Jelaskan tahap-tahap proses pengembalian irian barat sesuai dengan perjanjian new york!

Perjanjian New York[1] adalah sebuah perjanjian yang diprakarsai oleh Amerika Serikat pada 1962 untuk terjadinya pemindahan kekuasaan atas Papua barat dari Belanda ke Indonesia.

Perjanjian New York dilatarbelakangi oleh usaha Indonesia untuk merebut daerah Papua bagian barat dari tangan Belanda. Pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag saat pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda disebutkan bahwa masalah Papua bagian barat akan diselesaikan dalam tempo satu tahun sejak KMB. Namun sampai tahun 1961, tak terselesaikan.

Amerika Serikat yang takut bila Uni Soviet makin kuat campur tangan dalam soal Papua bagian barat, mendesak Belanda untuk mengadakan perundingan dengan Indonesia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Adam Malik dan Belanda oleh Dr. van Roijen, sedang E. Bunker dari Amerika Serikat menjadi perantaranya.

Tanggal 15 Agustus 1962 diperoleh Perjanjian New York yang berisi penyerahan Papua bagian barat dari Belanda melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Tanggal 1 Mei 1963 Papua bagian barat kembali ke Indonesia. Kedudukan Papua bagian barat menjadi lebih pasti setelah diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969, rakyat Papua bagian barat memilih tetap dalam lingkungan RI.

  • Aksi Internasional untuk Papua barat

  1. ^ Text of 1962 New York Agreement

 

Artikel bertopik Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

 

Artikel bertopik peristiwa ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perjanjian_New_York&oldid=18162926"

tirto.id - Perundingan yang dilakukan di Villa Huntland Middlleburg, Virginia, Amerika Serikat, sejak 23 Maret 1962 itu berlangsung alot dan memakan waktu. Bahasan utamanya adalah soal Papua bagian barat (Irian Barat) yang hingga saat itu masih menjadi sengketa antara Indonesia dan Belanda.

Dalam perundingan tersebut, Amerika Serikat (AS) menempatkan diri sebagai mediator meski sebenarnya Paman Sam juga punya agendanya sendiri yang tidak kalah besar. Akhirnya, pada 15 Agustus 1962, tepat hari ini 58 tahun lalu, Perjanjian New York resmi ditandatangani. Inilah pintu masuk AS ke tanah Papua yang dari sanalah (modal) Paman Sam akan bertahan hingga berpuluh-puluh tahun lamanya.

Mempersoalkan Irian Barat

Pengakuan kedaulatan Indonesia merupakan tindak-lanjut Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar di Den Haag pada 2 November 1949. Ada satu persoalan penting yang belum disepakati dalam forum itu yakni mengenai status Papua bagian barat. Baik Indonesia maupun Belanda sama-sama ngotot merasa lebih berhak.

Bagi Belanda, Papua bagian barat, atau yang mereka sebut dengan nama Netherlands New Guinea, bukanlah bagian dari kesatuan wilayah yang harus dikembalikan kepada Indonesia. Salah satu argumentasi yang dipakai adalah karena orang-orang asli Papua memiliki perbedaan etnis dan ras dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Maka dari itu, mereka ingin menjadikan Papua bagian barat sebagai negara tersendiri di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Indonesia tidak sepakat dan menghendaki agar seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda diserahkan. Lantaran tidak dicapai titik temu, KMB memutuskan bahwa masalah Papua bagian barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun ke depan (Amarulla Octavian, Militer dan Globalisasi, 2012:139).

Namun hingga 12 tahun berselang, persoalan itu belum juga dibahas lagi. Sampai akhirnya, Amerika Serikat yang justru terkesan paling bernafsu membicarakan status kepemilikan Papua bagian barat mendesak pihak-pihak yang bersengketa untuk duduk di meja perundingan. Amerika bahkan menawarkan diri sebagai penengah dan menyediakan tempat “netral" untuk membicarakan masalah tersebut.

Indonesia dan Belanda, atas desakan Amerika, akhirnya bertemu kembali di satu meja. Delegasi Indonesia dipimpin Adam Malik, sedangkan Belanda mengutus Dr. Jan Herman van Roijen. Diplomat AS, Ellsworth Bunke, bertindak sebagai penengah.

Inti perundingan yang dikenal dengan nama Perjanjian New York ini adalah bahwa Belanda harus menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963 (Richard Chauvel, Constructing Papuan Nationalism, 2005:30).

Selama proses pengalihan, wilayah tersebut akan dipegang sementara oleh United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang dibentuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Selain itu, Belanda juga harus menarik pasukannya dari Irian Barat. Sementara pasukan Indonesia diperbolehkan bertahan namun di bawah koordinasi UNTEA.

Amerika Mengincar Papua

Amerika punya alasan kuat untuk mencampuri status Irian Barat. Konteks Perang Dingin, misalnya, menjadi salah satu pertimbangan Amerika. Terlebih lagi, Soviet telah bermanuver untuk mendekatkan diri kepada Indonesia demi memperkuat hegemoninya.

Awal Januari 1960, misalnya, Presiden Nikita Khrushchev berkunjung ke Jakarta untuk memberikan kredit sebesar 250 juta dolar AS kepada Indonesia. Setahun berselang, giliran utusan Indonesia yang berkunjung ke Moskow dan mendapatkan pinjaman sebesar 450 juta dolar AS untuk membeli persenjataan dari Soviet (M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2008:558).

Naiknya John F. Kennedy sebagai Presiden AS pada 1961 membuat persaingan dengan Soviet, khususnya untuk kawasan timur jauh, semakin memanas. Kennedy langsung bergerak dengan mengirim surat pribadi kepada Presiden Sukarno (R. Z. Leirissa, Sejarah Proses Integrasi Irian Jaya, 1992:30). Kennedy menegaskan, AS bersedia membantu Indonesia untuk mengatasi masalah Irian Barat.

Kennedy bahkan sudah menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 18 juta dolar AS untuk mengalihkan kedekatan Sukarno dengan Uni Soviet (Mochtar Lubis, Catatan Subversif, 1980: 239). Di sisi lain, AS menekan Belanda agar bersedia berembug dengan Indonesia untuk membicarakan status wilayah Papua bagian barat. Jika tidak, Kennedy mengancam akan menghentikan bantuan AS kepada Belanda.

Selain kepentingan politik yang diusung Kennedy, Amerika ternyata juga punya ambisi yang lebih menggiurkan dalam urusan ini, yakni terkait dugaan kandungan emas dan mineral berharga yang sangat besar di bumi Papua.

Jelaskan tahap-tahap proses pengembalian irian barat sesuai dengan perjanjian new york!

Infografik Mozaik Perjanjian New York. tirto.id/Nauval

Antara Papua dan NKRI

Setelah Kennedy tewas ditembak pada 22 November 1963, kebijakan pemerintah AS di bawah pimpinan Lyndon B. Johnson berubah, termasuk mengurangi bantuan kepada Indonesia yang disetujui Kennedy. Dari pergantian rezim inilah, nantinya, Freeport perlahan-lahan masuk untuk menggerus kekayaan Papua seiring tumbangnya Sukarno yang kemudian digantikan Soeharto.

Dengan demikian, Amerika punya dua agenda besar untuk memuluskan kepentingannya di Irian Barat meskipun dari dua presiden yang berbeda, seperti yang ditulis Beni Pakage dalam artikelnya “Kedudukan Orang Papua dalam Perjanjian New York" di Suara Papua, 14 Agustus 2016:

“Amerika telah turut bermain sebagai pihak pertama dalam kasus New York Agreement 15 Agustus 1962 untuk kepentingannya. Baik demi kepentingan melawan masuknya Indonesia dalam jaringan Soviet, maupun untuk penguasaan kekayaan alam Papua melalui Indonesia."

Tanggal 1 Mei 1963, wilayah Papua bagian barat akhirnya resmi diserahkan kepada Indonesia dari Belanda melalui mediasi UNTEA, meskipun terdengar suara-suara yang mengecam lantaran tidak dilibatkannya orang-orang Papua dalam Perjanjian New York tersebut.

Tindak-lanjut penyerahan itu adalah dilaksanakannya Act of Free Choice atau Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Papua selama 6 pekan dari Juli hingga Agustus 1969 yang menghasilkan integrasi wilayah Irian Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Proses dan hasil PEPERA 1969 memang tidak sepenuhnya disepakati oleh seluruh pihak yang merasa berkepentingan karena ditengarai telah terjadi kecurangan (Human Rights Watch, Protes dan Hukuman Tahanan Politik di Papua, 2007:11). Namun, inilah tahap awal peresmian Irian Barat menjadi bagian dari wilayah NKRI dengan nama Provinsi Irian Jaya saat itu.

Dan Amerika? Sampai detik ini, jejaring kapital dari negeri Paman Sam masih bercokol di bumi Papua yang memang kaya-raya.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 15 Agustus 2017. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya
(tirto.id - isw/zen)


Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RSIvan Aulia Ahsan

Subscribe for updates Unsubscribe from updates