You're Reading a Free Preview
Pages 7 to 8 are not shown in this preview.
You're Reading a Free Preview
Pages 13 to 26 are not shown in this preview.
Perbandingan Puisi Doa Chairil dan Amir Hamzah |
A. AMIR HAMZAH
DO’A
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku ?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menayang pikir, membawa angan kebawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam
menyirak kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan
cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku
rayu !
[Nyanyi Sunyi, 1941]
1. Bagian Isi
a. Tema
Pada puisi karya Amir Hamzah diatas dapat disimpulkan bahwa puisi yang berjudul do’a itu bertemakan tentang kerinduan terhadap kekasih. Pada puisi diatas si penyair mencoba menggambarkan sikap dirinya terhadap si kekasih yang jauh darinya
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam
menyirak kelopak.
Pada bait diatas dapat dirasa bahwa si penyair dan kekasihnya sedang dipisahkan oleh sesuatu, ditegaskan oleh kata “menunggu”.
Kerinduan si penyair pada puisi diatas jelas sekali terasa pada bait terakhir yang berbunyi.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan
cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku
rayu !
Disana penyair menjelaskan pengharapannya bahwa ia ingin mendengar kembali suara sang kekasih, perhatian, serta kasih sayangnya.
Namun semuanya itu dia rasa jauh, semua keinginannya hanya sebatas di pikirannya saja, matanya bersinar namun nyatanya sendu [dan yang membuat penyusun sedikit rancu, pada baris terakhir diatas ditemukan kalimat, biar berbinar gelakku rayu ! yang apabila penyusun artikan kata gelak disana berarti gelak tawa yang menggambarkan kebahagiaan, jadi disana terdapat unsur kesenduan dan kebahagiaan]
b. Nada
Pada puisi diatas sikap penyair terhadap pembaca adalah sekedar memberi tahu saja bahwa si penyair tengah dalam keadaan merindukan sang kekasih. Karena disana tidaklah ditemukan unsur memberi saran, menasihati, atau bahkan menggurui. Dan yang jelas sekali terasa bahwa si penyair dalam puisi diatas hanya memberi tahu saja kepada pembaca mengenai perasaannya.
c. Rasa
Pada puisi diatas sikap penyair terhadap objek yang ia bicarakan dalam puisinya itu adalah cinta atau lebih tepat kasmaran. Disana dapat ditemukan pengharapan-pengharapan yang melankolis si penyair terhadap kekasihnya. Seperti pada baris Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam, menyirak kelopak. Kemudian pada baris Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan, cahayamu.
d. Amanat
Pada puisi diatas bila di telisik lebih dalam mempunyai pesan/hikmah yang bisa di ambil pembaca yaitu, cinta dapat membuat orang mempunyai pengharapan layaknya sebuah do’a.
2. Struktur
a. Diksi
Pada puisi diatas pemilihan kata yang dilakukan penyair banyak menggunakan kata konvensional namun terdapat beberapa kata khas yang dapat ditemukan pada puisi berjudul do’a ini seperti, samar sepoi, menayang pikir, menyirak kelopak.
b. Gaya Bahasa
Pada puisi diatas majas/gaya bahasa yang digunakan penyair antara lain :
- Majas Simile [membandingkan secara tidak langsung] :
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku ?Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, Setelah menghalaukan panas terik.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam
- Personifikasi [benda mati seolah-olah hidup] :
bagai bintang memasang lilinnya.
- Hiperbola [melebih-lebihkan] :
Hatiku terang menerima katamu
c. Pengimajian
Pada puisi diatas dapat ditemukan beberapa pengimajian diantaranya :
- Visual [tergambar dalam pikiran] : pada masa purnama meningkat naik.
- Perabaan [gambaran yang terdapat pada kulit] : Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan.
- Taktil [gambaran yang di rasa perasaan] : Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu,
d. Kata Konkrit
Pada puisi diatas kata konkrit atau kata/kalimat yang menyimpulkan keseluruhan makna/isi puisi diatas adalah
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku ? pernyataan ini merupakan gagasan utama pada puisi diatas, karena yang lainnya hanyalah pernyataan penjelas bagi gagasan utama.
e. Irama
Pada puisi diatas irama atau ritmenya adalah sendu, suasana hati yang sedang merindukan kekasih.
f. Rima
Pada puisi diatas dapat ditemukan beberapa pengulangan bunyi diantaranya :
- Rima Asonansi :
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku ? [pengulangan bunyi vokal a ]
- Rima Eksternal :
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas terik. [pengulangan bunyi akhir k pada baris yang berbeda]
g. Tipografi
Penampang atau perwajahan dari puisi karya Amir Hamzah diatas termasuk kedalam tiopgrafi/penampang yang umum/konvensional yaitu seperti penampang puisi pada umumnya, namun pada puisi berjudul Do’a diatas terdapat beberapa peletakan baris yang sedikit masuk kedalam. Perhatikan.
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku ?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menayang pikir, membawa angan kebawah kursimu.
B. CHAIRIL ANWAR
DO’A
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
CayaMu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.
[Aku Ini Binatang Jalang, 1986]
1. Isi
a. Tema
Puisi karya Chairil Anwar diatas dapat dilihat bahwa temanya adalah tentang pengharapan seorang manusia kepada Tuhannya/tentang do’a seorang hamba kepada Tuhannya. Hal ini terlihat dari pengulangan penyebutan kata Tuhan ataupun kata penggantinya [Kau dan Mu] yang dilakukan penyair.
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Mengingat Kau penuh seluruh
CayaMu panas suci
Tuhanku
Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.
Dan pengulangan kata Aku yang menyatakan hubungan antara Aku dan Tuhan.
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Tuhanku
Aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.
b. Nada
Pada puisi diatas sikap penyair terhadap pembaca adalah sekedar memberi tahu saja bahwa si penyair tengah dalam keadaan terpuruk dan sedang berharap kepada Tuhan lewat sebuah Do’a. Karena disana tidaklah ditemukan unsur memberi saran, menasihati, atau bahkan menggurui. Dan yang jelas sekali terasa bahwa si penyair dalam puisi diatas hanya memberi tahu saja kepada pembaca mengenai perasaannya.
c. Rasa
Pada puisi diatas sikap penyair terhadap objek yang ia bicarakan dalam puisinya itu adalah pengharapan dan pengaduan seorang hamba kepada Tuhannya. Disana dapat ditemukan pengharapan dan pengaduan yang melankolis si penyair terhadap Tuhannya. Seperti pada baris Aku masih menyebut namaMu. Kemudian Tuhanku, Aku hilang bentuk, remuk. Tuhanku, Aku mengembara di negeri asing. Dan terakhir pada baris Tuhanku, Di pintuMu aku mengetuk. Aku tidak bisa berpaling. Disini dibuktikan dengan adanya penyebutan Aku dan Tuhan yang menyatakan hubungan.
d. Amanat
Pada puisi diatas bila di telisik lebih dalam mempunyai pesan/hikmah yang bisa di ambil pembaca yaitu, sebagaimanpun kondisi kita janganlah sekali-kali meninggalkan/memutuskan hubungan dengan Tuhan.
2. Struktur
a. Diksi
Pada puisi diatas pemilihan kata yang dilakukan penyair banyak menggunakan kata konvensional/umum namun terdapat beberapa kata khas yang dapat ditemukan pada puisi berjudul do’a ini seperti,
termangu, susah sungguh, penuh seluruh, dan CayaMu.
b. Gaya Bahasa
Pada puisi diatas majas/gaya bahasa yang digunakan penyair antara lain :
- Majas Personifikasi [benda mati seolah-olah hidup] :
Tinggal kerdip lilin [kata kerdip sama saja dengan istilah kedip yang identik dengan gerakan mata manusia berkedip]
- Majas Hiperbola [melebih-lebihkan] :
Aku hilang bentuk, remuk. [pernyataan ini sungguh berlebihan, walaupun si penyair merasakan keterpurukan namun tetap tubuh/raganya tidak mengalami perubahan bentuk]
c. Pengimajian
Pada puisi diatas dapat ditemukan beberapa pengimajian diantaranya :
- Taktil [gambaran yang di rasa perasaan] :
Pada puisi diatas cenderung menggunakan pengimajian taktil/perasaan, dan hal ini sangat terasa pada bagian akhir puisi, perhatikan.
Tuhanku
Aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.
Disana penyair berusaha menggambarkan kekalutan/keputusasaan yang ia rasakan melalui pernyataan Aku hilang bentuk, remuk. Pernyataan tersebut menimbulkan penggambaran perasaan penyair yang kelam dan dingin, hal tersebut kemudian diperkuat dengan pernyataan Aku mengembara di negeri asing yang dapat diartikan bahwa ia tengah berada dalam kesepian yang sangat.
d. Kata Konkrit
Pada puisi diatas kata konkrit atau kata/kalimat yang menyimpulkan keseluruhan makna/isi puisi diatas adalah Tuhanku, Dalam termangu, Aku masih menyebut namaMu. Pernyataan ini merupakan gagasan utama pada puisi diatas, karena yang lainnya hanyalah pernyataan penjelas bagi gagasan utama saja.
e. Irama
Pada puisi diatas irama atau ritmenya adalah sendu, suasana hati yang sedang merindukan cahaya/pencerahan dari tuhannya.
f. Rima
Pada puisi diatas dapat ditemukan beberapa pengulangan bunyi diantaranya :
- Rima Terus :
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
[pengulangan bunyi akhir yang sama u dalam satu bait]
- Rima Asonansi :
Pada baris Biar susah sungguh, dan baris Mengingat Kau penuh seluruh
[pengulangan bunyi vokal u dalam satu baris]
- Rima Aliterasi :
Pada baris Biar susah sungguh, dan baris Mengingat Kau penuh seluruh
[pengulangan bunyi konsonan h dalam satu baris]
g. Tipografi
Penampang atau perwajahan dari puisi karya Amir Hamzah diatas termasuk kedalam tiopgrafi/penampang yang umum/konvensional yaitu seperti penampang puisi pada umumnya, yang terdiri dari 8 bait, dan setiap bait itu ada yang terdiri 1 baris, 2 baris, dan 3 baris.
KESIMPULAN
Pada kedua puisi yang sama-sama berjudul DO’A diatas yang masing-masing karya penyair angkatan 45, Amir Hamzah, dan Chairil Anwar, dapat ditemukan beberapa perbedaan dan persamaan yang terkandung didalamnya.
Perbedaan dan persamaan itu bisa dikelompokkan atas perbedaan isi dan struktur pembangunnya. Dalam kedua puisi itu jelas sekali perbedaan serta persamaannya bila dipandang dalam segi struktur pembangunnya, kedua puisi itu jelas di buat oleh dua orang yang berbeda, yang pastinya memiliki persepsi yang berbeda dalam memandang objek, yang dalam hal ini objeknya adalah DO’A. Di dalam struktur pembangunnya seperti, diksi, pengimajian, tipografi dan yang lainnya begitu berbeda. Perhatikan kembali analisis struktur kedua puisi tadi, sedangkan persamaan struktur yang ada dalam kedua puisi diatas hanya terletak pada judul puisinya yaitu sma-sama berjudul DO’A.
Sedangkan apabila kita lihat dalam segi isi, kedua puisi itu bernada sendu terhadap objek yang dibahasnya. Dan perbedaan isi yang sangat jelas sekali terlihat pada kedua puisi diatas adalah mengenai tema serta objek bahasannya, pada puisi Amir Hamzah tema yang diangkatnya yaitu mengenai kerinduannya terhadap sang kekasih, yang secara langsung tidak relevan dengan judul yang dipakainya, sedangkan pada puisi Chairil Anwar tema yang diangkatnya adalah murni sebuah do’a atau pengharapan seorang hamba kepada Tuhannya.
_______
Penulis : Ibnu Karan
Editor : Dede Rudiansah