Julukan yang diberikan kepada Sunan Giri karena pengetahuan luasnya tentang ilmu fiqih yaitu

Rep: Kamran Dikarma Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara yang dilakukan Wali Songo, Sunan Giri menjadi salah satu tokoh yang memiliki kontribusi cukup signifikan. Ia adalah pendiri kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di Gresik, Jawa Timur. Kerajaan tersebut dimanfaatkannya sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa, yang pengaruhnya merambah hingga ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Lombok. Sunan Giri lahir di Blambangan, Jawa Timur pada 1442. Ia merupakan murid sekaligus menantu dari Sunan Ampel. Sunan Giri dikenal dengan beberapa nama lain, seperti Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin, dan Jaka Samudra.

Dalam buku Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto dikatakan, Sunan Giri memiliki peranan penting dalam pengembangan dakwah Islam di Nusantara dengan memanfaatkan kekuasaan dan jalur perniagaan. Selain itu, dalam sebuah penelitian berjudul "Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri" yang diterbitkan Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang, Sunan Giri juga disebut memanfaatkan wadah pendidikan dalam dakwahnya. Sunan Giri dikenal berkat kesungguhannya mengembangkan sistem pendidikan berbasis pesantren pada masanya. Diketahui bahwa santri yang dididiknya tidak hanya dari Jawa saja, tapi juga berasal dari beberapa daerah Nusantara lainnya, seperti Kalimantan, Makasar, Lombok, Sumbawa, Flores, Ternate, dan Tidore. Adapun pesantrennya saat ini dikenal dengan nama Pesantren Luhur Malang.

Tak hanya itu, dalam dakwahnya, Sunan Giri juga pernah menciptakan beberapa tembang dan permainan untuk anak-anak. Salah satu yang cukup dikenal adalah cublak-cublak suweng. Permainan ini diyakini memiliki makna dan pesan filosofis yang cukup mendalam. Yaitu mengajarkan agar manusia tidak menuruti hawa nafsu dan keserakahan dalam mencari harta atau kebahagiaan. Namun, gunakan hati nurani dan tetap rendah hati agar harta atau kebahagiaan yang diperolehnya mengandung berkah untuk diri sendiri dan orang lain. Sementara itu, pengaruh politik dan kekuasaan Sunan Giri dalam menyebarkan Islam pernah diselidiki oleh Aminuddin Kasdi dalam penelitiannya berjudul "Kepurbakalaan Sunan Giri: Sosok Akulturasi Kebudayaan Jawa, Hindu, dan Islam pada Abad ke-15 dan 16". Aminuddin menyebut, kedudukan Sunan Giri sebagai kepala wilayah suatu kekuasaan politis memang tampak dari gelar Prabu Satmata yang disandangnya. Gelar prabu, menurut Aminuddin, jelas menunjuk pada jabatan atau kekuasaan politis. Sedangkan, satmata adalah salah satu nama Dewa Syiwa, yaitu nama yang menandai sebuah kekuasan bersifat syiwais, ajaran yang paling banyak dianut masyarakat Majapahit kala itu. Kekuasaan politis Sunan Giri memang mengikuti pola kekuasaan yang berlaku pada masanya. Hal ini ditandai dengan dua tempat utama yang berkaitan dengan keberadaannya sebagai penguasa, yakni bangsal dan puri. Bangsal dalam konteks ini adalah pusat kekuasaan raja, yaitu berupa sebuah kompleks tempat raja menjalankan tugasnya sebagai pemimpin wilayah sekaligus pemegang otoritas hukum dan keagamaan. Di kompleks bangsal ini pula raja menerima para tamu kerajaan, memimpin rapat pemerintahan, mengambil keputusan hukum, dan lain-lain. Pada masanya dikenal sejumlah bangsal, salah satunya adalah Bangsal Sri Manganti yang berlokasi di kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur. Menurut Tim Balitbangda Kabupaten Gresik, bangsal tersebut kala itu merupakan pusat pemerintahan Sunan Giri. Hal itu diperkuat dengan adanya kantor patih [menteri] atau biasa disebut kepatihan di sebelah utara Desa Manganti. Saat ini kepatihan itu telah menjadi sebuah desa, yakni Desa Kepatihan. Adapun puri, yakni kediaman atau kompleks tempat tinggal raja dan keluarganya. Dalam sebuah penelitian berjudul "Tata Ruang Permukiman Giri: Sebuah Hipotesa Atas Hasil Penelitian Giri" yang ditulis oleh Nurhadi, kediaman atau puri Sunan Giri diterangkan berlokasi di Bukit Giri, yang pusatnya berada di Kedaton. Adapun penjelasan tentang tahun didirikannya dituliskan dengan candrasengkala "tinggali luhur dadi ratu", yang artinya tahun 1403 Saka atau 1480 Masehi.

Bertolak dari keberadaan Bangsal Sri Manganti, Puri Kedaton, serta gelar Prabu Satmata yang disandang Raden Paku atau Sunan Giri, dapat dipastikan, ia bukan hanya seorang ulama penyebar Islam, melainkan juga seorang penguasa politik pada masanya. Kedudukan ganda Sunan Giri tersebut disebut Sunan Ampel sebagai "noto" dan "pandito" atau lebih dikenal dengan istilah "pandito ratu" oleh masyarakat kala itu. Dengan kedudukan sebagai rohaniawan [pandito], sekaligus raja [ratu], dakwah Islam yang dilakukan Sunan Giri berlangsung lebih leluasa dengan cakupan yang lebih luas.  

  • ensiklopedia islam
  • sunan giri

Artikel ini sebagian besar atau seluruhnya berasal dari satu sumber. Silakan berdiskusi di halaman pembicaraan. Tolong bantu untuk memperbaiki artikel ini dengan menambahkan rujukan ke sumber lain yang tepercaya.

Sunan Giri adalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton, yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang pengaruhnya bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Sunan Giri

Lukisan potret Sunan Giri

Data pribadiLahir

Maulana 'Ainul Yaqīn / Raden Paku


1442

Banyuwangi, Majapahit

Wafat1506

Gresik, Majapahit

AgamaIslamPasangan

  • Dewi Murtasiyah Asyiqah
  • Dewi Wardah

Anak

Pernikahan dengan Dewi Murtasiyah Asyiqah:

  • Ratu Gede Kukusan
  • Sunan Dalem
  • Sunan Tegalwangi
  • Nyai Ageng Selulur
  • Sunan Kidul
  • Ratu Gede Saworasa
  • Sunan Kulon
  • Sunan Waruju

Pernikahan dengan Dewi Wardah

  • Pangeran Pasirbata
  • Siti Rohbayat

Orang tua

  • Maulana Ishaq [ayah]
  • Dewi Sekardadu [ibu]

DenominasiSunniDikenal sebagaiWali Sanga

Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudro. Ia lahir di Banyuwangi tahun 1442 dan dimakamkan di desa Giri, Kebomas, Gresik.

 

Tangga dan candi bentar masuk ke pemakaman Sunan Giri pada tahun 1932

Beberapa babad menceritakan pendapat yang berbeda mengenai silsilah Sunan Giri. Sebagian babad berpendapat bahwa ia adalah anak Maulana Ishaq, seorang mubaligh yang datang dari Asia Tengah. Maulana Ishaq diceritakan menikah dengan Dewi Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan Majapahit.

Pendapat lainnya yang menyatakan bahwa Sunan Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW, yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad an-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik [Ahmad Khan], Abdullah [al-Azhamat] Khan, Ahmad Syah Jalal [Jalaluddin Khan], Jamaluddin Akbar al-Husaini [Maulana Akbar], Ibrahim Zainuddin Al-Akbar As-Samarqandy [Ibrahim Asmoro], Maulana Ishaq, dan Ainul Yaqin [Sunan Giri]. Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut.

Dalam Hikayat Banjar, Pangeran Giri [alias Sunan Giri] merupakan cucu Putri Pasai [Jeumpa?] dan Dipati Hangrok [alias Brawijaya VI]. Perkawinan Putri Pasai dengan Dipati Hangrok melahirkan seorang putera. Putera ini yang tidak disebutkan namanya menikah dengan puteri Raja Bali, kemudian melahirkan Pangeran Giri. Putri Pasai adalah puteri Sultan Pasai yang diambil isteri oleh Raja Majapahit yang bernama Dipati Hangrok [alias Brawijaya VI]. Mangkubumi Majapahit masa itu adalaha Patih Maudara.

Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam Sadjarah Banten [1983], Nyai Pinatih adalah janda kaya raya di Gresik, bersuami Koja Mahdum Syahbandar, seorang asing di Majapahit. Nama Pinatih sendiri sejatinya berkaitan dengan nama keluarga dari Ksatria Manggis di Bali [Eiseman, 1988], yang merupakan keturunan penguasa Lumajang, Menak Koncar, salah seorang keluarga Maharaja Majapahit yang awal sekali memeluk Islam.[1]

Bayi yang tersangkut di kapal itu diambil oleh awak kapal dan diserahkan kepada Nyai Pinatih yang kemudian memungutnya menjadi anak angkat. Karena ditemukan di laut, maka bayi itu dinamai Jaka Samudra. Setelah cukup umur, Jaka Samudra dikirim ke Ampeldenta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Menurut Babad Tanah Jawi, sesuai pesan Maulana Ishak, oleh Sunan Ampel nama Jaka Samudra diganti menjadi Raden Paku.

Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke Giri kemBabad Tanah Jawi dikisahkan bahwa Raden Paku dan Raden Mahdum Ibrahim pernah bermaksud pergi ke Mekkah untuk menuntut ilmu sekaligus berhaji. Namun, keduanya hanya sampai di Malaka dan bertemu dengan Maulana Ishak, ayah kandung Raden Paku. Keduanya diberi pelajaran tentang berbagai macam ilmu keislaman, termasuk ilmu tasawuf. Di dalam sumber yang dicatat pada silsilah Bupati Gresik pertama bernama Kyai Tumenggung Pusponegoro, terdapat silsilah tarekat Syathariyah yang menyebut nama Syaikh Maulana Ishak dan Raden Paku Sunan Giri sebagai guru Tarekat Syathariyah, yang menunjuk bahwa aliran tasawuf yang diajarkan Maulana Ishak dan Raden Paku adalah Tarekat Syathariyah.udian mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.

Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera [terutama bagian selatan] dan Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.

Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap berhubungkan dengan Sunan Giri, diantaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, dan Cublak Suweng; serta beberapa gending [lagu instrumental Jawa] seperti Asmaradana dan Pucung.

  1. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 206.

 

Artikel bertopik Ulama ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

 

Artikel bertopik biografi Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Giri&oldid=21379203"

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề