Kaum orang orang yang ikut hijrah bersama Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah disebut dengan *?

Orang-orang yang ikut hijrah bersama Nabi Muhammad saw dari mekah ke Madinah disebut dengan kaum?

  1. a.Ansor
  2. Hudaibiyah
  3. Muhajirin
  4. Quraisy
  5. Jahiliyah

Jawaban yang benar adalah: C. Muhajirin.

Dilansir dari Ensiklopedia, orang-orang yang ikut hijrah bersama nabi muhammad saw dari mekah ke madinah disebut dengan kaum Muhajirin.

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. a.Ansor adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

Menurut saya jawaban B. Hudaibiyah adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

Menurut saya jawaban C. Muhajirin adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

Menurut saya jawaban D. Quraisy adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

Menurut saya jawaban E. Jahiliyah adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah C. Muhajirin.

Baca juga:  Yang termasuk perangkat Pembelajaran adalah?

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.

ADALAH Khalifah Umar bin Khattab yang pertama menetapkan perhitungan tahun Hijriah atau penanggalan Tahun Hijrah. Penanggalan tersebut tidak dibuat berdasarkan hari lahir Nabi Muhammad SAW, bukan pula hari wafat beliau, melainkan peristiwa hijrah dari Mekah ke Madinah (waktu itu bernama: Yasrib) yang terjadi pada 2 Juli 622 M atau tanggal 12 Rabiul Awal.

Ada apa dengan hijrah? Dan mengapa peristiwa itu dianggap sangat penting dalam sejarah Islam? Hijrah ke Madinah bukanlah pertama bagi umat Islam, sebelumnya sekelompok Muslim melakukan hijrah ke Habasyah (Ethiopia) dan diterima dengan ramah oleh rajanya yang beragama Nasrani. Hijrah ke Madinah merupakan momentum perubahan dan pembebasan umat Islam dari semua belenggu diskriminasi dan kezaliman. Orang-orang Muslim yang berhijrah dari Mekah disebut Muhajirin, sedangkan penduduk Muslim Madinah yang menolong mereka dinamakan Anshar (kaum penolong).

Hijrah Rasul ke Madinah bersama sahabatnya (laki dan perempuan) membawa perubahan signifikan dalam sejarah Islam. Ketika di Mekah umat Islam teraniaya, tertindas, diboikot, berada di bawah kuasa politik kaum musyrik Quraisy. Sebaliknya, di Madinah umat Islam menjadi pemegang kendali politik kekuasaan. Nabi diangkat menjadi kepala negara dengan masyarakat yang heterogen: umat Islam yang terdiri atas Muhajirin dan Anshar, kelompok Yahudi dan penganut paganisme.

Kota Yatsrib diganti menjadi Madinah ar-Rasul (Kota Rasul), lalu disingkat dengan Madinah. Kata Madinah mengandung dalam dirinya makna peradaban. Perubahan nama tersebut mencerminkan suatu komitmen kuat dari umat Islam untuk mengubah diri menjadi umat yang beradab dengan mengedepankan nilai-nilai keadaban dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai keadaban tidak lain adalah nilai-nilai universal kemanusiaan. Seperti nilai keadilan, kesetaraan, kedamaian, kejujuran, dan kebersihan.

Istilah hijrah umumnya dipakai untuk pengertian meninggalkan suatu negeri yang tidak aman menuju negeri lain yang lebih aman, demi keselamatan dan kenyamanan dalam menjalankan agama. Meskipun secara fisik peristiwa hijrah dikaitkan dengan Nabi dan sahabat, bagi umat Islam tetap terbuka kesempatan melakukan hijrah.

Raghib al-Isfahani (w 502 H/1108 M, pakar leksikografi Alquran) berpendapat, istilah hijrah mengacu pada tiga pengertian. Pertama, meninggalkan negeri yang penduduknya sangat tidak bersahabat, bahkan cenderung memusuhi menuju negeri yang aman dan damai. Kedua, meninggalkan syahwat, akhlak buruk dan dosa-dosa menuju kebaikan dan kemaslahatan (QS al-Ankabut, 29:26).

Ketiga, meninggalkan semua bentuk narsisme dan hedonisme menuju kesadaran kemanusiaan dengan cara mujahadah an-nafs (menundukkan hawa nafsu). Sungguh tepat hadis Nabi: "Orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan segala yang dibenci Allah" (Hadis Bukhari). Intinya, hijrah adalah meninggalkan semua kebiasaan buruk yang mencederai kenyamanan sesama manusia dan kelestarian lingkungan sekitar.

Terkait dengan hijrah, sejumlah ayat Alquran secara tegas memotivasi orang-orang beriman agar berjuang dan berusaha memperbaiki nasib. Kalau perlu berpindah lokasi mencari tempat kehidupan yang lebih baik, lebih kondusif, jangan terpaku hanya pada satu tempat saja.

Dari perspektif ini Islam terkesan sangat mengapresiasi perkembangan global yang ditandai tingginya dinamika dan mobilitas penduduk. Islam menghendaki umat yang dinamis dan progres. Bukan umat yang terbelakang dan terkungkung, apalagi statis, apatis, pasif, dan pasrah menerima nasib.

Pesan hijrah adalah umat Islam harus mau dan mampu mengubah nasib ke arah yang lebih baik. Harus mampu melakukan transformasi diri ke arah yang lebih positif dan konstruktif sehingga menjadi umat yang rahmatan lil alamin. Umat yang membawa manfaat dan rahmat bagi semua manusia, semua makhluk dan juga alam semesta, bukan membawa bencana dan berbagai kondisi destruktif.

Umat Islam harus menjadi pionir dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme, dan semua praktik oligarki politik yang menjijikkan, serta terdepan dalam upaya eliminasi semua bentuk perilaku diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan berbasis apa pun.

Tahun baru hijrah kali ini hendaknya menjadi refleksi diri bagi kita umat Islam Indonesia untuk berkomitmen melakukan upaya-upaya konkret mentransformasikan diri dan masyarakat. Antara lain berwujud perbaikan dan peningkatan mutu pengelola birokrasi pemerintahan agar dapat melakukan tugasnya melayani kepentingan seluruh masyarakat, terutama kelompok rentan dan marjinal. Perbaikan atau revisi sejumlah kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang masih mengandung unsur diskriminatif terhadap kelompok minoritas gender, agama, dan etnis.

Dan juga, perbaikan kualitas pengelolaan pendidikan di semua tingkatan sehingga mewujudkan masyarakat terdidik yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, serta perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat di akar rumput, khususnya kaum buruh, petani dan nelayan. Terutama berkaitan dengan fasilitas pelayanan publik, seperti rumah sakit, sekolah, tempat rekreasi, dan aksesibilitas publik bagi para lansia dan penyandang cacat.

Akhirnya, selamat Tahun Baru 1440 Hijriah semoga semua manusia damai sepanjang tahun.

Jakarta -

Ada satu sahabat yang sangat ingin sekali menemani perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Sahabat yang menemani Nabi Muhammad hijrah ke Madinah itu adalah Abu Bakar As Shiddiq.

Dikutip dari buku, "Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid 1" yang ditulis oleh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri, Ibu Ishaq mengatakan bahwa Abu Bakar seringkali meminta izin kepada Rasulullah untuk pergi berhijrah ke Madinah. Abu Bakar pun bahkan telah membeli dua ekor unta, sebagai kendaraan untuk persiapan berhijrah. Dua ekor unta itu kemudian ia pelihara di rumahnya, sembari menunggu waktunya tiba.

Namun, Rasulullah bersabda "Janganlah engkau terlalu terburu-buru, mudah-mudahan Allah akan memberimu teman."

Kabar dan Persiapan Abu Bakar r.a untuk Hijrah Bersama Rasulullah ke Madinah

Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah Ummul Mukminin berkata, "Rasulullah biasanya datang ke rumah Abu Bakar di waktu sore atau pagi. Pada hari Allah mengizinkan dan memerintahkan beliau untuk berhijrah, beliau datang pada tengah hari." Abu Bakar yang melihat kedatangan Rasulullah ke rumahnya terkejut dan berkata, "Ya Rasulullah, engkau tidak datang di waktu seperti ini melainkan untuk sesuatu yang penting." Kala itu di dalam rumah Abu Bakar hanya ada kedua anaknya, yaitu Aisyah dan saudarinya Asma' binti Abu Bakar. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mengizinkanku keluar dari Mekkah untuk berhijrah." Aisyah berkata, "Demi Allah, aku belum pernah melihat orang menangis karena gembira, saat itu aku melihat pada Abu Bakar." Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah, "Apa aku boleh menemanimu ya Rasulullah?Rasulullah pun menjawab, "Engkau boleh menemaniku." Abu Bakar langsung berkata, "Ya Nabi Allah, sesungguhnya aku telah mempersiapkan dua ekor unta untuk berhijrah, silakan engkau ambil." Rasulullah lalu mengambilnya, namun tidak secara cuma-cuma melainkan membelinya dari Abu Bakar.

Rasulullah dan Abu Bakar kemudian menyewa Abdullah bin Uraiqith seorang dari Bani Ad-Dail bin Bakr dan ibunya yang berasal dari Bani Sahm bin Amr seorang musyrik, yang akan menjadi petunjuk jalan bagi mereka.

Akhirnya, Rasulullah dan Abu Bakar menyerahkan unta tersebut kepadanya sampai hari yang telah ditentukan oleh keduanya.

Kisah Perjalanan Abu Bakar dan Rasulullah ke Madinah

Tidak ada orang yang mengetahui perginya Rasulullah dan Abu Bakar untuk berhijrah, kecuali Ali bin Abu Thalib dan Keluarganya Abu Bakar. Keduanya kemudian mulai pergi ke gua Tsur di gunung Mekkah bawah lalu masuk ke dalamnya. Asma binti Abu Bakar dan mantan budak Abu Bakar bernama Amir bin Fuhairah datang ketempat ke gua, membawakan bekal serta kambing-kambing untuk diperah susunya sebagai makanan Abu Bakar dan Rasulullah selama tiga hari mereka berada di dalam gua. Kaum Quraisy telah mendengar kabar tentang banyaknya orang-orang kaum Anshar dan Muhajirin yang telah memeluk agama Islam. Atas dasar tersebut, mereka sangat mewaspadai keluarnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah. Kemudian, kaum Quraisy bersepakat membuat rencana untuk menyerang, bahkan berencana membunuh Rasulullah saw. Ketika orang-orang kafir dari kaum Quraisy mengetahui bahwa Nabi dan Abu Bakar sudah pergi dari Mekkah, mereka langsung mencari dan menyiapkan hadiah seratus unta bagi orang yang berhasil menangkap Rasulullah untuk diserahkan kepada mereka. Abu Bakar merasa khawatir dan bersedih, setiap kali ada orang yang akan memburu mereka dalam perjalanan. Kemudian Rasulullah bersabda, "Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita" lalu beliau melanjutkan membaca doa " Ya Allah, lindungilah kami dari mereka menurut kehendak-Mu."

Besarnya rasa cintanya ia kepada Rasullah, sepanjang perjalanan Abu Bakar terkadang berjalan di depan dan terkadang di belakang Rasulullah. Hal dimaksudkan jika ada yang mengejar Rasulullah maka ia akan menjaganya dari belakang, dan apabila ada yang menjebak Rasulullah maka ia adalah orang yang menjaga dari depan.

Bagaimana sambutan penduduk Madinah atas kedatangan Nabi Muhammad dan Abu Bakar?

Klik Halaman Selanjutnya >>>>

Simak Video "Sejarah Isra Mikraj Nabi Muhammad, Perjalanan Spiritual Sang Insan Kamil"



(erd/erd)