Jenis konflik yang tergambar dalam kutipan novel tersebut adalah Jalan Tak Ada Ujung


Analisis Psikologis Tokoh Isa dan Hazil dalam Novel

Jalan Tak Ada Ujung, Karya Mochtar Lubis

Makalah

Disajikan untuk memenuhi Mata Kuliah Kajian Prosa

Disusun Oleh

Kelompok 5

Nurfitria Harnia        1110013000087

Nurul Aliyah             1110013000115



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013

 BAB I

                                                       PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Sastrawan tidak sekedar menghibur para pembaca melalui karyanya, tetapi dapat menyajikan berbagai ragam kehidupan yang penting untuk direnungkan kemudian dipahami bersama-sama. Seorang sastrawan dapat menggambarkan sebuah kejadian yang dialaminya dengan baik, dapat membuat pembaca turut merasakan kejadian yang diceritakan.

Banyak sastrawan-sastrawan Indonesia pada novelnya mengisahkan tentang ragam kehidupan manusia. Mochtar Lubis, sastrawan angkatan 1945, sering dikenal dengan sebutan angkatan’45. Dalam beberapa novelnya menceritakan tentang masa-masa ketika revolusi, selain menjadi sastrawan Mochtar Lubis juga seorang wartawan, pelukis, dan orang yang mengeluti kebudayaan. Sebagai sastrawan, Mochtar Lubis memiliki kepekaan batin terhadap gejala-gejala yang muncul disekitarnya. Baik berupa gejala kemasyarakatannya. Maupun yang lebih mendasar lagi, yakni gejala kemanusiaan.

Kegelisahan, kegembiraan, kesediahan, dan ketakutan yang tidak pernah lepas dari eksistensi hidup manusia, merupakan persoalan yang cukup menarik. Sebagai wartawan Mochtar Lubis, pria kelahirkan Padang, Sumatera Barat pada tanggal 7 Maret 1922. Ayahnya, Raja Pandapotan Lubis, adalah bangsawan Mandailing yang menjabat sebagai asisten demang di kota kelahiran Mochtar Lubis antara tahun 1915 hingga 1929. Mochtar Lubis pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Indonesia Raya. Mochtar Lubis oleh Federasi Internasional Serikat Penerbit Surat Kabar – FIEJ— yang bermarkas besar di Paris pernah mendapat penghargaan Pena Emas, “La Plume d’Or”. Penghargaan yang di anugerahkan untuk wartawan yang gigih dan berani memperjuangkan kebebasan pers sampai menderita. Selain mendapat penghargaan atas perjuangannya ketika menjadi wartawan, Mochatar Lubis pernah pula mendapat peghargaan atas novel-novel yang dibuatnya, salah satunya novel Jalan Tak Ada Ujung.

Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis terbit pertama pada tahun 1952, dan tahun 1977 diterbitkan sebagai cetakan keempat. Mendapat hadiah sastra nasional sebagai roman terbaik tahun 1952 dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional.

Novel Jalan Tak Ada Ujung menceritakan masa-masa revolusi. Masa yang tidak memungkinkan terciptanya kedamaian, dan ketentraman, sehingga jiwa tidak akan mungkin tentram dan nyaman. Merasakan ketakutan. Masa yang dengan mudah seseorang meninggal begitu saja tanpa sebab yang pasti. Masyarakat tidak bersalah menjadi sasaran peperangan pada saat itu. Demikian misalnya yang dialami oleh tokoh novel Mochtar Lubis Jalan Tak Ada Ujung ini. Guru Isa yang sejak masa Jepang terus menerus, hingga masa revolusi rasa takutnya kian memuncak.

Novel  Jalan Tak Ada Ujung memilliki aspek yang menggarap dunia kejiwaan dengan konflik psikologisnya. Konflik psikologis, unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh dalam cerita. Aspek yang dipakai Mochtar Lubis sangat sinkron dengan tokoh-tokohnya dalam gerak gerik, tingkah laku, dan emosi menggabarkan manusia seutuhnya.

B.     Rumusan Masalah

Hal yang menjadi rumusan masalah dalam novel Jalan Tak Ada Ujung di antaranya:

1.      Bagaimana analisis unsur intrinsik dalam novel Jalan Tak Ada Ujung?

2.      Bagaimana bentuk psikologis yang ditunjukkan oleh tokoh Guru Isa dan Hazil dalam novel  Jalan Tak Ada Ujung melalui pendekatan objektif?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui unsur intrinsik dalam novel Jalan Tak Ada Ujung

2.      Mengetahui psikologis tokoh Guru Isa dan Hazil dalam novel Jalan Tak Ada Ujung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis pernah mendapat hadiah dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional. Novel ini pernah dikaji oleh Dra. Darni, M. Hum dari hasil analisisnya, novel Mochtar Lubis JTAU banyak diwarnai oleh konsep Eksistensialisme Sartre. Eksistesialisme, aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab ats kemauannya yang bebastanpa mengetahui yang mana yang benar dan mana yang tidak benar. Ketakutan merupakan gagasan yang paling menonjol. Ketakutan ada sejak manusia terlempar dari eksistensinya. Ketakutan dimiliki oleh semua orang. Manusia harus dapat hidup dan damai dengan ketakutannya masing-masing. GI, setelah mengalami perjalanan yang panjang akhirnya dapat menguasai dan damai dengan ketakutannya. Sebaliknya, Hazil yang semula bersemangat dan berani akhirnya dihancurkan oleh ketakutan yang tidak dapat dikuasainya.

Selain Analisis dari Dra. Darni, M. Hum, Umar Junus menulis bahwa Jalan Tak Ada Ujung tidak menyoroti tentara, tetapi sipil yang takut dan enggan diajak-ajak terperangkap dalam memperjuangkan batin yang kurang penting bagi revolusi nasional di sekelilingnya. Dalam Jalan Tak Ada Ujung, gambaran Revolusi berubah dari gambaran peristiwa historis yang spesifik menjadi “revolusi” sebagai semacam perjalanan manusia “universal”, melampaui hal-hal duniawi, suatu “jalan tak ada ujung” menuju ke pembebasan psikologis, suatu kebebasan metafisis ketimbang kebebasan nasional.

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG, LATAR BELAKANG LAHIRNYA KARYA,

DAN SINOPSIS NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG

A.  Biografi Pengarang

Mochtar Lubis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 7 Maret 1922. Ayahnya, Raja Pandapotan Lubis, adalah bangsawan Mandiling yang menjabat sebagai asisten demang di kota kelahiran Mochtar Lubis antara tahun 1915 hingga 1929. Gelar “raja” di depan nama ayahnya menunjukkan bahwa ia seorang kepala suku. Ia berasal dari desa Muara Soro, dekat Kotanopan, Kabupaten Tapanuli Selatan, sekitar 180 kilometer di Selatan Padangsidempuan.

Ibunya, Siti Madinah Nasution, juga keturunan bangsawan Mandailing. Ia adalah anak kepala kuria, atu induk kampung di daerah Batak, bergelar Mangaraja Sorik Merapi adalah nama pengunugan dekat kampng halaman mereka. Ibu mochhtar Lubis meninggal di medan pada 22 Mei 1986 dalam usia 90-an tahun, sedangkan ayahnya sudah lama mendahuluinya pada tahun 1953.

Mochtar Lubis terkenal sebagai wartawan, pemimpin redaksi kemudian menjadi pemimpin umum harian “Indonesia Raya”. Dalam dunia kesusastraan terutama dikenal karena romannya “Jalan Tak Ada Ujung” yang melukiskan manusia yang selalu ragu-ragu dalam revolusi yang lalu. Untuk buku itu, ia mendapat hadiah dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional dan buku itu dianggap sebagai roman yang paling baik pada tahun 1952.

Sesudah aksi militer pertama bersama-sama dengan beberapa kawannya, ia mendirikan harian “Masa Indonesia” kemudian ia menjadi wartawan “Merdeka”, pemimpin redaksi majalah “Mutiara”, penerbit mingguan “Masa”, dan direktur kantor berita “Antara”. Ia banyak menterjemahkan kesusastraan asing kepada masyarakat Indonesia : “Tiga Cerita Negeri Dolar” Balai Pustaka 1950, “Kisah-kisah dari Eropa” Balai Pustaka 1952, “Tujuh Puluh Ribu Orang Assiria” dan berbagai cerpen Amerika lainnya dalam Seri Kisah Amerika yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Bersama-sama dengan Beb Vuyk dan S. Mundingsari menerbitkan “Cerita-cerita dari Tiongkok”, PT Pembangunan 1953. Buku-bukunya yang lain: “Teknik Mengarang” Balai Pustaka 1954, “Teknik Mengarang Skenario Film” Balai Pustaka 1952, “Pers dan Wartawan” Balai Pustaka 1949), dsb. Karena keberaniannya mengkritik pemerintah, ia sejak 1956 untuk waktu yang tak ditentukan ditahan, mula-mula dalam sel, kemudian sebagai tahanan rumah.

Mochtar Lubis lahir Padang 7 Maret 1922, ia beragama islam dan meninggal di Jakarta 2 Juli 2004. Ia memiliki isteri bernama Halimah, meninggal 27 Agustus 2001. Ia mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat di Sungai Penuh, HIS di Sungai Penuh, dan Sekolah Ekonomi di Kayu.

Karier Mochtar Lubis pada tahun 1945-1952 sebagai Redaktur Luar Negeri Kantor Berita Antara,  Redaktur Luar Negeri LKBN Antara, Pemimpin Redaksi Harian Umum Indonesia Raya, Menerbitkan Indonesia Raya Versi Inggris dengan nama Time of Indonesia. Tahun 1947-1949 ia menjadi pemimpin Redaksi Majalah Mingguan Mutiara, dan pada 1966 ia Mendirikan Majalah Mingguan Sastra dan Budaya Horison.

Organisasi yang pernah ia ikuti, sebagai anggota International Science Writers Association,  anggota Pen Club, direktur Jenderal Press Foundation of Asia di Manila, ketua Dewan Redaksi Majalah Solidarity di Manila, pemimpin Redaksi Majalah Impact di Manila, Associate Editor South East Asia of World Paper (Boston, USA), wakil ketua Yayasan Pembinaan Pers Indonesia, wakil ketua dan anggota Seumur Hidup Akademi Jakarta, direktur Yayasan Obor Indonesia, anggota Yayasan Indonesia Hijau, anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, penulis Tajuk Majalah Suara Alam (Jakarta), anggota The SeanMcBride UNESCO Komisi Masalah-masalah Komunikasi dan Informasi.

Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima oleh Mochtar Lubis pada tahun 1958 penghargaan Ramon Magsaysay untuk Kategori Jurnalistik dan Sastra, pada tahun 1978 Pena Emas Bidang Jurnalistik dari International Association of Publisher and Editors, pada tahun 1956 penghargaan dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional untuk Bidang Sastra, pada tahun 1953 penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia untuk peliputan perang di Korea.

Karya-karya Mochatar Lubis, diantaranya: Harimau, Harimau!, Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada Ujung, Berkelana Dalam Rimba, Bromocorah, Maut dan Cinta, Citra Polisi, Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis, Tanah Gersang, Tak Ada Esok, Wartawan Asia, Budaya Masyarakat dan Manusia, Catatan Subversif, Ecologi Reader, Mafia dan Korupsi Birokrasi, Kuli Kontrak, Catatan Korea, Manusia Indonesia, Perempuan.

B.  Latar Belakang Lahirnya Karya

Mochtar Lubis seorang sastrawan 1945 atau sering disebut angkatan’45. Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan angkatan ini. Karya satra ini lebih realistik dibandingkan karya Angkatan Pujangga Baru yang romantik-idealistik.

Beberapa karya fiksi Mochtar Lubis, khususnya dalam dekade tahun tujuh puluhan, banyak memberikan sumbangan kepada kita. Sumbangan yang dimaksud di sini tidak lepas dari moralitas manusia dalam kaitannya sebagai suatu bangsa (nation) yang penuh cita-cita. Mochtar Lubis mengangkat persoalan moralitas dalam karya-karyanya sebagai usaha menumbuhkan  jiwa yang berbudaya bagi setiap manusia dalam pelaksanaan kehidupannya.

Pada umumnya karya-karya Mochtar Lubis mampu bercerita secara wajar tentang manusia dalam perang. Manusia dan kebangsaan. Hal itu tidak mengherankan sebab Mochtar Lubis sendiri pernah terlibat dalam peristiwa-peristiwa revolusi. Suatu peristiwa yang cukup dasyat dalam pengalaman hidup manusia. Pengalaman-pengalaman itu mempengaruhi jiwa Mochtar Lubis sehingga tidak sedikit roman atau cerita pendeknya yang cenderung menonjokan aspirasi dan ide-ide si pengarang itu sendiri. Untuk cerita-cerita ide seperti itu, maka tepatlah apabila Mochtar Lubis menerapkan sistem penggarapan yang konvensional.

C.  Sinopsis

Novel Jalan Tak Ada Ujung menceritakan seorang guru bernama Isa berumur tiga puluh lima tahun yang ketakutan pada masa-masa revolusi, tidak suka dengan kekerasan, dan karena Isa seorang guru ia sangat dihormati oleh tetangga-tetangganya. Ia sering disapa Guru Besar, akan tetapi statusnya tidak memihak kepadanya, keadaan ekonomi keluarganya sangat kekurangan. Ia memiliki isteri bernama Fatimah. Fatimah harus kesana-kemari meminjam uang hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Selain itu, Guru Isa pun harus menerima ketika ia tidak bisa memberikan kepuasan secara batin kepada istrinya untuk selamanya. Sehingga keharmonisan keluarganya semakin lama semakin berkurang. Oleh sebab itu, isterinya memutuskan untuk mengambil anak pungut yaitu seorang anak laki-laki kecil. Salim. Ia berumur empat tahun.

Kehidupan Guru Isa selalu diwarnai rasa takut. Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecahkan kesunyian pagi, ia sedang berjalan kaki menuju sekolahnya di Tanah Abang. Ia sangat ketakutan ketika itu, ia memikirkan tentang keselamatan anak dan isterinya.

Isa diajak oleh anak didiknya. Hazil. Ia seorang pemuda pemberani, bersemangat, sangat pintar bermain biola dan juga seorang komponis. Untuk bergabung dengan sebuah organisasi perjuangan pemberontakan, Guru Isa sebenarnya tidak mau tetapi ia takut dibilang pengecut dan mata-mata. Oleh karena itu dengan sangat terpaksa ia menuruti apa kata temannya itu. Mereka kemudian bertugas untuk mengambil senjata dan bom tangan yang disimpan di daerah Asam Reges, setelah itu akan disimpan di Manggarai, kemudian di selundupkan ke Kerawang. Dalam misinya ini Isa bertemu dengan Rakhmat. Penyelundupan itu berjalan dengan mulus, meskipun menyisakan ketakutan pada guru Isa karena baru pertama kalinya ia ikut berjuang dalam kemerdekaan.

Setelah menikah selama enam bulan Isa tidak dapat memberikan kepuasan secara batin kepada isterinya. Fatimah sebenarnya istri yang baik. Ia tetap setia  meski Isa menderita impotensi sejak awal pernikahan mereka, sampai ia bertemu Hazil yang membawa bara hangat ke dalam kehidupan asmaranya yang nyaris beku. Kesetiaan itu pun runtuh, kemudian berselingkuh dengan teman Guru Isa sendiri, Hazil. Isa mengetahuinya, tetapi ia takut menghadapi kenyataan itu.

Serdadu Inggris kemudian meninggalkan Indonesia setelah adanya perjanjian Linggar Jati. Akan tetapi, kondisi tersebut bukanlah sesuatu yang mengenakan. Beberapa saat setelah kepergian serdadu Inggris, serdadu Belanda kemudian datang kembalike Indonesia. Puncak pemberontakan mereka terjadi ketika guru Isa, Hazil, dan Rakhmat, merencanakan untuk menyerang serdadu Belanda disebuah bioskop. Rex. Mereka melemparkan bom tangan di depan pintu masuk bioskop tersebut.

Setelah tidak ada kabar antara Hazil, Rakhmat, dan Isa. Hazil kemudian dapat ditangkap oleh polisi militer, ia mengakui apa yang telah ia perbuat dan menyebutkan siapa saja yang terlibat dalam kasus itu. Tak lama kemudian guru Isa menyusul. Ditangkap polisi. Mereka berdua disiksa. Karena mereka tetap tidak mau mengaku di mana Rakhmat bersembunyi. Akhirnya, Isa menemukan sifat kelakian-lakiannya dan arti hidupnya sesungguhnya, dan sebaliknya Hazil yang bersemangat dan pemberani menjadi penakut akan siksaan-siksaan yang ia dapat dari tentara Belanda.

BAB IV

Analisis  Novel Jalan Tak Ada Ujung

A.  Unsur Intrinsik karya

1.    Tema : Ketakutan seorang sipil (guru) masa revolusi

Novel ini sering menceritakan masa revolusi, masa yang membuat orang-orang merasakan ketakutan yang amat dalam, terutama yang digambarkan pada tokoh utama Guru Isa. Ketakutan yang membuatnya mengalami ganguan psikologis.

“Dia telah pergi ke dokter. Dan dokter mengatakan, bahwa impotennya adalah semacam psychischenya sendiri. Yang dapat mengobatinya hanya jiwanya sendiri. Atau sesuatu di luar yang dapat melepaskan tekanan jiwanya yang merasa tidak kuasa”. (JTAU, 2010: 29).

2.    Tokoh dan Penokohan

Guru Isa, sebagai seorang guru, dan suami dari Fatimah yang mengalami impoten tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis istrinya karena ketakutan berlebihan yang ada dalam dirinya. Seorang laki-laki lemah, tidak suka kekerasan, tidak berani untuk mengatakan isi hatinya dan pernah bersekolah HIK Bandung.

“Dalam hatinya yang sederhana dan penyayang pada semua orang tidak bisa masuk kemungkinan manusia berbuat demikian. Darah orang luka yang menyembur membasahi baju merah dan pekat, menyakitkan hatinya. Dan menakutkan hatinya juga. Orang-orang yang berdiri di luar rumah mereka bertanya apa yang terjadi, tapi Isa tidak jawab. Ia terlalu dalam jatuh dalam kekacauan pikirannya sendiri”. (JTAU, 2010: 17).

Hazil, Seorang aktivis muda pemberani dan bersemangat dalam memperjuangkan kemerdekaan. Seorang organisator perlawanan, memiliki sifat optimis, dan anak muda yang pandai bermain musik, sekaligus komponis.

Dalam perjuangan kemerdekaan ini, tidak ada tempat pikiran kacau dan ragu-ragu,” kata Hazil. “Saya tidak pernah ragu, dari mulai. Saya sudah tahu-semenjak mula-bahwa jalan yang kutempuh ini adalah tidak ada ujung. Dia tidak akan ada habis-habisnya kita tempuh. Mulai dari sini sini, terus, terus, terus tidak ada ujungnya….” (JTAU, 2010: 49).

Fatimah, istri Guru Isa seorang istri yang penuntut, dan acuh kepada suaminya semenjak mengetahui Guru Isa tidak bisa memberikan kepuasan batin terhadapnya. Seorang yang sayang sekali pada setia pada suaminya, walau akhirnya Fatimah berselingkuh dengan Hazil.

“Beras telah habis lagi. Jangan lupa minta persekot, “Fatimah berseru kepadanya ketika Guru Isa turun tangga hendak ke sekolah”. (JTAU, 2010:104).

“Ketika istrinya memutuskan untuk mengambil anak pungut setahun yang lalu, maka hampir terjadi percekcokan yang besar antara mereka. Dia mula-mula keberatan, karena memikirkan tambahan belanja dan beban rumah tangga mereka. Hingga keluar dari perkataan istrinya, “dari engkau aku tidak bisa dapat anak....”. (JTAU, 2010: 30).

Ada pula tokoh-tokoh selain tokoh yang dijelaskan di atas, yaitu:

1.      Rakhmat (teman Hazil)

2.      Mr. Kamaruddin (ayah Hazil)

3.      Pak Damrah (pemilik warung)

4.      Pak Hamidy (tetangga Guru Isa)

5.      Salim (anak pungut Guru Isa)

6.      Saleh (teman Guru Isa)

3.    Latar

a.    Tempat

Tanah Abang, arah yang dituju oleh Guru Isa pergi mengajar ke sekolah. Adanya pasar. Trem di Jalan Asam Lama dekat Pasar tanah abang. Jalan Asam Lama tempat yang sering terjadi pengeledahan oleh serdadu hindia.

“Saleh terus pulang naik sepeda, ia berjalan kaki ketempat trem di jalan asam lama dekat Pasar Tanah Abang”  (JTAU, 2010: 34).

Di sekolah, Ketika lonceng dinding tembok yang telah tua dan penuh debu memukul sebelas kali. Sekolah itu sepi guru-guru lain sudah pulang.

“Baru ketika orang yang baru tiba itu menjentik bahunya, guru Isa tahu bahwa ada orang lain dalam kelas”. (JTAU, 2010: 31).

Karawang, merupakan tempat penyelundupan senjata, dan markas Laskar Rakyat.

“Ini bisa berbahaya,” kata Hazil, kita pergi mengambil senjata dan membawanya ke Manggarai di sana kita sembunyikan dan kemudian diselundupkan ke Karawang. Engkau masih berani?”. (JTAU, 2010: 78).

Di bioskop Rex, tempat yang menjadi sasaran pengemboman oleh Hazil, Rakhmat, dan Isa.

“Rakhmat menggoncangkan kepala. “Sekarang”, kata Hazil dan Rakhmat dan Guru Isa terbagun dari pikiran mereka. Para penonton bioskop telah mulai keluar. (JTAU, 2010: 134).

b.    Latar waktu

Bulan September 1946. Pagi. pasca kemerdekaan, tiga orang kanak-kanak kecil sedang bermain-main layang-layang,

          “Salah, salah angin dari sana. Kamu tukar tempat,”teriaknya. (JTAU, 2010:2).

November, pertemuan Guru Isa dan Hazil,

“Gesekan biolamu, meskipun belum lancar dan mahir, mengandung tenaga,” kata Guru Isa kepada Hazil memuji.

          Ya, aku tahu, “kata Hazil,” kesempatan berlatih amat sedikit”. (JTAU, 2010:2).

Tiga menit dan seperempat jam, peristiwa yang menunjukkan latar waktu ketika serdadu-serdadu NICA datang,

“Tiga menit kemudian truk itu masih menembak-nembak juga kiri dan ke kanan, sambil berteriak-teriak memaki-maki, Mampus lu, anjing Sokarno.!” Mau merdeka? Ini merdeka!”. (JTAU, 2010:6).

“Setelah seperempat jam kemudian tidak ada truk-truk memuat serdadu-serdadu NICA yang lewat kembali, maka pemuda-pemuda yang mengawal dengan bambu runcing dibalik-balik pagar ... (JTAU, 2010:7).

Waktu menunjukkan malam di kamar Guru Isa,              

”Malam itu ketika hendak masuk tidur, mereka tekejut karena bunyi teriak siap-siap!”. (JTAU, hlm. 34).

Pagi-pagi di Jalan Asam Lama,

“Baba Tan berdiri di depan warungnya berseru, “Selamat pagi, Tuan Guru.” Setiap pagi dia lewat selamanya orang yang berdua ini yang menegurnya demikian. (JTAU, 2010: 67)

4.    Sudut Pandang

Novel Jalan Tak Ada Ujung mengunakan Dia-an, orang ketiga serba tahu. Mochtar Lubis menyampaikan atau memberikan gambaran dalam novelnya melalui Guru Isa. Dalam melukiskan pelaku Guru Isa ini, pada masa revolusi sedang berkecambuk di Jakarta tidak luput dari segala konsekuensianya. Perbandingan atau antara dua manusia kita dapati dalm buku ini. Guru isa dan  temannya “Hazil” yang dikenalnya dalam masa revolusi adalah seorang anak Mr. Komaruddin. Seorang yang masih kolonial akan tetapi Mr. Komaruddin takluk juga pada kemauan anaknya Hazil.

5.    Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam novel Jalan Tak ada Ujung mudah dipahami, dan tidak menggunakan Bahasa Melayu. Bahasa yang digunakan majas repetisi (penegasan, perulangan kata).

“Patroli yang membelok ke kanan, terus, kekiri, ke kanan, terus, dan terus, terus di jalan-jalan yang sunyi, kosong dan sepi”. (JTAU, 2010:7).

“Kamaruddin amat rindu pada Hazil. Rindunya bercamur rasa penyesalan karena  ketika Hazil hendak berangkat –dia datang meminta uang untuk belanja— tetapi Kamaruddin membentak anaknya ...” (JTAU, 2010:50).

6.    Alur

Alur yang digunakan dalm novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis mengunakan alur maju.

Awal: perkenalan para tokoh-tokoh yang ada dalam novel. Pertemuan Guru Isa dengan Hazil yang menjadikannya teman akrabnya.

Konflik: awal konflik dimulai dari ketika Guru Isa diberi kpercayaan oleh Hazil temanya sebagai kurir pengantar senjata, dan di percaya sebagai pemengang dana keuangan organisasi rahasia. Ketakutan yang menjadikan Guru Isa tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis istirnya menjadi konflik dalam pernikahannya.

Klimaks: pusat konflik yang terjadi, ketika Guru Isa diajak oleh Hazil dan Rakhmat untuk melakukan pengeboman di bioaskop Rex, karena disana banyak serdadu Belanda. Pusat konflik yang kedua ketika Fatimah istri Guru Isa selingkuh dengan temannya sendiri “Hazil”.

Anti-klimaks: dalam novel ini anti-klimaks yaitu ketika penangkapan Guru Isa terkait dengan pengeboman yang terjadi pada bioskop Rex. Bersama Hazil ia dipenjara dan disiksa oleh polisi militer. Kemudian, ketika Guru Isa telah mengetahui bahwa sahabatnya itu (Hazil) berselingkuh dengan istrinya. Ia enggan mengatakannya pada Hazil. Hal tersebut lebih ditutupi oleh Guru Isa, karena ia takut untuk mengatakannya.

Akhir/penyelesaian: setelah mendapat penyiksaan dari tentara Belanda, dan penyiksaan itu membuatnya kebal, pada akhirnya Guru Isa sadar dan ia bisa berdamai dengan rasa takutnya yang berlebihan.

Awal

Perkenalan tokoh-tokoh

Perkenalan Guru Isa dengan Hazil

Klimaks

Pengeboman bioskop Rex.

Istri Guru Isa “Fatimah” selingkuh dengan temannya “Hazil”.

Akhir

Guru Isa sadar, dan berbahagia kelaki-lakiannya telah kembali.

Anti Klimaks

Penangkapan guru Isa dan Hazil.

Guru Isa mengetahui Istrinya selingkuh.

Konflik

Guru isa masuk organisasi rahasia, dipercaya  menjadi  kurir dan diangkat sebagai pemegang dana keuangan.

Guru Isa tidak dapat memberikan kebutuhan biologis istrinya.

 

7.      Amanat

a.       Jangan merasa takut untuk menyampaikan suatu berita atau hal, jika itu benar.

b.      Manusia harus menghilangkan rasa takut yang berlebihan dalam dirinya, lawan rasa takut dengan keberanian.

c.       Perjuanngan tidak akan pernah berakhir. Ketika terlepas dari penjajahan, kita masih harus berjuang dengan ego masing-masing.

B.     Psikologis Tokoh Isa dan Hazil dalam novel Jalan Tak ada Ujung

Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan melalui dua cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relefan untuk melakukan analisis.

Menganalisis Novel Jalan Tak Ada Ujung tentang ketakutan tokoh dalam cerita pada masa masa revolusi. Ketakutan manusia terhadap perang, takut ditangkap, takut ditembak, takut akan hartanya hilang, takut akan keonaran dan berbagai bentuk ketakutan dalam hidup manusia ini. Ini berlangsung sejak lama sepanjang dalam hidup umat manusia. Ketakutan yang paling dekat ialah ketakutan pada diri sendiri, ketakutan-ketakutan yang datang dari jiwa manusia itu. Manusia harus dapat mengatasi segala ketakutan yang mengitari dirinya. Ketakutan yang tumbuh di dalam dirinya sebagai musuh yang besar harus ditaklukkannya hingga kesadaran timbul untuk mengatasi dan menyadari ketakutan itu. Dengan demikian barulah ia mencapai kemenangan dalam perjuangan itu. Melihat pada tokoh-tokoh yang ada dalam novel Jalan Tak Ada Ujung, yang mengalami ketakutan masa-masa revolusi.

1.      Aspek psikologis Guru Isa dalam novel Jalan Tak Ada Ujung

Seorang guru yang takut dengan perasaannya sendiri,

“Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecah kesunyian pagi, Guru Isa sedang berjalan kaki menuju sekolahnya di Tanah Abang. Selintas masuk ke dalam pikirannya rasa was-was tentang keselamatan istri dan anaknya. Ah, Fatimah akan hati-hati, pikirnya kemudian, telah aku suruh dia jangan keluar-keluar rumah.” (JTAU, 2010:8).

Berdasarkan kutipan di atas terlihat tokoh Guru Isa selalu merasa khawatir dan merasa tidak tenang atas kesalamatan istri dan anaknya yang selalu terpikirkan saat Guru Isa berangkat bekerja. Seharusnya hal ini tidak terjadi pada saat dia sedang tidak ada di rumah.

Guru Isa takut pada serdadu-serdadu India di Jalan,

“Isa tidak bisa melukiskan perasaannya, ketika dia berpaling kembali, dan melihat serdadu-serdadu India melompat ke jalan dari truk. Perasaannya kosong. Terutama perutnya. Dan dadanya sedikit terasa sesak. Sekarang bukan karena berlari keras, tetapi karena menahan perasaan hatinya.” (JTAU, 2010:10).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa selalu merasa ketakutan kalau melihat serdadu-serdadu India yang ada di jalan, ia berpikir sewaktu-waktu bisa mencelakai dirinya. Ketakutan Guru Isa yang berlebihan ini justru membuat dia merasa tersiksa, padahal serdadu-serdadu itu hanya berjalan dan tidak akan mencelakainya.

Guru Isa takut kekerasan terjadi pada dirinya,

“Kalau aku yang kena, bagaimana dengan istri dan anakku, pikir Guru Isa. Dalam hatinya timbul rasa tidak enak ketika membayangkan dirinya  terbaring di tanah berlumaran darah, mengerang-ngerang kesakitan. Pemandangan demikian melukai hatinya yang lembut. Terasa sebagai perkosaan pada kehormatan manusia baginya.” (JTAU, 2010:13).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa selalu berpikir dan membayangkan dirinya mengalami kejadian yang belum tentu terjadi pada dirinya. Hal inilah yang dapat menyebabkan perasaan Guru Isa yang selalu diliputi rasa takut dan selalu membayangkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu ditakutkan dan dipikirkan.

Guru Isa pengecut, tidak bisa mengakui ketakutannya,

“Baru hari itu dia bertemu muka dengan segi-segi keras dan tajam dari revolusi. Penumpahan darah. Darah manusia. Guru Isa akan merasa terluka hatinya, jika dikatakan padanya, bahwa perasaan yang dirasanya sekarang adalah rasa takut. Tetapi pada dirinya sendiri dia tidak mengakui, bahwa dia takut.” (JTAU, 2010:28).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa tidak mengakui bahwa dirinya sebenarnya memiliki rasa takut. Ketakutan Guru Isa tidaklah wajar karena hanya melihat darah saja pikirannya diliputi dengan rasa takut yang sangat mengganggu kesehariannya.

Guru Isa takut pada dirinya sendiri,

“Guru Isa teringat malam perkawinannya. Dia tersenyum pada dirinya sendiri. Tapi tidak lama. Kemudian mukanya menjadi agak suram. Dia ingat enam bulan setelah mereka kawin. Pertama-tama kali dia tidak kuasa meladeni istrinya. Telah lama terasa padanya tenaganya sebagai laki-laki berkurang. Seperti air dalam kaleng yang tiris perlahan-lahan habis, hingga akhirnya kering. Dan esok malamnya. Kembali dia tak sanggup. Wajah istrinya yang seakan mengumpat! Malam yang lain demikian pula. Hingga akhirnya jiwanya terpengaruh. Hingga sekarang. Dan istrinya menjadi dingin terhadap dia. Tetapi mereka menjaga perkawinan. Dia telah pergi ke dokter. Dan dokter-dokter mengatakan, bahwa impotensinya adalah semacam psyhiachenya sendiri. Yang dapat mengobatinya hanya jiwanya sendiri. Atau sesuatu di luar yang dapat melepaskan tekanan jiwanya yang merasa tidak kuasa.” (JTAU, 2010:29).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru isa mengalami masalah gangguan seksual yaitu impoten. Guru Isa merasa tertekan dengan keadaan ini, dia tidak bisa memenuhi hasrat seksologisnya kepada istrinya bahkan dia merasa bersalah kepada istrinya. Perasaan itulah yang selalu membuat Guru Isa merasa tertekan dan merasa lemah menjadi seorang lelaki. Penyakitnya yang bisa disembuhkan hanya dirinya bukan dokter.

Guru Isa malu kelaki-lakiannya tidak berdaya,

“Ketika itu dia menundukkan kepalanya penuh malu kelaki-lakiannya yang tiada berdaya. Dia diam tidak membantah lagi. Demikian anak pungut mereka, laki-laki kecil, salim, berumur empat tahun, datang ke dalam penghidupan mereka. Untuk menggantikan anak yang seharusnya dapat diberikannya. Tetapi jauh dalam hatinya anak itu merupakan tanda tiada daya laki-lakinya.” (JTAU, 2010:30).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa semakin tertekan dengan datangnya anak pungut yang telah mereka rawat semenjak kecil. Dia semakin menganggap dirinya lemah dan kelaki-lakiannya tidak berdaya. Batinnya semakin tersiksa dan menderita.

Guru Isa selain memiliki perasaan cemas, takut, dia juga memiliki rasa bangga dengan dirinya,

“Di samping segala perasaan cemas, takut, ngeri yang bercampur-campur menggoda perasaannya, Guru isa merasa juga sedikit bangga pada dirinya, karena dia ikut menjadi anggota sebuah organisasi rahasia. Seakan-akan hatinya terobati dengan memikirkan, bahwa dia ikut berjuang. Dan kadang-kadang timbul rasa lebih dirinya, jika dia berpikir, bahwa istrinya tinggal di rumah sedang dia melakukan kerja yang berbahaya di samping menjadi guru”. (JTAU, 2010:43).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa merasa bangga kalau dirinya ikut berjuang di negeri ini, seakan-akan dia bisa mengalahkan segala perasaannya yang selalu diliputi rasa cemas, khawatir, ketakutan seakan semuanya sirna bahkan dia bisa mengalahkan semua perasaan-perasaannya itu.

 Guru Isa menyadari keadaan dirinya,

“Guru Isa menarik napas berat-berat.  Dia tahu hal ini tidak mungkin. Tidak mungkin terjadi selama keadaannya masih belum juga berubah.” (JTAU, 2010:56).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa menyadari bahwa dirinya tidak mungkin bisa mengatasi permasalahan yang selama ini selalu dianggapnya sangat menyiksa dan menekan batinnya.

Guru Isa merasa cinta Fatimah sudah tidak ada,

“Amat berat terasa bagi guru Isa untuk merenggutkan matanya dari mata Fatimah, karena hingga ke akhirnya dia masih berharap juga. Dalam hatinya, sebagai biasa juga pada waktu-waktu seperti ini. Guru Isa merasa pilu sekali. Dia amat benci dan sedih melihat sinar mata Fatimah yang  tiada mengandung kasih dan cinta. Hanya sinar mata seorang asing yang merasa belas kasihan dengan orang lain. Tidak ada lagi yang lain. Yang lebih dalam dan lebih mesra.” (JTAU, 2010:58-59).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa merasa sudah tidak dicintai oleh istrinya, Fatimah yang ada hanyalah sorot mata benci, dan sedih. Guru Isa merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi oleh istrinya dan istrinya hanya merasa kasihan saja kepada guru Isa tidak ada perasaan cinta seperti yang diharapkan Guru Isa.

Guru Isa ketakutan dalam penjara,

“Guru Isa merasa hatinya seakan diperas oleh tangan yang dingin. Terkejut, ngeri dan takut. Udara rasanya padat, mengandung napas maut. Dia melihat kepada Hazil. Muka Hazil juga menegang, dan pucat sedikit. Matanya jadi keras dan sejuk.” (JTAU, 2010:82).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa merasa ketakutan karena peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya demikian juga dengan Hazil, dia juga merasa takut dengan apa yang mereka berdua lakukan dan hukuman seakan sudah mengancam di depan mata mereka.

 Guru Isa takut pada Fatimah karena tidak bisa memenuhi kebutuhan biologisnya,

“Dia tahu dia tidak bisa datang pada Fatimah dengan kesepiannya. Tidak bisa datang lagi dengan ketakutannya. Dengan kengeriannya. Dengan kepiluaannya. Dengan kesenangan hatinya. Kesenangan hati yang sudah semakin jarang timbul dalam dirinya, tak ubahnya sebagai orang keluar dari hutan, dan pohon-pohon semakin jarang, dan semakin jarang hingga orang tiba pada gurun tandus yang keras, dan kering.” (JTAU, 2010:132-133).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa tidak bisa membahagiakan istrinya terutama masalah seksologi. Dia merasa ketakutan setiap mau mendatangi istrinya, takut kalau istrinya menolaknya seperti waktu dia baru menikah. Dia  benar-benar dicekam oleh perasaan takut sehingga membuat dirinya jadi tidak berarti dalam menjalani hidup ini.

Guru Isa Berubah Sifatnya dari Penakut Menjadi Pembarani,

“Dia telah menguasai dirinya sendiri. Tiada benar dia tidak merasa takut lagi. Tetapi dia telah damai dengan takutnya. Telah belajar bagaimana harus hidup dengan rasa takut”. (JTAU, 2010:164).

Berdasarkan kutipan di atas, Guru Isa awalnya mempunyai rasa takut yang sangat besar. setelah mendapat siksaan dari sekutu rasa takut yang ada pada dirinya menghilang dan tibul rasa keberanian dan kelelaki-lakiaannya kembali lagi.

2.  Aspek psikologi yang dialami tokoh Hazil adalah sebagai berikut.

Hazil seorang pemusik handal dan Komposer,

“Beberapa minggu penghabisan ini,”Jawab Hazil,”saya tidak berani bercerita padamu, takut tidak akan berhasil. Hingga sekarang aku juga masih bimbang ….rasanya belum cukup kuat aku gambarkan perjuangan manusia dalam musik ini…. Perjuangan manusia semenjak zaman dahulu ….. perjuangan memburu kebahagiaan.” (JTAU, 2010:43).

Berdasarkan kutipan di atas, Hazil adalah seorang pemain musik yang handal dan seorang komposer, ia ingin sekali membuat lagu bukan untuk kesenangannya sendiri tetapi untuk semua orang.

Hazil tidak pernah ragu-ragu,

“Dalam perjuangan kemerdekaan ini, tidak ada tempat pikiran kacau dan ragu-ragu,” kata Hazil. “Saya tidak pernah ragu, dari mulai. Saya sudah tahu-semenjak mula-bahwa jalan yang kutempuh ini adalah tidak ada ujung. Dia tidak akan ada habis-habisnya kita tempuh. Mulai dari sini sini, terus, terus, terus tidak ada ujungnya….” (JTAU, 2010:49).

Berdasarkan kutipan di atas, Hazil seorang yang pemberani tidak memiliki keraguan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Hazil tidak pernah ragu dengan apa yang telah dipilihnya.

Hazil memiliki perasaan suka kepada Fatimah,

“Hazil tidak menyahut, dan sebentar sunyi dalam dapur itu, hanya bunyi kretakan apai makan kayu. Tiba-tiba mereka berdua merasa benar, bahwa hanya mereka dalam dapur kecil dan panas itu. Hanya mereka. Hazil melihat pada Fatimah. Fatimah melihat padanya. Mereka berdua merasa tiba-tiba udara menjadi pekat dan tegang dan mengandung sesuatu”. (JTAU, 2010:116).

Berdasarkan kutipan di atas, Hazil dan Fatimah merasa ada sesuatu yang membuat keduanya tertarik dan akhirnya membuat kedua insane ini lupa dengan status mereka masing-masing dan terjadilah apa yang seharusnya tidak terjadi. Kedua insan tersebut melakukan sesuatu yang dilarang agama dan tiada rasa penyesalan.

Hazil berkhianat pada Guru Isa,

“Hazil menundukkan matanya, mengelakkan pandangan guru Isa. Aku berkhianat, aku khianati dia, tuduhnya pada dirinya sendiri, sekarang dia di sini menghadapi siksaaan seperti aku, karena aku pengecut, tidak tahan siksaan, dan Hazil menundukkan kepalanya ke dadanya, penuh malu kelaki-lakiannya dan malu persahabatan yang dikhianati, dan menangis terisak-isak seperti anak kecil.” (JTAU, 2010:158).

Berdasarkan kutipan di atas, Hazil yang dikenal sebagai pemusik dan sahabat Guru Isa ternyata dia berkhianat pada temannya sendiri. Dia sangat menyesal dengan apa yang telah diperbuatnya, dia merasa telah mengingkari janjinya sendiri dan dia juga telah membuat Guru Isa menjadi menderita.

Hazil Berubah Sifatnya dari Pemberani Menjadi Penakut

“Hazil menundukkan matanya, mengelakkan pandangan Guru Isa. Aku berkhianat, aku menghianati dia, tuduhnya pada dirinya sendiri, sekarang dia disini menghadapi siksaaan seperti aku, karena aku pengecut, tidak tahan siksaan, dan Hazil menundukkan kepalanya ke dadannya, penuh malu kelaki-lakiannya dan malu persahabatan yang dikhianati, dan menangis terisak-isak seperti anak kecil”. (JTAU, 2010:158).

Berdasarkan kutipan di atas Hazil pemuda yang awalnya pemberani, bersemangat ketika ia mendapat siksaan rasa takutnya muncul dan keberaniaannya hilang.

Melalui tokoh Isa dan Hazil, Mochtar Lubis mengambarkan kejiwaan manusia dengan segala aspeknya pada zaman itu.

BAB V

Penutup

Simpulan

Novel karya Mochtar Lubis terbit pertama kali pada tahun 1952. Novel ini menceritakan masa-masa revolusi yang membuat masyarakat mengalami ketakutan, jiwa yang tidak tentram dan nyaman dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Novel Jalan Tak Ada Ujung memiliki unsur intrinsik dengan tema “Seorang Guru yang mengalami ketakutan dimasa revolusi” ketakutannya membuat hari-hari Guru Isa (tokoh utama) menjadi tidak tenang. Ketakutan yang ada pada dirinya membuat ia tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis istrinya. Ia mengalami impoten.

Novel ini menggunakan plot lurus. Pencitraan tidak ruwet dan berbelit, tetapi suasana tertentu yang ingin dibangun penulisnya benar-benar mengena. Bercerita tentang keadaan masa revolusi dengan ketakutan Guru Isa dan Keberanian Hazil. Mencerminkan kehidupan manusia. Walau akhirnya ketakutan yang dialami Guru Isa hilang berganti dengan keberanian, dan Hazil yang pemberani pada akhirnya mengalami ketakutan.

Psikologis tokoh Guru Isa yang memiliki ketakutan sangat dalam pada setiap hal yang ia alami, akhirnya rasa takut itu berubah manjadi keberanian setelah mengalami penyiksaan betubi-tubi dari tentara Belanda. Sebaliknya Hazil yang memiliki semangat yang menggebu-gebu di awal cerita, berakhir dengan berubahnya ia menjadi seorang penakut setelah mendapat penyiksaan dari tentara Belanda.

Novel Jalan Tak Ada Ujung, jika dikaji aspek psikologis para tokohnya tidak sesuai dengan judul, karena psikologis dalam novel diceritakan menemukan ujung (tokoh utama menemukan keberaniannya). Tetapi, yang dimaksud novel Jalan Tak ada Ujung disini yaitu perjuangan dan nasionalisme pada masa itu yang tiada berujung, walau sudah merdeka akan tetapi masih mengalami penjajahan.

Alat musik biola yang sering dimainakan oleh tokoh utama memiliki hubungan diantara keduanya, alat musik biola digunakan oleh tokoh utama untuk menghilangkan rasa takut Guru Isa, terutama ketika hazil memainkan biola dengan baik ia terpukau, dan merasakan tenang dan senang. Biola alat musik klasik kepunyaan orang Barat yang dipakai pada masa kemerdekaan untuk membuat lirik lagu kemerdekaan, mengumandangkan lagu Indonesia dengan biola, dan beberapa novel klasik menggunakan alat musik biola sebagai bahan cerita.

Novel  Jalan Tak Ujung sering menggunakan latar tempat di Karawang. Karawang memiliki sejarah karena ada peristiwa perjanjian Linggar Jati, dan pusat pemuda pejuang pada masa-masa revolusi berada di sana. Rengas Dengklok, Karawang tempat pengasingan Bung Karno. Bangsa Belanda datang ke Indonesia betujuan merebut tanah Indonesia, untuk dijadikan milik mereka, walau sudah mengadakan perjanjian “Linggar Jati”, dalam perjanjian itu ada hal yang dapat menjadi kelemahan dan menguntungkan bagi Indonesia, seperti Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

DAFTAR PUSTAKA

Andhies, Mahrus. “Pembicaraan Singkat Beberapa Karya Fiksi Mochtar Lubis.” Pedoman  Rakyat, 2 Februari 1984.

Atmakusumah, Mochtar Lubis Wartawan Jihad. Jakarta: Harian Kompas, 1992.


Page 2