Jelaskan prestasi bangsa Indonesia dalam mengembangkan Iptek pada era kemerdekaan

In order to use Sutori, you must enable Javascript in your browser. You can find instructions on how to do this here.

Kemerdekaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri sendiri harus diperjuangkan demi kepentingan bangsa dan ketahanan negara. Hal ini hanya bisa dicapai dengan cara mengeluarkan kebijakan yang melindungi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia dan mengurangi ketergantungan dari pihak asing dengan meningkatkan anggaran pengembangan ilmu pengetahuan.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam orasinya pada Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture VIII, Rabu (20/8), di Gedung Widya Graha Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. terkait hal tersebut, ia berharap LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan telah benar-benar merdeka, berdaulat, dan bermartabat menjadi garda bangsa seperti yang diharapkan bangsa Indonesia.

Ia mengatakan sejauh ini, LIPI telah banyak berkiprah dan sarat pula dengan berbagai prestasi di dunia keilmuan. Namun, Siti Fadilah mempertanyakan apakah LIPI telah membawa bangsa ini lebih sejahtera. Sudahkah LIPI membawa bangsa ini setara dengan bangsa lain atau bahkan menjadi bangsa yang diperhitungkan negara lain karena kemajuan ilmu pengetahuannya. "Mungkin sudah, atau belum sepenuhnya. Tetapi yang saya rasakan, LIPI telah berjalan dalam koridornya, meski belum sepesat yang kita harapkan, " ujarnya. Siti Fadilah juga mempertanyakan apakah Indonesia sudah merdeka dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Menurutnya kemerdekaan dalam pengembengan ilmu pengetahun dapat dilihat dari beberapa indikasi. Mislanya banyaknya kebijakan yang melindungi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, anggaran pengembangan ilmu pengetahuan dari APBN lebih besar dibandingkan bantuan luar negeri, bebas menentukan arah pengembangan penelitian sesuai kebutuhan nasional, kebijakan pemerintah secara rutin dibuat berdasar hasil riset atau hasil kajian LIPI, dan setara dengan bangsa lain dalam pengembangan iptek.

Berdasarkan pengalaman dalam memperjuangkan kepemilikan virus flu burung galur Indonesia pada sidang-sidang Badan Kesehatan Dunia (WHO), Siti Fadilah melihat ketimpangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kesehatan telah merugikan negara-negara miskin. Dalam mekanisme pengiriman sampel virus yang selama puluhan tahun diberlakukan WHO, misalnya, virus liar dari negara-negara berkembang dikirim ke WHO tanpa syarat, tetapi WHO mengirimkan virus itu ke negara kaya untuk dibuat vaksin.

Dengan demikian, negara kaya akan memiliki komoditi dagang atau vaksin yang baru. Siklus ini akan berputar seumur hidup. Negara miskin akan sakit, sakit dan sakit terus, tetapi harus membayar mahal vaksin yang diproduksi oleh negara kaya. Padahal, virus yang dijadikan bahan vaksin berasal dari negara berkembang. Di sinilah, virus lama maupun baru beredar, dipelajari dan dikembangkan bak laboratorium hidup.

"Siklus tak berujung ini seperti lingkaran setan yang tiada habis-habisnya, makin membuat negara miskin terpuruk, " kata Siti Fadilah. Dari fenomena itu, demi kelangsungan peradaban manusia, mau tidak mau, bangsa-bangsa di dunia harus hidup rukun berdampingan.

Ada kesadaran saling ketergantungan satu sama lain. Negara lemah tergantung dengan negara kuat. Sebaliknya negara kuat juga tergantung dengan negara lemah. Jadi, terjadi hubungan saling membutuhkan dalam dua arah. Konsep ini terlihat betul pada model permasalahan pembagian virus flu burung (H5N1) galur Indonesia.

Bila aturan virus sharing adil, transparan dan setara, maka akan terwujud keseimbangan antara negara kuat dan lemah. Dengan demikian, perdamaian dunia yang sebenarnya akan tercapai, yaitu ketika negara maju dan kaya teknologi rela berbagi secara adil dengan negara miskin yang kaya akan sumber daya alam.

"Pemberian dana dari negara-negara maju lewat lembaga dunia hanya akan membuat negara miskin makin tergantung kepada negara kuat, sehingga negara miskin akan jadi makin sakit dan lemah, " ujarnya menambahkan. Pengalaman saya ini, katanya menunjukkan kemajuan iptek kita perlukan untuk ketahanan bangsa.

Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pintu penindasan bangsa maju terhadap bangsa yang belum maju. Maka, mulai saat ini, semua pihak harus memantapkan hati untuk bangkit mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sistematis demi kepentingan bangsa sendir terlebih dulu, mencermati apa yang sebeanrnya perlu dikembangkan, dan fokus untuk kepentingan bangsa agar lebih berdaulat dan bermartabat.

Sumber : Kompas (20 Agustus 2008)

Jelaskan prestasi bangsa Indonesia dalam mengembangkan Iptek pada era kemerdekaan

Tujuan pembelajaran yang dikembangkan yaitu siswa mampu berfikir kritis dan kreatif untuk bisa menganalisis kehidupan bangsa  Indonesia  dalam  mengembangkan ilmu pengetahuan  dan  teknologi pada era kemerdekaan (sejak Proklamasi sampai dengan Reformasi), dan mampu membuat studi evaluasi tentang kehidupan bangsa Indonesia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di era kemerdekaan dalam bentuk tulisan dan/atau media lain.

Perkembangan revolusi hijau berawal setelah Perang Dunia I selesai. Perang Dunia I menyebabkan rusaknya banyak lahan pertanian di Eropa sehingga mengancam produksi pangan saat itu. Pertanian adalah hal yang sangat penting untuk memasok kebutuhan pangan. Karena tanpa adanya pangan manusia akan mati kelaparan.

Pada abad ke 18 Seorang ahli ekonomi asal Inggris, Thomas Robert Malthus mengemukakan teori yang sangat menggemparkan dunia, teori yang dikenal sebagai Teori Maltus yang menjelaskan bahwa pertubuhan penduduk akan lebih cepat dari pada pangan itu sendiri.

Kita ambil contohnya di negara Meksiko dan Filipina ya. Tahun 1944, ada sebuah pusat penelitian benih jagung yang didukung Rockerfeller Foundation dari penelitian tersebut berhasil menemukan beberapa varietas baru dari hasil jagung yang hasilnya di atas rata-rata varietas lokal Meksiko. Pada tahun 1962, Rockerfellar Foundation dan Ford Foundation mendirikan sebuah badan penelitian tanaman di Los Banos. Nama badan tersebut ialah International Rice Research Institute (IRRI). Apa sih yang dilakukan IRRI? Lalu  bagaimana  revolusi  di  negara  kita Indonesia  tercinta?  Apa  yang  dilakukan Indonesia terkait dengan revolusi hijau? sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk yang banyak tentunya Indonesia   agraris Indonesia tidak mau ketinggalan dalam memaksimalkan hasil pertanian.

Pada masa pemerintahan presiden Soeharto Tepatnya pada masa Orde Baru sejak dilaksanakannya  Pelita  I  di  tahun  1969,  Revolusi  Hijau  diterapkan  dan  fokus  pada peningkatan hasil pertanian (beras). Pelaksanaannya terbagi menjadi 4 program, diantaranya :

  1. Intensifikasi pertanian. Cara ini diterapkan dalam bentuk Panca Usaha Tani yakni    pemilihan    bibit   unggul,    pengaturan   irigasi,    pemupukan,    teknik pengolahan tanah, dan pemberantasan hama. 
  2. Ekstensifikasi pertanian. Langkah ini merupakan perluasan area pertanian yang sebelumnya belum dimanfaatkan. Contohnya itu seperti pemanfaatan hutan, lahan gambut, atau padang rumput untuk digunakan sebagai lahan pertanian
  3.  Diversifikasi pertanian. Ini dapat katakan pengalokasian sumber daya pertanian ke beberapa aktivitas lainnya yang menguntungkan, baik secara ekonomi atau lingkungan. Contohnya menanamkan beberapa jenis tanaman dalam satu lahan atau memelihara beberapa hewan ternak dalam satu kandang. Nah, yang terakhir, rehabilitasi. 
  4. Rehabilitasi ini merupakan sebuah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperbarui segala hal terkait pertanian. Misalnya memperbaiki sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi. 

Dari pelaksanaan 4 progran diatas India berhasil memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri . Di Philipina revolusi hijau mengalami perkembangan lebih pesat dari pada India. Indonesia juga tidak mau kalah, negara kita berhasil menjadi negara swasembada beras. Revolusi hijau adalah jawaban dari semua persoalan yang dihadapi dunia. Tetapi muncul juga dampak negatif dari perkembangan dan penerapan revolusi hijau, diantaranya :

  1. Musnahnya organisme penyubur tanah
  2. Kesuburan tanah menurun dan menjadi tandus
  3. Tanah mengandung resido akibat endapan pestisida
  4. Hasil pertanian mengandung bahan kimia pestisida
  5. Ekosistem rusak dan tidak lagi seimbang

 Untuk lebih lengkapnya silakan download materi dibawah sebagai referensi untuk belajar

IPTEK Indonesia dari Proklamasi sampai Reformasi PDF 

Setelah pelajari modul tersebut, jelaskan hubungan Iptek dengan kualitas pendidikan di Indonesia ?