-kooperasi.

Perhimpunan Indonesia merupakan organisasi pertama yang bergerak secara internasional dan menarik perhatian bangsa-bangsa lain dalam menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1923, Perhimpunan Indonesia mengeluarkan Deklarasi Perhimpunan Indonesia yang dimuat dalam majalah Hindia Putra. Pada Deklarasi ini digunakan kata “Bangsa Indonesia” yang menunjukkan cita-cita Perhimpunan Indonesia akan sebuah negara baru yang merdeka. Setelah itu, deklarasi ini berkembang menjadi manifesto politik Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925 karena Perhimpuan Indonesia meyakini hanya kemerdekaan yang dapat mengembalikan harga diri bangsa Indonesia. Isi dari manifesto politik itu adalah sebagai berikut:

  1. Hanya satu kesatuan Indonesia yang mengesampingkan perbedaan-perbedaan sempit dapat menghancurkan kekuasaan  Tujuan bersama untuk membentuk Indonesia merdeka menuntut pembinaan rasa kebangsaan yang didasarkan kepada suatu aksi massa yang sadar dan percaya diri.
  2. Syarat mutlak untuk tercapainya tujuan itu ialah adanya partisipasi seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam suatu  perjuangan yang terpadu untuk mencapai kemerdekaan.
  3. Unsur yang pokok dan dominan dalam setiap masalah politik penjajahan ialah konflik kepentingan antara penguasa dan yang dijajah. Kecenderungan pihak penguasa untuk mengaburkan atau menutupi masalah ini harus dilawan dengan mempertajam dan mempertegas adanya konflik kepentingan tersebut.
  4. Melihat adanya dislokasi dan demoralisasi sebaga akibat pengaruh pemerintahan kolonial terhadap kesehatan fisis dan  psikologis dari kehidupan orang Indonesia, diperlukan sejumlah  besar usaha untuk memulihkan kondisi rohani dan kondisi material menjadi normal kembali.

Perkembangan teknologi cetak dan jurnalisme berperan besar dalam menyebarkan manifesto politik ini. Ide-ide tentang persatuan nasionalisme yang digagas oleh Perhimpunan Indonesia ini tidak hanya beredar di Belanda, tetapi juga beredar di Hindia Belanda. Akibatnya, ide-ide ini mempengaruhi pada organisasi pergerakan nasional di tanah air. Dengan demikian para pejuang kemerdekaan di Hindia Belanda menjadi sadar bahwa mereka adalah satu bangsa walaupun berbeda suku bangsa dan agama. Kesadaran inilah yang memunculkan lahirnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Oleh karena itu, manifesto politik yang dikemukakan Perhimpunan Indonesia ini sebenarnya memiliki makna lebih dahsyat dari Sumpah Pemuda karena penggagas Sumpah Pemuda mendapatkan idenya dari manifesto politik Perhimpunan Indonesia. Mereka telah membaca ide-ide Perhimpunan Indonesia tersebut yang termuat dalam majalah Indonesia Merdeka sebelum merumuskan Sumpah Pemuda.

Pada tahun 1926, Mohammad Hatta diangkat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia. Mohammad Hatta merupakan seorang tokoh yang sudah sangat berpengalaman dalam berorganisasi baik di tanah air maupun di Belanda. Walaupun ia memegang prinsip non kooperasi dan berteman dengan golongan sosialis, ia tetap menolak usul Semaun yang menginginkan perjuangan lewat jalur kekerasan. Menurutnya, kemerdekaan dapat diraih lewat perjuangan pendidikan dan emansipasi, bukan dengan kekerasan.

Kegiatan politik Perhimpunan Indonesia lainnya adalah tuntutan kemerdekaan Indonesia secara tegas yang dinyatakan Mohammad Hatta dalam liga ke-6 Liga Demokrasi Internasional untuk perdamaian pada bulan Agustus 1926 di Paris. Kegiatan-kegiatan Perhimpunan Indonesia yang menarik perhatian internasional ini membuat pemerintah Belanda waspada dan Perhimpunan Indonesia dijadikan organisasi terlarang di Belanda. Polisi rahasia milik Belanda selalu mengawasi gerak-gerik angota Perhimpunan Indonesia.

Semenjak tahun 1920-an, pemerintah Belanda merasa terancam dan kewalahan akan aksi-aksi yang dilakukan Perhimpunan Indonesia. Pemerintah Belanda pun mengeluarkan larangan bagi pelajar Indonesia yang baru tiba di Belanda untuk bergabung ke dalam Perhimpunan Indonesia. Puncaknya, Mohammad Hatta, Nazir Datuk Pamontjak, Abdulmajid Djojodiningrat, dan Ali Sastroamidjojo ditangkap dan ditahan pada 10 Juni 1927 atas tuduhan menghasut di muka umum untuk memberontak terhadap pemerintah. Setelah melewati persidangan, mereka terbukti tidak bersalah dan dibebaskan pada 8 Maret 1928.

Pada tahun 1928, kongres Liga Socialist Internationale mengusulkan Indonesia untuk mempunyai semacam zelfbestuur (mengatur  pemerintahan sendiri di bawah pimpinan Belanda). Namun, usulan ini ditentang oleh Hatta karena menurutnya bangsa Indonesia harus menekankan prinsip self-help secara konsisten. Prinsip self-help memiliki arti bekerja dengan kekuatan sendiri dan kemampuan sendiri tanpa tergantung pada bantuan orang asing. Prinsip ini termuat dalam asas Perhimpunan Indonesia yang dikemukakan dalam Hindia Putra.

Pada tahun 1929, jabatan Hatta sebagai ketua berakhir dan digantikan oleh Abdoellah Soekoer. Pada masa ini Perhimpunan Indonesia melemah karena sebagian besar anggota Perhimpunan Indonesia pulang ke tanah air. Perguruan tinggi juga sudah mulai didirikan di Hindia Belanda sehingga gelombang mahasiswa Hindia Belanda yang datang ke Belanda menurun. Selain itu, pemerintah kolonial mengeluarkan anjuran untuk tidak mengirimkan anak-anaknya belajar ke Belanda.

Para alumni Perhimpunan Indonesia yang pulang ke tanah air umumnya bermukim di Batavia, Bandung, dan Surabaya. Di ketiga kota ini alumni-alumni Perhimpunan Indonesia melanjutkan perjuangannya. Mereka mendirikan kelompok-kelompok studi sebagai wadah bagi aksi politik menuju sebuah partai nasional. Pada awal kepulangan, mereka mendapatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri karena cita-cita dan arah politik mereka di Belanda kurang sesuai dengan partai politik di Hindia Belanda. Namun, alumni-alumni Perhimpunan Indonesia ini dapat tetap terus berkarya, terbukti dari berdirinya Kelompok Studi Indonesia pada 11 Juli 1924 di Surabaya dan Kelompok Studi Umum pada 29 November 1925 di Bandung.

Pengaruh yang diberikan Perhimpunan Indonesia cukup besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Banyak organisasi pergerakan nasional di Indonesia yang mendapatkan inspirasi dari Perhimpunan Indonesia. Contohnya, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia). Walaupun perjuangan yang dilakukan bersifat internasional, dampaknya juga dirasakan dalam lingkup nasional.

Oleh : DEVINA FEBITANIA