Kenapa dprd tidak disebut sebagai legislator

Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH UII Press, 2005

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006

Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Konstitusi Press, 2006

Tim DPD-MPR, Naskah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: DPD, 2008

Fauzan, Muhammad, Hukum Pemerintahan Daerah: Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Yogyakarta: UII Press, 2006

Hamidi, Jazim, Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah: Menggagas Peraturan Daerah yang Responsif dan Berkesinambungan, Jakarta: Prestasi Pustakarayah,2011

Haris, Syamsuddin, (et.al), Membangun Format Baru Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2006

Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta; Rajawali Press, 2005

Kansil, C.S.T., Christine S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

Kusnardi, Moh., Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PSHTN-UI dan CV Sinar Bakti, 1983.

Mahfud MD, Moh., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta: LP3ES, 2007

Murhani, Suriansyah, Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, Malang: Laksbang Mediatama, 2008

Setyanto, Widya P., Halomoan Pulungan, (eds.), Ada Apa dengan 10 Tahun Otonomi Daerah (Dinamika Politik Lokal di Indonesia), Salatiga: Persemaian Cinta Kemanusiaan (Percik), 2011

Sinamo, Nomensen, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Pustaka Mandiri 2010

Tutik, Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Kencana, 2010

Diunggah pada : 7 November 2020 16:19:31 102

Jatim Newsroom - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres RI), Soekarwo, mengingatkan pentingnya konsistensi dalam melaksanakan hukum tata negara sesuai konstitusi UUD 1945. Dimana pada dasarnya kedudukan DPRD provinsi maupun kabupaten/kota Adalah menjalankan peran sebagai legislatif seperti fungsi legislasi (pembuat aturan), budgeting (pembuat anggaran), controling (pengawas).

Hal ini dikemukakan Pakde Karwo, panggilan akrab Soekarwo, saat menjadi narasumber Seminar Sinergitas Nasional Anggota DPRD Se-Indonesia dengan tema “Kedudukan Anggota DPRD Sebagai Pejabat Daerah Dalam Sistem Pemerintahan Pada Saat Ini” di Hotel Westin, Nusa Dua Bali, Jumat (6/11). 

Dalam kesempatan itu, Pakde Karwo menyampaikan bahwa anggota DPRD baik provinsi, kabupaten maupun kota, dipilih langsung dan mendapat mandat dari rakyat. Mereka membawa aspirasi dan perwakilan rakyat daerah. DPRD juga memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. “Oleh karena itu meletakan fungsi DPRD menjadi quasi (seperti) eksekutif adalah bertentangan dengan UUD 1945,” . Karena anggota DPRD itu adalah Legislatif, bukan pejabat daerah,” kata Pakde Karwo, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara, dan Hukum Administrasi Negara Indonesia (APHTN-HAN). 

Pakde Karwo menjelaskan fungsi dan peran wakil rakyat diatur dalam sejumlah pasal di UUD 1945 di antaranya pada bab II pasal 2 dan pasal 3, kemudian bab VI pasal 18 ayat 1 hingga 7. Selain itu, bab VII pasal 20, 20A, 21, 22 dan pada bab VII A pasal 22D. Untuk itu, Pakde Karwo mengusulkan agar sejumlah aturan teknis baik peraturan pemerintah maupun peraturan presiden harus meletakan DPRD pada ranah trias politika di legislatif. “Perlu konsitensi penekanan kemurnian pelaksanaan hukum tata negara menurut UUD 1945, jangan ada PP dan Perpres yang bertentangan dengan aturan di atasnya,” terang Pakde Karwo.

Karena konstitusinya, sudah jelas, bahwa Konsep Legislatif di Indonesia adalah MPR, DPR, DPD RI dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Namun ketika di UU 23/2014 memasukkan DPRD sebagai pejabat Daerah disini menjadi tidak sesuai konstitusi. Padahal DPRD itu legislatif tidak sama dengan eksekutif. “Oleh sebab itu, DPRD tidak bisa disetarakan dengan OPD (Organisasi Perangkat Daerah),” terangnya.

Narasumber lain dalam seminar ini adalah anggota Komisi II DPR asal Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti. Seminar yang dihadiri oleh perwakilan DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten se-Indonesia ini juga menghadirkan tiga nara sumber lain yang hadir secara virtual yaitu Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia Moeldoko dan Sekretaris Jenderal Kemendagri Muhammad Hudori. 

Ketua Panitia Seminar yang juga Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur, Istu Hari Subagio mengemukakan pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian integral dari penyelenggaraan pemerintahan yang berlandaskan prinsip otonomi daerah dan desentralisasi. “Kami berharap seminar ini bisa memberikan pandangan baru terhadap perspektif otonomi daerah dan desentralisasi,” kata Istu. (pca)

Penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang kedudukan dan peranan dewan perwakilan rakyat daerah dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, karena dalam peraturan perundang-undangan DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga menjadi kabur batasan antara DPRD sebagai lembaga legislatif dengan DPRD sebagai lembaga eksekutif. Adapun kajian dalam penelitian ini adalah apakah DPRD termasuk lembaga legislatif apabila dikaitkan dengan konsep trias politica, bagaimanakah kedudukan dan peranan DPRD dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, dan berdasarkan kedudukan dan peranannya, sebagaimana disimpulkan pada permasalahan kedua, apa konsekuensi hukumnya terhadap Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum sejarah hukum dan perbandingan hukum, sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian terhadap identifikasi hukum. Tipe penelitian hukum normatif merupakan titik berat dalam penelitian ini, hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini berupaya untuk menemukan asas-asas dan teori hukum tentang kedudukan dan peranan DPRD dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. DPRD apabila ditelaah dalam konsep trias politika merupakan lembaga legislatif tapi tidak penuh. Dikatakan lembaga legislatif karena diberikannya kewenangan kepada DPRD untuk membuat produk hukum, dan juga mekanisme pengisian jabatannya yang dilakukan melalui pemilihan secara langsung, dan menjadi legislatif tidak penuh karena fungsi pokok dari sebuah lembaga perwakilan tidak diberikan secara penuh. Kedudukan DPRD dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia tidak di sebutkan secara tegas, peranan DPRD dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia adalah untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif, membuat produk hukum, dan menjalankan fungsi anggaran di daerah. Berdasarkan kedudukan dan peranannya maka konsekuensi hukum terhadap sistem ketatanegaraan Republik Indonesia adalah, kekaburan antara DPRD sebagai lembaga eksekutif dengan DPRD sebagai lembaga legislatif, dan hal tersebut bermuara pada lemahnya beberapa fungsi yang dimiliki oleh DPRD.

The research is carried out because the Regional House of Representatives, as written in regulations, is a regional council of people’s representative that has position as administrative element of regional authorities. Such position indicates that the Regional House of Representatives is in obscure position between as legislature and as government. The research is focused on whether the Regional House of Representatives in trias politica perspective is a part of legislature, what its position and its role in Indonesian constitutional system are, and what legal consequences of such position and role toward Indonesian constitutional system are. By the research, writer wants to know the Regional House of Representatives’ position and role in Indonesian constitutional system. The research is normatively and empirically legal research. The normatively legal research means a research toward principles of law, systematics of law, synchronicity of law, history of law and comparison of law. The empirical legal research is a research toward identification of law. The research is focused to normatively legal research, because it is aimed to find principles and theories of law on the Regional House of Representatives’ position and role in Indonesian constitutional system. According to theory of trias politica, the Regional House of Representatives is a semi-legislature. It is categorized as legislature because it holds legislative function and its office is fulfilled through mechanism of direct election. Thus, it is called as semi-legislature, because main function of a house of representatives is not fully held. The Regional House of Representatives’ position is not explicitly cited in Indonesian constitutional system. However, it plays legislative, budgeting and scrutinizing roles in regional level. Based on such position and roles, legal consequence which emerges in Indonesian constitutional system is obscure position of the Regional House of Representatives as legislature or as government. Finally, such obscurity makes its several functions not running well.

Kata Kunci : Kedudukan,Peranan,DPRD,Sistem ketatanegaraan di Indonesia

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran Provinsi Riau (Fitra Riau) melaksanakan Bedah Gagasan terkait dengan” DPRD Bukan Legislatif”, kegiatan ini dilaksanakan secara Virtual Zoom Online, dilaksanakan pada Kamis tanggal 03 Desember 2020. 

Gusmansyah selaku manager Knowloadge Management mangatakan  alasan Bedah Gagasan Ini dilakukan secara Virtual dikarenakan dengan tingginya bahaya Covid 19 yang ada di Provinsi Riau. Hingga senin (30/11), kasus positif covid 19 tembus 20.034 orang.

Sebagai bentuk kesadaran dan berpartisipasi aktif dalam mengantisipasi pencegahan penyebaran Covid-19 dan melihat kondisi ini , maka kami melakukan Bedah Gagasan ini secara daring.Sekaligus hal ini guna mentaati kebijakan pemerintah, harus tetap menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan guna untuk memutus rantai penyebaran covid 19," ungkap Gusmansyah

Selanjutnya Triono Hadi, Koordinator Fitra Riau, Bedah Gagasan ini diikuti oleh Para ahli, berbagai disiplin ilmu, diantaranya sebagai penanggap, yaitu DR, Hasanudin (Pakar Politik UNRI), Moza Fudika , SH, MH (Pakar Hukum Tata Negra UIR), Zulfi Mursal (DPRD Riau), dan Ahmad Hanafi (Direktur Indonesia Parlementary Center). kegiatan tersebut juga diikuti oleh anggtora DPRD, Paraktisi, Akademisi dan juga mahasiswa se Riau.

Ini merupakan diskusi ilmiah yang dilakukan oleh Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra Riau), yang mana selama ini diskusi – diskusi yang dilakukan oleh Fitra Riau hanya di tataran praktis, seperti kajian anggaran daerah (Efektifitas, Transparansi).

Membedah DPRD Bukan Legislatif ini ialah sebuah gagasan yang dituliskan oleh Bapak Rahmad Rahim, Kepala Bappeda Provinsi Riau 2018, yang saat ini sebagai pejabat fungsional Bappeda Riau,

 “menariknya kali ini kita akan melihat bagaimana optimalisasi peran dan fungsi di kelambagaan DPRD baik itu di tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota, apakah DPRD bisa di asumsikan bukan legislatifnya Daerah, melihat dari tataran regulasi yang ada”. ungkap Triono Hadi.

Penyelenggara Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan Kepala Daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang diberikan mandat oleh rakyat untuk melaksanakan urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah, dengan demikian maka DPRD dan Kepala Daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar.

Rahmad Rahim dalam pemaparannya mengatakan

” Undang – undang No 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) , maupun Undang – undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah , tidak ada satu pasal pun menyebutkan DPRD adalah lembaga legislatif”.

DPRD mempunyai fungsi pembentukan Peraturan Daerah (Perda), anggaran dan pengawasan, sedangkan Kepala Daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas dan Kebijakan Daerah, ini sebuah kedudukan dan fungsi DPRD , lanjut Rahmad Rahim.

Pada sebuah Negara pada dasarnya kekuasan itu tidak dapat terpusat pada satu orang atau satu kelembagaan, dalam konsep trias politika bahwa kekuasaan itu pada dasarnya harus dipisahkan dan harus dibagi dalam pelaksanaan pembagian kewenangan, yang mana Pilar – Pilar kekuasan itu terdiri dari Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang telah dijamin secara konstitusional didalam UUD 1945.

Menurut Pandangan Pakar Hukum Tata Negara’ Moza Fudika, menyampaikan” sebenarnya DPRD sebagai legislatif ini lahir akibat dari adanya UU No 22 tahun 1999, inilah awal yang mengintrodusir yang menyatakan DPRD Badan Legislatif Daerah”.

Ditarik dari benang merah persoalan dari kedudukan DPRD, bahwa sebenarnya DPRD memiliki dua kapasitas dalam hal ini secara ketata negaraan, DPRD sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan sebagai mana disebutkan dalam pasal 1 butir ke empat Undang – Undang 23 tahun 2014 bahwa DPRD sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

“Bahwa memang DPRD dengan kepala Daerah adalah sebuah mitra yang sejajar  dan apabila kita meihat lagi kapasitas DPRD sebagai lembaga penyelanggara Pemerintahan Daerah, saya katakan disini DPRD bukan sebagai lembaga legislatif namun hanya sebagai lembaga representative lokal bagi masyrakat yang ada di daerah”. Tegas Moza Fudika.

Pada dasarnya, “saya menyatakan bahwa saya setuju DPRD itu bukanlah lembaga  legislatif alasannya, secara konstitusional kita lihat pasal 1 ayat 1 UUD 1945 indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, negara kesatuan itu bersifat monosentris ada satu negara, ada satu pemerintahan dan termasuk hanya ada satu badan legislatif dan tidak ada istilah Legislatif Daerah karena dalam trias politika itu jelas kedaulatan dalam negara kesatuan itu hanya ada satu yaitu berada di tataran pemerintah pusat” . tutup nya

Penulis Gusmansyah

Manager Knowladge Managemen Fitra Riau